Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX

DAN HEMOTHORAX

MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK VI

(KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH)

DOSEN PENGAMPU :

Ns. Hendri Heriyanto, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 2 :


1. Ahmad Rusydan Abdul Hadi
2. Desinta Fitrianti
3. Fuji Rohani
4. Maghfira R
5. Rosilin Nopita

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PRODI DIII KEPERAWATAN
TA 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat dengan waktunya.

Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Ns. Hendri Heriyanto,


M.Kep yang telah membimbing dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan
medikal bedah ini. Serta kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak ada kekurangan baik
dari isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang
berlanjut sehingga kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini sangat penulis
harapkan.

Akhirnya penulis menyampaikan terimakasih kepada pembaca dan teman-teman sekalia


yang telah membaca dan mempelajari makalah ini.

Bengkulu, Juli 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………..i

Daftar Isi……………………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………….…………………………1

B. Rumusan Masalah……………………………………..…………………………..2
C. Tujuan……………………………………………………………………………..2

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologis Paru-paru………………………………………………. 3


B. Pneumotoraks……………………………………………………………………. 4
C. Hemotoraks………………………………………………………………………10

Lampiran……………………………………………………………………………..20

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Kasus 1 (Pneumotoraks)………………………………………………………….24
B. Kasus 2 (Hemotoraks)……………………………………………………………34
C. Penatalaksanaan Farmakologis Pneumotoraks dan Hemotoraks………………...40
D. Health Education………………………………………………………………....41
E. Tujuan Pembelajaran…………………………………………………………..…42

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….43

Lampiran WSD ……………………………………………………………………………………..…44

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pernapasan adalah salah satu sistem penting dalam tubuh manusia karena saat
bernapas tubuh manusia menghirup oksigen yang sangat berfungsi sebagai gas kehidupan
pada sel dan membuang karbondioksida yang merupakan zat sisa metabolisme. Oleh karena
itu, gangguan apapun yang terjadi pada sistem ini akan berpengaruh secara sistemik pada
sistem-sistem tubuh lainnya. Terdapat banyak gangguan yang berkemungkinan terjadi pada
system pernapasan, diantaranya yaitu Pneumotoraks dan Hemotoraks.

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.
Sedangkan Hemotoraks adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura. (Price & Wilson,
1995). Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, gas, cairan ataupun darah,
karena paru-paru membutuhkan pleura agar dapat leluasa mengembang terhadap rongga
dada. Sehingga jika terdapat benda asing pada pleura ini akan mengakibatkan paru-paru akan
sulit berelaksasi dirongga dada dan mengalami kesulitan untuk mendapatkan asupan oksigen
yang cukup bagi tubuh.

Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya yang acak penyebabnya.


Namun diketahui berdasarkan penelitian Seaton dkk. Menyebutkan bahwa pria lebih banyak
mengidap pneumotoraks daripada wanita dengan perbandingan 5:1 dan sekitar 81% kasus
pneumotoraks berada pada rentang umur dibawah 45 tahun. Di Olmested Country,
Minessota, Amerika, Melton et al melakukan penelitian selama 25 tahun (tahun 1950-1974)
pada pasien yang terdiagnosa pneumotoraks , didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien
karena iatrogenic dan sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan (terjadi tiba-tiba
tanpa ada penyebab). Pada kasus pneumotoraks spontan didapatkan angka insidensi yaitu 7,4-
8,6/100.000 pertahun untuk pria dan 1,2/100.000 pertahun untuk wanita. (loddenkemper,
2003)

4
Sedangkan untuk Hemotoraks sangat jarang terjadi untuk etiologi spontan karena
kebanyakan kasus terdapatnya darah pada rongga pleura diakibatkan oleh cedera atau trauma
pada dada kecuali ada komplikasi lainnya. Menurut epidemiologinya, angka kejadian
hemotoraks terkait trauma atau cedera di Amerika Serikat adalah sebanyak 300.000 kasus
pertahun.

Berdasarkan prevalensi dan angka kejadian yang cukup tinggi untuk pneumotoraks dan
hemotoraks inilah yang menyebabkan penulis tertarik untuk mengangkatnya menjadi suatu
makalah, sehingga akan ditemui konsep mendalam dan asuhan keperawatan mengenai
gangguan system pernapasan ini.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan pneumotoraks dan hemotoraks ?

C. Tujuan

Untuk mengetahui informasi mengenai pneumotoraks dan hemotoraks mulai dari


definisi, penyebab, penatalaksanaan, hingga asuhan keperawatan dan akhirnya mampu
mengaplikasikannya saat di lapangan.

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi Paru-paru

Pleura merupakan membran tipis pembungkus paru yang terdiri dari 2 lapisan yaitu
pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan
mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf
dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan
ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. (Syaifuddin, 2009)

Normalnya rongga pleura selalu ada cairan serosa yang berfungsi untuk mencegah
melekatnya pleura viseralis dan pleura parietalis, sehingga gerakan paru dapat mengembang
dan mengecil dengan mulus tanpa terjadinya friksi. Cairan pleura merupakan filtrate dari
plasma yang terus-menerus direabsorbsi sehingga selalu dalam keadaan yang tetap. Cairan
fisiologis ini disekresi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi kembali oleh pleura viseralis.
Dalam keadaan normal cairan pleura berkisar antara kurang dari 5 ml – 15 ml dan setiap
peningkatan jumlah cairan di atas nilai ini dianggap sebagai efusi pleura (Syaifuddin, 2009).
Normalnya cairan pleura terbentuk karena tekanan hidrostatis pada pleura parietalis lebih
besar dari tekanan onkotik, fitrat masuk rongga pleura.

6
B. Pneumotoraks

1. Definisi

Pneumothoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura


(Harrison, 2000). Luka tembus dada merupakan penyebab umum dari pneumotoraks
traumatik pengumpulan udara dalam ruang potensial. Pneumotoraks adalah cedera dada
hebat yang disebabkan karena adanya udara yang keluar dari paru kedalam ruang pleura
(Brunner & Suddart, 2010).

Pada pneumotoraks udara atau gas terakumulasi antara pleura parietal dan viseral.
Banyaknya udara yang terjebak dalam ruangan intrapleura menentukan tingkat kolaps
paru. Pneumotoraks diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya yaitu traumatik, spontan,
dan terapeutik (Harrison, 2000).

2. Etiologi

Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan intrabrokhial,


sehingga paru-paru akan berkembang mengikuti dinding toraks dan udara dari luar yang
tekanannya nol akan masuk ke bronkus hingga sampai alveoli. Saat ekspirasi, dinding
dada menekan rongga dada sehingga tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari tekanan di
alveolus ataupun dibronkus sehingga udara ditekan keluar melalui bronkus. Tekanan intra
bronchial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan inrabronkhial akan lebih
meningkat lagi pada waktu batuk, bersin, mengedan karena pada keadaan ini glottis
menutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah,
bronchus atau alveolus itu akan pecah atau robek.

Pneumotoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkhus.
Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bulla yang
disebut granulomatous fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab sering
terjadinya pneumotoraks karena bulla tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empiema.
7
Pneumotoraks diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya yaitu traumatik, spontan,
dan terapeutik. (Harrison, 2000)

a. Pneumotoraks Traumatik

Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma,


baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding
dada maupun paru.

Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks traumatik dibagi 2 jenis yaitu :

1). Pneumotoraks Traumatik bukan Iatrogenik, adalah pneumotoraks yang terjadi


karena jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup, barotrauma.

2). Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik, adalah pneumotoraks yang terjadi akibat


komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini dibedakan menjadi 2 yaitu :

 Pneumotoraks traumatik Iatogenik Aksidental, adalah pneumotoraks yang


terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi tindakan
tersebut, misalnya pada tindakan parenthesis dada, biopsi dada, biopsi pleura,
biopsy transbronkial, biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentral,
barotrauma (ventilasi mekanik).

 Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik Artifisial, adalah pneumotoraks yang


sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui
jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis atau
untuk menilai permukaan paru.
b. Pneumotoraks Spontan

Pneumotoraks spontan adalah pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba dan tak
terduga dengan atau tanpa penyakit paru-paru yang mendasarinya. Pneumotoraks
akan terjadi apabila ada hubungan antara bronkus atau alveolus dengan rongga pleura,
sehingga udara dapat masuk ke rongga pleura melalui kerusakan yang ada,
menyebabkan pneumotoraks terbuka, tertutup, dan tekanan.

Pneumotoraks spontan terbagi 2 yaitu :

1). Pneumotoraks Spontan Primer


8
Pneumotoraks spontan primer terjadi karena robeknya suatu kantong udara
dekat pleura viseralis.Penelitian secara patologis membuktikan bahwa pasien
pneumotoraks spontan yang parunya direseksi tampak adanya satu atau dua ruang
berisi udara dalam bentuk bleb dan bulla.Bulla merupakan suatu kantong yang
dibatasi sebagian oleh pleura fibrotikyang menebal.

2). Pneumotoraks Spontan Sekunder

Pneumotoraks spontan sekunder terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau


bulla subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang
mendasarinya.Patogenesis pneumototaks spontan sekunder umumnya terjadi akibat
komplikasi penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), asma, fibrosis kistik,
tuberculosis paru, penyakit-penyakit paru lainnya.

 Pneumotoraks Terbuka, yaitu terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara


rongga pleura dan bronkus dengan lingkungan luar. Terjadi karena luka terbuka
pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka
tersebut.
 Pneumotoraks Tertutup, yaitu rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan
dengan lingkungan luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura (tekanan
positif) karena direasorpsi dan tidak ada hubungan lagi dengan lingkungan luar
 maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum bisa
berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun
tekanannya sudah normal.
 Pneumotoraks Ventil, terjadi selama melakukan ventilasi mekanis atau upaya
resusitatif. Tekanan pleura positif bersifat mengancam jiwa karena ventilasi sangat
menurun dan juga karena tekanan positif diteruskan ke mediastinum, yang
mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena kejantung dan turunnya curah
jantung.

9
3. Manifestasi Klinis

Pneumotoraks Tanda dan Gejala


Pneumotoraks yang luas dan cepat menimbulkan:
- Nyeri tajam saat ekspirasi terutama pada paru yang
sakit.
- Peningkatan frekuensi napas
- Kecemasan meningkat
- Produksi keringat berlebihan
Tertutup
- Penurunan tekanan darah
- Takikardi
- Inspeksi dan palpasi: penurunan sampai hilangnya
pergerakan dada pada sisi yang sakit.
- Perkusi: hiperresonan pada sisi sakit
- Auskultasi: penurunan suara napas.
Napas pendek dan timbul secara tiba-tiba tanpa ada trauma
Spontan
dari paru.
- Inspeksi dan sesak napas berat, penurunan pergerakan
dada.
Ventil
- Perkusi: hiperresonan pada sisi sakit
- Auskultasi: penurunan suara napas.
- Terlihat ada luka terbuka dan suara mengisap di
tempat luka.
Terbuka
- Perkusi: hiperresonan pada sisi sakit
- Auskultasi: penurunan suara napas.

4. Evaluasi Diagnostik (PDIPDI, 2009)

a. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak

10
membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.
Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut, hanya tampak seperti massa yang
berada di daerah hilus.
Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besarnya kolaps paru tidak
selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan. Perlu diamati ada
tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru
yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intrapleura yang tinggi.
b. Saturasi oksigen
Saturasi oksigen harus diukur biasanya normal kecuali adanya penyakit paru.
c. Ultrasonografi atau CT
Keduanya lebih baik dari poto toraks dalam mendeteksi pneumotoraks kecil dan
biasanya digunakan setelah biopsi perkutan.

11
5. WOC (Web of Caution) Teoritis

Kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura.
Robekan ini akan berhubungan dengan bronkus

Tekanan intrabrokhial meningkat

Pelebaran alveoli dan pecahnya septa alveoli

Membentuk bulla, kemudian pecah menembus pleura

Terjadi hubungan langsung antara rongga pleura dengan udara lain

Tekanan positif intra pleura menurun

Gangguan ventilasi: pengembangan paru tidak normal

Tanda dan gejala: Terpasang bullow Tanda dan gejala:


drainase/WSD
- Sesak napas - mual,
- Napas cuping - BB turun
hidung Tanda-tanda: - Tidak bisa makan
- RR diatas 20x akibat sesak
Klien terlihat
- Irama nafas tidak - intake nutrisi
menahan nyeri,
teratur Respon nyeri, tidak adekuat,
adanya luka pasca
pemasangan bullow
Pola nafas tidak Perubahan pemenuhan
drainase
efektif nutrisi kurang dari
kebutuhan.
Nyeri
Intervensi:
Intervensi:
- Kaji kualitas, frekuensi
dan kedalaman Intervensi:
pernapasan. - Kaji kebiasaan makan
- Posisikan pasien - Kaji skala nyeri - Anjurkan klien makan dalam
(semifowler)
- Observasi TTV - Ajarkan tekhnik relaksasi porsi kecil tapi sering
-
12
- Kolaborasi dengan Hidangkan makanan yg
penggunaan analgesik
7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pneumotoraks bergantung pada jenis pneumotoraks yang dialaminya,


derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar, dan penyulit yang terjadi saat
melaksanakan pengobatan yang meliputi tindakan dekompresi yaitu membuat hubungan
antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara : (PDIPDI, 2009)

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah negatif. Hal ini
disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah
melakukan penusukan ke rongga pleura memakai transfusion set.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
 Penggunaan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pipa khusus (kateter toraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pen), memasukkan pipa
plastik (kateter toraks) dapat juga dillakukan melalui celah yang dibuat dengan
bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis aksila tengah atau pada garis
aksila belakang.Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula
tengah.Selanjutnya ujung selang plastic di dada dan pipa kaca WSD di
hubungkan melalui pipa plastic lainnya.Posisis ujung pipa kaca yang berada di
botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara
dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
 Pengisapan Kontinu (continuous suction)
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetaap positif.
Pengisapan dilakukan dengan cara memberi tekanan negative sebesar 10-20
cm H2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang dan segera terjadi
perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
 Pencabutan Drain

13
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intrapleura sudah
negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditututp dengan
cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang
penuh, drain dapat dicabut.

c. Tindakan Bedah
Pembukaan dinding toraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang yang
menyebabkan terjadinya pneumotoraks, lalu lubang tersebut dijahit.
d. Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru
tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada
fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali.

