Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala kemampuan rahmat
dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelasaikan Tugas Laporan Masa Orientasi
Praktek Klink yang berjudul “ Keperawatan Gawat Darurat pada pasien Pneumothoraks
“.
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad
Swt atas petunjuk dan risalahNya, yang telah membawa zaman kegelaapan ke zaman
terang benderang, dan atas doa restu dan dorongan dari berbagai pihak-pihak yang telah
membantu kami memberikan referensi dalam pembuatan makalah ini. Terutama kepada
search engine google yang ikut berperan besar dalam pembuatan makalah ini.
kami dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, oleh karena itu kami sangat menghargai akan saran dan kritik untuk
membangun makalah ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga
melalui makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 15 April 2017

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dahulu pneumothorax dipakai sebagai modalitas terapi poada TB paru sebelum
ditemukannya pengobatan obat anti tuberkolosis dan tindakan bvedah. Kemajuan teknik
maupun kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam tingkatan kasus-kasus
pneumothorax antara lain proedur diagnostik seperti biopsi pleura dan juga beberapa
tindakan terapeutik sep /; misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, CVP dapat pula
menjadi sebab terjadi pneumothorax. ( Tambayong, 2000).
Pneumothorax juga dapat terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya
tuberkolosis paru, PPOK, bronkial pneumoniadan tumor paru).
Pneumothorax merupakan keadaan berkumpulnya udara didalam kavum (rongga)
pleura. Pada keadaan normal rongga plura tidak berisi supaya paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga dada (sudoyo,2006).
Pneumothorax didapatkan diseluruh dunia, yang paling sering diofinested country,
minnesoto, Amerika serikat, stocholm Swedia. Melton eten melakukan penelitian selama
25tahun pada opasien yang terdiagnosis sebagai pneumothorax, diadapatkan 177 pasien
karena trauma dan 141 pasien karena pneumothorak spontan. Pada pasien pneumothorax
didapatkan angka insiden terjadi pada 7,4-8,60/0 pertahun untuk pria dan untuk wanita
1,20/0 pertahun. Pneumothorax sering terjadi pada laki-laki dibandingkan p[ada
perempuan dengan usia 20-30 tahun (sudoyo,2006).
Penelitian secara epidimiologi di Indonesia menunjukkan perbandingan pada laki-laki
dan perempuan 5:1 dimana pria lebih banyak dengan usia dikenai berkisar antara 30-40
tahun. Berdasarkan data yang diperoleh pemulis dari Medical Record Rumah Sakit HKBP
Blige bahwa jumlah penderita pneumothorax mulai dari bulan januari 2009 sampai april
2010 adalah sebanyak 8 dari seluruh pasien yang rawat inap di RS HKBP Balige selama
satu tahun terahir ini (Medical Record RS,HKBP Balige).
Melihat kompleks permasalahan-permasalahan Dan resiko yang timbul akibat
penyakit pneumothorax maka sangat dibutuhkan asuhan keperawatan yang profesional
untuk mengurangi angka kesakitan yang terjadi pada pasien pneumothorax.
B. Tujuan penulisan
a. Tujuan umum
1. Untuk mengetahui secara umum penyakit pneumothorax dan bagaimana asuhan
keperawatan gawat darurat pneumothorax tertutup.
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui definisi Pneumothorax.
2. Untuk mengetahui etiologi Pneumothorax.
3. Untuk mengetahui anatomi fisiologi paru Pneumothorax.
4. Untuk mengetahui patofisiologi Pneumothorax.
5. Untuk mengetahui komplikasi Pneumothorax.
6. Untuk mengetahui farmakologi Pneumothorax.
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Pneumothorax.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pneumotoraks adalah pengumpulan udara di ruang pontesial antara pleura antara
visceral dan parretal (mansjoer,2000). Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru
yang cidera kedalam ruang pleura sering diakibatkan karena robeknya pleura (smeltzer,
2001), Pneumotoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu
udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru (corwin, 2000)

