Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

PENGGUNAAN KEMOPROFILAKSIS DALAM PENCEGAHAN


PENULARAN KUSTA

Disusun Oleh :
Nama : Bianca Naila Najah
Npm : 1102018278

Pembimbing :
dr. Evy Aryanti Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN


KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 05 DESEMBER 2022 - 07 JANUARI 2023
DAFTAR ISI

Table of Contents
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. i
BAB I ...................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................................... 2
PENGGUNAAN KEMOPROFILAKSIS KUSTA DALAM PENCEGAHAN PENULARAN KUSTA ............ 2
2.1. Definisi Kusta....................................................................................................................... 2
2.2. Definisi Penanggulangan Kusta ............................................................................................ 2
2.3. Epidemiologi Kusta .............................................................................................................. 2
2.4. Cara penularan Kusta........................................................................................................... 3
2.5. Upaya Pencegahan dan Penularan Kusta ............................................................................. 4
2.5.1 Promosi Kesehatan ............................................................................................................................... 4
2.5.2 Surveilans Kusta .................................................................................................................................... 5
2.5.3 Kemoprofilaksis ..................................................................................................................................... 5
2.5.4 Tatalaksana ........................................................................................................................................... 9
2.11. Pengobatan Kusta dalam Keadaan Khusus ......................................................................... 13
BAB III .................................................................................................................................. 15
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................. 16

i
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Morbus Hansen atau kusta atau lepra adalah infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan
oleh mycobacterium leprae, yang menginfeksi jaringan kulit,mukosa dan saraf perifer,
menyebabkan hilangnya sensasi kulit dengan atau tanpa lesi dermatologis.! Kusta diklasifikasikan
sebagai paucibacillary (PB) atau multibacillary (MB), berdasarkan jumlah lesi kulit, adanya
keterlibatan saraf dan identifikasi basil pada apusan celah kulit. Perawatan standar untuk kusta
melibatkan penggunaan beberapa (dua atau tiga) obat; lama pengobatan, dosis dan jumlah
antibiotik tergantung pada jenis kusta (PB atau MB) dan usia pasien (dewasa atau anak). Strategi
untuk mencegah kusta termasuk vaksinasi atau penggunaan antibiotik profilaksis di antara orang
yang terpapar."

Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian kusta di antaranya yaitu kontak serumah
dengan penderita kusta, kontak tetangga, kondisi kebersihan perseorangan yang buruk,
pengetahuan, jenis kelamin, status vaksinasi BCG, dan kondisi sosio-ekonomi.# Angka insiden
kusta di dunia adalah sekitar 208.613 dengan sebaran tertinggi terdapat di kawasan Asia Tenggara
(148.495), diikuti Amerika (30.956), Afrika (20.590), dan sisanya berada di regional lain.
Indonesia merupakan negara dengan penderita kusta terbanyak ketiga di dunia setelah India dan
Brazil. Indonesia telah mencapai status eliminasi kusta.$ Menetapnya jumlah kasus baru dengan
grade 2 disability menunjukkan bahwa kelangsungan program penanggulangan kusta harus
mendapat prioritas. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta sebagai
strategi terbaru, termasuk pemberian kemoprofilaksis.%

Kemoprofilaksis adalah pemberian obat untuk mencegah infeksi, pada kusta mencegah
infeksi M. leprae pada orang yang berisiko tinggi terpapar bakteri tersebut (kontak penderita).
Kegiatan kemoprofilaksis telah dilakukan terhadap kontak penderita kusta sebanyak 15.848.&