C. Hemotoraks

1. Definisi

Hemotoraks merupakan suatu keadaan dimana darah terakumulasi pada rongga pleura
yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi predisposisi terpenting
perembesan darah berkumpul dikantong pleura tidak bisa diserap oleh pleura (Muttaqin,
2008). Hemotoraks yaitu trauma pada rongga toraks yang berakibat pendarahan (Patrick,
2002). Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada.

2. Etiologi

Hemothoraks dapat dibagi berdasarkan penyebabnya : (LWW, 2011)

a. Hemotoraks Spontan
Oleh kerena primer ( rupture blep), sekunder (Infeksi keganasan).
b. Hemotoraks yang didapat
Oleh karena iatrogenic, barotrauma, trauma.

Penyebab paling umumdari hemotoraks adalah trauma dada, misalnya :

a. Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada
14
b. Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemotoraks.

Penyebab dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
intercostal atau arteri mammaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam atau
cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebrata torakal juga dapat menyebabkan
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi
operasi. Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada. Dapat juga
terjadi pada pasien yang memiliki:
 Kematian jaringan paru-paru (paru-paru infark )
 Kanker paru-paru atau pleura.
 Menusuk dada ( ketika senjata seperti pisau atau memotong peluru paru-paru
 Operasi jantung
 Tuberkulosis
 Sebuah cacat pembekuan darah
 Trauma tumpul dada

Hematoraks masif adalah terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc
dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah luka tembus yang merusak pembuluh darah
sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Selain itu juga dapat disebabkan
cedera benda tumpul. Kehilangan darah dapat menyebabkan hipoksia.

c. Manifestasi Klinis (LWW, 2011)


 Gangguan pengembangan dada
 Perubahan kedalaman pernapasan
 Sesak napas mendadak
 Nyeri dada
 Perkusi dada pekak
 Perdarahan nyata (massif)
 Sianosis
15
 Hipoksia
 Takikardi
 Hipotensi

d. Evaluasi Diagnostik
a. Perkusi memperlihatkan bunyi napas yang samar dan saat auskultasi bunyi napas
berkurang atau tidak ada di sisi yang diserang.
b. Torasentesis menghasilkan darah atau cairan serosanguinosa
c. Sinar-X dada menunjukkan cairan pleural dengan atau tanpa pergeseran
mediastinal.
d. Analisis gas darah arterial bias mendokumentasikan gagal respiratorik.
e. Kadar hemoglobin bisa turun, tergantung pada darah yang hilang.

e. WOC Teoritis

Trauma pada Thoraks

Pendarahan jaringan interstitium.


Pendarahan intraalveolar, kolaps arteri
dan kapiler-kapiler kecil, hingga
tahanan perifer pembuluh darah paru
meningkat.

Reabsorpsi darah oleh pleura tidak

Akumulasi darah di kantong pleura

Gangguan ventilasi: pengembangan


Keluhan sistemis, mual, intake
paru tidak optimal, gangguan difusi,
nutrisi tidak adekuat, malaise,
distribusi, dan transportasi oksigen
kelemahan, dan keletihan fisik,
kecemasan, serta ketidaktahuan

Tanda-tandanya: Terpasang bullow Tanda:


drainase / WSD
- Sesak napas - mual,
- Napas cuping - BB turun
Tanda-tanda: - Tidak bisa makan akibat sesak
hidung
- RR diatas 20x Klien terlihat
- Irama nafas tidak menahan nyeri, 16
Respon nyeri,
adanya luka pasca
pemasangan
Perubahan
pemenuhan nutrisi
Ketidakefekti kurang dari
fan pola nafas kebutuhan.

Intervensi: Nyeri Intervensi:

- Kajif. kualitas, - Kaji kebiasaan makan


frekuensi dan Intervensi: - Anjurkan klien makan dalam porsi
kedalaman kecil tapi sering
pernapasan. - Kaji skala nyeri
- Ajarkan tekhnik - Hidangkan makanan ygyahangat.
- Posisikan pasien
relaksasi
(semifowler) Timbang dingin
- Kolaborasi dengan
- Observasi TTV
penggunaan analgesik

6. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan Pneumotoraks dan Hemotoraks yang mungkin muncul secara teoritis :
(Doenges, 2000)

No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional

1. Ketidakefektifan pola pernapasan Kaji kualitas, Dengan mengkaji


yang berhubungan dengan gangguan frekuensi, dan kualitas, frekuensi,
pertukaran gas kedalaman dan kedalamn
pernapasan , pernapasan, kita dapat
laporkan setiap mengetahui sejauh
perubahan yang mana perubahan
terjadi. kondisi klien.

Baringkan klien Penurunan diafragma


dalam posisi yang memperluas daerah
nyaman, atau dalam dada sehingga
posisi duduk. ekspansi paru bias
maksimal.

Observasi tanda- Peningkatan RR dan


tanda vital (nadi, takikardi merupakan
RR). indikasi adanya

17
penurunan fungsi
paru.

Lakukan auskultasi Auskultasi dapat


suara napas tiap 2-4 menentukan kelainan
jam. suara napas pada
bagian paru.
Kemungkinan akibat
dari berkurangnya
atau tidak
berfungsinya lobus,
segmen, dan salah
satu dari paru. Pada
daerah kolaps paru,
suara pernapasan
tidak terdengar tetapi
bila hanya sebagian
yang kolaps suara
pernapasan tidak
terdengar dengan
jelas. Hal tersebut
dapat menentukan
fungsi paru yang baik
da nada tidaknya
atelectasis paru.

Bantu dan ajarkan Menekan daerah yang


klien untuk batuk nyeri ketika batuk
dan napas dalam atau napas dalam.
yang efektif. Penekanan otot-otot
dada serta abdomen
membuat batuk lebih
efektif.

18
Kolaborasi untuk Dengan
tindakan dekompresi memungkinkan udara
dengan pemasangan keluar dari rongga
WSD. pleura dan
mempertahankan agar
paru tetap
mengembang dengan
jalan
mempertahankan
tekanan negative pada
interpleura.

