Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFARAT

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER AGUSTUS 2022


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MOLUSKUM KONTAGIOSUM

OLEH
Riskiyanti Apriliah
111 2022 1002

PEMBIMBING
dr. Adharia, Sp. KK, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan

Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW

beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

refarat ini dengan judul “MOLUSKUM KONTAGIOSUM” sebagai salah satu

syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan refarat ini terdapat banyak

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan refarat ini. Saya

berharap sekiranya refarat ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.

Makassar,

Hormat Saya,

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Riskiyanti Apriliah

NIM : 111 2022 1002

Judul : MOLUSKUM KONTAGIOSUM

Telah menyelesaikan Refarat yang berjudul ”MOLUSKUM

KONTAGIOSUM” dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan

supervisor pembimbing dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia.

Makassar,

Menyetujui,

Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

dr. Adharia, Sp.KK, M.Kes Riskiyanti Apriliah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................2
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................3
DAFTAR ISI......................................................................................................4
BAB 1................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................4
BAB II................................................................................................................5
2.1 Definisi.....................................................................................................5
2.2 Epidemiologi............................................................................................5
2.3 Etiologi.....................................................................................................6
2.4 Patofisiologi..............................................................................................6
2.5 Manifestasi Klinik.....................................................................................7
2.6 Diagnosis.................................................................................................8
2.7 TATALAKSANA.....................................................................................10
2.8 Diagnosis Banding.................................................................................18
2.9 Prognosis...............................................................................................19
BAB III.............................................................................................................20
KESIMPULAN..............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................21

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Moluskum kontagiosum adalah sebuah penyakit infeksi kulit yang

disebabkan oleh virus DNA genus Molluscipox. Pada individu sehat dapat

sembuh spontan setelah beberapa bulan. Pada umumnya penyakit ini

memiliki gejala inkubasi selama 2-6 minggu. Namun, kadang menetap

sampai 2 bulan atau lebih. Meskipun sesungguhnya tidak diperlukan terapi,

tetapi terapi dengan intervensi dapat mengurangi kemungkinan terjadi

autoinokulasi dan memutus rantai penularan. Berbagai jenis terapi topikal

telah digunakan, termasuk radiasi dan tindakan bedah kulit. Sebagian terapi

meninggalkan bekas hiperpigmentasi pasca inflamasi. 1,2

Moluskum kontagiosum terjadi di seluruh dunia dan lebih sering

terutama menyerang anak, kadang-kadang juga orang dewasa, dan pasien

dengan imunokompremais. Jika pada orang dewasa digolongkan dalam

penyakit infeksi menular seksual (IMS). Pada penelitian Nadya Runtuwene

dan kawan-kawan di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado tahun 2013-2015 didapatkan total pasien moluskum 60 (1,66%),

terbanyak pada laki-laki 31 (51,7%) pasien, usia 5-14 tahun kelompok umur

terbanyak 38 (63,3%) pasien, terbanyak di kalangan pelajar 29 (48,3%)

pasien, lokasi kombinasi dari fasial, thoraks, dan ekstremitas paling banyak

terkena dengan jumlah 34 (56,7%) pasien, dan terapi yang sering digunakan

yaitu kuretase yaitu 56 (93,3%) pasien. 3

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Moluskum kontagiosum adalah penyakit infeksi pada kulit yang

disebabkan oleh Molluscum contagiosum virus (MCV) dari kelompok

Poxyvirus genus Molluscipox dan ditandai dengan adanya papul miliar-

lentikuler, berkilat, yang pada permukaannya terdapat lekukan, dan berisi

massa yang mengandung badan moluskum. Apabila massa tersebut

dikeluarkan akan tampak massa bewarna putih yang menyerupai butiran

nasi. Kondisi ini pertama kali dijelaskan oleh Bateman pada tahun

1817.1,2,4

2.2 Epidemiologi

Moluskum kontagiosum terjadi di seluruh dunia dan lebih sering

terjadi pada anak-anak tetapi juga dapat menyerang remaja dan dewasa

dan rasio jenis kelamin kira-kira setara tidak ada perbedaan gender.

