Anda di halaman 1dari 16

Referat

Molluskum Kontangiosum

Disusun Oleh:

Rosyidah Qurrota A’yun

201570020

Pembimbing:

dr. Levina B. Sesa

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

PUSKESMAS KLASAMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PAPUA

2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul
“Moluskum Kontangiosum”. Penulisan dan penyusunan refarat ini disusun sebagai salah satu
tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik pada Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin.

Pada kesempatan baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Levina B.
Sesa sebagai pembimbing referat, atas kesabaran dan bimbingan beliau dalam mengarahkan
penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis yang
senantiasa mendoakan penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman yang
selalu mendukung dan memberikan semangat.

Mengingat pengetahuan dan pengalaman serta waktu yang tersedia dalam proses penyusunan
referat sangat terbatas, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi, susunan
bahasa maupun sistematika penulisannya. Sehingga penulis mengharapkan para pembaca
dapat memberikan saran dan kritik yang membangun.

Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan
memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang kedokteran dan berguna bagi
pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu.

Sorong, 4 September 2022

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Rosyidah Qurrota A’yun

Nomor Induk Mahasiswa : 201570020

Jurusan : Program Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Papua

Bagian Pendidikan : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Judul Referat Kedokteran : Molluskum Kontangiosum

Diajukan Pada :

Pembimbing : dr. Levina B. Sesa

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal…………………………………2022

Mengetahui

Pembimbing

dr. Levina B. Sesa

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………..…….…………... i
Lembar Pengesahan …………………………………………………………..….…...……... ii
Daftar Isi ………………………………………………………………………..…………... iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .…………………………………………………………….……...….. 1
1.2 Tujuan ……………………………………………………………………................… 1
BAB II Tinjauan Pustaka Molluskum Kontangiosum
2.1 Definisi ……………………………………………….………………………….… 2
2.2 Etiologi ...……………………………………………………….……………….… 2
2.3 Epidemiologi ………………………….………………………………………….... 3
2.4 Patofisiologi……………………………………………………………………....... 3
2.5 Penegakkan Diagnosis ...………………………………………………………....... 4
2.6 Diagnosis Banding ………………….………………………………..……………. 6
2.7 Tatalaksana …………………..………………………………….…………........... 8
2.8 Komplikasi ………………………………………………………………………… 9
2.9 Prognosis ………………………………………………………..………………… 9
2.10 Pencegahan ………………………………………………………………………… 9
BAB III Kesimpulan. ………………………………………………………………………. 10
Referensi ………………………………………………………………………………........ 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Moluskum kontagiosum merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
Molluscum Contagiosum Virus (MCV); kelompok Pox virus dari genus Molluscipox
virus. Molluscum contagiosum virus (MCV) merupakan virus double stranded DNA,
berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x 330 nm. Terdapat 4 subtipe utama Molluscum
Contagiosum Virus (MCV), yaitu MCV I, MCV II, MCV III, dan MCV IV. Keempat
subtipe tersebut menimbulkan gejala klinis serupa berupa lesi papul miliar yang terbatas
pada kulit dan membran mukosa.1,2
MCV I diketahui memiliki prevalensi lebih besar dibandingkan ketiga subtipe
lain. Sekitar 96,6% infeksi moluskum kontagiosum disebabkan oleh MCV I. Akan tetapi
pada pasien dengan penurunan status imun didapatkan prevalensi MCV II sebesar 60%.
Molluscum contagiosum virus (MCV) merupakan imunogen yang lemah. Sekitar
sepertiga pasien tidak memproduksi antibodi terhadap MCV, sehingga seringkali
didapatkan serangan berulang. 1,2
Pada infeksi moluskum kontagiosum, secara klinis ditemukan papul (berisi
massa yang mengandung badan moluskum) berukuran miliar, kadang lentikular,
berwarna putih seperti lilin, bentuk kubah yang tengahnya terdapat lekukan (delle), jika
ditekan akan keluar massa yang putih seperti nasi. Lokasi penyakit pada anak adalah
muka, badan, dan ekstremitas. Kadang dapat terjadi infeksi sekunder sehingga timbul
supurasi. Pada pemeriksaan histopatologi di daerah epidermis dapat ditemukan badan
moluskum yang mengandung partikel virus 1,2,3,4
1.2 Tujuan
1. Untuk memahami penyakit molluskum kontangiosum yang masih menjadi
permasalahan kesehatan di seluruh dunia.
2. Untuk menguasai diagnosa dan efloresensi molluskum kontangiosum sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI).
3. Sebagai bahan pembelajaran dalam penulisan karya ilmiah yaitu referat Fakultas
Kedokteran Universitas Papua.
.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Moluskum Kontangiosum