1
BAB II

PENGGUNAAN KEMOPROFILAKSIS KUSTA DALAM PENCEGAHAN


PENULARAN KUSTA

2.1.Definisi Kusta
Morbus Hansen atau kusta atau lepra adalah infeksi granulomatosa kronis yang
disebabkan oleh mycobacterium leprae,yang menginfeksi jaringan kulit,mukosa dan saraf
perifer, menyebabkan hilangnya sensasi kulit dengan atau tanpa lesi dermatologis.!
Diagnosis kusta ditetapkan sebagai salah satu dari tiga tanda kardinal yang ada: (i)
hilangnya sensasi tertentu pada kulit pucat (hipopigmentasi) atau kemerahan; (ii)
penebalan saraf tepi atau (iii) adanya acid-fastbacilli/AFB pada kerokan kulit. Kusta tipe
Multibasiler (MB) memiliki hasil tes BTA positif. Beberapa pemeriksaan lain, antara lain
pemeriksaan histopatologi, serologi, antara lain titer antibodi PGL-1, dan pemeriksaan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan diagnostik pada kusta ringan
(Paucibacillary/PB leprosy) masih merupakan tantangan yang cukup berat. Meskipun tes
berbasis PCR memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi daripada uji
imunosorben terkait-enzim (ELISA), ini akan sangat tidak praktis untuk praktik sehari-
hari. Penelitian saat ini.'
2.2.Definisi Penanggulangan Kusta
Penanggulangan Kusta adalah upaya kesehatan yang ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan dan memutus mata rantai penularan kusta.(
2.3.Epidemiologi Kusta

B. Distribusi Penderita Kusta di Indonesia Secara geografi


Indonesia berada di peringkat ketiga di dunia setelah India dan Brazil, dengan
jumlah Penderita Kusta baru pada tahun 2017 mencapai 15.910 Penderita Kusta
(angka penemuan Penderita Kusta baru 6,07 per 100.000 penduduk) .(

2
Gambar 1. Capaian Eliminasi Kusta Tingkat Kabupaten/Kota Indonesia

C. Distribusi Penderita Kusta Menurut Faktor Manusia


• Faktor Sosial Ekonomi
adanya peningkatan sosial ekonomi, maka kejadian Kusta sangat cepat
menurun bahkan hilang.
• Distribusi Menurut Usia
Kusta diketahui terjadi pada semua usia berkisar antara bayi sampai usia
lanjut (3 minggu sampai lebih dari 70 tahun). Namun yang terbanyak
adalah pada usia muda dan produktif. Di Indonesia, proporsi Penderita
Kusta pada anak masih di atas 5%, yang mengindikasikan tingginya
transmisi di wilayah setempat.
• Distribusi Menurut Jenis Kelamin
Di Indonesia, proporsi Penderita Kusta laki-laki dan perempuan relatif
seimbang.

2.4.Cara penularan Kusta


Penyebab Kusta yaitu kuman Mycobacterium leprae, Mycobacterium leprae
hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell) dan
sel dari sistem retikulo endotelial. Waktu pembelahannya sangat lama, yaitu 2-3 minggu.
Kuman Mycobacterium leprae dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari (dalam
iklim tropis) di luar tubuh manusia. Mycobacterium leprae secara in vivo yang dilakukan
pada tikus dapat bertahan pada suhu 27-30 derajat celcius.(

3
Menurut teori, cara masuknya kuman Mycobacterium leprae ke dalam tubuh
adalah melalui saluran pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang lama.
Penularan terjadi apabila Myobacterium leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh
Penderita Kusta dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Faktor kekebalan tubuh berperan
pada terjangkitnya Kusta, sehingga pada kondisi manusia dengan kekebalan tubuh yang
rendah akan mudah terinfeksi.(
Mikroskop elektron menunjukkan bahwa basil ini memiliki sitoplasma, membran
plasma, dinding sel, dan kapsul. Sitoplasma mengandung struktur umum pada
mikroorganisme gram positif. Membran plasma memiliki bilayer lipid permeabel yang
mengandung protein interaksi, yang merupakan antigen permukaan protein. Dinding sel
yang melekat pada membran plasma terdiri dari peptidoglikan yang terikat pada
polisakarida rantai bercabang, terdiri dari arabinogalactans, yang mendukung asam
mycolic, dan lipoarabinomannan (LAM), mirip dengan mikobakteri lainnya. Kapsul,
struktur terluar, memiliki lipid, terutama phthiocerol dimycocerosate dan phenolic
glycolipid (PGL-1), yang memiliki trisakarida yang terikat pada lipid oleh molekul fenol.
Trisakarida ini secara antigen spesifik untuk M. leprae.")
2.5.Upaya Pencegahan dan Penularan Kusta
2.5.1 Promosi Kesehatan
Sasaran promosi kesehatan dalam kegiatan Penanggulangan Kusta yaitu
Penderita Kusta, keluarga, masyarakat termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama,
tokoh adat, tokoh publik,organisasi kemasyarakatan, dan kader, tenaga kesehatan,
penentu kebijakan dan pemangku kepentingan. Promosi Kesehatan dilaksanakan
dalam bentuk:(
1. memberikan informasi tentang tanda dan gejala dini Kusta, serta teknis
kegiatan Penanggulangan Kusta.
2. mempengaruhi individu, keluarga, dan masyarakat untuk penghapusan
stigma dan menghilangkan diskriminasi pada Penderita Kusta orang yang
pernah mengalami Kusta
3. membantu individu, keluarga, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam
penemuan dan tata laksana Penderita Kusta, pelaksanaan Kemoprofilaksis,
dan kegiatan penelitian dan pengembangan