B. Etiologi
Pneumotoraks dapat diklasifikasi sesuai penyebabnya.
1. Pneumotoraks spontan yaitu setiap pneumotoraks yang tiba-tiba tanpa adanya suatu
penyebab (trauma adapun latrogerik) ada dua jenis yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat
penyakit paru yang mendasarinnya sebelumnya, umumnya pada individu sehat,
dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi justru
terjadi pada saat istirahat sampai sekarang belum di ketahui penyebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, terjadi karena penyakit paru yang mendasari
(tuberculosis paru , PPOK, asma bronchial, pneumonia, tumor paru).
2. Pneumotoraks traumatic yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma baik
trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk tembak, akibat tusukan jarum
maupun pada saat dilakukan kanulasi venasentral. Pneumotoraks traumatik di bagi 2
jenis yaitu.
a. Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi
karena jejas kecelakaan misalnnya : jejas pada dinding dada baik terbuka
maupun tertutup.
b. Pneumotoraks (open pneumotoraks) terjadi karena luka terbuka pada dinding dan
sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar / melalui luka tersebut.
c. Pneumotoraks tension terjadi apabila terdapat gerakan udara satu arah dari paru
ke ruang pleura melalui sebuah lubang kecil d struktur tubuh (corwin, 2000)
C. Anatomi fisiologi
1. Anatomi pleura.
Selaput serosa yang dilapisi sel-sel mesotel dan juga membungkus seluruh
permukaan luar paru. Struktur lapisan viseralis membungkus seluruh permukaan luar
paru termaksud visural inter lobarus. Lapisan panitalis membungkus seluruh thoraks,
diagfragma berhubungan dengan preura viceral. Ligament pulmunel dua lapisan
pleura di bawah lapian paru. Sel pleura pipih dan heksagonal. Perdarahan dan
persarafan pleura paretalis, viseralis pembuluh darah dan syaraf dari bronchus.
Pneumotoraks traumatic disebarkan oleh trauma jaringan lunak pada region
subklavia, trauma pada trakea, trauma pada bronchus, subtur pada pleura viseralis,
trauma dinding dada dan pleura peritalis sehingga adannya penumpukan cairan di
rongga pleura
2. Fisiologi paru
Paru adalah struktur elastis yang di bungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya yaitu
diagfragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan
menurunkan kapasitas dada.
Ketika kapasitas dalam dada meningkat, uadara masuk melalui trakea, (
inspirasi), karena penurunan tekanan di dalam dan mengembangkan paru. Ketiak
dinding dada dan diagfragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi kaespirasi),
paru-paru yang elastis tersebut dan mengempis dan mendorong udara keluar melalui
bronchus dan trakea. Fase inspirasi dari pernafasan normalnya membutuhkan energi,
fase ekspirasi normalnya pasif.
3. Fisiologi pleura
Bagian keluar dari paru-paru di kelilingi oleh membran halus, licin yaitu
pleura yang juga meluas untuk membungkus dinding inferior toraks dan permukaan
superior dan diagfragma. Pleura parietal melapisi toraks dan pleura viseralis lapisi
pleura. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang di sebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan
keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi
4. Fisiologi mediastinum.
Mediastinum adalah dinding yang mambagi rongga thorak menjadi dua
bagian, terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur thorak kecuali paru-paru
terletak antara dua lapisan pleura.
5. Fisiologi lobus
Setiap paru menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah dan atas,
sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih
jauh di bag lagi menjadi dua segmen yang di pisahkan oleh firura, yang merupakan
perluasan pleura.
6. Fisiologi bronchus dan bronkiolus
Terdapat beberapa divisi bronchus didalam setiap lobus paru. Pertama
bronchus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris
dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang
merupakan struktur yang di cari ketika memilih posisi drainase postural yang paling
efektif pada pasien tertentu bronkus secmental kemudian di bagi lagi menjadi
bronkus subsimental. Bronkus ini di kelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri,
limfatik dan syaraf. Bronkus subramental kemudian membentuk percabangan
menjadi bronkiolus, yang tidak mempunyai dalam dinding. Pontesi brokiolus yang
tidak mempunyai kartilago dalam didingnya potensi brokiolus seluruhnya tergantung
pada rekouil elastic otot polos sekelilingnya dan pada tekanan alveolar. Bronkiolus
mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk lapisan bagi jalan nafas. Bronkus dan brokioulus juga di
lapisin oleh “rambut” pendek yang di sebut silia. Silia ini menciptakan gerakan yang
konstan yang berfungsih untuk mengeluarkan lendir dan beda asin menjauhi paru
menuju laring.
7. Fisiologi alveolus
Paru terbentuk oleh sekitar tiga ratus juta alfiolid, yang tersusun dalam klurstar
antara 15 sampai 20 alveoli. Banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu
untuk membenuk satu lembar akan menutupi 70 meter persegi. Terdapat tiga jenis
sel alviola, sel alviola tipe satu adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar,
sel-sel alveolar tipe dua, sel-sel yang aktif secara metaboli, menskresi survakta,
suatu vusvolipid yang melapisi permukaan dalam dan melapisi permukaan dalam
mencegah alviolar agar tidak kolaps, sel alviolid tipe tiga adalah makrofad yang
merupakan sel falgositis yang besar yang memakan benda asing ( mis : lendir,
bakteri) dan berkerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting (brunner
suddart,2002).
D. Manifestasi klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala yang sering muncul :
a. Sesak napas
b. Nyeri dada
c. Batuk-batuk mengeluarkan sputum
d. Gelisah
e. Tekanan darah menurun
(Mansjoer, 2000)
Gejala-gejala dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan derajat gangguan bisa
mulai asimtomatik atau menimbulkan gangguan ringan sampai berat, bermula pada saat
istirahat dan berakhir dalam 24 jam (Sudoyo, 2006).

E. Patofisiologis
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan
kebocoran/ tusukan/ laserasi pleura visceral sehingga paru-paru kolaps berhubungan
dengan udara/ cairan yang masuk kedalam ruang pleura (Silvia, 2005). Volume di ruang
pleura meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intratoraks. Jika peningkatan
tekanan intratoraks terjadi, maka mengalami distress pernapasan dan gangguan
pertukaran gas yang menimbulkan tekanan pada mediastinum sehingga mengalami
gangguan jantung dan sirkulasi sistematik (Tyo, 2009).

F. Diagnostik Penunjang
a. Anamnesis : adanya keluhan nyeri dada, sesak napas.
b. Pemeriksaan fisik : suara napas melemah sampai menghilang, fremitus melemah
sampai menghilang, resonasi perkusi dapat normal atau meningkat/ hipersonor.
c. Pemeriksaan laboratorium : analisa gas darah arteri memberikan hasil hipoksemia
dan alkalosis respirasi akut pada sebagian besar pasien, namun hal ini bukan hal yang
penting.
d. Pemeriksaan rontgen : pada foto thoraks PA, terlihat bagian thoraks yang avaskuler.
Bila besar akan tampak pergeseran trakea dan mediastinum kesisi yang sehat
(Brunner Suddarth, 2002).
G. Komplikasi
Pneumotoraks tension atau pasien pneumotoraks dapat disebabkan oleh
pernapasan mekanis dan hal ini mungkin dapat mengancam jiwa. Pneumo-mediastinum
dan emfisema sub kutan dapat terjadi sebagai komplikasi dari pneumotoraks spontan.
Jika pneumo-mediastinum terdeteksi maka harus dianggap sebagai rupture esophagus/
bronkus (Sudoyo, 2006).

H. Penatalaksanaan Medis
1. Farmakologi
a. Terapi O2 dapat meningkatkan reabsorbsi udara dari ruang pleura.
b. Drainase sederhana untuk aspirasi udara pleura.
c. Penempatan pipa kecil yang dipasang satu jalur pada katub helimic untuk
memberikan perlindungan terhadap serangan tension pneumotoraks.
d. Obat simptomatis untuk batuk dan nyeri dada.
e. Pemeriksaan radiologik.
2. Diit
M2 (BBR), tinggi kalori protein +ekstra putih telur 5-6 butir/ telur.
3. Pemasangan WSD (water seated draignage) : suatu sistem draignage menggunakan
water seal untuk mengalirkan udara/ cairan dari cavum pleura (rongga pleura) yang
tujuannya mengalirkan/ drainage udara atau dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut (Hendra Arif, 2008).