2. Nyeri berhubungan dengan batuk Tentukan Penggunaan skala/


menetap adanya selang dada, karakteristik nyeri rentang nyeri
ditandai dengan nyeri dada, gelisah, membantu pasien
keadaan umum lemah. dalam mengkaji
tingkat nyeri,
meningkatkan kontrol
nyeri.

Kaji pernyataan Ketidaksesuaian


verbal dan non antara petunjuk
verbal nyeri pasien verbal/ non verbal
dapat menunjukkan
derajat nyeri

Dorong pasien untuk Meningkatkan


melakukan tehnik relaksasi dan
relaksasi penglihatan perhatian

Bantu aktivitas Mendorong dan


perawatan diri, membantu fisik
pernapasan dan diperlukan untuk

19
latihan tangan beberapa waktu
sebelum pasien
mampu untuk
kreativitas karena
nyeri/ takut nyeri.

Berikan periode Penurunan


istirahat, berikan kelemahan,
lingkungan tenang menghemat energi
dan meningkatkan
koping.

Berikan analgesik Mempertahankan


rutin sesuai indikasi kadar obat lebih
konstan menghindari
puncak periode nyeri

3. Gangguan pemenuhan kebutuhan Kaji kebiasaan Mengidentifikasi


nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh makan makanan defisiensi/kekurangan,
berhubungan dengan intake yang kesukaan atau menduga
tidak adekuat. ketidaksukaan kemungkinan
intervensi.

Timbang berat badan Mengawasi


klien setelah sakit penurunan BB /
mengawasi efektifitas
intervensi.

Anjurkan klien Makanan sedikit


makan dalam porsi dapat menurunkan
kecil tapi sering kelemahan dan
meningkatkan
masukan juga

20
mencegah distensi
gaste/ peregangan .

Beri motivasi klien Dengan memotivasi


untuk menghabiskan klien menghabiskan
porsi makanannya makanannya, klien
lebih kuat untuk ingin
sembuh.

. Hidangkan makanan Menambah nafsu


selagi hangat makan klien.

Jelaskan pentingnya Nutrisi penting untuk


nutrisi yang adekuat penyembuhan karna
untuk proses mengembalikan
penyembuhan kestabilan sistem
tubuh.

Kolaborasi dengan Metode makan dan


ahli gizi untuk kebutuhan dengan
memberikan diit upaya kalori
makanan didasarkan pada
kebutuhan individu
untuk memberikan
nutrisi maksimal
dengan upaya
minimal pasien
/penggunaan energi.

Kolaborasi Obat antiemetik yaitu


pemberian obat anti obat yang mengatasi
emetic mual dan muntah.

21
7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan (LWW, 2011)
a. Medis
1) Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan
infuse cairan kristaloid secara cepat dan kemudian pemberian darah dengan
golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan
dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi, bersamaan dengan
pemberian infuse dipasang pula chest tube (WSD).
2) Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
WSD adalah suatu system drainase yang menggunakan water seal untuk
mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura.
3) Pasien yang sulit bernapas bisa memanfaatkan terapi oksigen supplemental.
4) Analgesic bisa diberikan untuk mengontrol nyeri.
5) Terapi IV bisa digunakan untuk mngembalikan volume cairan.
6) Auto transfuse diperlukan jika pasien kehilangan darah yang signifikan (lebih
dari 1 liter)
7) Torafotomi diperlukan jika pipa dada tidak memperbaiki kondisi pasien, untuk
mengevakuasi darah dan gumpalan dan untuk mengontrol perdarahan.

b. Penatalaksanaan Keperawatan Pneumotoraks dan Hemotoraks


Menurut LWW (2011), penatalaksanaan pneumotoraks dan hemotoraks umumnya
adalah sebagai berikut:

22
No Tindakan Rasional

1. Lihat apakah klien pucat dan terengah- Klien akan terlihat pucat dan terengah-
engah. engah saat mengalami nyeri

2. Pantau tanda vital setiap jam Untuk mengindikasikan syok, distress


respiratorik, Tekanan darah turun, nadi
naik dan tingkat respiratorik naik bisa
mengindikasikan tingkat keparahan
pneumotoraks.

3 Tempatkan pipa dada. Minta pasien Untuk mempermudah ekspansi dada.


batuk dan bernapas dalam. Kemudian Analgesic dapat mengurangi nyeri.
beri analgesic.

4. Pada pasien yang menjalani drainase Jika ada penggelembungan berarti


pipa dada, lihat adakan kebocoran. mengindikasikan kelainan paru gagal
Catat jumlah drainasenya. menutup.

5. Lihat apakah klien mengenakan Ventilator dapat membantu pasien


ventilator. Lihat apakah klien sulit mendapatkan oksigen yang cukup.
bernapas.

6. Ganti pembalut disekitar masuknya Kebocoran pipa drainase dapat


pipa dada seperlunya. Berhati-hatilah memperburuk keadaan klien.
untuk tidak memposisikan kembali
pipa.

7. Bantu pasien berjalan semampunya Untuk melatih inspirasi dalam dan


(biasanya sehari setelah operasi) ekspansi paru-paru.

8. Beri keyakinan pada pasien dan Menambah pengetahuan kesehatan pada


jelaskan mengenai pneumotoraks. klien.

9. Posisikan klien senyaman mungkin. Biasanya klien pneumotoraks merasa

23
paling nyaman saat duduk tegak lurus.

Lampiran

Step I :

Terminologi (Kata Sulit) :

o Pneumotoraks
Suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura.
o Hematoraks
Trauma pada rongga toraks yang berakibat pendarahan.
o Hematoraks massif
Terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc dalam rongga pleura.
o Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan
yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
o Pneumotoraks Traumatik bukan Iatrogenik
Pneumotoraks yang terjadi karena jejas pada dinding dada baik terbuka maupun
tertutup, barotrauma.
Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik
Pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis.
o Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dengan atau tanpa
penyakit paru-paru yang mendasarinya.
o Pneumotoraks Spontan Primer
Robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis.
o Kolaps
Kelemahan anggota tubuh karena kegagalan peredaran darah.
o Bulla
Gelembung berisi cairan lebih besar dari pada vesikel.
o Pneumotoraks Spontan Sekunder

