Anda di halaman 1dari 16

Referat

GAMBARAN RADIOLOGI PADA


PNEUMOTORAKS
Oleh:

NI LUH AYU SUCINDRAWATI

20014101104

MASA KKM 26 april – 23 mei 2021

Supervisor Pembimbing

dr. Andre Ulaan, M.Kes, Sp.Rad

BAGIAN ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

RSUP Prof. dr. R. D. KANDOU

MANADO

2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan Judul:

GAMBARAN RADIOLOGI PADA


PNEUMOTORAKS

Oleh:

NI LUH AYU SUCINDRAWATI

20014101104

Masa KKM:

26 april – 23 mei 2021

Telah dikoreksi, disetujui, dan dibacakan pada April 2021

Di Bagian/KSM Radiologi RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado

Supervisor Pembimbing

dr. Andre Ulaan, M.Kes, Sp.Rad

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena atas berkat

dan penyertaan-Nya maka saat ini penyusun dapat menyusun Referat dengan Judul

”GAMBARAN RADIOLOGI PADA PNEUMOTORAKS”. Referat ini disusun dalam rangka

memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Penyusun juga mengucapkan

terima kasih yangsebesar – besarnya kepada dr. Andre Ulaan, M.Kes, Sp.Rad atas bimbingan dan

arahan yang diberikan selama proses penyusunan Referat ini.

Penyusun menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari sempurna, baik dari isi, tata

penulisan, maupun bahasa yang digunakan dalam Referat ini..Penyusun juga menyadari bahwa

pengetahuan, ketrampilan serta pengalaman penyusun yang masih minim Oleh karena itu,

penyusun menyampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan dalam penulisan Referat ini.

Kritik dan masukan dari pembaca sekalian akan diterima oleh penyusun dengan senang hati untuk

mengembangkan Referat ini lebih lanjut. Semoga Referat ini dapat bermanfaat untuk

pengembangan wawasan serta pengetahuan kita semua.

Manado, April 2021

Penyusun

Ni Luh Ayu Sucindrawati

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 3

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................. 6

A. Definisi............................................................................................................................ 6
B. Patofisiologi... ............................................................................................................... ..9
C. Epidemiologi ................................................................................................................. ..8
D. Patofisiologi .................................................................................................................. ..9
E. Diagnosis ...................................................................................................................... .11
a). Pemeriksaan Radiologi Pneumotoraks...........................................................................10

b). Pemeriksaan CT-scan Pneumotoraks.............................................................................13

BAB III PENUTUP ................................................................................................................... .15

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. .16

4
BAB I

PENDAHULUAN

Pernapasan merupakan salah satu sistem organ terpenting yang khususnya melibatkan

paru-paru sehingga bila terjadi gangguan pernapasan dapat mengakibatkan gawat napas.

Peningkatan penyakit pernapasan beberapa tahun terakhir terus meningkat dengan berbagai

penyebab dan yang paling banyak terjadi yakni trauma dan infeksi. Salah satu penyakit saluran
1
pernapasan ialah pneumotoraks yang bisa disebabkan oleh trauma maupun infeksi.

Pneumotoraks adalah kondisi adanya udara di dalam rongga pleura. Pneumothoraks dapat

terjadi baik secara spontan atau traumatik. Pneumothoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer

dan sekunder. Sedangkan pneumothoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.2

Pneumothorax lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.

Laki-laki lebih sering daripada wanita. Insiden pneumotoraks pada laki-laki lebih banyak dari pada

perempuan (5:1). Myers melapor- kan bahwa tuberkulosis selalu menunjuk- kan terjadinya

pneumotoraks. Penelitian Weissberg terhadap 1.199 pasien pneumotoraks mengenai insiden

beberapa jenis pneumotoraks mendapatkan 218 pasien PSP, 505 PSS, 403 pneumotoraks

traumatik, dan 73 pneumotoraks iatrogenik .3 Hasil penelitian mendapatkan 83 pasien dengan

diagnosis klinis pneumo- toraks dan yang terdiagnosis secara radiologik yaitu 41 pasien.