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pneumotoraks


a. Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, frekuensi tak teratur (diskritmia), S3 atau S4 / irama
jantung gallop, nadi apical (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan
jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
3. Psikososial / Integritas Ego
Tanda : ketakutan, gelisah, stressor, masalah financial.
4. Neurosensori
Tanda : perubahan mental (bingung, somnolerik).
Makanan/ Cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sankral / infuse tekanan, kehilangan
nafsu makan, mual, muntah, malnutrisi.
5. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : nyeri dada imilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala
sementara batuk/ regangan, taPukul atau nyeri menusuk yang diperberat oleh
napas dalam.
Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah.
6. Pernapasan
Tanda : Pernapasan meningkat/ takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesoris pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat,
bunyi napas menurun, perkusi dada : hiperesonan diatas terisi udara, observasi
dan palpasi dada ; gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,
berkeringat, mental : ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Gejala : Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada/ trauma : penyakit paru
kronis, inflamasi / infeksi paru (empisema/ efusi), keganasan (Mis : obstruksi
humor).
7. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada, radiasi / hemoterapi untuk keganasan.
8. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala : riwayat faktor resiko keluarga : tuberculosis, kanker adanya bedah
intratorakal/ biopsi paru. Bukti kegagalan membaik.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar x dada : menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural : dapat
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal.
2. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
3. Torasentasis : menyatakan darah/ cairan sarusanguinosa (hematorak)
4. HB : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
c. Prioritas Keperawatan
1. Meningkatkan/ mempertahankan ekspansi paru untuk oksiganasi/ ventilasi
adekuat.
2. Meminimalkan/ mencegah komplikasi.
3. Menurunkan ketidaknyamanan nyeri.
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan, dan
prognosis.
d. Tujuan Pemulangan
1. Ventilasi/ oksigenari adekuat dipertahankan.
2. Komplikasi dicegah/ diatasi
3. Nyeri tak ada/ terkontrol
4. Proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan terapi dipahami.
e. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1: Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru ditandai dengan dispnoe dan takipnoe. .
1. Tujuan : Jalan napas klien efektif.
2. Kriteria hasil : Menunjukkan pola pernapasan normal/ efektif GDA dalam batas
normal, bekas sianosis dan hipoksia.
3. Intervensi dan Rasional Pola Pernapasan Tidak Efektif
a) Intervensi Rasional
Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan sesak, dispnoe,
terjadinya sianosis perubahan tanda vital.
1) Auskultasi bunyi napas
2) Mengidentifikasi etiologi/ faktor pencetus contoh: kolaps spontan,
trauma, keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik.
3) Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi
mekanik, catat perubahan tekanan udara.
4) Catat pengembangan dada dan posisi trakea.
5) Kaji fremitus
6) Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
7) Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat
tidur balik kesisi yang sakit. Dorong pasien untuk duduk sebanyak
mungkin.
8) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat/ dalam.
9) Bila selang dada dipasang :
a. Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar/
batas air, pengatur dinding/ meja disusun dengan rapat.
b. Periksa batas cairan pada botol penghisap; pertahankan pada batas
yang ditentukan.
c. Observasi gelembung udara botol penampung.
d. Evaluasi ketidaknormalan/ kontinuitas gel botol penampung.
e. Tentukan lokasi kebocoran udara (berpusat pada pasien/ sistem)
dengan mengklem kateter toraks pada bagian distal sampai keluar
dada.
f. Berikan kasa berminyak/ bahan lain yang tepat disekitar sisi
pemasangan sesuai indikasi.
g. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila kebocoran
udara berlanjut.
h. Tutup rapat sambungan selang drainase dengan aman
menggunakan pleiter sesuai kebijakan yang ada
10) Awasi ”pasang surutnya” air penampung, catat apakah perubahan
menetap/ sementara.
11) Posisikan sistem drainase selang untuk fungsi optimal, contoh koil
selang tidak berlipat/ menggantung dibawah saluran masuknya
kewadah drainase. Alirkan aliran drainase bila perlu.
12) Catat karakter/ jumlah drainase selang dada.
13) Evaluasi kebutuhan untuk memijat selang (milking)
14) Pijat selang hati-hati sesuai protokol yang meminimalkan tekanan
negatif berlebihan.
15) Bila kateter toraks terputus/ lepas: observasi tanda distres pernapasan,
sambungkan kateter thoraks bila mungkin gunakan tehnik yang
bersih. Bila kateter terlepas dari dada, tutup segera sisi lubang masuk
dengan kasa berminyak dan gunakan tekanan lembut.
16) Setelah kateter toraks dilepas : tutup sisi lubang masuk dengan kaca
steril. Observasi tanda/ gejala yang dapat menunjukkan berulangnya
pneumotoraks. Contoh : napas pendek, keluhan nyeri.
b) Kolaborasi
1) Kaji seri foto thoraks.
2) Awas/ gambaran seri GDA dan nadi oksimetri. Kaji kapasitas vital/
pengukuran volume tidal.
3) Berikan oksigen tambahan melalui kanula/ marker sesuai indikasi. -
Distres pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stres fisiologis dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok
sehubungan dengan hipoksia/ perdarahan.
4) Bunyi napas dapat menurun atau tidak ada pada lobus, segmen paru,
atau seluruh area paru (unilateral). Area atelaktasis tidak ada bunyi
napas dan sebagian area kolaps menurun bunyinya. Evaluasi juga
dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data
evaluasi perbaikan pneumotoraks.
5) Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada
yang tepat dan memilih tindakan teraupetik.
6) Kesulitan bernapas dengan ventilator dan/ atau peningkatan tekanan
jalan napas diduga memburuknya kondisi/ terjadi komplikasi (mis:
ruptur spontan dari bleb terjadinya pneumotoraks.
7) Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari
area sisi yang sakit pada tegangan pneumotoraks.
8) Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi
cairan.
9) Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih
efektif/ mengurangi trauma.
10) Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan
ventilasi pada sisi yang tak sakit.
11) Membantu pasien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ansietas/ akut.
12) Mempertahankan tekanan negatif interpleural sesuai yang diberikan
yang meningkatkan ekspansi paru optimum/ drainase cairan.
13) Air botol penampung bertindak sebagai pelindung yang mencegah
udara atmosfer masuk kearah pleural, jika sumber penghisap diputuskan
dan membantu dalam evaluasi apakah sistem drainase dada berfungsi
dengan hipat.
14) Gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dan
pneumotorak (kerja yang diharapkan). Gelembung biasanya menurun
seiring dengan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya
gelembung dapat menunjukkan ekspansi paru lengkap.
15) Dengan bekerjanya penghisapan, menunjukkan kebocoran udara
menetap yang mungkin berasal dari pneumotoraks besar pada sisi
pemasangan selang dada.
16) Bila gelembung berhenti saat kateter diklem pada sisi pemasangan,
kebocoran terjadi pada pasien.
17) Biasanya memperbaiki kebocoran pada sisi insersi.
18) Mengisolasi lokasi kebocoran udara pucat sistem.
19) Mencegah/ memperbaiki kebocoran pada sambungan.
20) Botol penampung bertindak sebagaimana meter intrapleural (ukuran
intrapleural) : sehingga fluktuasi (pasang-surut) menunjukkan
perbedaan tekanan antara inspirasi normal dan dapat meningkat selama
batuk. Berlanjutnya fluktuasi pasang surut berlebihan dapat
menunjukkan obstruksi jalan napas.
21) Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/ cairan pada selang
mengubah tekanan negatif yang diinginkan dan membuat evaluasi
udara/ cairan.
22) Berguna dalam mengevaluasi perbaikan kondisi/ terjadinya komplikasi
atau perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
23) Meskipun tak seperti drainase serosa/ serosanguinora akan menghambat
selang, pemijatan perlu untuk menyakinkan/ mempertahankan drainase
pada perdarahan segar.
24) Pemijatan biasanya tidak nyaman untuk pasien karena perubahan
tekanan intratorakal, dimana dapat menimbulkan batuk atau
ketidaknyamanan dada, pemijatan keras dapat menimbulkan tekanan
hisapan intratorakal yang tinggi yang dapat menciderai (misalnya :
invaginasi) jaringan keujung selang, kolapsnya jaringan sekitar kateter
dan perdarahan dari pembuluh darah kecil yang ruptur.
25) Pneumotoraks dapat terulang dan memerlukan intervensi cepat untuk
mencegah pulmonal fatal dan gangguan sirkulasi.
26) Deteksi dini terjadinya komplikasi penting, contoh berulangnya
pneumotoraks adanya infeksi.
27) Mengawasi kemajuan perbaikan hemotoraks/ pneumotoraks dan
ekspansi paru. Mengidentifikasikan kesalahan posisi selang endotrakel
mempengaruhi inflasi paru.
28) Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi, perlu untuk kelanjutan/
gangguan dalam terapi.
29) Alat dalam menurunkan kerja napas, meningkatkan penghilangan
distres respirasi dan sianosis sehubungan dengnan hipoksemia.