Moluskum kontagiosum (MK) adalah salah satu penyakit infeksi kulit yang
disebabkan oleh kelompok Poxvirus genus Molluscipox. Infeksi virus moluskum
kontangiosum ditandai dengan gambaran klinis berupa papul milier-lentikuler dengan
ukuran rata-rata 2-5 mm, berbentuk kubah (dome shape), berkilat, dan pada
permukaannya terdapat lekukan (delle/umbilikasi) berisi massa yang mengandung badan
moluskum. Apabila massa tersebut dikeluarkan akan tampak massa bewarna putih yang
menyerupai butiran nasi.1,2
Pada umumnya penyakit ini memiliki gejala inkubasi selama 2-6 minggu dan
biasanya penyakit ini menyerang anak-anak sebelum usia 14 tahun dengan rata-rata usia
5 tahun, orang dewasa aktif secara seksual, atlit yang berpartisipasi dalam olahraga
kontak dengan penderita dan pasien imunokompromise. 1,2,4
2.2 Etiologi
Virus moluskum kontagiosum merupakan kelompok Poxvirus genus
Molluscipox adalah double stranded DNA virus berbentuk oval dengan ukuran 230 x
330 nm. Terdapat 4 subtipe Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu MCV I, MCV
II, MCV III dan MCV IV. Keempat subtipe ini menyebabkan gejala klinis yang serupa
berupa lesi milier papular yang terbatas pada kulit dan membran mukosa. 2,3
MCV I diketahui memiliki prevalensi yang lebih besar dibandingkan ketiga
subtipe lainnya. Sekitar 96,6% infeksi moluskum kontagiosum disebabkan oleh MCV I.
Namun, pada pasien dengan status kekebalan yang menurun, prevalensi MCV II adalah
60%. Berdasarkan analisis DNA, terdapat 4 subtipe MCV dengan infeksi moluskum
kontagiosum paling banyak disebabkan oleh MCV-1 kemudian MCV-2. MCV-1 juga
merupakan penyebab tersering moluskum kontagiosum pada anak sementara MCV-2
lebih banyak ditemukan pada dewasa terutama wanita.2,3,4
Penularan Molluscum contagiosum virus (MCV) terjadi oleh kontak kulit ke
kulit dan cara kedua melalui kontak seksual dan non seksual dan ditingkatkan oleh
kehangatan dan kelembaban, dengan infeksi lebih umum terjadi didaerah beriklim tropis.
Kecurigaan Molluscum contagiosum virus (MCV) genital ditularkan secara seksual
didukung oleh bukti tidak langsung, termasuk adanya lokasi lesi pada alat kelamin dan
kulit kemaluan, seringnya kontak dengan beberapa mitra seksual dan PSK, Riwayat