Biasanya mempengaruhi anak-anak antara 2-5 tahun, jarang di bawah

usia 1 tahun. Kondisi ini paling sering terjadi pada anak usia prasekolah

dan sekolah dasar.2

Tingkat tahunan rata-rata kunjungan rawat jalan terkait moluskum

kontagiosum adalah 20,15 per 10.000 Orang Indian Amerika dan

2
Penduduk Asli Alaska. Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun

2013-2015 didapatkan total pasien moluskum 60 (1,66%). Transmisinya

dapat melalui kontak kulit langsung, otoinokulasi, atau melalui benda

yang terkontaminasi, misalnya handuk, baju, kolam renang dan mainan. 4,3

2.3 Etiologi

Virus moluskum tergolong virus DNA genus Molluscipox, ditemukan 4

subtipe (MCV 1, MCV 2, MCV 3, dan MCV 4. ) dan tipe-1 dianggap dapat

menyerang individu yang imunokompeten (75-96%), diikuti oleh MCV 2,

sedangkan MCV 3 dan 4 sangat jarang. Masa inkubasi antara 2-8

minggu. Beberapa toll like receptors (TLRs) mampu mengenali struktur

dan merespons infeksi virus tersebut. Pada umumnya penyakit ini

menyerang anak – anak sebelum usia 14 tahun, dengan rata – rata usia

5 tahun, orang dewasa aktif secara seksual, athelete yang berpartisipasi

dalam olahraga kontak dan pasien imunokompromise. 2,5

2.4 Patofisiologi

Rata-rata masa inkubasi antara 2 dan 7 minggu dengan

jarak melampaui lebih dari 6 bulan. Infeksi virus dapat menyebabkan

hyperplasia dan hipertropi pada epidermis. Inti virus ditemukan

di semua lapisan pidermis. Pusat replikasi virus ditemukan pada

lapisan sel granuler dan malpigi. Badan molluscum berisi virion

3
dewasa dalam jumlah yang besar. Virion ini berisi struktur seperti

kantung yang kaya akan lipid dan kolagen yang diketahui dapat

menghalangi reaksi imunologis oleh induk. Robekan terjadi pada

pertengahan luka dan keluarnya sel yang telah terinfeksi virus. MCV

merangsang tumor jinak disamping lesi cacar yang biasanya nekrosis

disertai virus cacar yang lain. Virus bereplikasi dalam sitoplasma di

sel epitel, dan sel yang telah terinfeksi bereplikasi sebanyak

dua kali dari rata-rata. Ada banyak gen MCV yang dapat

merusak sistem imun, termasuk (1) homolog dari kebanyakan

histokompatibilitas tingkat 1 rantai berat, dimana dapat

berinterfensi dengan presentasi antigen (2) homolog kemokin

yang menghambat inflamasi dan (3) homolog glutathione

peroxide yang dapat melindungi virus dari bahaya oksidatif dari

peroxida.2,4

2.5 Manifestasi Klinik

Lokasi penyakit ini yaitu di daerah wajah, leher, ketiak, badan, dan

ekstremitas Uarang di telapak tangan atau telapak kaki), sedangkan pada

orang dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna. Kelainan kulit

berupa papul berbentuk bulat mirip kubah, berukuran miliar sampai

lentikular dan berwarna putih dan berkilat seperti lilin. Papul tersebut

setelah beberapa lama membesar kemudian di tengahnya terdapat

4
lekukan (delle). Jika dipijat akan tampak ke luar massa yang berwarna

putih mirip butiran nasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder

sehingga timbul supurasi. Sebagian papul dapat berukuran 1-5 mm dan

bertangkai, juga dapat berukuran besar hingga 10-15 mm disebut giant

molluscum. Komplikasi dapat terjadi berupa infeksi sekunder akibat

garukan. Pada pasien imunokompremais, misalnya HIV/AIDS, lesi

moluskum menjadi cepat tumbuh, berjumlah sampai ratusan, besar-besar

dan tersebar.1,2

2.6 Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan

pemeriksaan penunjang seperti histopatologi yang menunjukkan

gambaran seperti Henderson-Paterson body atau badan moluskum,

dapat ditegakkan diagnosis moluskum kontagiosum. Penegakan

diagnosis moluskum kontagiosum dapat dilakukan secara langsung.

