Anda di halaman 1dari 11

LABORATORIUM BAGIAN ILMU REFERAT

KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN JULI 2023


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

MOLLUSCUM CONTANGIOSUM

Oleh :
Ayikacantya Sudayasa, S.Ked
K1B1 22 013

Pembimbing :
dr. Siti Andayani, M.Kes., Sp.KK

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama : Ayikacantya Sudayasa S.Ked
Stambuk : K1B122013
Judul Referat : Molluscum Contagiosum
Laboratorium : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas : Kedokteran
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepanitraan klinik pada
Laboratorium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Halu Oleo.

Kendari, Juli 2023


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Siti Andayani, M.Kes., Sp.KK


MOLLUSCUM CONTAGIOSUM

Ayikacantya Sudayasa, Siti Andayani

A. PENDAHULUAN

Moluskum kontagiosum (MK) merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh

Molluscum Contagiosum Virus (MCV), kelompok Pox Virus dari genus

Molluscipox virus. Angka kejadian MK di seluruh dunia diperkirakan sebesar 2%

- 8%, dengan prevalensi 5% - 18% pada pasien HIV/AIDS. Moluskum

kontagiosum bersifat endemis pada komunitas padat penduduk, higiene buruk dan

daerah miskin. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak, usia dewasa dengan

aktivitas seksual aktif dan status imunodefisiensi. Penularan dapat melalui kontak

langsung dengan lesi aktif atau autoinokulasi, penularan secara tidak langsung

melalui pemakaian bersama alat-alat pribadi seperti handuk, pisau cukur, alat

pemotong rambut serta penularan melalui kontak seksual.1

Diagnosis MK pada sebagian besar kasus dapat ditegakkan melalui

pemeriksaan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi

dapat membantu menegakkan diagnosis pada beberapa kasus dengan gejala klinis

tidak khas. Moluskum kontagiosum adalah penyakit infeksi virus yang dapat

sembuh spontan. Pada kelompok pasien imunokompeten jarang ditemui lesi

moluskum kontagiosum bertahan lebih dari 2 bulan. Terapi untuk memperbaiki

gejala yang timbul diperlukan pada beberapa pasien dengan penurunan status

imun, dimana didapatkan lesi ekstensif dan persisten, penyakit ini tidak atau jarang

residif.2
B. DEFINISI

Moluskum kontagiosum adalah penyakit di-sebabkan oleh virus poks, klinis

berupa papul berbentuk kubah, berkilat, dan pada permukaan-nya terdapat lekukan

(delle/umbilikasi), berisi massa yang mengandung badan moluskum. 3

C. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terutama menyerang anak, kadang-kadang juga orang dewasa, dan

pasien dengan imunokompremais. Jika pada orang dewasa digolongkan dalam

penyakit infeksi menular seksual (IMS). Secara klinis perlu dibedakan dengan

hepes simpleks fase awal. Transmisinya dapat melalui kontak kulit langsung,

otoinokulasi, atau melalui benda yang terkontaminasi, misalnya handuk, baju,

kolam renang dan mainan.3

Moluskum kontagiosum ditemukan di seluruh dunia, terutama daerah tropis,

higiene buruk, dan endemis pada komunitas padat penduduk. Prevalensi

moluskum kontagiosum di seluruh dunia berkisar antara 5%-7,5%. Prevalensi

meningkat pada pasien imunokompromais, yaitu sebesar 5%-18% dan 30% pada

penderita AIDS. Penyakit ini paling banyak menyerang anak-anak usia di bawah

14 tahun dengan rerata usia 5 tahun.4

D. ETIOPATOGENESIS

Virus moluskum kontagiosum (VMK) adalah poxvirus berbentuk lonjong dengan

DNA untai ganda linear. Terdapat 4 subtipe VMK, yaitu VMK 1, VMK II, VMK

III, dan VMK IV. Keempat subtipe tersebut menimbulkan gejala klinis yang sama.

VMK I diketahui merupakan subtipe yang paling sering ditemukan, sedangkan


VMK II banyak ditemukan pada individu imunokompromais. VMK II paling

sering ditularkan melalui kontak seksual. Masa inkubasi virus moluskum

kontagiosum adalah 2-6 minggu. Virus MK bereplikasi di sitoplasma sel epitel.