4
2.5.2 Surveilans Kusta

Surveilans Kusta dilaksanakan baik pada daerah yang belum mencapai


Eliminasi Kusta maupun daerah yang telah mencapai Eliminasi Kusta untuk
mempertahankan status Eliminasi Kusta.(

Sasaran Surveilans Kusta dalam kegiatan Penanggulangan Kusta sebagai


berikut:

1. kelompok orang yang sedang dalam pengobatan Kusta


2. kelompok masyarakat di wilayah setempat sebagai kelompok yang
memiliki resiko penularan Kusta
3. kelompok orang yang telah menyelesaikan pengobatan Kusta
4. kelompok orang yang diduga mengalami resistensi obat antimikrobial
Kusta

2.5.3 Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis Kusta adalah pemberian obat yang ditujukan untuk pencegahan


Kusta. Kemoprofilaksis Kusta dilakukan pada daerah yang memiliki Penderita Kusta
yang tinggi, atau berdasarkan hasil Surveilans di daerah yang memiliki Penderita
Kusta yang rendah pada situasi khusus. Kemoprofilaksis Kusta dilakukan pada
penduduk yang memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai berikut:(

1. penduduk yang menetap paling singkat 3 (tiga) bulan pada daerah yang
memiliki Penderita Kusta;
2. berusia lebih dari 2 (dua) tahun;
3. tidak dalam terapi rifampisin dalam kurun 2 (dua) tahun terakhir;
4. tidak sedang dirawat di rumah sakit;
5. tidak memiliki kelainan fungsi ginjal dan hati;
6. bukan suspek tuberkulosis;
7. bukan suspek Kusta atau terdiagnosis Kusta;
8. bukan lanjut usia dengan gangguan kognitif.

5
Pemberian Kemoprofilaksis Kusta dilaksanakan 1 (satu) kali dan dapat diulang
kembali setelah 2 (dua) tahun dari pemberian sebelumnya apabila di antara kontak
serumah/kontak tetangga/kontak sosial ditemukan lagi Penderita Kusta baru.
Kemoprofilaksis Kusta yang diberikan oleh petugas kesehatan wajib diminum
langsung di depan petugas pada saat diberikan. Penentuan sasaran penduduk yang
akan diberikan Kemoprofilaksis Kusta sesuai dengan metode yang ditentukan oleh
Pemerintah Daerah setempat. Adapun pemilihan metode pelaksanaan
Kemoprofilaksis Kusta disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah sasaran.