6
adanya kehadiran penyakit menular seksual lainnya, munculnya lesi di genital pada
pasangan seksual, dan puncak terjadinya pada (20-29 tahun).3,4
2.3 Epidemiologi
Data epidemiologi dari moluskum kontagiosum berkualitas rendah. Insiden
terbesar pada anak usia 0 sampai 14 tahun, dimana kejadiannya berkisar antara 12
sampai 14 episode per 1000 anak per tahun. Jumlah terbesar di AS adalah pada anak usia
1-4 tahun. Studi meta-analisis menyatakan bahwa prevalensi pada anak 0-16 tahun
berkisar antara 5,1% dan 11,5%. Di AS, kejadiannya hanya 1% dari semua penyakit kulit
lainnya. Meningkat menjadi 5-18% pada pasien HIV dan 33% pada pasien yang
memiliki jumlah CD4 di bawah 100/µL. Studi AS lainnya menunjukkan tingkat kejadian
2000 responden dalam 1 tahun menunjukkan bahwa penyakit ini ditemukan 59%
ditemukan pada anak-anak dan 41% pada orang dewasa dengan lesi genital.2,3
2.4 Patofisiologi
Virus moluskum kontagiosum bereplikasi di sitoplasma sel epitel. Henderson
Paterson bodies terdapat di lapisan basal epidermis, sel membesar melalui epidermis dan
mendorong organel sel melewati bagian sel. Proliferasi dan pembesaran virus di dalam
sel menyebabkan disintegrasi stratum korneum dan pembentukan benjolan seperti
jerawat, virus akan dilepaskan ketika Badan inklusi ruptur. Lesi moluskum dapat
bertahan dalam waktu lama tanpa menyebabkan inflamasi karena virus moluskum
kontagiosum mempunyai gen multipel yang menghambat respon imun.1,2
Berikut adalah gambaran patofisiologi dan manifestasi klinis molluskum kontangiosum:

Gambar 1. Patogenesis Molluscum Kontangiosum.9


3
2.5 Penegakkan Diagnosis
2.5.1 Kriteria Klinis: 4,5,6
a. Terutama menyerang anak usia sekolah, dewasa muda yang aktif secara seksual,
dan pasien imunokompromais.
b. Tidak ada keluhan subyektif.
c. Kelainan kulit berupa papul khas berbentuk kubah, di tengahnya terdapat
lekukan (delle). Jika dipijat akan tampak keluar massa berwarna putih seperti
nasi yang merupakan badan moluskum. Kadang berukuran lentikular dan
berwarna putih seperti lilin. Dapat terjadi infeksi sekunder sehingga timbul
supurasi.

Gambar 2. Tampak delle


pada papul dan nodul.

Gambar 3. Lesi Molluscum Kontangiosum.

d. Lesi yang timbul berawal dari papul kecil yang membesar sampai ukuran 3-6
mm dan jarang berukuran sampai 3 cm, keadaan ini disebut moluskum raksasa
(giant molluscum) pada penderita dengan immunocompromised.

Gambar 4. Tampak Papul dengan diameter 1-2 mm


dan tampak umbilikasi pada bagian tengahnya

4
e. Lokasi: wajah, badan, dan ekstremitas
Predileksi biasanya terdapat dikulit jarang terdapat dimukosa (termasuk mata).
Pada anak biasanya lesi terdapat area yang terekspos (wajah, leher, lipatan
ketiak, fossa poplitea, badan, ekstremitas). Sedangkan dewasa, biasa didapatkan
pada daerah genitalia eksterna dan pubis.

Gambar 6. Moluskum kontagiosum


Gambar 5. Moluskum kontagiosum pada wajah
pada belakang telinga

2.5.2 Anamnesis
Keluhan terkait kelainan kulit berupa papul miliar yang berlangsung
beberapa hari hingga minggu. Jika pasiennya anak-anak biasanya orang tua
menjelaskan adanya eksposur dengan anak-anak lain yang terinfeksi moluskum
kontagiosum di sekolah, asrama, atau fasilitas rekreasi publik (misalnya,tempat
olahraga, kolam renang). Dewasa yang imunokompeten, orang dewasa yang
biasanya aktif secara seksual dan tidak mengetahui bahwa pasangan mereka
terinfeksi. Pada orang dewasa juga sering terjadi pada orang yang memiliki banyak
pasangan seksual dengan frekuensi hubungan seksual yang meningkat.4,5
2.5.3 Pemeriksaan Fisik
Ditemukan ruam berupa papul millier, kadang- kadang lentikular dan
berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang kemudian direngahnya terdapat
lekukan (delle). Jika dipijat akan tampak massa yang berwarna putih seperti nasi.
Biasanya dijumpai didaerah muka, badan dan ekstrimitas, sedangkan pada orang
dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna. Kadang-kadang dapat timbul infeksi
sekunder sehingga timbul supurasi. 4,5