Virus masuk ke sel dengan endositosis atau fusi sel. Replikasi virus menghasilkan

badan inklusi sitoplasma yang disebut Henderson-Paterson bodies. Badan inklusi

virus berkembang di stratum basal epidermis, membesar, serta mendesak organel

sel di epidermis. Membesarnya sel-sel yang dipenuhi virion menyebabkan

disintegrasi stratum korneum dan pembentukan ostium dengan cekungan (dimple-

like).5

E. MANIFESTASI KLINIS

Lokasi penyakit in yaitu di daerah wajah, leher, ketiak, badan, dan ekstremitas

(jarang di telapak tangan atau telapak kaki), sedangkan pada orang dewasa di

daerah pubis dan genitalia eksterna. Kelainan kulit berupa papul berbentuk bulat

mirip kubah, berukuran miliar sampai lentikular dan berwarna putih dan berkilat

seperti lilin. Papul tersebut setelah beberapa lama membesar kemudian di

tengahnya terdapat lekukan (delle).5

Jika dipijat akan tampak ke luar massa yang ber-warna putih mirip butiran nasi.

Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga timbul supurasi. Sebagian

papul dapat berukuran 1-5 mm dan bertangkai, juga dapat berukuran besar hingga

10-15 mm disebut giant molluscum.5


Komplikasi dapat terjadi berupa infeksi sekunder akibat garukan. Pada pasien

imunokompremais, misalnya HIV/AIDS, lesi moluskum menjadi cepat tumbuh,

berjumlah sampai ratusan, besar-besar dan tersebar.

Gambar 1. Papul bulat dengan permukaan mengilat dan umbilikasi 9

F. DIAGNOSIS

Diagnosis MK ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, yaitu lesi khas

berupa papul umbilkasi sentral mengandung material kaseosa dengan distribusi

tertentu pada dewasa. Salah satu pemeriksaan penunjang yang bermanfaat, yaitu

dermoskopi. Pada dermoskopi dapat ditemukan struktur amorfus polilobular

sentral berwarna putih kekuningan dikelilingi peripheral crown vessels (red

corona).5

Pemeriksaan penunjang lain adalah pemeriksaan histopatologi. Indikasi

pemeriksaan histopatologi pada MK yaitu bila diagnosis tidak dapat ditegakkan

dengan jelas. Pada pemeriksaan histopatologi akan ditemukan gambaran

patognomonik, yaitu sel epitel membesar dengan badan moluskum intrasitoplasma


(Henderson-Paterson bodies). Pemeriksaan penunjang lainnya adalah deteksi

antigen VMK dengan pemeriksaan antibodi fluoresen, partikel virus dengan

pemeriksaan mikroskop elektron dan DNA virus dengan pemerikaan PCR;

pemeriksaan-pemeriksaan tersebut jarang dilakukan.5

Gambar 2. Dermoskopi moluskum kontangiosum9

Gambar 3. Histopatologi moluskum kontangiosum9

G. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding MK dibagi menjadi tiga etiologi, yaitu inflamasi, infeksi,

dan neoplasma. Diagnosis banding tergantung usia dan status imunologi individu.

Pada individu imunokompromais, diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan


adalah karsinoma sel basal dan infeksi jamur diseminata, seperti kriptokokosis,

penisiliosis, dan histoplasmosis.6

Tabel 1. Diagnosis banding molluscum contagiosum6

H. TATALAKSANA

Tata laksana MK sampai saat ini masih diperdebatkan. Hal ini karena infeksi

moluskum kontagiosum dapat sembuh sendiri (self-limited disease) pada penderita

imunokompeten. Lesi moluskum kontagiosum akan sembuh sendiri setelah

beberapa bulan atau tahun pada individu imunokompeten.10

Prinsip pengobatan adalah mengeluarkan masa yang mengandung badan

moluskum. Untuk mengeluarkan massa tersebut, dapat dipakai alat, antara lain

ekstraktor komedo, jarum suntik, atau kuret. Cara lain yang dapat digunakan

adalah elektrokauterisasi atau bedah beku dengan CO,, dan N. Sebelum tindakan

dapat diberikan anestetik lokal, misalnya krim yang mengandung

lidokain/prilokain (contoh EMLA®).2


Pada anak, terapi intervensi kurang dapat diterima karena selain tidak nyaman

juga menimbulkan trauma pada anak. Beberapa peneliti mencoba bat topikal

kantaridin 0,7-0,9%, obat kombinasi kantaridin-salisilat, krim imiquimod 1-5%,

dan ketiga obat tersebut cukup efektif. Cantharidin adalah ekstrak racun lebah

jenis Cantharis vesicatoria yang mampu menimbulkan gelembung (vesikel) di

kulit.2

Rasa nyeri dapat diatasi dengan asetaminofen, dan bila gelembung pecah dapat

diolesi krim/salap yang mengandung natrium fusidat atau mupirosin. Hasilnya

efektif, dan efek samping berupa hiperpigmentasi pasca inflamasi yang kemudian

dapat menghilang. Selain itu, obat pilihan lain adalah pengolesan dengan fenol

jenuh dan dicuci setelah 4 jam juga efektif. Rasa nyeri/pedih atau panas muncul

beberapa menit setelah dioles fenol.2

Penyembuhan dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi pasca

inflamasi. Terapi lain yang dapat dipakai adalah golongan keratolitik topikal,

misalnya tretinoin, bichlorocetic-acid, atau trichloroacetic acid, dan asam

salisilat. Pada orang dewasa pengobatan harus juga dilakukan terhadap pasangan

seksualnya. Bila lesi luas dan banyak, misalnya pada pasien dengan HIV/AIDS

dianjurkan terapi antivirus per oral, misalnya cidofovir, dilaporkan berhasil karena

cidovir dapat menghambat aktivitas virus DNA polymerase.2


I. PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik dengan terapi adekuat. Lesi MK akan sembuh sendiri

secara spontan walaupun memakan waktu berbulan-bulan sampai tahunan.

Masing-masing lesi akan sembuh sendiri secara spontan dalam 2 bulan. Durasi

masa penyembuhan moluskum kontagiosum dalam suatu studi restrospektif, yaitu

selama 13,3 bulan. Lesi akan sembuh sendiri dan tidak meninggalkan bekas, tetapi

garukan dan terapi yang destruktif dapat menyebabkan luka parut. 7

J. PENCEGAHAN

Pasien diminta menjaga kebersihan diri, tidak saling meminjam alat mandi,

misalnya handuk, pakaian dan mainan, mencegah kontak fisik sesama teman, dan

selama sakit dilarang berenang.8


DAFTAR PUSTAKA

1. Graham, Robin & Tony. Lectures Notes Dermatology. Edisi 8. 2005.


Erlangga. Jakarta, Indonesia.
2. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.
3. Olsen JR, Gallacher J, Piguet V, Francis NA. Development and validation
of the molluscum contagiosum diagnostic tool for parents: Diagnostic
accuracy study in primary care. Br J Gen Pract. 2014; 64(625).
4. Leung AKC, Barankin B, Hon KLE. Molluscum contagiosum: An update.
Recent Pat Inflamm Allergy Drug Discov. 2017;11(1):22-31.
5. Basdag H, Rainer BM, Cohen BA. Molluscum contagiosum: To treat or not
to treat? Experience with 170 children in an outpatient clinic setting in the
northeastern United States. Pediatr Dermatol. 2015;32(3):353-7.
6. Seize MB, Ianhez M, Cestari Sda C. A study of the correlation between
molluscum contagiosum and atopic dermatitis in children. An Bras
Dermatol. 2011;86(4):663-8.
7. Haeriyoko W, Darmada I. Molluscum contagiosum, diagnosis and treatment
[Internet].2013[cited 2023 July 19]. Available from: https://ojs.unud.ac.id/
index.php/ eum/article/view/5819.
8. Anggawirya, Wiliam. Diagnosis dan Tata Laksana Moluskum
Kontagiosum. 2022. CDK-311: 49 (12).
9. Meza-Romero R, Navarrete-Dechent C, Downey C. Molluscum
contagiosum: An update and review of new perspectives in etiology,
diagnosis, and treatment. Clin Cosmet Investig Dermatol. 2019;12:373-81..
10. Haddock E, Friedlander SF. Poxvirus infections. Fitzpatrick’s dermatology.
9th ed. New York: McGraw-Hill; 2019. p. 3086-90.2.

Anda mungkin juga menyukai