Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TENSION

PNEUMOTHORAX
Dosen Pengampu : Ns. Cipto Susilo, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh:
1. Nur Fatimah Fit Asma 1711011056
2. Nevi Lia Elvi Andhy 1711011070
3. Rizal Fajri Maulana 1711011072
4. Naning Anggraini Putri 1711011087

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan YME, atas segala anugerah yang selalu
dilimpahkan kepada umatnya baik lahir maupun batin, sehingga pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Kritis yang berjudul ” Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Tension Pneumothorax”.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
memberikan kontribusi dan dukungan dalam penyusunan karya tulis ini. Maka
dengan penuh hormat, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Cipto
Susilo selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan,
atas segala wawasan, ide, serta dengan sabar memberikan bimbingan, masukan
dan saran dalam proses perkuliahan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, isi substansi
masih jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu, kami
mengharapkan masukan dan saran yang menunjang kesempurnaan penulisan
laporan penelitian ini.

Jember, Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 1
1.3 Tujuan...................................................................................... 1
BAB II KONSEP DASAR MEDIS........................................................ 2
2.1 Definisi Tension pneumothorax............................................... 2
2.2 Etiologi Tension pneumothorax............................................... 2
2.3 Patofisiologi Tension pneumothorax....................................... 3
2.4 Manifestasi Klinik Tension pneumothorax.............................. 7
2.5 Pemeriksaan Penunjang........................................................... 7
2.6 Penatalaksanaan Tension pneumothorax................................. 8
BAB III Asuhan Keperawatan Tension pneumothorax.......................... 9
3.1 Pengkajian................................................................................ 9
3.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan.................................... 10
BAB IV PENUTUP................................................................................ 12
4.1 Kesimpulan.............................................................................. 12
4.2 Saran........................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumotoraks merupakan suatu cedera dada yang umum di temukan
pada kejadian trauma diluar rumah sakit, serta merupakan kegawat daruratan
yang harus di berikan penanganan secepat mungkin untuk menghindari dari
kematian. Tingkat morbiditas mortalitas akan meningkat dan menjadi
penyebab kematian kedua didunia pada tahun 2020 menurut WHO (World
Health Organitation). Kurangnya pengetahuan untuk mengetahui tanda dan
gejala dari pneumotoraks terdesak menyebabkan banyak penderita meninggal
setelah atau dalam perjalanan menuju kerumah sakit (Berg, 2010).
Tension Pneumothorax (TPT) merupakan suatu kondisi yang disebbakan
oleh laserasi paru-paru. Insiden tension pneumothorax sangat bervariasi.
Tension pneumothorax 5,4 % pasien trauma. Penelitian lain mendapatkan
angka 0,7% - 30% yang mendapatkkan terapi terapi needle decompresion.
Penelitian post mortem pasien yang dirawat di ruang ICU didapatkan
kejadian tension pneumothorax 1,1 % - 3,8 % yang sebelumnya tidak
terdiagnosis dengan kemungkinan penyebab ventilasi mekanik atau tindakan
resusitasi. Risiko pneumothorax lebih tinggi pada pria dan paling sering
terjadi pada pria tinggi dan kurus berusia 20-40 tahun.

1.2 Rumusan Masalah


a) Bagaimana konsep dasar medis pada pasien tension pneumothorax?
b) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan tension
pneumothorax?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami konsep daasar medis dan keperawatan pada
pasien dengan tension pneumothorax.

1
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Mampu memahami pengertian tension pneumothorax.
b) Mampu menjelaskan etiologi, patofisiologi, dan penatalaksanaan pada
pasien dengan tension pneumothorax.
c) Mampu mengetahui pemeriksaan yang dilakukan pada pasien tension
pneumothorax.
d) Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan tension
pneumothorax.