Penilaian kandungan inti menggunakan pewarnaan Giemsa dapat

dilakukan dan evaluasi histopatologi dapat dilakukan pula. 1,5

Pada pemeriksaan histopatologi memperlihatkan epidermis yang

hipertropi dan hiperplastik. moluskum kontagiosum memiliki

karakteristik gambaran histopatologi. Pada bagian atas lapisan

basal dapat ditemukan pembesaran sel yang mengandung inklusi

intrasitoplasmi (Henderson-Paterson body).5,6

5
Gambar 4 Badan inklusi eosinofil intracytoplasmic besar yang disebut

badan Henderson Petterson. Foto ini disediakan oleh Alejandra Villarroel-

Pérez, struktur. Panah biru: pembuluh mahkota. (Dermoskopi cahaya

terpolarisasi, pembesaran asli 10×)

Diagnosis MC adalah dermoskopi, yang merupakan alat yang tersedia

secara luas yang memungkinkan untuk mengamati struktur yang tidak

terlihat oleh mata telanjang dengan perbesaran 10X. MC menampilkan

temuan karakteristik di bawah dermatoskop: pori sentral atau umbilikasi,

struktur amorf putih hingga kuning polilobular, dan pembuluh mahkota

perifer. Mereka juga dapat memiliki roset bila dilihat di bawah cahaya

terpolarisas . Diagnosis biasanya langsung ketika temuan MC khas

6
terlihat; namun, beberapa kasus MC yang teriritasi atau ekskoriasi

mungkin tidak dapat dibedakan dari tumor lain. 5

Gambar 3 Temuan dermatoskopik MC. Panah merah: polilobular putih-

ke-kuning struktur. Panah biru: pembuluh mahkota. (Dermoskopi cahaya

terpolarisasi, pembesaran asli 10×).

2.7 TATALAKSANA

Prinsip pengobatan adalah mengeluarkan masa yang

mengandung badan moluskum. Untuk mengeluarkan massa tersebut,

dapat dipakai alat, antara lain ekstraktor komedo, jarum suntik, atau

kuret. Cara lain yang dapat digunakan adalah elektrokauterisasi atau

bedah beku dengan C02, dan N2. Sebelum tindakan dapat diberikan

7
anestetik lokal, misalnya krim yang mengandung lidokain/prilokain

(contoh EMLA®).1

Moluskum kontagiosum adalah penyakit infeksi virus yang dapat sembuh

spontan. Pada kelompok pasien imunokompeten jarang ditemui lesi

moluskum kontagiosum bertahan lebih dari 2 bulan. Terapi untuk

memperbaiki gejala yang timbul diperlukan pada beberapa pasien

dengan penurunan status imun, dimana didapatkan lesi ekstensif dan

persisten. Pemberian terapi dilakukan berdasarkan beberapa

pertimbangan meliputi kebutuhan pasien, rekurensi penyakit serta

kecenderungan pengobatan yang meninggalkan lesi pigmentasi atau

jaringan parut. Sebagian besar pengobatan moluskum kontagiosum

bersifat traumatis pada lesi. Pilihan terapi terbaru mencakup pemberian

antivirus dan agen imunomodulator. Berikut ini merupakan beberapa

pilihan terapi yang umum digunakan dalam penatalaksanaan moluskum

kontagiosum.7

1. Bedah Beku (Cryosurgery)

Merupakan salah satu terapi yang umum dan efisien digunakan dalam

pengobatan moluskum kontagiosum, terutama pada lesi predileksi

perianal dan perigenital. Bahan yang digunakan adalah nitrogen cair.

Aplikasi menggunakan lidi kapas pada masing-masing lesi selama 10-

15 detik. Pemberian terapi dapat diulang dengan interval 2-3 minggu.

8
Efek samping meliputi rasa nyeri saat pemberian terapi, erosi, ulserasi

serta terbentuknya jaringan parut hipopigmentasi maupun

hiperpigmentasi.7,8,9

2. Eviserasi

Merupakan metode yang mudah untuk menghilangkan lesi dengan

cara mengeluarkan inti umbilikasi sentral melalui penggunaan

instrumen seperti skalpel, ekstraktor komedo dan jarum suntik.