Prosedur Pelaksanaan

Berikut adalah prosedur pelaksanaan Kemoprofilaksis Kusta dengan berbagai


pendekatan:

Tahapan pelaksanaan kegiatan Kemoprofilaksis Kusta dengan pendekatan


blanket sebagai berikut:

1. Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan


atau kepada para pengambil kebijakan (Bupati/Walikota, Camat,
dan Kepala Desa/Lurah) setempat.
2. Mempersiapkan daftar penduduk berdasarkan gologan umur dan
alamat kemudian melakukan pemetaan berdasarkan data tersebut.
3. Melakukan kegiatan Kemoprofilaksis Kusta ke lokasi sesuai dengan
hasil pemetaan.
4. Penyuluhan yang berisi tentang:
a. informasi tentang Kusta
b. Informasi tentang pentingnya kegiatan Kemoprofilaksis
Kusta
c. Informasi tentang Rifampisin dan efek sampingnya
d. Informasikan tentang kriteria eksklusi
e. Informed consent pemberian Kemoprofilaksis Kusta
f. Pemberian Kemoprofilaksis Kusta di depan petugas

6
5. Apabila ditemukan suspek Kusta dan/atau TB maka dilakukan
konfirmasi diagnosis pada petugas program yang bersangkutan.
6. Apabila ditemukan suspek Kusta dan/atau TB maka dilakukan
konfirmasi diagnosis oleh tenaga kesehatan Puskesmas terlatih yang
bersangkutan.
7. Apabila pada waktu pelaksanan kegiatan ada penduduk yang tidak
ada di tempat maka petugas kesehatan berkewajiban untuk
mengunjungi rumah untuk memberikan kemoprofilaksis paling
lambat 1 bulan sejak pelaksanaan kegiatan.

7
Menurut Lockwood dan kawan-kawan , tujuan jangka pendek
mengenai eliminasi kusta perlu diperbaiki terutama karena India dan brazil
terus menunjukkan tingkat deteksi yang tinggi. Brasil menempati urutan
kedua di dunia dalam jumlah total kasus kusta, dengan India menjadi yang
pertama. Sejak tahun 1991, Brazilian Ministry of Health (M)H telah
merekomendasikan agar vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG) diberikan
kepada semua kontak intradomiciliary dalam waktu 5 tahun sejak diagnosis
kasus indeks (primer). Sebuah studi yang dilakukan di Brazil oleh Duppre
dan kawan-kawan menunjukkan bahwa, terlepas dari perlindungan yang
diberikan oleh vaksin BCG, sejumlah besar kasus telah terjadi dalam waktu
singkat setelah vaksin BCG, sebagian besar di antaranya ialah kontak
denganpasien multibasiler (MB). Pada tahun 1989, Bagshawe et al.

8
melaporkan bahwa kekebalan sebelumnya terhadap antigen mikobakteri
terutama bertanggung jawab atas manifestasi klinis kusta paucibacillary
(PB) dan bahwa stimulasi kekebalan nonspesifik yang diinduksi oleh
vaksinasi BCG dapat memicu manifestasi klinis kusta pada individu dengan
infeksi subklinis. Selain vaksin BCG, yang diusulkan adalah
kemoprofilaksis di antara kontak kusta melalui rifampisin dosis tunggal.*

Kemungkinan menggunakan salah satu obat MDT untuk mencegah


kusta karena kontak telah dipelajari secara ekstensif, dengan tinjauan
sistematis menemukan bahwa dapson untuk waktu yang lama dapat
mencegah terjadinya kusta yang diakibatkan oleh kontak. Studi terbaru
berfokus pada efek Rifampisin Dosis Tunggal. Sebuah (studi COLEP)
menemukan Rifampisin Dosis tunggal pada kontak kusta terkait dengan
penurunan risiko kusta sebesar 57% selama 2 tahun dan 30% selama 5-6
tahun . Untuk setiap 1000 kontak yang diobati dengan Dosis tunggal
Rifampisin, terdapat empat kasus kusta yang dapat dicegah setelah 1-2
tahun dan tiga kasus yang dapat dicegah setelah 5-6 tahun. Efek protektif
Dosis tunggal Rifampisin terjadi dalam 2 tahun pertama, tanpa efek
tambahan setelah 4 dan 6 tahun."

Satu analisis berdasarkan COLEP menemukan bahwa Rifampisin


Dosis tunggal hemat biaya, dengan rasio efektivitas biaya tambahan sebesar
US$ 158 per tambahan kasus kusta yang dicegah . Sub-studi COLEP
menunjukkan bahwa BCG saat lahir tampaknya mempotensiasi efek
perlindungan Rifampisin Dosis tunggal pada kontak dari 57% menjadi
80%."