2
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS

2.1 Definisi Tension pneumothorax


Pneumothorax adalah adanya udara yang terdapat antara pleura visceralis
dan cavum pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena
trauma. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
paruparu dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Tension
pneumothorax adalah penumpukan udara dalam rongga pleura, umumnya
disebabkan laserasi paru yang mengakibatkan udara keluar rongga udara
plura namun tidak bisa dikeluarkan kembali. Ventilasi tekanan positif bisa
memperburuk keadaan. Tekanan yang secara progresif bertambah
mengakibatkan penekanan mediastinum ke arah hemithoraks kontralateral
sehingga terjadi obstruksi aliran darah yang ke jantung kiri. Hal ini
mengakibatkan ketidakstabilan sirkulasi dan bisa mengakibatkan henti
jantung. (Medison, 2015)

2.2 Etiologi Tension Pneumothorax


Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan
berdasarkan penyebabnya:

3
1. Pneumotoraks primer: terjadi tanpa disertai penyakit paru yang
mendasarinya.
2. Pneumotoraks sekunder: merupakan komplikasi dari penyakit paru yang
mendahuluinya.
3. Pneumotoraks traumatik: terjadi akibat cedera traumatik pada
dada.Traumanya bisa bersifat menembus(luka,tusuk,peluru atau
tumpul(benturan pada kecelakaan bermotor). Pneumotoraks juga bisa
merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu(misal torakosentesis).

2.3 Patofisiologi dan Pathway


Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki
tekanan yang lebih tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya. Udara
memasuki rongga pleura dari tempat ruptur pleura yang bekerja seperti katup
satu arah. Udara dapat memasuki rongga pleura pada saat inspirasi tetapi
tidak bisa keluar lagi karena tempat ruptur tersebut akan menutup pada saat
ekspirasi.( Zarogoulidis, 2014)

.
Pada saat inspirasi akan terdapat lebih banyak udara lagi yang masuk
dan tekanan udara mulai melampaui tekanan barometrik. Peningkatan tekanan
udara akan mendorong paru yang dalam keadaan recoiling sehingga terjadi
atelektasis kompresi. Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi
kompresi serta pergeseran jantung dan pembuluh darah besar. Udara tidak

4
bisa keluar dan tekanan yang semakin meningkat akibat penumpukan udara
ini menyebabkan kolaps paru.Ketika udara terus menumpuk dan tekanan
intrapleura terus meningkat, mediastinum akan tergeser dari sisi yang terkena
dan aliran balik vena menurun.Keadaan ini mendorong jantung, trakea,
esofagus dan pembuluh darah besar berpindah ke sisi yang sehat sehingga
terjadi penekanan pada jantung serta paru ke sisi kontralateral yang sehat.
Dalam keadaan normal pleura parietal dan visceral seharusnya dapat
dipertahankan tetap berkontak karena ada gabungan antara tekanan
intraprgleura yang negative dan tarikan kapiler oleh sejumlah kecil cairan
pleura. Ketika udara masuk ke ruang pleura factor-faktor ini akan hilang dan
paru di sisi cedera mulai kolaps, dan oksigenasi menjadi terganggu. Jika lebih
banyak udara yang memasuki ruang pleura pada saat inspirasi di bandingkan
dengan yang keluar pada saat ekspirasi akan tercipta efek bola katup dan
tekanan pleura terus meningkat sekalipun paru sudah kolaps total dan
akhirnya tekanan ini menjadi demikian tinggi sehingga mendiastinum
terdorong ke sisi berlawanan dan paru sebelah juga terkompresi dan dapat
menyebabkan hipoksia yang berat dapat timbul dan ketika tekanan pleura
meninggi dan kedua paru tertekan, aliran darah yang melalui sirkulasi sentral
akan menurun secara signifikan yang mengakibatkan hipotensi arterial dan
syok.

5
6
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala klinik pneumothorax adalah dispnea dan nyeri dada mendadak.
Pergeseran letak trakea, suara nafas bronkial pada sisi yang bersangkutan.
Pada awalnya terdapat hipoksia akut. Berat ringannya gejala klinik tergantung
berat atau tingkatnya pneumothoraks. (Roberts, 2014) Adapun gejala pada
pasien dengan penderita tension pneumothorax diantaranya adalah:
1. Tak adanya bunyi pernafasan
2. Deviasi trakea menjauhi sisi paru taanpa bunyi pernafasan.
3. Sianosis.
4. Distensi vena leher, dan
5. Mungin terjaadi emfisema subkutis.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto rontgen
Gambar foto rontgen pada kasus pneumotoraks sebagai berikut :
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yg kolaps akan
tampak garis yg merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukan kolaps paru yg luas
sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
napas yang di keluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yg sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila
ada pendorongan jantung atau trakea yang sehat, kemungkinan besar telah
terjadi pneumotoraks ventil renfan tekanan intra pleura yang tinggi
2. Analisa gas darah
Analisa gas daeah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun
kebanyakan pada pasien sering tidak di perlukan, pada pasien dengan gagal
napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

7
3. CT-scan thorax
Ct-scan thorax lebih spesifik untuk membedakan antara episema bullosa dan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner serta
untuk membedakan antara pneumotoraks spontan, primer dan sekunder.