Diagnosa 2 : Resiko tinggi terhadap trauma/ penghentian napas berhubungan dengan


alat dari luar (sistem drainase dada/ WSD).
1. Tujuan : tidak ada trauma.
2. Kriteria hasil : Mengenal perawatan akan memperbaiki/ menghindari dari
lingkungan dan bahaya fisik.
3. Intervensi dan Rasional Resiko Tinggi Terhadap Trauma Intervensi Rasional
a. Kaji dengan pasien tujuan/ fungsi unit drainase dada, catat gambaran
keamanan.
b. Pasang kateter thorak ke dinding dada dan berikan panjang selang ekstra
sebelum memindahkan/ mengubah posisi pasien :
a) Amankan sisi sambungan selang.
b) Beri bantalan pada sisi dengan kasa.
c) Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien atau pada
sangkutan/ tempat tertentu pada area dengan lalu lintas rendah.
d) Berikan transportasi aman bila pasien dikirim keluar unit untuk
tujuan diagnostik. Sebelum memindahkan periksa botol untuk batas
cairan yang tepat, ada tidaknya gelembung; adanya/ derajat/ waktu
pasang surut. Perlu atau tidak selang dada di klem atau dilepaskan
dari sumber penghisap.
e) Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, adanya/
karakteristik drainase dari sekitar kateter. Ganti/ pasang ulang kasa
penutup steril sesuai kebutuhan.
f) Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring/ menarik selang.
g) Identifikasi perubahan/ situasi yang harus dilaporkan pada perawat,
contoh : perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba dan nyeri
dada, lepaskan alat.
h) Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/
tercabut.
i) Informasi tentang bagaimana sistem bekerja memberikan
keyakinan, menurunkan ansietas pasien.
j) Mencegah terlepasnya kateter dada atau selang terlipat dan
menurunkan nyeri/ ketidaknyamanan sehubungan dengnan
penarikan.
k) Mencegah terlepasnya selang
l) Melindungi kulit dari iritasi/ tekanan.
m) Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan risiko
kecelakaan jatuh.
n) Meningkatkan kontuinitas evakuasi optimal cairan/ udara selama
pemindahan. Bila pasien mengeluarkan banyak jumlah cairan/ udara
dada, selang harus tidak diklem/ penghisapan, dihentikan karena
resiko akumulasi ulang cairan/ udara, mempengaruhi status
pernapasan.
o) Memberikan pengenalan dini dan pengobati adanya erosi/ infeksi
kulit.
p) Menurunkan resiko obstruksi drainase/ terlepasnya selang.
q) Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.
r) Pneumotoraks dapat berulang/ memburuk karena mempengaruhi
fungsi pernapasan dan memerlukan intervensi darurat.