Berdasarkan data dari 41 pasien pneumotoraks, didapatkan bahwa pneumotoraks paling banyak

diderita oleh laki-laki berjumlah 37 pasien (90,2%) sedangkan pada perempuan berjumlah 4 pasien

(9,8%) Kasus pneumotoraks terbanyak ditemukan pada kelompok usia ≥50 tahun.3

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Pneumotoraks adalah kondisi adanya udara di dalam rongga pleura. Pneumothoraks dapat

terjadi baik secara spontan atau traumatik. Pneumothoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer

dan sekunder. Sedangkan pneumothoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.2

Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap

paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya

ketika bernapas.

Berdasarkan penyebabnya pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu;

a. Pneumotoraks spontan adalah pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks

tipe ini dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis yaitu;

 Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa

diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas. Lebih sering pada laki-laki

muda sehat dibandingkan wanita. Timbul akibat ruptur bulla kecil subpleural, terutama

dibagian puncak paru.

 Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu Pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh

riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, tersering pada pasien bronkhitis

dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar

lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru atau ca paru. Fibrosis kistik, penyakit

paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru-paru.4

b. Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma,

baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada

maupun paru.
6
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi dua jenis, yaitu:

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas

kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotraumas.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu pneumotoraks yang terjadi

akibat komplikasi dari tindakan tersebut medis. pneumotoraks jenis ini pun masih

dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu Pneumotoraks yang

terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan

tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.

 Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisisal (deliberate) adalah suatu

Pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam

cavum pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya

pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai

permukaan paru-paru.

Sedangkan menurut luasnya paru mengalami kolaps, maka Pneumotoraks dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

 Pneumotoraks parsialis, yaitu Pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru

(<50% volume paru).

 Pneumotoraks totalis, yaitu Pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>50%

volume paru).4

Pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.

Laki-laki leih sering daripada wanita. Insiden pneumotoraks pada laki-laki lebih banyak dari pada

perempuan (5:1).3 Kasus PSP di Amerika 7,4/100.000 per tahun untuk laki-laki dan 1,2/100.000
7
per tahun untuk perempuan sedangkan insiden PSS dilaporkan 6,3/100.000 untuk laki-laki dan

2/100.000 untuk perempuan.3 PSS yang paling sering terjadi yaitu pada PPOK sedangkan

penelitian oleh Myers melapor- kan bahwa tuberkulosis selalu menunjuk- kan terjadinya

pneumotoraks.8 Penelitian Weissberg9 terhadap 1.199 pasien pneumo- toraks mengenai insiden

beberapa jenis pneumotoraks mendapatkan 218 pasien PSP, 505 PSS, 403 pneumotoraks

traumatik, dan 73 pneumotoraks iatrogenik. Hasil penelitian mendapatkan 83 pasien dengan

diagnosis klinis pneumo- toraks dan yang terdiagnosis secara radiologik yaitu 41 pasien.

Berdasarkan data dari 41 pasien pneumotoraks, didapatkan bahwa pneumotoraks paling banyak

diderita oleh laki-laki berjumlah 37 pasien (90,2%) sedangkan pada perempuan berjumlah 4 pasien

(9,8%) Kasus pneumotoraks terbanyak ditemukan pada kelompok usia ≥50 tahun.3

Etiologi Pneumotoraks kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya

berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebakan oleh tikaman dan tembakan. Trauma

pada bagian ini juga sering disertai dengan cedera pada tempat lain misalnya abdomen, kepala, dan

ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura

visceralis yang menimbulkan kebocoran udara ke rongga thorax Pneumotoraks dapat terjadi

berulang kali. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh:

a) Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan

memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut sebagai closed Pneumotoraks.

Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat

inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara

semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan

menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.

b) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum

pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea,
8
maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut disbanding traktus respiratorius yang

seharusnya. Sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan

menyebabkan kolaps pada paru ipsi lateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat,

akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut, kondisi ini disebut

sebagai open pneumotoraks.

B. PATOFISIOLOGI

Secara garis besar kesemua jenis Pneumotoraks mempunyai dasar patofisiologi yang

hampir sama. Pneumotoraks spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura

visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini pecah, maka akan nada

fistel yang menyebabkan udara masuk ke cavum pleura. Mekanismenya pada saat inpirasi rongga

dada mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru

dipaksa ikut mengembang seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan

intraaveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotoraks spontan, paru-paru

kolaps, udara inspirasi bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif.

Pada saat ekspirasi mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke

posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter.