2.5 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan atau terapi yang digunakan pada pasien dengan tension
pneumothorax menurut Kemenkes (2015) adalah dengan melakukan needle
thoracostomy diikuti pemasangan chest tube. Adapun prosedur dari needle
thoracostomy ialah sebagai berikut:
1. Identifikasi dan persiapkan area dengan Betadine di ICS 4 atau 5 di
sepanjang garis axillary media atau anterior
2. Anestesi area (jaringan subkutan, otot interkostal) dengan Lidocaine. Buat
sayatan 2 cm.
3. Masukkan klem tumpul yang besar pada sisi atas iga (mencegah kerusakan
pada bundel neurovaskular yang terletak di sisi bawah iga).
4. Berikan tekanan lembut sampai pleura parietal tertembus.
5. Buka klem untuk membuat saluran untuk chest tube. Diseksi dengan jari.
6. Jepit ujung proksimal chest tube secara tangensial dengan klem.
7. Masukkan chest tube melalui sisi atas iga ke dalam rongga pleura.
8. Masukkan chest tube melewati lubang yang terakhir dari chest tube.
9. Perhatikan bahwa lubang terakhir memutus garis radiopak ini untuk
konfirmasi radiografi. Kemudian chest tube jahit.

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan dilakukan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan sesuai dengan tanda dan gejala yang dialami oleh klien.
Pengkajian keperawatan yang di lakukan pada klien hipertensi dijelaskan
pada tabel di bawah ini. Pengakajian dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik¸pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan oleh seorang perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan, diantaranya adalah sebagai berikut :
(Nurhidayat, 2015)
a) Identitas pasien berupa nama pasien, usia, jenis kelamin, diagnosa medis,
dan nomer rekam medis pasien.
b) Identitas penanggung jawab berisi nama keluarga, agama, pekerjaan,
alamat rumah.
c) Anamnesa terkait keluhan utama dan riwayat penyakit dahulu.
d) Pemeriksaan fisik meliputi
(1) Airway : pada pengkajian airway pasien tension pneumothorax
biasanya sering ditemui tidak ada suara nafas.
(2) Pernafasan : Pola nafas yang terjadi pada pasien tension
pneumothoraax umumnya mengalami takipnea. Frekwensi nafas : >
20 x/menit. Bunti nafas yang dihasilkan biasanya tidak terdengar suara
nafas pada sisi paru yang sakit. Irama nafas yang dilihat menjadi tidak
teratur. Adanya tanda distress pernafasan biasanya nampak adanya
retraksi dada/interkosta.
(3) Sirkulasi : Pada pasien yang mengalami tension pneumothorax akan
mengalami sianosis. Tekanan darah biasanya akan sangat rendah.
(4) Disability : Pada format pengkajian disability akan menilai tingkat
kesadaran pasien. Nilai GCS, Pupil : isokor atau anisokor, Ekstremitas
atas dan bawah, serta kekuatan otot. Pasien dengan tension
pneumothorax kesadaran pasien akan terganggu.

9
(5) Exposure : Pada format pengkajian kegawatdaruratan bagian exposure
menilai adanya trauma, adanya jejas, ukuran luka, dan kedalaman luka
yang menyebabkan terjadinya tension pneumothoraks.

