Anda di halaman 1dari 26

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

PNEUMOTHORAX
Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi Di Rumah
Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh :
Aufan Lisan Shidqi 30101407146

Shofiana Rahmawati 30101407329

Pembimbing :
dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RUMAH SAKIT ILSMA SULTAN AGUNG SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2019

1
2

LEMBAR PENGESAHAN

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION


Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Yang disusun oleh:

Aufan Lisan Shidqi 30101407146

Shofiana Rahmawati 30101407329

Judul : Pneumothorax
Bagian : Ilmu Radiologi
Fakultas : Kedokteran Unissula
Pembimbing : dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)

Telah diajukan dan disahkan


Semarang, Maret 2019
Pembimbing,

Dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)


3

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ 2


DAFTAR ISI. ...................................................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 4
1.2. Batasan Masalah........................................................................................ 4
1.3. Tujuan Masalah ......................................................................................... 5
1.3.1. Tujuan Umum ......................................................................................... 5
1.3.2. Tujuan Khusus ........................................................................................ 5
1.4. Metode Penulisan ...................................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 6
2.1. Definisi....................................................................................................... 6
2.2. Klasifikasi .................................................................................................. 6
2.3. Penghitungan Luas Pneumothorax............................................................. 9
2.4. Gejala Klinis............................................................................................ 11
2.5. Pemeriksaan Fisik…………………………………………………….....11

2.6. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………....12

2.7. Penatalaksanaan ……………………………………………………...…15

2.8. Pengobatan Tambahan ………………………………………………… 18

2.9. Rehabilitasi ……………………………………………………………. 18

BAB III. LAPORAN KASUS .......................................................................................... 19


3.1. IDENTITAS PASIEN .............................................................................. 19
3.2. ANAMNESIS .......................................................................................... 19
3.3. PEMERIKSAAN FISIK .......................................................................... 19
3.4. ASSESSMENT ........................................................................................ 21
BAB IV. PEMBAHASAN................................................................................................ 24
BAB V. KESIMPULAN ……………………………………………………………….. 25

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 26


4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti
balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada
kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Paru-paru
sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan
tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam
rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan
dengan tekanan negatif yang ringan (1).
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam
rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka
akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru
tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika
bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun
traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan
sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik
dan non iatrogenik (2).
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak
yang tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah
dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada
penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering
daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1 (2).

1.2. Batasan Masalah


Referat ini akan membahas tentang pneumotoraks dari segi gambaran
radiologis.
5

1.3. Tujuan Masalah


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis dan
penegakkan diagnosis pneumothoraks.
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui gambaran radiologi pada pneumothoraks.
1.4. Metode Penulisan
Metode penulisan referat ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk
pada berbagai literatur.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (3).

Gambar 1.
2.2 Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu (2), (3) :
- Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu
:
1. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
2. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
- Pneumotoraks traumatik,
7

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik


trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
− Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
− Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
I. Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut,
misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
II. Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.
Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,
misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik,
maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat


diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (4) :
I. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat
laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
8

disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,


sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di
rongga pleura tetap negatif.
II. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura
dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka
terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan
tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan (4).
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
(4)
tekanan menjadi positif . Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum
dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke
arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound) (2).
III. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis
yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui
fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak
(4)
dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama
makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal
napas (2).

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka


pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :
- Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian
kecil paru (< 50% volume paru).
9

- Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar


paru (> 50% volume paru).

2.3 Penghitungan Luas Pneumotoraks


Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan
jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang
bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus
(2)
.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter
kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio
diameter kubus adalah :
10

83 512
______ ________
= = ± 50 %
3
10 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal,


ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal,
ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal,
kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)
= __________________ x 10
3

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks (4).

(L) hemitorak – (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)
_______________ x 100 %
AxB
11

2.4 Gejala klinis


Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah
(2), (4), (5)
:
− Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
− Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.
− Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
− Denyut jantung meningkat.
− Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
− Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks


tersebut, (2):
I. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
II. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih
berat
III. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain
serta ada tidaknya jalan napas.
IV. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi
bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang.

2.5 Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4):
A. Inspeksi :
12

- Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi


dinding dada)
- Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
- Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
B. Palpasi :
− Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
− Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
− Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
C. Perkusi :
 Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
 Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi

D. Auskultasi :
− Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
− Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

2.6 Pemeriksaan Penunjang


 Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
pneumotoraks antara lain (6):
 Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
 Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio
opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps
paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan
berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
13

 Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium


intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intra pleura yang tinggi.
 Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut (3):
a. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
b. Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang
lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak
jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan
belakang.
c. Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
14

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak


panah merupakan bagian paru yang kolaps

 Analisa Gas Darah


Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
 CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
primer dan sekunder.
15

2.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
2. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks
(2)
serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini terutama
ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
3. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara
rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :
− Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut (2), (4).
− Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
2. Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam
rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung
udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam
botol (4).
3. Jarum abbocath
16

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari


gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada
posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada
di dalam botol (4).
4. Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan
klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui
celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga
ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris
posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis
mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga
pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan
pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.
Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada
2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
(3),
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut
(4)
.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan
tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif
17

kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba


terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama
24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi
positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD
dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal
(2)
.

4. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
5. Torakotomi
6. Tindakan bedah (4)
a) Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari
lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b) Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
18

c) Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami


robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d) Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

2.8 Pengobatan Tambahan


A. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan
bronkodilator (4).
B. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4).
C. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema
(3)
.