Penggunaan metode ini mungkin tidak dapat ditoleransi oleh anak-

anak.7

3. Podofilin dan Podofilotoksin

Suspensi podofilin 25% dalam larutan benzoin atau alkohol dapat

diaplikasikan pada lesi dengan menggunakan lidi kapas, dibiarkan

selama 1 -4 jam kemudian dlakukan pembilasan dengan

menggunakan air bersih. Pemberian terapi dapat diulang sekali

seminggu. Terapi ini membutuhkan perhatian khusus karena

mengandung mutagen yaitu quercetin dan kaempherol. Efek samping

lokal akibat penggunaan bahan ini meliputi erosi pada permukaan kulit

normal serta timbulnya jaringan parut. Efek samping sistemik akibat

penggunaan secara luas pada permukaan mukosa berupa neuropati

saraf perifer, gangguan ginjal, ileus, leukopeni dan trombositopenia.

Podofilotoksin merupakan alternatif yang lebih aman dibandingkan

9
podofilin. Sebanyak 0,05 ml podofilotoksin 5% diaplikasikan pada lesi

2 kali sehari selama 3 hari. Kontraindikasi absolut kedua bahan ini

pada wanita hamil.7,8,9

4. Cantharidin

Merupakan agen keratolitik berupa larutan yang mengandung 0,9%

collodian dan acetone. Telah menunjukkan hasil memuaskan pada

penanganan infeksi Molluscum Contagiosum Virus (MCV). Pemberian

bahan ini terbatas pada puncak lesi serta didiamkan selama kurang

lebih 4 jam sebelum lesi dicuci. Cantharidin menginduksi lepuhan pada

kulit sehingga perlu dilakukan tes terlebih dahulu pada lesi sebelum

digunakan. Bila pasien mampu menoleransi bahan ini, terapi dapat

diulang sekali seminggu sampai lesi hilang. Efek samping pemberian

terapi meliputi eritema, pruritus serta rasa nyeri dan terbakar pada

daerah lesi. Kontraindikasi penggunaan Cantharid in pada lesi

moluskum kontagiosum di daerah wajah. 7,8,9

5. Tretinoin

Tretinoin merupakan derivat vitamin A yang berfungsi sebagai agen

anti - proliferasi sel. Krim tretinoin 0,1% digunakan pada penanganan

moluskum kontagiosum. Pemberian dengan cara dioleskan 2 kali

sehari pada lesi. Penyembuhan dilaporkan terjadi dalam waktu 11 hari

setelah pemberian terapi. Efek samping terapi berupa eritema pada

10
daerah timbulnya lesi. Pilihan lain menggunakan krim tretinoin 0,05%

menunjukkan hasil yang memuaskan dengan efek samping berupa

iritasi ringan. 7,8,9,10

6. Cimetidine

Cimetidine merupakan antagonis reseptor histamin H 2 yang

menstimulasi reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Mekanisme kerja