24
karena pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura dan sering berhubungan dengan
penyakit paru yang mendasarinya.
o Pneumotoraks Terbuka
Terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronkus dengan
lingkungan luar.
o Pneumotoraks Tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar.
o Pneumotoraks Ventil
Terjadi selama melakukan ventilasi mekanis atau upaya resusitatif.
o Biopsi
Pengambilan sampel dengan menggunakan bagian tubuh.
o Pleura
Selaput yang menutupi permukaan paru-paru.
o Hilus
Tempat masuk dan keluar pembuluh-pembuluh darah dan saraf.
o Septa
Sekat atau dinding pembatas.
o Obstruksi
Penyumbatan atau keadaan tersumbat.
o Empiema
Penanahan rongga badan, biasanya dirongga dada.
o Predisposisi
Kepekaan tersembunyi terhadap suatu penyakit yang dapat dicetuskan oleh keadaan-
keadaan tertentu.
o Tuberkulosis
Penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
o Torasentesis
Tindakan mengaspirasi cairan pleural atau udara, dilakukan untuk menghilangkan
tekanan, nyeri atau dispnea.
o Serosanguinosa
Trauma tumpul dada.
o Bleb
25
Kista (struktur abnormal seperti kantung yang bisa ditemukan di manapun di tubuh)
berisi udara di dekat atau pada permukaan paru-paru.
o WSD (Water Sealed Drainage)
Tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari
rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
o Dekompresi
Meniadakan atau mengurangi tekanan.
o Dekortisasi
Pengelupasan.
o Frekuensi
Jumlah berapa kali suatu hal terjadi dalam satuan waktu tertentu.
o Indikasi
Petunjuk yang menjadi alas an dilakukannya tindakan.
o Undulasi
Pergerakan cairan di selang dan adanya gelembung udara yang keluar dari air dalam
botol WSD.
o Adekuat
Cukup atau memadai.
o Obstruksi
Penyumbatan atau keadaan tersumbat.
o Obat antiemetik
Obat yang mengatasi mual dan muntah.
o Spasme
Ketegangan atau kekakuan otot.

Step II :

1. Bagaimana pneumotoraks dan hemotoraks dapat menyebabkan hipoksia?


2. Bagaimana prognosis pneumotoraks dan hemotoraks?
3. Bagaimana penatalaksanaan nonfarmakologis untuk pneumotoraks dan hemotoraks?

Step III :

26
1. Pada kasus pneumotoraks dan hemotoraks terdapat gangguan ventilasi, difusi dan
perfusi akibat dari kebocoran paru yang menembus dan substansi memenuhi pleura
sehingga oksigen yang seharusnya diedarkan keseluruh tubuh mengalami deficit
akibat ekspansi paru yang tidak memadai untuk berkontraksi sehingga paru
mengalami kolaps.
2. Pasien dengan pneumotoraks dan hemotoraks spontan hampir separuhnya akan
mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun pemasangan tube
thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien yang dilakukan toraktomi
terbuka. Pasien yang penatalaksanaannya baik umumnya tidak dijumpai komplikasi.
Pasien pneumotoraks dan hemotoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru
yang mendasarinya, misalnya pada pasien PPOK harus lebih berhati-hati karena
sangat berbahaya.
3. Sampai saat ini penulis belum dapat menemukan penatalaksanaan
nonfarmakologisnya. Hal ini dimungkinkan karena jenis penyakit ini yang sangat
membutuhkan tindakan medis yang lanjut.

27
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Kasus 1
1. Uraian Kasus (Pneumothorax) :

Bapak K mengalami sesak hebat setelah melakukan olahraga. Dua tahun yang lalu
didiagnosa TBC dengan riwayat putus obat. Saat ini dipasang WSD satu botol dan
oksigen binasal 2 L/menit. Udara banyak keluar tetapi pasien masih sesak. Ekstremitas
ferifer sianosis dan dingin, kesadaran samnolen.

2. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Tn. K
Jenis kelamin : Laki-laki

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengalami sesak hebat
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami sesak hebat setelah melakukan olahraga. Dan saat ini
dipasang WSD satu botol dan oksigen binasal 2 L/menit.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Dua tahun yang lalu pasien didiagnosa TBC dengan riwayat putus obat.

3. Analisa Data
a. Data Subjektif :
1) Pasien mengalami sesak hebat setelah melakukan olahraga
b. Data Objektif :
1) Pasien terlihat sesak
2) Ekstremitas perifer pasien terlihat sianosis dan dingin
28
3) Kesadaran pasien samnolen
4) Pasien terpasang WSD satu botol
5) Pasien terpasang oksigen binasal 2 L/menit

Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. DS : pasien mengalami sesak Kebocoran paru akibat Ketidakefektifan
hebat setelah melakukan robeknya pleura pola pernapasan
olahraga.
Hub. Langsung antara rongga
DO : pleura dan udara dalam pipa
- Pasien terlihat sesak..
- Pasien terpasang WSD Gangguan ventilasi (ekspansi
satu botol paru - ), difusi, distribusi dan
- Pasien terpasang transportasi
oksigen binasal
2L/menit Sesak napas

Ketidakefektifan pola napas


2. DS : pasien mengalami sesak. Kebocoran paru akibat Gangguan perfusi
robeknya pleura cerebral
DO :
- Pasien terlihat sesak Hub. Langsung antara rongga
- Kesadaran somnolen pleura dan udara dalam pipa

Gangguan ventilasi, difusi,


distribusi dan transportasi

Gangguan oksigen pada


jaringan otak

Kesadaran menurun

29
Gangguan perfusi cerebral

3. DS : pasien mengalami sesak Kebocoran paru akibat Gangguan perfusi


hebat setelah melakukan robeknya pleura jaringan
olahraga.
Hub. Langsung antara rongga
DO : pleura dan udara dalam pipa
- pasien terlihat sesak.
- Ekstremitas perifer Gangguan ventilasi, difusi,
pasien terlihat sianosis distribusi dan transportasi
dan dingin
Suplai oksigen terganggu pada
perifer

Gangguan perfusi jaringan


4. DS : - Kebocoran paru akibat Nyeri
robeknya pleura
DO :
- Pasien terpasang WSD Hub. Langsung antara rongga
satu botol pleura dan udara dalam pipa

Gangguan ventilasi, difusi,


distribusi dan transportasi

Terpasang WSD

Respon nyeri pasca


pemasangan WSD

Nyeri

30
4. WOC Kasus Pneumotoraks

Mycobacterium tuberculosis membentuk granuloma fibrosis

Bulla pecah menembus pleura

kebocoran paru akibat robeknya pleura

Hub. Langsung antara rongga pleura


dengan udara dalam paru

Tekanan positif intra pleura menurun

Gangguan ventilasi (Ekspansi Gangguan perfusi


paru berkurang)

Tanda-tandanya: Tanda: Tanda:

- Sesak napas Pemasangan WSD - Sianosis - Kesadaran


- Napas cuping - Akral dingin menurun
- CRT <2”
hidung - GCS menurun
- RR diatas 20x
- Irama nafas tidak Tanda-tanda:
Gangguan Gangguan perfusi
Klien terlihat menahan nyeri, Respon nyeri,
Ketidakefektifan adanya luka pasca pemasangan bullow drainase
perfusi cerebral bd. Suplai O2
pola nafas jaringan bd. menurun
Gangguan
pertukaran gas
Intervensi: Nyeri
Intervensi:
- Kaji kualitas, frekuensi
dan kedalaman Intervensi: - Kaji tingkat
pernapasan. Intervensi: kesadaran
- Posisikan pasien - Kaji skala nyeri
(semifowler) - Pantau TTV
- Observasi TTV - Ajarkan tekhnik - Kaji
relaksasi adanya
- Kolaborasi dengan
pucat
penggunaan analgesik
- Pantau
TTV
- Kaji CRT
31

