Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

BAGIAN ILMU BEDAH


JANUARI, 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

SOFT TISSUE TUMOR

Oleh :

A.ST. HANIYAH NADHIFAH Z.

Pembimbing :
dr. Asdar Sp.B

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Bedah)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:


Nama : A. ST. HANIYAH NADHIFAH Z.
Judul Referat : SOFT TISSUE TUMOR
Telah menyelesaikan referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Januari 2021


Pembimbing,

dr. Asdar, Sp.B

i
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga referat dengan judul
“Soft Tissue Tumor” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa
tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang
memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr. Asdar, Sp.B ,
yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat berharga
dalam penyusunan sampai dengan selesainya referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan referat ini.
Demikian, semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan
penulis secara khususnya.

Wassalamu Alaikum WR.WB.

Makassar, Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING......................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2

Definisi ............................................................................................................... 2

Etiologi ............................................................................................................... 2

Patofisiologi ....................................................................................................... 3

Manifestasi Klinik .............................................................................................. 4

Diagnosis ............................................................................................................ 4

Penatalaksanaan ................................................................................................. 6

Komplikasi ......................................................................................................... 9

Prognosis ............................................................................................................ 10

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan
tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain
adalah otot, tendon, jaringan ikat, lemak dan jaringan synovial (jaringan di sekitar
persendian). Tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh,
tetapi dalam artian khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh
neoplasma. Secara klinis, tumor dibedakan atas golongan neoplasma dan
nonneoplasma misalnya kista, akibat reaksi radang atau hipertrofi.
Tumor jaringan lunak dapat terjadi di seluruh bagian tubuh mulai dari
ujung kepala sampai ujung kaki. Tumor jaringan lunak ini ada yang jinak dan ada
yang ganas. Sebagian besar tumor jaringan lunak muncul tanpa penyebab,
meskipun radiasi, luka bakar, atau paparan racun terlibat. Tumor jaringan lunak
dapat muncul di lokasi manapun, meskipun sekitar 40% terjadi pada ekstremitas
bawah, terutama femur. Insiden umumnya meningkat dengan bertambahnya usia,
walaupun 15% muncul pada anak-anak.
Prognosis pada pasien dengan tumor jaringan lunak dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu lain tipe histologis tumor, derajat deferensiasinya, dan luas
anatomik, yang dinyatakan dalam stadium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.6 Pneumonia dibedakan menjadi dua yaitu
pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial. Pneumonia komunitas
adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit, sedangkan
pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam atau
lebih setelah dirawat di rumah sakit.2
Pneumonia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, klasifikasi paling
sering ialah menggunakan klasifikasi berdasarkan tempat didapatkannya
pneumonia (pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial), tetapi
pneumonia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan area paru yang terinfeksi
(lobar pneumonia, multilobar pneumonia, bronchial pneumonia, dan
interstisial pneumonia) atau agen kausatif. Pneumonia juga sering
diklasifikasikan berdasarkan kondisi yang mendasari pasien, seperti
pneumonia rekurens (pneumonia yang terjadi berulang kali, berdasarkan
penyakit paru kronik), pneumonia aspirasi (alkoholik, usia tua), dan
pneumonia pada gangguan imun (pneumonia pada pasien transplantasi organ,
onkologi, dan AIDS).1,7

B. ETIOLOGI PNEUMONIA
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti
bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumonia komunitas yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan
pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan
beberapa kota di Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita
komunitas adalah bakteri gram negatif.8

2
Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan
nosokomial:
a. Yang didapat di masyarakat: Streptococcus pneumonia, Mycoplasma
pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia
pneumonia, anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.9
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli,
Klebsiella pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus,
anaerob oral.9

C. PATOFISIOLOGI PNEUMONIA

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus, atau menurun
kekebalan tubuhnya, adalah yang paling beresiko.1

Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1) Inokulasi


langsung; 2) Penyebaran melalui darah; 3) Inhalasi bahan aerosol, dan 4)
Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat cara tersebut, cara yang
terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteria
dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai bronkiolus
terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%)
juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat
(drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang sanagt
tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml)
dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.1,8

3
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel
PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
terbentuk antibodi. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan
dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik
mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu
terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak empat zona
yaitu : 1) Zona luar (edema): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan
edema; 2) Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN
dan beberapa eksudasi sel darah merah; 3) Zona konsolidasi yang luas (grey
hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah
PMN yang banyak; 4) Zona resolusi E: daerah tempat terjadi resolusi dengan
banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.8

D. MANIFESTASI KLINIK PNEUMONIA

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk


(baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir,
purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala
umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut
tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau
penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau
penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial,
pleural friction rub.1

E. DIAGNOSIS PNEUMONIA

1. Gambaran klinis dan Pemeriksaan Fisik


Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut
bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam,
menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit tenggorokan,

4
nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau
purulent, kadang-kadang berdarah.8
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi
redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai
bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus,
yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium revolusi.8
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat penignkatan jumlah
leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan
pada hitungn jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah, dan serologi. Kultur darah dapat positif
pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.8
3. Gambaran Radiologis
Gambaran radiologis foto thorax pada penyakit pneumonia antara
lain :
a. Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan
lobus atau segment paru secara anatomis
b. Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelectasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada
atelectasis
d. Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru: batas
lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan
jantung atau di lobus medius kanan
e. Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura
f. Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler
g. Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign

5
(terperangkapnya udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara
pada alveolus)
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya
penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering
menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus.8