Diagnosa 3 : Nyeri berhubungan dengan batuk menetap adanya selang dada, ditandai
dengan nyeri dada, gelisah, keadaan umum lemah.
1. Tujuan : Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
2. Kriteria hasil :
a. Nyeri tidak ada.
b. Tampak rileks
c. Intervensi dan Rasional Nyeri
1) Tentukan karakteristik nyeri.
a) Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien.
b) Dorong pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
c) Bantu aktivitas perawatan diri, pernapasan dan latihan tangan.
d) Berikan periode istirahat, berikan lingkungan tenang.
e) Berikan analgesik rutin sesuai indikasi. - Penggunaan skala/
rentang nyeri membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri,
meningkatkan kontrol nyeri.
f) Ketidaksesuaian antara petunjuk verbal/ non verbal dapat
menunjukkan derajat nyeri.
g) Meningkatkan relaksasi dan penglihatan perhatian.
h) Mendorong dan membantu fisik diperlukan untuk beberapa
waktu sebelum pasien mampu untuk kreativitas karena nyeri/
takut nyeri.
i) Penurunan kelemahan, menghemat energi dan meningkatkan
koping.
j) Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari
puncak periode nyeri.
BAB III
KASUS
RESUM DAN ASKEP

Resume keperawatan gawat darurat

Identitas No. rekam medis : 13.06.17.84


diagnose medic : pneumothorax
Nama : Tn D
jenis kelamin : Laki-Laki
tanggal lahir : Pemalang, 25 Desember 1981
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
status pernikahan : Nikah
pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pegawai Swasta
alamat : Jl. Dr. Sitanala No.46 Neglasari Tangerang
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Diagnosa Medis : Trauma Dada
Tanggal Masuk : 24 November 2017
Tanggal Pengkajian : 24 November 2017
Ruang Rawat : IGD Seruni
Alamat :
Triase A. Merah B. Kuning C. Hijau D. Hitam
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama : Klien mengatakan sesak napas, nyeri pada daerah
toraks dekstra serta wajah tampak pucat.

Mekanisme cedera : Klien mengatakan mengalami kecelakaan lalu lintas


pada tanggal 24 november 2017 dan mengalami benturan di daerah thoraks.
Klien dibawa keluarga langsung ke RS HKBP Balige. Klien merasakan
kesakitan akibat benturan tersebut. Klien tampak sesak dan lemah serta
wajah tampak meringis kesakitan. Didaerah thoraks tepatnya diiga 5.
Keadaan klien sangat mengganggu aktivitas klien karena terasa nyeri bila
bergerak.

Orientasi (tempat,waktu,orang) :

Time (kapan mulai timbul dan bagaimana terjadinya)


Sesak napas disertai nyeri didaerah thoraks dialami klien setelah mengalami
kecelakaan pada tanggal 24 November 2017.

Primer survey AIRWAY Diagnosa keperawatan: -


Jalan nafas: Tidak ada produksi Tidak efektifnya pola pernapasan
sputum berhubungan dengan trauma dada,
Obstruksi : terdapat gambaran luka ruang pleura volume ruang
akumulasi udara/cairan , dapat pleura meningkat dan distras
terlihat perpindahan letak pernapasan
mediastinum
Suara nafas: terdapat bunyi tambahan
ronchi basah.
Keluhan lain:

BREATHING Diagnosa keperawatan:-


Gerakan dada: Ekspansi paru dan Tidak efektifnya pola pernapasan
kanan tidak simetris. berhubungan dengan trauma dada,
Irama nafas : Irreguler luka ruang pleura volume ruang
Pola nafas : dispnea pleura meningkat dan distras
Retraksi otot dada : Fremitus taktil pernapasan
melemah di lapang paru.
Perkusi: Hiperesonor
RR: x/menit 28 x/menit
Keluhan lain :
CIRCULATION Diagnosa keperawatan
Nadi : 82 x/menit
Sianosis : sianosis
CRT : < 2 detik
Perdarahan : -
Akral : akral teraba dingin
Spo2 : <90%
Keluhan lain:

DISABILITY Diagnose keperawatan: -


Respon:
GCS : GCS = 15 E = 4 M = 6 V= 5
Tingkat kesadaran: composmentis
Pupil : normal
Reflek cahaya : Baik, bila mata klien
diberi cahaya mengecil terhadap
cahaya.
Keluhan lain:
Exposure Diagnose keperawatan: -
Deformitas : dada kanan lebih kecil Gangguan rasa nyaman nyeri
saat expansi paru berhubungan dengan trauma thoraks
Contusion : pada dada sebelah kanan
Abrasi : -
Penetrasi : -
Laserasi : -
Edema : dada sebelah kanan
Keluhan lain: Nyeri Dada : Ada,
skala nyeri 7-10
Anamnesa
Riwayat penyakit saat ini:
Alergi : -
Medikasi : WSD, analgesic,
antibiotic.
Riwayat penyakit sebelumnya: -
Makan dan minum terakhir: -
Even/peristiwa penyebab: kecelakaan
lalu lintas
Tanda – tanda vital :
1) Tekanan darah: 110/ 70 mmHg
2) Nadi: 82 x/menit
3) Suhu: 37,8ºC
4) Respirasi: 28x Permenit