Gangguan perfusi jaringan berhubungan


dengan gangguan pertukaran gas
5. Asuhan keperawatan

No. Diagnosa Tujuan/Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tujuan : Dalam Kaji kualitas, Dengan mengkaji
pola pernapasan waktu 3x24 jam frekuensi, dan kualitas, frekuensi,
yang berhubungan setelah kedalaman dan kedalamn
dengan diberikan pernapasan ,laporkan pernapasan, kita dapat
menurunnya intervensi pola setiap perubahan yang mengetahui sejauh
ekspansi paru pernapasan terjadi mana perubahan
sekunder terhadap klien kembali kondisi klien.
Baringkan klien
peningkatan efektif.
dalam posisi yang
tekanan dalam Penurunan diafragma
nyaman, atau dalam
rongga pleura. Kriteria hasil : memperluas daerah
posisi duduk.
Irama, dada sehingga
frekuensi, dan ekspansi paru bisa
kedalaman maksimal.
Observasi tanda-tanda
pernapasan
vital (nadi, RR).
berada dalam
batas normal, Peningkatan RR dan
pada takikardi merupakan
Lakukan auskultasi
pemeriksaan indikasi adanya
suara napas tiap 2-4
rontgen toraks penurunan fungsi paru
jam.
terlihat adanya
pengembangan Auskultasi dapat
paru, bunyi menentukan kelainan
napas terdengar suara napas pada
jelas. bagian paru.
Kemungkinan akibat
dari berkurangnya
atau tidak

32
berfungsinya lobus,
segmen, dan salah
satu dari paru. Pada
daerah kolaps paru,
suara pernapasan tidak
terdengar tetapi bila
hanya sebagian yang
kolaps suara
pernapasan tidak
terdengar dengan
jelas. Hal tersebut
dapat menentukan
fungsi paru yang baik
da nada tidaknya
Bantu dan ajarkan
atelectasis paru
klien untuk batuk dan
napas dalam yang
Menekan daerah yang
efektif.
nyeri ketika batuk atau
napas dalam.
Penekanan otot-otot
dada serta abdomen
Kolaborasi untuk membuat batuk lebih
tindakan dekompresi efektif.
dengan pemasangan
WSD. Dengan
memungkinkan udara
keluar dari rongga
pleura dan
mempertahankan agar
paru tetap
mengembang dengan
jalan mempertahankan
tekanan negative pada
33
interpleura.
2. Gangguan perfusi Tujuan : perfusi Kaji faktor-faktor hipoksia yang parah
cerebral cerebral normal yang menyebabkan dapat menyebabkan
berhubungan terjadinya koma atau perubahan tingkat
dengan Kriteria hasil : menurunnya perfusi kesadaran, koma dan
menurunnya kesadaran jaringan otak. dapat fatal.
suplay oksigen normal, TTV
normal
Monitor status status neurologis
neurologis secara meliputi tingkat
teratur. kesadaran, rangsang
selaput otak, system
motorik, system
sensorik dan mental

Monitor tanda-tanda peningkatan RR dan


vital. takikardi merupakan
adanya indikasi
penurunan fungsi
paru. peningkatan TD
terjadi karena
peningkatan TIK, jika
diikuti oleh penurunan
kesadaran. Demam
dapat mencerminkan
kerusakan
hipotalamus

Kaji fungsi-fungsi klien dengan keadaan


yang lebih tinggi kesadaran yang baik
seperti: fungsi bicara dapat memfungsikan
jika pasien seluruh panca indera
34
3. Gangguan perfusi Tujuan : Observasi perubahan pertukaran gas
jaringan gangguan yang tiba-tiba. yang tidak normal
berhubungan perfusi jaringan dapat menyebabkan
dengan dapat diatasi iskemik jaringan yang
ganggauan dapat mempengaruhi
pertukaran gas. Kriteria hasil: system tubuh sistemik.
akral hangat, ttv sirkulasi yang terhenti
dalam batas Kaji adanya pucat menyebabkan
normal, (sianosis) transport O2
capillary fill keselurug tubuh
time <2” berhenti sehingga
akral menjadi pucat
dan dingin karena
merupakan bagian
Observasi tanda-tanda yang paling jauh
vital. dengan jantung.

peningkatan RR dan
takikardi merupakan
adanya indikasi
penurunan fungsi
paru. peningkatan TD
terjadi karena
peningkatan TIK, jika
Kaji kekuatan nadi diikuti oleh penurunan
perifer kesadaran. Demam
Kaji tanda-tanda dapat mencerminkan
dehidrasi. kerusakan
hipotalamus.

Observasi intake dan kekuatan nadi perifer


output cairan. menandakan
kemampuan
35
transportasi oksigen
pada tubuh.
dehidrasi dapat
Pantau pengisian membuat keadaan
kapiler (CRT) vital pasien menjadi
lebih komplikasi

untuk menghindarkan
kelebihan dan
kekuaran cairan yang
dapat berujung pada
dehidrasi.

suplai darah kembali


normal jika CRT
kurang dari 2 detik
dan menandakan
suplai O2 kembali
normal.

4. Nyeri Tujuan : nyeri Tentukan Penggunaan skala/


berhubungan hilang/terkontrol karakteristik nyeri rentang nyeri
dengan Kriteria hasil: membantu pasien
pemasangan WSD klien dalam mengkaji
mengatakan tingkat nyeri,
nyerinya meningkatkan kontrol
berkurang dan nyeri
lebih rileks.
Ketidaksesuaian
Kaji pernyataan
antara petunjuk
verbal dan non verbal
verbal/ non verbal
nyeri pasien
dapat menunjukkan
derajat nyeri

36
Dorong pasien untuk
melakukan tehnik Meningkatkan
relaksasi relaksasi dan
penglihatan perhatian

Bantu aktivitas
perawatan diri, Mendorong dan
pernapasan dan membantu fisik
latihan tangan diperlukan untuk
beberapa waktu
sebelum pasien
mampu untuk
kreativitas karena
nyeri/ takut nyeri.
Berikan periode
istirahat, ciptakan Penurunan kelemahan,
lingkungan yang menghemat energi dan
nyaman. meningkatkan koping.

Berikan analgesik
rutin sesuai indikasi
Mempertahankan
kadar obat lebih
konstan menghindari
puncak periode nyeri

B. Kasus 2
1. Uraian Kasus (Hemothoraks)
Ny. A terjatuh dari motor dan dada membengkak serta membiru, Dibawa ke rumah
sakit, dilakukan X-Ray dan ditemukan adanya perdarahan dirongga paru. Pasien

37
mengeluh sesak dan nyeri saat tarik napas dalam. Vital sign : TD 110/70 mmHg, Nadi
110 x/menit, RR 29 x/menit.