3.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Pola Nafas Tidak Efektif

2. Gangguan Mobilitas Fisik


Definisi :
Keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ektermitas secara mandiri
dan terarah (Nanda, 2018).
Kriteria Hasil :
Setelah diberikan asuhan keperawatan klien memiliki mobilitas fisik yang adekuat
selama pemasangan WSD dengan kriteria standar:
1. Klien merasakan nyeri berkurang selama bernafas dan bergerak, klien
memiliki range of motion optimal sesuai dengan kemampuannya, mobilitas
fisik sehari-hari terpenuhi
Intervensi Rasional
1. Kaji ROM pada ektermitas atas 1. Mengetahui tanda-tanda awal
tempat intervensi WSD terjadinya kontraktur, sehingga bias
dibatasi
2. Kaji tingkat nyeri dan pemenuhan
aktifitas sehari-hari 2. Nyeri yang meningkat akan
membatasi peregerakan sehingga
3. Dorong exercise ROM aktif atau
mobilitas fisik sehari-hari
pasif ada lengan dan bahu dekat
mengalami gangguan.
tempat insersi
3. Mencegah stiffness dan kontraktur
4. Dorong klien untuk exercise
dari kurangnya pemakaian lengan
ekstermitas bawah dan bantu
dan bahu dekat tempat insersi
ambulasi
4. Mencegah statis vena dan
5. Berikan tindakan distraksi dan
kelemahan otot
relaksasi
5. Distraksi dan relaksasi berfungsi
memberikan kenyamanan untuk
beraktifitas sehari-hari

10
3. Ansietas b.d Insersi WSD d.d Kurangnya Informasi yang Diterima
Definisi :
Perasaan tidak nyaman atau ke khawatiran yang samar disertai respon otonom
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui olehh individu); perasaan
takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memaparkan individu untuk bertindak menghadapi ancaman. (Nanda, 2018)
Kriteria Hasil :
1. Klien mampu menunjukkan kemampuan untuk meyakinkan diri sendiri.
2. Klien mampu menunjukkan pengendalian diri terhadap kecemasan.
3. Klien dapat memahami informasi yang diberikan.
4. Kien dapat mengidentifikasi dan mengemukakan pemicu kecemasan.
5. Klien dapat menunjukkan pningkataan fokus pikiran.
Intervensi Rasional
6. Pantau perubahan tanda-tanda vital 6. Perubahan tanda-tanda vital dapat
dan kondisi yang menunjukkan digunakan sebagai indikator
peningkatan kecemasan. terjadinya ansietas pada klien.
7. Berikan informasi serta bimbingan 7. Mempersiapkan klien menghadapi
antisipasi tentang segala bentuk segaa kemungkinan, tentang
kemungkinan yang akan terjadi. perkembangan dan atau situasional.
8. Ajarkan teknik relaksasi diri dan 8. Teknik menenangkan diri dapat
pengendalian perasaan negatif. mengurangi kecemasan.
9. Intruksikan untuk melaporkan 9. Membantu memudahkan
timbulnya gejala-gejala kecemasan. menganalisis kondisi terkait pasien.
10. Tingkatkan koping individu. 10. Membantu klien untuk beradaptasi
dengan persepsi stresor, perubahan
atau ancaman terhadap diri.
11. Berikan dukungan emosi selama
11. Memberikab dukungan emosi
stress.
untuk menenangkan klien dan
menciptkan penerimaan serta
dukungan selama stress.
12. Kalaborasi pemberian obat jenis
anti depresan apabila klien tidak 12. Agen farmakologi jenis
antidepresan untuk meredakan

11
mampu mengendalikan diri. kecemasan pada klien.

4. Nyeri akut
Definisi :
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (tim pokja
SDKI DPP PPNI, 2017)
Kriteria Hasil :
1. Klien mampu mengadaptasikan rasa nyeri berkurang/hilang
2. Klien mampu mengidentifikasi ativitas yang meningatan/menurunan nyeri
3. Klien tidak tampak gelisah.
Intervensi Rasional
1. Menjelaskan dan membantu klien 1. Pendekatan dengan menggunakan
dengan tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologi
nonfarmakologi dan non invasive lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi
2. Ajarkan teknik relaksasi untuk
nyeri
menurunkan ketegangan otot
rangka, yang dapat menurunkan 2. Akan melancarkan peredaran
intensitas nyeri dan juga tingkatkan darah, kebutuhan O2 oleh jaringan
relaksasi masase akan terpenuhi, sehingga akan
mengurangi rasa nyeri
3. Ajarkan metode distraksi selama
nyeri akut 3. mengalihkan perhatian rasa nyeri
terhadap hal-hal yang
4. Berikan kesempatan waktu istirahat
menyenangkan
bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman, misalnya ketika 4. istirahat akan merelaksasi semua
waktu tidur pada punggung jaringan sehingga akan
belakang diberi bantal kecil meningkatkan kenyamanan
5. Tingkatkan pengetahuan tentang 5. pengetahuan yang adekuat akan
sebab-sebab nyeri, dan berapa lama membantu mengurangi rasa nyeri,
nyeri akan berlangsung dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien
6. Kolaborasi dengan dokter terhadap
terhadap rencana terapeutik
pemberian obat analgetik
6. obat analgetik dapat mengurangi
7. Observasi tingkat nyeri, dan respon
rasa nyeri
motorik klien, 30 menit setelah