Pemeriksaan fisik :
Secondary a. Kepala :
survey - Bentuk : Bulat lonjong
- Ukuran : Normal
- Posisi : Simetris
- Keadaan rambut/ warna :
Hitam, distribusi baik, dan
tidak rontok.
- Kebersihan : Kulit kepala dan
rambut kurang bersih.
b. Leher :
- Kelenjar Getah Bening :
Tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening.
- Kelenjar tyroid : Tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid
- Vena Jugularis : Normal
- Kekakuan : Tidak ada
kekakuan
c. Wajah :
1. Mata
- Sklera : Tidak ikterik
- Konjungtiva : Anemis tidak
ada
- Posisi mata : Simetris
- Reflek cahaya : Baik, bila
mata klien diberi cahaya
mengecil terhadap cahaya.
- Muka : Pucat
- Pemakaian alat bantu : Tidak
ada menggunakan alat bantu
penglihatan.
2. Hidung
- Bentuk dan posisi : Simetris
- Peradangan : Tidak ada
peradangan
- Perdarahan : Tidak ada
perdarahan
- Polip/ Penyumbatan : Tidak
ada polip/ sumbatan
- Pada hidung terpasang : O2
terpasang (2-3 l/ menit) RR:
28x/m
3. Mulut
- Bibir : Simetris atas dan
bawah
- Mukosa Gigi : Normal
- Lidah : Bersih, tidak ada
kelainan.
- Tonsil/ Faring : Tidak ada
pembesaran tonsil
- Peradangan : Tidak ada
peradangan
- Perdarahan : Tidak ada
perdarahan
- Kebersihan : Cukup bersih
- Fungsi Pengecapan : Pasien
merasa kepahitan di daerah
mulut dan air ludah.
- Kemampuan berbicara : Baik,
pasien dapat melafalkan kata-
kata dengan benar.
- Kemampuan Menelan : Baik,
mampu menelan dengan baik
d. Dada / Thoraks :
1. Paru-paru
- Inspeksi thorax :
Ekspansi paru dan kanan
simetris.
- Auskultasi : Bunyi napas
vesikuler, terdapat bunyi
tambahan ronchi basah.
- Palpasi :
Fremitus taktil melemah di
lapang paru.
- Perkusi :
Hiperesonan
- Nyeri Dada : Ada, skala
nyeri 7-10
- Produksi sputum : Tidak
ada produksi sputum.
- Irama Pernapasan : Irreguler,
28 x/menit
2. Jantung
- Inspeksi Jantung : Tampak
adanya pulsasi di daerah
apeks jantung.
- Palpasi (ictus cordis): Teraba
adanya pulsasi di daerah ICR-
5 parasternum sinistra kualitas
kuat.
- Perkusi (batas jantung): Batas
jantung atas ICR- 2, batas
kanan = linea sternum dekstra
ICR – 2, batas kiri - linea
midklavikularis anterior
bawah ICR-5 parasternalis
sinistra.
1) Irama denyut jantung :
Irreguler
2) Bunyi jantung 1 :
Terdengar Lup di
tricuspidalis (ICR-5 linea
parastrenalis) dan
Bicuspidalis (ICR-5
midklavikularis).
3) Bunyi jantung 2 :
Terdengar DUP diorta
(ICR-2 sinistra) dan
pulmo (ICR-2 dekstra).
4) Bunyi jantung tambahan:
Tidak ada bunyi jantung
tambahan.
5) Bising Murmur : Tidak
ada bising/ murmur.

e. Abdomen :
- Inspeksi : Simetris
- Auskultasi : Peristaltik
usus (+), normal 5-6 x/i
- Perkusi : Timpani
- Palpasi Tanda- tanda nyeri
tekan : Tidak ada nyeri tekan
- Benjolan/ massa : Tidak ada
benjolan

f. Ekstermitas :
1) Atas :
- Bentuk dan kekuatan :
Normal dan kekuatan otot
(2)
- Rentang gerak : Terbatas
dan normal
- Lain- lain : Terpasang
infuse pada tangan kiri Rl
20 tpm/ m
2) Bawah :
- Bentuk dan kekuatan :
Normal dan kekuatan otot
(2)
- Rentang gerak : Terbatas
dan normal.
- Reflek patologis : Babinski
(-)
- Lain- lain : Kekuatan otot
nilai 2 didapatkan gerakan,
tetapi gerakan ini tidak
mampu melawan gaya
berat (gravitasi).
3) Kekuatan Otot :

2 2

2 2

Pemeriksaan diagnostic: Diagnose :


Rontgen Pneumothorax
Hasil :
Dilakukan foto thoraks AP
(anteroposterior) dengan hasil terlihat
adanya penyimpangan struktur
mediastinal yaitu adanya akumulasi
udara/ cairan pada pleura.
Tanggal pengkajian: 24 November Tanda tangan pengkaji
2017 Nama terang:
Jam : 09.00
fadila
Tan
ggal/ Subjektif Objektif Diagnose Plan Implementasi Evaluasi
Jam