Pneumotoraks ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya

masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna . Terjadinya

hipereksansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock dikenal dengan simple

pneumotoraks. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya hubungan dengan

lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotoraks. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak

dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna.

Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hipereksansi cavum pleura pada saat inspirasi
9
menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum

pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke

paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock

oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotoraks.

Pada open pneumotoraks terdapat hubungan antara cavum pleura dengan lingkungan luar.

Open pneumotoraks dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura

parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open pneumotoraks

inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk kedalam kavum pleura. Akibatnya paru tidak

dapat mengembang karena tekanan intrapleural tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi

cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal

bergerser kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumotoraks

komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal kearah

yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat

katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan

obstruksi jalan nafas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock oleh karena

penekanan vena cava, yang dapat menyebabkan tension pneumotoraks.3

C. DIAGNOSIS

Diagnosis dilakukan berdasarkan keberadaan udara pada ruang pleura yang dapat

disimpulkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan radiologi pada pneumotoraks :

Foto rontgen gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumotoraks

antara lain :

10
 Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akant ampak garis-

garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk

garis, akan tetapi berentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.

 Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radiooaque yang berada di

daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru

tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak nafas yang dikeluhkan.

 Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostalis melear,

diafragma mendatar dan tertekan kebawah. Apabila ada pendorongan jantung atau

trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil

dengan tekanan intrapleura yang tinggi.5,6

Gambar 3. foto pneumotoraks dengan bayangan udara dalam cavum pleura memberikan
bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) .

11
Gambar 4. Tension pneumotoraks total kiri dengan cairan (hidropneumothorax)
mendorong jantung, trakea, ke kontralateral.

Gambar 5. pneumotoraks pada sisi sebelah kiri dengan kolaps pada sebagian pada paru
kiri. Lapangan paru luar terlihat hitam.6

12
Gambar 6. pneumotoraks bilateral pada arah panah tebal dan pneumomediastinum pada
arah panah yang tipis.

b). Pemeriksaan CT-scan Pneumotoraks

Pada pemeriksaan CT-scan pneumotoraks tension didapatkan adanya kolaps paru,

udara di rongga pleura, dan deviasi dari struktur mediastinum. Pemeriksaan CT-scan lebih

sensitif daripada foto toraks pada pneumotoraks yang kecil walaupun gejala klinisnya

masihbelum jelas. Penggunaan USG untuk mendiagnosis pneumotoraks masih dalam

pengembangan(12).

13
Gambar 7. pneumotoraks ct scan potongan axial Tampak udara dan colaps paru

Gambar 8. pneumotoraks potongan axial tampak udara dan terjadinya colaps paru.

14
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga

menyebakan pendesakkan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam

pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering

mengeluhkan adanya sesak nafas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya pneumotoraks dapat

terjadi baik secara spontan maupun traumatic.

Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan

pneumotoraks traumatic dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang

terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).

Dalam menentukan diagnose pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto rontgen

berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena,

disertai danya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil rontgen juga dapat

diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area dapat diketahui seberapa berat proses

yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Ince A, Ozucelik DN, Avci A, Nizam O, Dogan H, Topal MA. Management of


pneumothorax in emergency medicine departements: multicenter trial. Iran Red Cres Med J.
2013

2. Livescience.com. Diakses pada 2021. Lungs: Facts, Function and Diseases

3. Noppen M. Spontaneous pneumothorax: epidemiology, pathophysiology and cause.


European Respiratory Review. 2010:218- 19

4. Bowman, Jeffery, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Update: 2010 May 27;
cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551

5. Juni Sinarinta Purba, Sabrianai Suci Zasneda, Rika Syahfitri Saragih. Teknik Pemeriksaan

Thorax Proyeksi PA (Posterior Anterior) Dengan Kasus Tuberculosis Militer di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Efarina Etaham Berastagi. Jurnal Radiologi. 2019. Hal 7-8.

6. Al Ubaidi BA. The Radiological Diagnosis Of Pulmonary Tuberculosis (TB) in Primary

care. Journal Of Family medicine and disease prevention.2018.

7. Brant and Helms’ Fundamentals Of Diagnostic Radiology. Fifth Edition.2018

8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid

I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014

16

Anda mungkin juga menyukai