2. Pengkajian
a. Identitas
Nama : Ny.A
Jenis Kelamin : Perempuan
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Dada membengkak serta membiru. Pasien mengeluh sesak dan nyeri saat tarik
nafas dalam.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya perdarahan dirongga paru.
3. Analisa Data
a. Data Subyektif :
1) Pasien mengeluh sesak dan nyeri saat tarik nafas dalam.
b. Data Obyektif :
1) Dada pasien membengkak dan membiru
2) Ditemukan adanya perdarahan di rongga paru
3) TTV pasien :
TD : 110/70 mmhg
Nadi : 110 x/menit
RR : 29x/menit

No. Data Etiologi Masalah Keperawatan


1. DS : Pasien mengeluh Trauma pada toraks Ketidakefektifan pola
sesak dan nyeri saat tarik pernapasan
napas dalam. Cedera paru dan Perdarahan
dalam pleura
DO :
Reabsorbsi darah oleh pleura
- Dada pasien tidak memadai
membengkak dan
membiru Akumulasi darah dalam pleura

38
- Ditemukan adanya
perdarahan Gangguan ventilasi (ekspansi
dirongga paru paru - ), difusi, distribusi dan
transportasi
- TD : 110/70
mmHg (Normal :
Sesak napas
120/80)

Nadi : 110 x/menit Ketidakefektifan pola napas

(normal : 60-80)

RR : 29x/menit

(normal : 16-20)

2. DS : Pasien mengeluh Trauma pada toraks Nyeri


sesak dan nyeri saat tarik
napas dalam. Cedera paru dan Perdarahan
dalam pleura
DO :

- Dada pasien Reabsorbsi darah oleh pleura


membengkak dan tidak memadai
membiru
Akumulasi darah dalam pleura
- Ditemukan adanya
perdarahan
Gangguan ventilasi (ekspansi
dirongga paru
paru - ), difusi, distribusi dan
- TD : 110/70 transportasi
mmHg (Normal :
120/80) Nyeri saat tarik napas dalam

Nadi : 110 x/menit

(normal : 60-80)

RR : 29x/menit

39
(normal : 16-20)

4.WOC KASUS HEMOTHORAKS

Trauma pada toraks akibat


kecelakaan motor

Mencederai paru hingga perdarahan


dirongga paru (pleura)

Reabsorbsi darah oleh pleura


tidak memadai

Akumulasi darah dikantong


pleura

Nyeri saat nafas dalam Gangguan ventilasi (ekspansi dada


terganggu), difusi, distribusi dan
transportasi oksigen
Tanda-tanda:

Klien terlihat menahan nyeri, Respon Tanda-tandanya:


nyeri, adanya luka pasca pemasangan
bullow drainase - Sesak napas
- Napas cuping
Nyeri berhubungan dengan hidung
trauma dan akumulasi - RR diatas 20x
darah di pleura - Irama nafas tidak

Ketidakefektifan
Intervensi: pola nafas
- Kaji skala nyeri
Intervensi:
- Ajarkan tekhnik
relaksasi - Kaji kualitas, frekuensi
- Kolaborasi dengan dan kedalaman
pernapasan.
penggunaan analgesik
- Posisikan pasien
(semifowler)
- Observasi TTV

40
4. Asuhan keperawatan

Diagnosa Tujuan / Kriteria


No. Intervensi Rasional
keperawatan Hasil
1. Ketidakefektifan Tujuan : Dalam Identifikasi faktor Memahami
pola pernapasan waktu 3x24 jam penyebab kolaps penyebab dari
yang berhubungan setelah diberikan spontan, trauma kolaps paru sangat
dengan menurunnya intervensi pola keganasan, infeksi penting untuk
ekspansi paru pernapasan klien komplikasi mekanik mempersiapkan
sekunder terhadap kembali efektif. pernapasan. WSD pada
peningkatan tekanan pneumotoraks dan
dalam rongga pleura Kriteria hasil : menentukan untuk
Irama, frekuensi, intervensi lainnya.
dan kedalaman
Kaji kualitas,
pernapasan Dengan mengkaji
frekuensi, dan
berada dalam kualitas, frekuensi,
kedalaman
batas normal, dan kedalamn
pernapasan ,laporka
pada pemeriksaan pernapasan, kita
n setiap perubahan
rontgen toraks dapat mengetahui
yang terjadi.
terlihat adanya sejauh mana
pengembangan perubahan kondisi
paru, bunyi napas klien.
Baringkan klien
terdengar jelas.
dalam posisi yang
Penurunan
nyaman, atau dalam
diafragma
posisi duduk.
memperluas daerah
dada sehingga
ekspansi paru bisa
maksimal.
Observasi tanda-
tanda vital (nadi, Peningkatan RR dan
RR). takikardi merupakan
indikasi adanya

41
penurunan fungsi
paru

Lakukan auskultasi Auskultasi dapat


suara napas tiap 2-4 menentukan
jam. kelainan suara napas
pada bagian paru.
Kemungkinan
akibat dari
berkurangnya atau
tidak berfungsinya
lobus, segmen, dan
salah satu dari paru.
Pada daerah kolaps
paru, suara
pernapasan tidak
terdengar tetapi bila
hanya sebagian
yang kolaps suara
pernapasan tidak
terdengar dengan
jelas. Hal tersebut
dapat menentukan
fungsi paru yang
baik da nada
tidaknya atelectasis
paru

Bantu dan ajarkan


klien untuk batuk Menekan daerah
dan napas dalam yang nyeri ketika
yang efektif. batuk atau napas
dalam. Penekanan
otot-otot dada serta
42
abdomen membuat
batuk lebih efektif.

Dengan
memungkinkan
Kolaborasi untuk
udara keluar dari
tindakan
rongga pleura dan
dekompresi dengan
mempertahankan
pemasangan WSD.
agar paru tetap
mengembang
dengan jalan
mempertahankan
tekanan negative
pada interpleura
2. Nyeri berhubungan Tujuan : nyeri Tentukan Penggunaan skala/
dengan trauma dan hilang/terkontrol karakteristik nyeri rentang nyeri
akumulasi darah di membantu pasien
Kriteria hasil:
pleura dalam mengkaji
klien mengatakan
tingkat nyeri,
nyerinya
meningkatkan
berkurang dan
kontrol nyeri
lebih rileks

Ketidaksesuaian
Kaji pernyataan
antara petunjuk
verbal dan non
verbal/ non verbal
verbal nyeri pasien
dapat menunjukkan
derajat nyeri

Dorong pasien
Meningkatkan
untuk melakukan
relaksasi dan
tehnik relaksasi
penglihatan
perhatian

43
Bantu aktivitas
perawatan diri, Mendorong dan
pernapasan dan membantu fisik
latihan tangan diperlukan untuk
beberapa waktu
sebelum pasien
mampu untuk
kreativitas karena
nyeri/ takut nyeri.