2.9 Rehabilitasi(4)
a) Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
b) Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
c) Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
d) Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.
19

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN


Nama pasien : Tn. B
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Demak
Status perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 28 Februari 2019
Tanggal pemeriksaan : 19 Maret 2019
Bangsal : B. Izzah 1

3.2. ANAMNESIS
Anamnesis didapatkan secara alloanamnesis pada tanggal 19 Maret 2019, pukul
10.00 WIB.
A. Keluhan utama
Mual muntah dan pusing

B. Riwayat penyakit sekarang


Kronologis :

±1 hari SMRS, pasien merasakan sesak nafas. Sesak dirasakan terus


menerus. Sesak dirasakan dikedua dada. Pasien merasa sesak semakin berat
saat beraktifitas dan merasa baikan jika tidur posisi setengah duduk. Pasien
juga mengeluhkan pusing, pundak kemeng, mual, batuk dan berdebar debar.
Pasien belum mendapatkan pengobatan sebelumnya. Keesokan siangnya
pasien dibawa ke poli jantung RSI Sultan Agung Semarang.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


20

− Riwayat hipertensi :+
− Riwayat DM : disangkal
− Riwayat alergi : disangkal
− Riwayat operasi : disangkal
− Riwayat trauma : disangkal
D. Riwayat Keluarga
− Riwayat hipertensi :+
− Riwayat DM : disangkal
− Riwayat alergi : disangkal
− Riwayatasma : disangkal
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis GCS : E4M6V5
3. Vital sign
Tekanandarah : 150/80 mmHg
Nadi : 70 x/menit, isi cukup, reguler
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
4. Pemeriksaan Fisik
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
Isokor 1mm/1mm
Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-)
Thoraks : jejas (-)
Paru
− Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-/-)
− Palpasi : pengembangan paru yang tertinggal (-), fremitus
raba (normal/ )
− Perkusi : sonor
− Auskultasi : SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
21

− Inspeksi : iktus cordis tampak


− Palpasi : iktus cordis kuat angkat
− Perkusi : batas kiri melebar
− Auskultasi :bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
− Inspeksi : jejas (-), simetris,massa (-), sikatrik (-)
− Auskultasi : peristaltik (normal)
− Perkusi : timpani
− Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar, lien, dan ginjal tidak
teraba
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Akral sianosis (-/-) (-/-)
Oedem (-/-) (-/-)
Capillary Refill < 2” < 2”

3.4. ASSESSMENT
Simple Pneumothoraks
I. Planning Diagnosis
 X FOTO THORAX
22

X Foto Thorax pada tanggal 18 Maret 2019

Hasil :
- COR: CTR tak dapat dinilai. Apeks bergeser ke
laterokaudal
- PULMO :
- Corakan bronkovascular normal
- Tak tampak bercak pada kedua paru
Tampak gamaran luscent avascular pada laterobasal
hemithorax kanan.
Diafragma dan sinus kostfrenikus baik.
Kesan :
23

- COR: SUSPEK KARDIOMEGALI (LV)


- PULMO: TAK TAMPAK KELAINAN.
GAMBARAN LUSCENT AVASCULER PADA
LATEROBASAL HEMITHORAX KANAN 
SUSPEK PNEUMOTHORAX
II. Diagnosis Klinis
- CHF NYHA IV
- Simple Pneumothorax
III. Planning Terapi
 InfusRL 15 tpm
 Furosemid 2x20mg (inj)
 Omeprazole 2x 20 mg
 Bisoprolol 1x1
 Imidapril 1 x 2,5 mg
IV. PROGNOSIS

3 Quo ad vitam : dubia ad bonam


4 Quo ad sanam : dubia ad bonam
5 Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
24

BAB IV

PEMBAHASAN

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga


pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan
menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat
mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas.

Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan yang menunjang


diagnosis. Ada beberapa pemeriksaan radiologi meliputi : Foto Thorax dan CT
Scan.
Pada kasus ini didapatkan pasien laki-laki usia 59 th dibawa ke poli jantung
dengan keluhan sesak nafas dengan keluhan penyerta pusing, mual, leher kemeng,
batuk dan berdebar-debar.
Dari pemeriksaan Foto Thorax didapatkan hasil sebagai berikut:
- Cor: suspek kardiomegali (LV)
- Pulmo: tak tampak kelainan.
gambaran luscent avasculer pada laterobasal hemithorax kanan 
suspek pneumothorax
Berdasarkan pemeriksaan foto thorax didapatkan gambaran luscent avasculer
pada laterobasal hemithorax kanan yang dicurigai adanya pneumothorax.
25

BAB V
KESIMPULAN

Dari pemeriksaan fisik yang telah dilakukan didapatkan bahwa pasien


dengan keadaan umum tampak sakit sedang, berada pada tingkat kesadaran compos
mentis, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan kepala, leher,
abdomen dan ekstremitas tidak didapatkan adanya kelainan, namun pada
pemeriksaan paru didapatkan fremitus raba menurun pada dada kiri. Sedangkan
dari pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan berupa foto thorax didapatkan
jantung suspek kardiomegali (LV) dan pada paru terdapat gambaran luscent
avasculer pada laterobasal hemithorax kanan yang dicurigai suspek pneumothorax.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang foto
thorax dapat ditegakkan diagnosa pada pasien tersebut sebagai CHF NYHA IV
disertai simple pneumothorax.
26

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC; 1997. p. 598.
Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;
2006. p. 1063.
Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010
May 27
Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung).
Cited : 2011 January 10. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia
Press; 2007. p. 56

Anda mungkin juga menyukai