Guideline Development Group menyimpulkan bahwa bukti diatas


mendukung rekomendasi pengguna SDR pada kontak penderita kusta untuk
mencegah kusta. Meskipun uji coba COLEP dilakukan di satu negara,
laporan awal dari studi Profilaksis Pasca Pajanan Kusta (LPEP) multinegara
mendorong sehubungan dengan kelayakan dan penerimaan di pengaturan
lain."

2.5.4 Tatalaksana

A. Farmakologis
1) Multi Drug Therapy
Multi Drug Therapy (MDT) untuk tipe PB maupun MB.&
Obat MDT tersedia dalam bentuk blister untuk pasien dewasa dan anak
berusia 10-14 tahun.
Berikut ini merupakan kelompok orang yang membutuhkan MDT:

9
a) Pasien yang baru didiagnosis kusta dan belum pernah mendapat
MDT.
b) Pasien ulangan, yaitu pasien yang mengalami hal-hal di bawah ini:
• Relaps
• Masuk kembali setelah putus obat/default (dapat PB
maupun MB)
• Pindah berobat (pindah masuk)
• Ganti klasifikasi/tipe.

Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan yang


direkomendasikan oleh WHO, sebagai berikut :

1. Pasien paubasiler (PB) dewasa :


Pengobatan bulanan : hari pertama: (obat diminum didepan
petugas)
a) 2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg)
b) 1 tablet dapson/DDS 100 mg Pengobatan harian : hari
ke-2 hingga 28.
c) 1 tablet dapson/DDS 100 mg Satu blister untuk 1 bulan.
Dibutuhkan 6 blister yang diminum selama 6-9 bulan.
2. Pasien multibasiler (MB) dewasa
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum di depan
petugas)
a) 2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg)
b) 3 tablet lampren @ 100 mg (300 mg)
c) 1 tablet dapson/DDS 100 mg Pengobatan harian: hari ke-
2 hingga 28
d) 1 tablet lampren 50 mg
e) 1 tablet dapson/DDS 100 mg.
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 12 blister yang
diminum selama 12-18 bulan.

10
3. Dosis MDT PB untuk anak (umur 10-14 tahun)
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum di depan
petugas)

a) 2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg


b) 1 tablet dapson/DDS 50 mg / Pengobatan harian: hari
ke-2 hingga 28
c) 1 tablet dapson/DDS 50 mg.
Satu blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 6 blister yang
diminum selama 6-9 bulan.

4. Dosis MDT MB untuk anak (umur 10-14 tahun)


Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum di depan
petugas)

a) 2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg


b) 3 tablet lampren @ 50 mg (150 mg)
c) 1 tablet dapson/DDS 50 mg / Pengobatan harian: hari ke-
2 hingga 28:
d) 1 tablet lampren 50 mg selang sehari
e) 1 tablet dapson/DDS 50 mg / Satu blister untuk 1 bulan.
Dibutuhkan 12 blister yang diminum selama 12-18 bulan.

Pada pasien anak berusia kurang dari 10 tahun, dosis disesuaikan


dengan berat badan, sebagai berikut:

a) Rifampisin: 10-15 mg/kgBB


b) Dapson : 1-2 mg/kgBB
c) Lampren : 1 mg/kgBB

Tabel 9. Dosis MDT pada pasien kusta tipe PB.&

Tabel 10. Dosis MDT pada pasien kusta tipe MB.&

11
Gambar 9. Obat blister

Tabel 11. Efek samping obat MDT dan penangannya.&

12
C. Non Farmakologis
1) Konseling
Memanfaatkan potensi mental pasien seoptimal mungkin untuk
meningkatkan kualitas penyesuaian baik dengan dirinya sendiri maupun
lingkungannya.
2) Edukasi Kesehatan
Memberikan informasi Kesehatan kepada pasien mengenai penyakit
kusta, penyebab, pengobatan dan disabilitas yang terjadi serta
pencegahan disabilitas