24/1 DS : Klien DO : 1. Tidak efektifnya Tujuan: 1. memantau status 09.30


1/20 mengataka pola pernapasan pernapasan setiap 2 jam.
17 n sulit - Klien tampak berhubungan dengan Setelah dilakukan 2. mengobservasi fungsi S : Pasien mengatakan
sesak. intervensi diharapkan pola pernapasan, frekuensi masih sesak dan sulit
bernapas. trauma dada, luka
09.0 nafas klien kembali pernapasan, dan bernapas.
- Frekuensi ruang pleura volume perubahan tanda-tanda
0 normal.
pernapasan 28 ruang pleura vital. O : Pasien tampak sesak
x/i, terpasang O2 meningkat dan Kriteria Hasil (NOC): 3. memposisikan sistem napas, masih batuk tetapi
(2-3 l/i) distras pernapasan drainage slang untuk tidak berdahak. Irama
ditandai dengan a. Klien menyatakan fungsi optimal
pernapasan irreguler,
- Fremitus klien mengatakan tidak sesak 4. mengalirkan akumulasi
dranase bila perlu. frekuensi napas 28 x/i.
melemah di sulit bernapas, b. Klien mengatakan
tidar terjadi nyeri 5. mempertahankan perilaku
lapang paru tampak sesak, A: Masalah belum teratasi
saat bernafas tenang pasien.
kanan dan kiri frekuensi pernapasan c. RR dalam batas 6. kolaborsi dengan dokter P: Intervensi Dilanjutkan
28 x/i terpasang O2 normal dalm pemberian oksigen.
- Terdapat bunyi
(2-3 l/i). d. Tidak terdapat
tambahan ronchi cuping hidung
basah sebelah e. Tidak terdapat
paru kanan. retraksi intercostal
f. Gerakan dada
- Pada foto simetris
thoraks terlihat
adanya
penyimpangan Intervensi (NIC):
struktur 1. Pantau status
mediastinal yaitu pernapasan setiap 2
adanya jam selama fase akut,
akumulasi udara/ setiap 8 jam bila stabil
cairan pada 2. Observasi fungsi
pernapasan, catat
pleura.
frekuensi pernapasan,
- Terpasang dispnea atau
perubahan tanda-tanda
WSD Trauma
vital.
dada 3. Posisikan sistem
drainage slang untuk
fungsi optimal,
yakinkan slang tidak
terlipat, atau
menggantung di
bawah saluran
masuknya ke tempat
drainage. Alirkan
akumulasi dranase
bila perlu.
4. Pertahankan perilaku
tenang, bantu pasien
untuk kontrol diri
dnegan menggunakan
pernapasan lebih
lambat dan dalam.
5. Pemberian oksigen
sesuai petunjuk dokter
DS : Klien DO : Klien 2. Gangguan rasa Tujuan: Intervensi : 09.40
mengataka tampak meringis nyaman nyeri
n nyeri kesakitan, skala berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. mengkaji nyeri, catat S : Pasien mengatakan nyeri
intervensi diharapkan lokasi karakteristik, berat, pada dada sebelah kanan.
dada nyeri (7-10), trauma thoraks
Nyeri berkurang/hilang. skala dan laporkan
sebelah ditandai dengan perubahan nyeri dengan O : Pasien tampak nyeri
Klien melemah
kanan; klien mengatakan tepat. kesakitan (skala nyeri 7-10).
dan gelisah 2. mempertahankan istirahat
tidak bisa nyeri dada sebelah
terpasang WSD Kriteria Hasil (NOC): yang cukup. A : Masalah belum teratasi.
tidur (+) kanan, tidak bisa
sela iga ke-5. tidur tampak 3. Berikan latihan napas
Trauma thoraks - Nyeri berkurang/ dapat dalam. P : Intervensi dilanjutkan.
meringis kesakitan,
diadaptasi. 4. Observasi TTV dan
dengan skala nyeri - Dapat mengindentifikasi berikan posisi senyaman
7-10, keadaan umum aktivitas yang mungkin.
lemah dan gelisah meningkatkan/ 5. Kolaborasi dalam
serta terpasang WSD menurunkan nyeri. pemberian analgesic.
di iga ke-5. - Pasien tidak gelisah. 6. Berikan analgetik sesuai
indikasi. .

Intervensi (NIC):

1. Kaji nyeri, catat lokasi


karakteristik, berat,
skala dan laporkan
perubahan nyeri
dengan tepat.
2. Pertahankan istirahat
yang cukup.
3. Beri latihan napas
dalam.
4. Ukur dan pantau TTV
dan berikan posisi
senyaman mungkin.
5. Berikan analgetik
sesuai indikasi.
6. Berguna dalam
pengawasan oleh obat
perubahan pada
karakteristik nyeri
dengan tepat.
7. Aktivitas berat dapat
menyebabkan nyeri
trauma meningkat.
8. Fokus perhatian
kembali meningkatkan
relaksasi dan
kemampuan koping.
9. Untuk mengetahui
perubahan yang
terjadi/ keadaan umum
klien dan klien dapat
merasakan
kenyamanan sesuai
dengan posisi yang
diinginkan

Setelah dilakukan - memberikan pengertian dan


DS : Klien DO : - Adanya 3. Resiko tinggi pengetahuan perawatan 09.50
intervensi diharapkan
mengataka luka pemasangan terjadinya infeksi WSD.
Klien bebas dari infeksi S : Klien mengatakan
n nyeri WSD. ditandai dengan - Merawat luka dengan tehnik
pada lokasi insesi selama septic dan anti septic. adanya nyeri.
pada adanya luka
- Adanya tanda pemasangan WSD. - Dorong untuk nutrisi yang
pemasanga pemasangan WSD
optimal.
n WSD. infeksi seperti ; tampak tanda-tanda - mengobservasi tanda-tanda
rubor/ nyeri infeksi, seperti : vital infeksi.
(+),dolor/ rubor/ nyeri dan Kriteria Hasil (NOC):. - Mengobservasi tanda-tanda O : Tampak adanya nyeri
infeksi dan kemerahan pada lokasi
kemerahan (+) dolor/ kemerahan. - Bebas dari tanda-tanda - Kolaborasi dalam pemasangan WSD.
Pemasa-ngan infeksi, tidak ada nyeri pemberian antibiotik
WSD dan kemerahan. A : Masalah belum teratasi.

P : Intervensi dilanjutkan.
Intervensi (NIC):

- Berikan pengertian dan


pengetahuan perawatan
WSD.
- Berikan perawatan luka
dengan tehnik septic dan
anti septic.
- Dorong untuk nutrisi
yang optimal.
- Kaji tanda-tanda vital
infeksi.
- Berikan antibiotik
- Perawatan mandiri
seperti menjaga luka
dari hal yang septic
tercipta bila klien
memiliki pengertian
yang optimal.
- Perawatan luka yang
tidak benar akan
menimbulkan
pertumbuhan
mikroorganisme.
- Untuk mempertahankan
status nutrisi serta
mendukungn sistem
immune.
- Nyeri dan kemerahan
menunjukkan indikasi
infeksi.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas kasus tentang “Asuhan Keperawatan pada Tn.D
dengan Gangguan Sistem Pernapasan : Pneumotoraks di Zaal CFR, Kamar II IGD Seruni Rumah
Sakit HKBP Balige”. Adapun aspek pembahasan yang penulis uraikan sesuai dengan proses
keperawatan yang meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi sebagai berikut :