Berikan periode
Penurunan
istirahat, ciptakan
kelemahan,
lingkungan yang
menghemat energi
nyaman.
dan meningkatkan
koping

Berikan analgesik
Mempertahankan
rutin sesuai indikasi
kadar obat lebih
konstan
menghindari puncak
periode nyeri

C. Penatalaksanaan Farmakologis Pneumotoraks dan Hemotoraks

Darah atau udara yang memasuki rongga pleura biasanya akan dikeluarkan melalui selang
WSD. Melalui selang tersebut juga bisa dimasukkan obat untuk membantu memecahkan
pembekuan darah, misalnya Streptokinase dan Streptodonase. Jika perdarahan tersebut
berlanjut walau sudah dikeluarkan melalui selang tersbut, maka harus dilakukan pembedahan.

1. Streptokinase-streptodornase adalah obat yang digunakan untuk memecahkan


gumpalan darah yang telah terbentuk didalam pembuluh darah.

44
2. Penggunaan obat analgesic juga dipakai saat keadaan klien dengan hipoksemia kronik
seperti Morfin dan Meperidin

D. Health Education

Pneumotoraks adalah suatu keadaan yang tidak normal pada paru paru yaitu
terdapatnya udara yang berlebihan pada rongga paru (pleura). Sedangkan hemotoraks adalah
suatu keadaan yang juga tidak normal pada paru-paru yaitu terdapatnya darah pada rongga
paru-paru.

Penyebabnya jarang diketahui secara spesifik namun yang paling jelas adalah akibat
trauma fisik atau penyakit-penyakit paru lainnya yang bersifat iritatif pada lapisan paru. Pada
umumnya, pasien yang tediagnosa pneumotoraks ataupun hemotoraks akan dilakukan
penyedotan/aspirasi udara atau darah yang terdapat dalam rongga paru dengan menggunakan
alat WSD (Water Sealed Drainage).

Tips perawatan WSD adalah sebagai berikut:

a. Pastikan bahwa selang tidak terlipat, tertindih , terlipat atau mengganggu


pergerakan klien.
b. Dengan perlahan pijat selang, pastikan adanya fluktuasi dari cairan yang
menandakan aliran masih lancer.
45
c. Pastikan tidak ada tanda kebocoran pada WSD, bisa dilihat dari tidak berjalannya
cairan atau tidak adanya gelembung pada aquades dalam botol.
d. Laporkan SEGERA jika ada tanda-tanda nafas cepat, dangkal dank lien terlihat
pucat.
e. Anjurkan klien untuk mengambil napas dalam dan batuk dalam rentang yang
teratur.
f. Jika klien akan dipindahkan, letakkan botol diatas area dada. Jika selang terlepas,
segera laporkan pada perawat.
g. Hindari udara yang tercemar dari sekitar klien. (Rokok, asap pembakaran, parfum
dll)
h. Laporkan pada perawat jika botol WSD sudah tiga hari atau sudah penuh.
i. Amati dan laporkan pada perawat jika:
- Tidak ada cairan yang keluar
- Tidak ada gelembung udara yang keluar
- Pernapasan klien tidak ada masalah/gangguan dan tidak ada kesulitan
bernapas.

E. Tujuan Pembelajaran

Setelah membaca makalah ini diharapkan tujuan pembelajaran mahasiswa adalah


mengetahui informasi mengenai:

a. Definisi pneumotoraks dan hemotoraks.


b. Pathway dan Patofisiologi pneumotoraks dan hemotoraks.
c. Penatalaksanaan medis dan keperawatan pneumotoraks dan hemotoraks.
d. Asuhan keperawatan yang tepat dan benar mengenai pneumotoraks dan hemotoraks.

DAFTAR PUSTAKA

46
Brunner & Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Doenges, ME dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 3. Jakarta:


EGC

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan: Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Perhimpunan Dokter Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (PDIPDI). 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Internal Publishing

Price, SA & Wilson, LM. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit,
Jakarta: EGC

Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika

Williams, L & Wilkins. 2011 Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:
Indeks

Lampiran
47
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
WSD adalah suatu system drainase yang menggunakan water seal untuk
mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura. Tujuan Pemasangan
WSD:
- Mengeluarkan cairan atau darah udara dari rongga pleura dan
rongga thorak.
- Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura.
- Mengembangkan kembali paru yang kolaps.
- Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada.
- Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif
hanya sedikit cairan pleura/lubricant.
Indikasi pemasangan WSD:
a. Peneumotoraks: spontan >20% oleh karena rupture bleb, luka tusuk
tembus, klem dada yang terlalu lama, kerusakan selang pada sistem
drainase.
b. Hemotoraks: Robekan pleura, kelebihan antikoagulan, pasca beda thoraks..
Kontra insikasi pemasangan WSD: indikasi pada tempat pemasangan, dan
gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
Tempat pemasangan WSD:
- Bagian apex paru (apical) yaitu pada anterolateral interkosta ke 1-2
berfungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura.
- Bagian basal yaitu pada posterior lateral intercostal 8-9 berfungsi untuk
mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura.
Jenis-jenis WSD yaitu:
a. WSD dengan satu botol
WSD dengan satu botol merupakan sistem drainage sederhana, dimana
drainage ini berdasarkan adanya gravitasi. Botol berfungsi selain
sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung, umumnya
digunakan pada kasus pneumotoraks.
b. WSD dengan dua botol
Botol pertama berfungsi sebagai penampung/drainase dan botol yang
kedua sebagai water seal. Kedua botol ini dapat dihubungkan dengan

48
suction kontrol. Keuntungan WSD dengan dua botol ini yaitu water seal
tetap pada satu level.
c. WSD denagn tiga botol
Botol pertama berfungsi sebagai penampung/drainase, botol kedua
sebagai water seal, dan botol ketiga sebagai suction kontrol, tekanan
dikontrol menggunakan manometer.

Cara pemasangan WSD yaitu:


- Tentukan tempat pemasangan, pada pasien pneumotoraks pada
sela iga IV-V di linea aksilaris anterior dan media.
- Lakukan analgesia/ anesthesia pada tempat yang telah ditentukan.
- Buat insisi kulit dan sub kulit searah dengan pinggir iga,
perdalam sampai muskulus interkostalis.
- Masukkan Kelly klem melalui pleura parietalis kemudian
dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk
memastikan sudah sampai rongga pleura/ menyentuh paru.
- Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat
dengan menggunakan kelly forceps.
- Selang (chest tube) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan
ke dinding dada.
- Selang (chest tube) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
- Foto X-ray dada untuk menilai posisi selang yang telah
dimasukkan.
8) Pasien yang sulit bernapas bisa memanfaatkan terapi oksigen supplemental.
9) Analgesic bisa diberikan untuk mengontrol nyeri.
10) Terapi IV bisa digunakan untuk mngembalikan volume cairan.
11) Auto transfuse diperlukan jika pasien kehilangan darah yang signifikan (lebih
dari 1 liter)
12) Torafotomi diperlukan jika pipa dada tidak memperbaiki kondisi pasien, untuk
mengevakuasi darah dan gumpalan dan untuk mengontrol perdarahan.

49
50

Anda mungkin juga menyukai