Cimetidine pada terapi moluskum kontagiosum masih belun diketahui

secara jelas. Sebuah studi menunjukkan keberhasilan penggunaan

cimetidine dosis 40 mg / kgBB / oral / hari dosis terbagi dua pada

pengobatan moluskum kontagiosum dengan lesi ekstensif. Cimetidine

berinteraksi dengan berbagai pengobatan sistemik lain, sehingga perlu

dilakuka n anamnesis riwayat pengobatan pada pasien yang akan

mendapat terapi obat ini. 7,8,9,10

7. Larutan KOH Larutan

KOH 10% diaplikasikan 2 kali sehari pada lesi dengan menggunakan

lidi kapas. Pemberian terapi dihentikan bila didapatkan respon

inflamasi atau timbul ulkus pada daerah lesi. Perbaikan lesi didapatkan

setelah kurang lebih 30 hari pemberian terapi. Efek samping berupa

pembentukan jaringan parut hipertropik serta hipopigmentasi dan

hiperpigmentasi pada daerah lesi. Sebuah studi merekomendasikan

11
penggunaan larutan KOH 5% yang memiliki efek samping minimal

dalam pengobatan moluskum kontagiosum pada anak -anak. 7

8. Pulsed Dye Laser

Beberapa studi menunjukkan hasil memuaskan penggunaan modalitas

terapi pulsed dye laser pada lesi moluskum kontagiosum. Perbaikan l

esi dicapai dalam waktu 2 minggu setelah pemberian terapi tanpa

disertai efek samping yang berarti. Pulsed dye laser merupakan salah

satu pilihan terapi yang efisien namun memiliki kekurangan dari segi

efektifitas biaya. 7

9. Imunomodulator

Penggunaan imunomodulator telah menjadi bagian dari pilihan terapi

moluskum kontagiosum. Pada pasien dengan gangguan fungsi imun

dimana didapatkan lesi ekstensif tersebar di seluruh tubuh, terapi lokal

yang bersifat destruktif dikatakan tidak efektif. Penggunaan

imunomodulator telah memberikan hasil memuaskan. 7,8,9

Imunomodulator topikal telah digunakan pada bermacam kelainan

kulit. Molekul imunomodulator topikal memiliki kemampuan

memodifikasi respon imun lokal pada kulit, bersifat stimulator maupun

supresor terhadap respon imun. Pemilihan preparat topikal didasarkan

pada beberapa alasan antara lain hasil terapi memuaskan,

kemudahan aplikasi serta tingkat keamanan lebih baik dibandingkan

12
preparat sistemik. Imunomodulator topikal terbagi menjadi 2 bagian

besar, yaitu imunomodulator steroid dan imunomodulator non -steroid.

Berikut ini adalah klasifikasi imunomodulator non -steroid topikal di

bidang dermatologi: 7,8,9,10

10. Macrolactum : Tacrolimus, Pimecrolimus, Sirolimus, Siklosporin

11. Alergen kontak : Dyphencyprone (DPC), Squaric Acid Dibutyl

Ester (SADBE), Dinitrochlorobenzene (DNCB)

12. Imunostimulator : Imiquimod, Resiquimod

13. Imunomodulator lain : Calcipotriol, Anthralin, Zinc topical,

Interferon topical, Interferon intralesi.

10. Antivirus

Antivirus yang umum digunakan dalam pengobatan moluskum

kontagiosum adalah Cidofovir. Cidofovir merupakan analog

nukleosida deoxytidine 7 monophosphate yang memiliki aktivitas

antivirus terhadap sejumlah besar DNA virus meliputi citomegalovirus

(CMV), virus herpes simplex (HSV), Human Papiloma Virus (HPV)

dan Molluscum Contagiosum Virus (MCV). Didalam tubuh host,

cidofovir mengalami 2 fase fosforilasi melalui jalur monofosfat kinase

dan piruvat kinase. Melalui kedua fase fosforilasi tersebut akan

terbentuk cidofovir difosfat yang merupakan metabolit aktif cidofovir.

Cidofovir difosfat bekerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap DNA

13
polimerase virus sehingga mampu menghambat sint esis DNA virus.

Cidofovir tersedia dalam bentuk krim 3% , solusio intravena dan

intralesi. Beberapa studi menunjukkan hasil memuaskan penggunaan

cidofovir topikal maupun injeksi intralesi pada pengobatan penyakit

kulit yang disebabkan oleh virus. Resolusi lesi moluskum

contagiosum didapatkan 2 -6 minggu setelah pemberian terapi.

Sebuah laporan kasus menyebutkan efektifitas pemberian krim

cidofovir 3% sekali sehari selama 8 minggu pada pengobatan 2

penderita moluskum kontagiosum anak dengan infeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV). Meadows dkk melaporkan

keberhasilan terapi krim cidofovir 3% dan solusio cidofovir intravena

pada 3 orang penderita HIV sero -positif disertai moluskum

kontagiosum dengan predileksi lesi di daerah wajah, badan,

ekstremitas dan perianal. Pemberian terapi cidofovir intravena pada 2

orang pasien memberikan perbaikan lesi dalam waktu 2 bulan,

sedangkan aplikasi krim cidofovir 3% dua kali sehari selama 2 minggu

pada seorang pasien memberikan perbaikan lesi secara menyeluruh.

Cidofovir memiliki potensi cukup baik dalam pengobatan moluskum

kontagiosum, terutama pada pasien dengan penurunan status imun.