F. PENATALAKSANAAN PNEUMONIA
Pada prinsipnya penatalaksanaan utama pneumonia adalah memberikan
antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian
antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman
penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik
empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien.1
Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan
pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil
mikrobiologis umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu
membedakan jenis pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat keparahan
berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting,
karena akan menentukan pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan
kepada pasien.1
Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan
napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi
mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri

6
pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberikan mukolitik
atau ekspektoran untuk mengurangi dahak.1
1. Pilihan Antibiotik
Dalam memilih antibiotik yang tepat harus dipertimbangkan faktor
sensitivitas bakteri terhadap antibiotik, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya
pengobatan. Pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus segera
diberikan antibiotik sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan
mikrobiologik. Pemilihan ini harus didasarkan pada pengalaman empiris yang
rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotika
terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotik yang didasarkan pada luas
spektrum kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidak lebih unggul
daripada hasil terapi dengan antibiotik berspektrum sempit, sedangkan
superinfeksi lebih sering terjadi dengan antibiotik berspektrum luas.1

7
a. Rekomendasi Antibiotik Empiris pada CAP

b. Bila dipertimbangkan CA-MRSA tambahkan vancomysin/linezolid


Berdasarkan atas panduan penatalaksanaan pasien dengan CAP oleh
American Thoracic Society (ATS), untuk pasien yang memerlukan perawatan
di rumah sakit dengan penyakit kardiopulmoner dengan atau tanpa faktor
modifikasi, terapi yang dianjurkan adalah terapi dengan golongan β-lactam
(cefotaxim, ceftriaxon, ampicillin/sulbactam, dosis tinggi ampicillin intravena)
yang dikombinasi dengan makrolide atau doksisiklin oral atau intravena, atau
pemberian fluroquinolon antipneumococcal intravena saja. Begitu juga
panduan penatalaksanaan yang dikeluarkan oleh Infectious Diseases Society

8
of America (IDSA) menganjurkan pemberian cephalosporin ditambah
makrolide atau βlactam/β-lactamase inhibitor ditambah makrolide atau
fluroquinolon saja.2
Penatalaksanaan yang baik terhadap bakteriemik streptococcal
pneumonia akan secara signifikan menurunkan angka kematian pasien CAP.
Terdapat isu penting tentang penggunaan dual terapi meningkatkan outcome
yang lebih baik dibandingkan denganmonoterapi pada pasien CAP. Dual
terapi yang dimaksud adalah kombinasi antara regimen yang terdiri dari
antibiotika β-lactam, makrolide, atau fluroquinolon. Sedangkan monoterapi
yang dimaksud adalah penggunaan golongan β-lactam atau fluoroquinolon
sebagai agen tunggal.2

G. KOMPLIKASI PNEUMONIA
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko
tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia(sepsis),
abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas.9 Bakteremia dapat terjadi
pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah
dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan
kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia
dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis,
endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. 9 Pneumonia juga dapat
menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan
efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada
klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang disebabkan oleh P. pneumoniae
dengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi parapneumonik).
Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam jumlah
banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema
maka cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan
pembedahan.10

H. PROGNOSIS PNEUMONIA

9
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya
antibiotic. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit
dasar, dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia
pneumokokkus adalah sebesar 5% namun dapat meningkat menjadi 60% pada
orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis
hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia,
icterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan
pertanda prognosis yang buruk. Kuman gram negative menimbulkan
prognosis yang lebih jelek.11

10
BAB III

KESIMPULAN

Pneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim paru yang
dapat menyerang segala usia. Pneumonia paling banyak disebabkan oleh infeksi
bakteri Streptococcus pneumonia dengan gejala yang muncul seperti demam,
menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau
menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak.
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang, antara lain: pemeriksaan
radiologis, laboratorium, dan bakteriologis.. Pada prinsipnya penatalaksaan utama
pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi
pneumonia. Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko
tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis),
abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Indonesia.
2. Allen JN. 2004. Eusinophilic Lung Disease, dalam James CD, dkk.
Baum's Textbook of Pulmonary Diseases. Philadephia: Lippincott W & W.
3. Sajinadiyasa GK, Rai IB, Sriyeni LG. 2011. Perbandingan antara
Pemberian Antibiotika Monoterapi dengan Dualterapi terhadap Outcome
pada Pasien Community Acquired Pneumonia (CAP) di Rumah Sakit
Sanglah Denpasar. J Peny Dalam;12:13-20.
4. Niederman MS, Mandel LA, Anzueto A, Bass JB, Broughton WA,
Campbell GD, Dean N, File T, Fine MJ, Gross PA et al. VICTOR L. YU,
M.D. Guidelines for the Management of Adults with Community-acquired
Pneumonia – Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy,
and Prevention. Am J Respir Crit Care Med 2001; 163: 1730-1754.
5. Riset Kesehatan Dasar, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta; 2013
6. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Penerbit
FK UI
7. Dunn, L. Pneumonia : Classification, Diagnosis and Nursing
Management. Royal Collage of Nursing Standard Great Britain. 2007.
19(42). hal :50-54.
8. PDPI. 2003. Pneumonia-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
9. Wilson LM. Penyakit pernapasan restriktif dalam Price SA, Wilson LM.
2012. Patofisiologi: konsep klinis prosses-proses penyakit E/6 Vol.2.
Jakarta:EGC. Hal:796-815
10. Djojodibroto, R.D. Respirologi : Respiratory Medicine. 2013. Jakarta :
ECG

12
11. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia
inpatient and outpatient, Chest 2007; 131; 1205

13

Anda mungkin juga menyukai