5
2.5.4 Pemeriksaan Penunjang4,5
a. Biasanya tidak diperlukan.
b. Pada dermoskopi tampak gambaran orifisium dengan gambaran pembuluh
darah crown, punctiform, radial, dan flower pattern.
c. Pemeriksaan Giemsa terhadap bahan massa putih dari bagian tengah papul
menunjukkan badan inklusi moluskum di dalam sitoplasma.
d. Pemeriksaan histopatologik dilakukan apabila gambaran lesi tidak khas MK.
Tampak gambaran epidermis hipertrofi dan hiperplasia. Di atas lapisan sel basal
didapatkan sel membesar yang mengandung partikel virus disebut badan
moluskum atau Henderson-Paterson bodies.
2.6 Diagnosis Banding4,5,6,7,8
Diagnosis Manifestasi Klinis Gambar
Varicella  Cacar air atau chicken pox adalah infeksi akut
primer oleh virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa
 Gejala klinis didahului gejala konstitusi
(demam yang tidak terlalu tinggi, malese, dan
nyeri kepala), lalu timbul kelainan kulit
polimorf berupa papul eritematosa yang dalam
waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
 Bentuk vesikel ini khas seperti tetesan air mata
(tear drop).
 Vesikel akan berubah menjadi pustul dan
kemudian menjadi krusta. Selama proses ini
berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel baru.
 Lesi terutama dimulai pada bagian tubuh
sentral dan menyebar secara sentrifugal.
Veruka  Veruka vulgaris disebabkan oleh Human Virus
Vulgaris Papiloma (HPV) terutama tipe 2, tetapi dapat
juga tipe 1 dan 4.
 Pada umumnya lesi tidak menimbulkan gejala
subjektif, tetapi terus bertambah besar,
menebal membentuk lesi keratotik.
 Lesi dapat memberikan rasa nyeri apabila
terletak pada lokasi yang terkena tekanan atau

6
bila meregang dan berdarah

Miliaria  Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi


keringat yang ditandai oleh adanya vesikel
milier. Sinonim untuk penyakit ini adalah
biang keringat, keringat buntet, liken tropikus
atau prickle heat.
 Keluhan dirasakan adalah gatal disertai
timbulnya vesikel atau bintil terutama pada
saat berkeringat dan lokasi predileksi biasanya
didaerah yang tertutup pakaian seperti badan.
Acne  Suatu peradangan kronis dari folikel
Vulgaris pilosebasea yang ditandai dengan adanya
komedo, papul, pustul, dan kista pada daerah-
daerah predileksi (wajah, bahu, lengan bagian
atas, dada dan punggung)
 Lesi bersifat nodulo-kistik disertai gatal dan
nyeri tekan, bila pecah dapat mengeluarkan
pus.

Folikulitis  Infeksi akut dari satu folikel rambut, bila


jaringan sekitarnya juga terkena disebut
furunkel, bila yang terinfeksi beberapa folikel
rambut disebut karbunkel. Folikulitis
disebabkan oleh Staphylococcus aureus
 Folikulitis/furunkel awalnya nodula kecil yang
mengalami peradangan kemudian menjadi

7
pustula dan mengalami nekrosis setelah
keluarnya pus. Biasanya disertai nyeri dan
dapat muncul berulang

2.7 Tatalaksana
2.7.1 Non-Medikamentosa
Jaga higiene kulit dengan mandi 2 kali sehari menggunakan sabun. 4,5
2.7.2 Medikamentosa
Prinsip: mengeluarkan badan moluskum.
Terdapat beberapa obat/tindakan yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai
berikut: 4,5
1. Tindakan:
 Bedah kuretase/enukleasi. Setelah tindakan diberikan antibiotik topikal.
 Tindakan bedah beku/nitrogen cair.
2. Terapi Topikal:
 Kantaridin** (0,7% atau 0,9%) dioleskan pada lesi dan dibiarkan selama 3-4
jam, setelah itu dicuci. Setelah itu diberikan salep antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder. Dapat dilakukan sebulan sekali hinggga tidak ada lesi lagi.
 Podofilin (10%-25% dalam bentuk resin) atau (0,3% atau 0,5% dalam bentuk
krim). Dioleskan pada tiap lesi 2 kali sehari selama 3 hari berturutturut, jika
lesi masih persisten hingga hari ke-7, terapi yang sama dilanjutkan selama 3
minggu.
 Pasta perak nitrat** 40%.
 Kalium hidroksida 10% 2 kali/hari selama 30 hari atau sampai terjadi
inflamasi dan ulserasi di permukaan papul.
 Gel asam salisilat 12%.
 Krim adapalen 1% selama 1 bulan.
 Pulsed dye laser: untuk MK rekalsitran, tiap lesi menggunakan sinar laser 585
nm single shot (3 mm, 300 ms, 8,0 J/cm2).