12
pemberian obat analgetik untuk 7. pengkajian yang optimal akan
mengkaji efetivitasnya serta setiap memberikan data yang objektif
1-2 jam setelah tindakan perawatan untuk mencegah kemungkinan
selama 1-2 hari komplikasi dan melakukan
intervensi yang tepat

5. Risiko Infeksi
Definisi :
Rentah mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat
mengganggu kesehatan (Nanda, 2018).

Kriteria Hasil :
Setelah diberikan asuhan keperawatan klien bebas dari infeksi pada lokasi insersi
selama pemasangan WSD :
1. Bebas dari tanda-tanda infeksi , tidak ada kemerahan purulent, panas, dan
nyeri yang meningkat serta fungsiolisa Tanda-tanda vital normal
Intervensi Rasional
1. Berikan pengertian dan motivasi 1. Perawatan mandiri seperti
tentang perawatan WSD menjaga luka dari hal yang
septic tercipta bila klien
2. Kaji tanda-tanda infeksi
memiliki pengertian yang
3. Monitor reukosit dan LED optimal

4. Dorongan untuk nutrisi yang 2. Hipertemi, kemerahan,


optimal purulent, menunjukan indikasi
infeksi
5. Berikan perawatan luka dengan
teknik aseptic dan anti septic 3. Leukositosis dan LED yang
meningkat menunjukan indikasi
6. Bila perlu berikan antibiotik infeksi
sesuai advis
4. Mempertahankan status nutrisi
serta mendukung system
immune
5. Perawatan luka yang tidak
benar akan menimbulkan

13
pertumbuhan mikroorganisme
6. Mencegah atau membunuh
pertumbuhan mikroorganisme

BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tension pneumothorax merupakan suatu diagnosis klinis sehingga
penilaian kondisi klinis dari patien lebih utama daripada nilai absolute
tekanan darah.Kondisi yang mendesak tersebut menuntut penanganan yang
cepat untuk mencegah kerusakan organ. Tension pneumothorax termasuk ke
dalam suatu kondisi yang mengancam jiwa yang dapat dengan cepat
menyebabkan kolaps dan syok kardiovaskular. Intervensi termasuk
decompression needle thoracostomy diikuti oleh chest tube thoracostomy,
diikuti oleh rontgen dada portabel untuk mengkonfirmasi penempatan chest

14
tube dan luasnya paru yang kolaps. Laboratorium dan tes diagnostik dapat
mengkonfirmasi diagnosis tension pneumothorax (mis. AGD, foto toraks,
USG toraks) namun diagnosis ditegakkan terutama dari gejala klinis yang
muncul.

3.2 Saran
Penulis berharap dengan adanya pembuatan makalah asuhan keperawatan
tension pneumothoraks akan semakin baik lagi tentang bagaimana melakukan
tindakan keperawatan dan pencegahan nya sehingga untuk kedepannya dapat
meminimalkan resiko terjadinya tension pneumothoraks.

DAFTAR PUSTAKA

Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinski MF,
Lerner EB, Rea TD, Sayre MR, Swor RA. Adult Basic Life Support: 2010
American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation
and Emergency Cardiovascular Care. 2010;122(suppl 3):S685–S705.
Kemenkes, RI. 2015. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Anestesiologi
dan terapi Intensif. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Roberts, D., dkk. 2014. Clinical Manifestations of Tension Pneumothorax :
Protocol for a systematic review and meta-analysis. Canada: Systematic
Review Journal.
Zarogoulidis, P., Idkk. 2014. Pneumothorax: from definition to diagnosis aand
treatmment. Journal of thoracic Disease, Vol 6.

15
Medison, I. 2015. Ventile Pneumothorax. Sumatra Barat. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia (PDPI).

16

Anda mungkin juga menyukai