2.11. Pengobatan Kusta dalam Keadaan Khusus.&


1) Pengobatan kusta pada masa kehamilan dan menyusui
Kusta dapat mengalami eksaserbasi selama kehamilan dan WHO telah menetapkan
bahwa rejimen MDT standar aman unttuk ibu dan janin.
2) Pengobatan pasien dengan tuberculosis aktif
Pengobatan penting untuk dilakukan dalam waktu bersamaan, berikan anti TB
yang pantas untuk tambahan terapi anikusta multiobat sesuai dengan tipe kusta
nya. Rifampisin lazaim untuk kedua rejimen dan harus diberikan sesuai dengan
dosis tuberculosis
3) Pengobatan pasien dengan infeksi HIV
Tidak ada modifikasi, tatalaksana diberikan seperti pasien lainnya
4) Pasien yang tidak dapat menggunakan rifampisin
Tabel 12. Pengobatan MB pada pasien kontraindikasi rifampisin.&

13
5) Pasien yang menolak klofazimin
klofazimin pada terapi MDT normal 12 bulan dapat diganti dengan:
• Ofloksasin, 400 mg/ hari selama 12 bulan, ATAU
• Minosiklin, 100 mg/ hari selama 12 bulan
6) Pasien yang tidak dapat mengkonsumsi dapson

Tabel 13. Pengobatan MB yang tidak dapat mengonsumsi dapson.&

14
BAB III

KESIMPULAN

Morbus Hansen atau kusta atau lepra adalah infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan
oleh mycobacterium leprae, yang menginfeksi jaringan kulit,mukosa dan saraf perifer,
menyebabkan hilangnya sensasi kulit dengan atau tanpa lesi dermatologis. Kusta diklasifikasikan
sebagai paucibacillary (PB) atau multibacillary (MB). Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian
kusta di antaranya yaitu kontak serumah dengan penderita kusta, kontak tetangga, kondisi
kebersihan perseorangan yang buruk, pengetahuan, jenis kelamin, status vaksinasi BCG, dan
kondisi sosio-ekonomi. Indonesia berada di peringkat ketiga di dunia setelah India dan Brazil,
dengan jumlah Penderita Kusta baru pada tahun 2017 mencapai 15.910. Upaya Penanggulangan
kusta salah satunya dapat diberikan kemoprofilaksis, pemberian obat yang ditujukan untuk
pencegahan Kusta. Kemoprofilaksis Kusta dilakukan pada daerah yang memiliki Penderita Kusta
yang tinggi. Penggunaan kemoprofilaksis telah ditetapkan sebagai upaya penanggulangan kusta
oleh Guideline Development Group setelah melewati beberapa penelitian studi.

15
DAFTAR PUSTAKA

WHO. (2018). Guidelines for the diagnosis, treatment and prevention of leprosy. New Delhi:
World Health Organization.
Zuhdan, E. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Kusta Pasca Kemoprofilaksis
(Studi pada Kontak Penderita Kusta di Kabupaten Sampang). Jurnal Epidemiologi
Kesehatan Komunitas, 89-98.
Affarah, W. S. (2021). Gambaran Epidemiologi Kusta Pada Anak dan Pelaksanaan
Kemoprofilaksis Kusta Di Kota Mataram. Jurnal Kedokteran Universitas Mataram, 413-
421.
kang, s. (2019). Fitzpatrick Dermatology. United states: McGraw-Hill Education.
Kemenkes, R. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2019
Tentang Penanggulangan Kusta. Kemenkes.
Santos, D. S. (2018). Chemoprophylaxis of leprosy with rifampicin in contacts of multibacillary
patients: study protocol for a randomized controlled trial. BioMed Central, 2.
Muharry, A. (2014). Faktor Risiko Kejadian Kusta. Jurnal kesehatan Masyarakat, 174-182.
Ramona. (2017). LEPROSY: An OVERVIEW OF EPIDEMIOLOGY AND RISK FACTOR IN
INDONESIA. J.Bio.Innovation, 2277-8330.
Alinda, M. D. (2020). Diagnosis and Management of Leprosy. Berkala Ilmu Kesehatan dan
Kelamin, 149-155.

16

Anda mungkin juga menyukai