8
 Benzoil peroksida 10% dioleskan 2 kali sehari selama 4 minggu.
 Solusio povidon iodine 10% dan plester asam salisilat 50%.
3. Terapi sistemik:
Terapi sistemik hanya diberikan untuk pasien imunokompromais yaitu
interferon-α sub kutan.
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah konjungtivitis kronis dan keratitis
pungtata yang dapat berkembang pada pasien dengan lesi pada kelopak mata. Infeksi
bakteri sekunder dapat terjadi, terutama jika pasien menggaruk lesi tersebut.4,5
2.9 Prognosis
Pada pasien imunokompeten dapat swasirna dalam 6-9 bulan tanpa
meninggalkan parut, kecuali jika mengalami infeksi. 5
 Quo ad vitam: Bonam
 Quo ad functionam: Bonam
 Quo ad sanactionam: Bonam
2.10 Pencegahan4,5
 Pasien diminta menjaga menjaga kebersihan diri
 Tidak saling meminjam alat mandi, misalnya handuk, pakaian, dan mainan
Mencegah kontak fisik sesama teman, dan selama sakit dilarang berenang.

9
9
BAB III

KESIMPULAN

 Moluskum kontagiosum merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh Molluscum


Contagiosum Virus (MCV), kelompok Pox Virus dari genus Molluscipox virus.
 Angka kejadian moluskum kontagiosum di seluruh dunia diperkirakan sebesar 2% - 8%,
dengan prevalensi 5% - 18% pada pasien HIV/AIDS. Moluskum kontagiosum bersifat
endemis pada komunitas padat penduduk, higiene buruk dan daerah miskin.
 Penyakit ini terutama menyerang anak-anak, usia dewasa dengan aktivitas seksual aktif
dan status imunodefisiensi.
 Diagnosis biasanya dapat langsung ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
fisik.
 Evaluasi dengan konten sentra menggunakan persiapan crush dan pewarnaan Giemsa dan
pemeriksaan histopatologik dapat dilakukan jika diperlukan.
 Pasien akan sembuh spontan, tapi biasanya setelah waktu yang lama, berbulan-bulan
sampai tahunan. Dengan menghilangkan semua lesi, penyakit ini jarang atau tidak residif.

10
REFERENSI

1. Harlim A. Buku ajar ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia. 2019. h. 45-47.
2. Leung AKC, Barankin B and Hon KLE. Review Article: Molluscum Contangiosum an
update. Bentham Science. Received: February 28, 2017; Accepted: May 16, 2017. DOI:
10.2174/1872213X11666170518114456.
3. Unair News. Diagnosis, manifestasi, dan penatalaksanaan Moluskum Kontagiosum. Di
unduh dari: https://news.unair.ac.id/2022/01/24/diagnosis-manifestasi-dan-
penatalaksanaan-moluskum-kontagiosum/?lang=id.
4. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Panduan praktik klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer. Edisi 1. 2017. 299-300.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan
praktik klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. 2017. 114-115.
6. Departemen Kesehatan Kulit dan Kelamin. Atlas penyakit kulit dan kelamin edisi 2. 2014.
7. Harlim A. Buku ajar ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia. 2019. h. 40-42.
8. Harlim A. Buku ajar ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia. 2019. h. 47-48.
9. Pathogenesis-Pathophysiology of Molluskum Kontangiosum picture. Diunduh dari:
https://calgaryguide.ucalgary.ca/molluscum-contagiosum-pathogenesis-and-clinical-
findings/molluscum-contagiosum-pathogenesis-and-clinical-findings/.

11

Anda mungkin juga menyukai