Akan tetapi kurangnya efektifitas dari segi biaya memberikan batasan

ter sendiri dalam pemilihan terapi. Sebuah artikel menyebutkan harga

14
krim cidofovir 3% adalah sebesar US$ 65 per gram. Efek samping

lokal pemberian terapi cidofovir mencakup reaksi inflamasi pada

daerah sekitar lesi, sedangkan efek samping sistemik meliputi

nefrotoksik, neutropenia dan asidosis metabolic. 7,8,9,10

2.8 Diagnosis Banding

 VERUKA VULGARIS

Veruka vulgaris disebabkan oleh Human Virus Papiloma (HPV)

terutama tipe 2, tetapi dapat juga tipe 1 dan 4. Pada umumnya lesi

15
tidak menimbulkan gejala subjektif, tetapi terus bertambah besar,

menebal membentuk lesi keratotik. Lesi dapat memberikan rasa nyeri

apabila terletak pada lokasi yang terkena tekanan atau bila meregang

dan berdarah.11

2.9 Prognosis

Prognosis pada penyakit ini umumnya baik jika dilakukan tatalaksana

dengan tepat.1

16
BAB III

KESIMPULAN

Moluskum kontagiosum adalah penyakit infeksi pada kulit yang

disebabkan oleh Molluscum contagiosum virus (MCV) dari kelompok

Poxyvirus genus Molluscipox dan ditandai dengan adanya papul miliar-

lentikuler. Lokasi penyakit ini yaitu di daerah wajah, leher, ketiak, badan, dan

ekstremitas Uarang di telapak tangan atau telapak kaki), sedangkan pada

orang dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna. Kelainan kulit berupa

papul berbentuk bulat mirip kubah, berukuran miliar sampai lentikular dan

berwarna putih dan berkilat seperti lilin. Moluskum kontagiosum adalah

penyakit infeksi virus yang dapat sembuh spontan. Pada kelompok pasien

imunokompeten jarang ditemui lesi moluskum kontagiosum bertahan lebih

dari 2 bulan, pemeriksaan penunjang seperti histopatologi yang

17
menunjukkan gambaran seperti Henderson-Paterson body atau badan

moluskum, dapat ditegakkan diagnosis moluskum kontagiosum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Boediardja, Siti Aisah; Handoko, Rony P. Moluskum Kontagiosum. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin FK UI Edisi ke7. Jakarta: Badan penerbit

FKUI, 2017: 124-5

2. Dr. dr. Ago Harlim, MARS, Sp.KK, FINSDV, FAADV. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen

Indonesia. 2019: 45-47

3. Runtuwene, Nadya; Niode, Nurdjannah; Pandaleke, Thigita. Profil

moluskum kontagiosum di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R.

D. Kandou Manado periode Januari 2013-Desember 2015. Jurnal e-Clinic

(eCl).Volume 4. 2016

18
4. Lexander K.C. Leung, Benjamin Barankin; Kam L.E. Hon. Molluscum

Contagiosum: An Update. Recent Patents on Inflammation & Allergy

Drug Discovery 2017, 11, 22-31

5. Rodrigo Meza-Romero, Cristián Navarrete, Camila Downey

Dechent.Molluscum contagiosum: updates and reviews new perspectives

in the etiology, diagnosis, and treatment. Departemen Dermatologi,

Facultad de Medicina, Pontificia Universidad Católica de Chile, Santiago,

Chili. 2019: 373-378

6. G Nandhini, K Rajkumar, K Sudheer Kanth, Priyadharsini Nataraj,

Pavithra Ananthakrishnan, M Arunachalam. Molluscum Contagiosum in a

12-Year-Old Child – Report of a Case and Review of Literature. Journal

of International Oral Health 2015; 7(1):63-66

7. Putriyanti, Tika. PENATALAKSANAAN MOLUSKUM KONTAGIOSUM :

IMUNOMODULATOR & ANTIVIRUS TOPIKAL. Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga. 2018: 2-7

8. Winda Arista Haeriyoko, IGK. Darmada. DIAGNOSIS DAN

TATALAKSANA MOLUSKUM KONTAGIOSUM. Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2018: 2-9

9. P. Gerlero,a Á. Hernández-Martín. Update on the Treatment of

Molluscum Contagiosum in Children. Dermatologí. Volume 109, Issue

5, 2018:408-415.

19
10. Xiaoying Chen, Alex V Anstey, Joachim J Bugert. Molluscum

contagiosum virus infection. Department of Dermatology. Vol 13.

2013:877-885

11. Cipto Herman. Veruka Vulgaris dan Veruka Plana. Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin FK UI Edisi ke7. Jakarta: Badan penerbit FKUI, 2017: 131-3

20

Anda mungkin juga menyukai