A. Pengkajian
Tahap pengkajian keperawatan dalam proses keperawatan merupakan langkah awal
yang dilaksanakan penulis terhadap pasien dengan gangguan sistem pernapasan ;
‘Pneumotoraks” yang dilakukan mulai tanggal 03 Juni 2010 sampai dengan tanggal 07
juni 2010 di Rumah Sakit HKBP Balige.
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data-data langsung dari pasien, keluarga dan
bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya yang ada di ruangan, khususnya ruangan zaal
CFR Rumah Sakit HKBP Balige. Dalam pengumpulan data penulis tidak menemukan
kesulitan atau hambatan. Hal ini karena pasien dan keluarga dapat menerima kehadiran
penulis dan bersifat terbuka serta kooperatif. Disamping itu adanya kerjasama yang baik
dari pihak-pihak terkait.
Pada pengkajian diteoritis dan kasus terdapat adanya kesenjangan. Adapun
kesenjanngan yang terdapat antara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus antara lain :
1. Integritas ego, secara teori ditemukan adanya : stressor, masalah finansial, gelisah,
ketakutan. Data-data ini tidak ditemukan pada tinjauan kasus karena emosi pasien
stabil, dapat memenuhi kebutuhan rumah, hubungan keluarga harmonis, pasien
percaya bahwa penyakitnya akan sembuh.
2. Makanan/ cairan, secara teoritis ditemukan adanya : mual dan muntah, kulit
kering dengan turgor buruk, malnutrisi. Data-data ini tidak ditemukan pada
tinjauan kasus karena nafsu makan pasien normal, mual dan muntah tidak
ada,malnutrisi tidak ada,turgor kulit baik
3. Neurosensori, secara teoritis ditemukan adanya : sakit kepala, perubahan mental
(bingung, somnolent). Data-data ini tidak ditemukan pada tinjauan kasus karena
pasien tidak mengalami sakit kepala dan perubahan mental (bingung, somnolent).

B. Diagnosa Keperawatan
Pada tahap diagnosa keperawatan penulis menemukan kesenjangan antara teori
dengan kasus. Pada teori menurut Doenges W. Marilynn ada 4 diagnosa yang dijumpai,
yaitu :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru dalam paru/
akumulasi cairan / udara ditandai dengan dispnoe dan takipnoe.
2. Resiko tinggi terhadap trauma/ pengobatan napas berhubungan dengan alat dari
luar (sistem drainase dada), proses cidera.
3. Nyeri berhubungan dengan batuk menetap, adanya selang dada ditandai
dengan nyeri dada, gelisah, keadaan umum lemah.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpajangnya informasi ditandai dengan meminta informasi.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang terdapat pada kasus yang dijumpai :
1. Tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan trauma dada ditandai
dengan klien mengatakan sulit bernapas, tampak sesak, frekuensi pernapasan
28 x/i terpasang O2 (2-3 l/i)
2. Gangguan rasa aman nyeri berhubungan dengan trauma thoraks/ kebocoran/
udara masuk kedalam ruang pleura terpasang WSD ditandai dengan klien
mengatakan nyeri dada sebelah kiri, tidak bisa tidur, meringis kesakitan dengan
skala nyeri 7-10, klien lemah dan gelisah.
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka pemasangan
WSD ditandai dengan adanya tanda infeksi kemerahan, nyeri pemasangan
WSD.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pemasangan WSD ditandai dengan
klien mengatakan tidak mampu beraktivitas, klien tampak lemah dan terpasang
WSD di daerah thoraks sela iga ke5, aktivitas dibantu keluarga dan perawat.
Adapun diagnosa secara teoritis tetapi tidak dijumpai dalam kasus, yaitu:
1. Resiko tinggi terhadap trauma/ penghentian dalam kasus, yaitu (resiko drainase
dada), proses cidera. Diagnosa ini tidak muncul dalam kasus karena sistem
drainase dada yang digunakan dalam posisi yang baik sesuai dengan tehnik
bedah yang telah dilakukkan dokter bedah.

2. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan


dengan kurang terpajangnya informasi ditandai dengan meminta informasi.
Diagnosa ini tidak muncul dalam kasus karena klien sudah mengetahui kondisi
penyakitnya dan aturan pengobatan atau terapi.

Diagnosa keperawatan yang terdapat pada kasus tetapi tidak dijumpai pada teoritis,
yaitu :
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pemasangan WSD ditandai dengan
klien mengatakan tidak mampu beraktivitas, klien tampak lemah dan terpasang
WSD di daerah thoraks sela iga 5, aktivitas dibantu keluarga dan perawat.
2. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD ditandai
dengan adanya tanda infeksi kemerahan, nyeri pemasangan WSD.
Hal ini penulis angkat sebagai diagnosa keperawatan karena pasien tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dan dalam perawatan diri dibantu oleh
keluarga. Resiko tinggi terjadinya infeksi karena adanya luka pemasangan WSD dan tampak
adanya tanda infeksi nyeri dan kemerahan.

C. Perencanaan/ Intervensi
Penulis membuat perencanaan dimulai dari penentuan prioritas masalah menurut
kebutuhan dasar A. Marlon, merumuskan tujuan dan membuat rencana tindakan
keperawatan.
Pada tahap ini penulis merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan teori yang
disesuaikan dengan keadaan pasien serta fasilitas yang ada di RS HKBP Balige. Penulis,
pasien dan keluarga bersama-sama membuat perencanaan kemudian mendokumentasikan
perencanaan yang telah dibuat pada catatan keperawatan.
D. Pelaksanaan/ Implementasi
Pada tahap pelaksanaan penulis melakukan tindakan keperawatan sesuai perencanaan
dan prosedur yang ada di RS HKBP Balige. Pada tahap pelaksanaan penulis melibatkan
berbagai pihak yaitu : pasien, keluarga dan perawat ruangan serta tim kesehatan lainnya.
Bila ada belum dipahami penulis berkonsultasi dengan perawat ruangan dan tim
kesehatan lainnya. Untuk setiap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dan hasil
dari tindakan selalu dicatat dalam catatan perkembangan pasien. Dalam melakukan
tindakan, penulis mengadakan pendekatan komunikasi teraupetik dengan jalan
mendengarkan keluhan pasien secara aktif sehingga pasien dapat mengungkapkan perasaan
dan kecemasan yang dialaminya. Perawat mengadakan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi.

E. Evaluasi
Untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan mulai dari tanggal 24
November 2017. Penulis menggunakan dua macam evaluasi yaitu: evaluasi proses dan
evaluasi akhir. Evaluasi proses diperoleh pada saat selesai memberikan tindakan
keperawatan, sedangkan evaluasi akhir diperoleh dengan tujuan yang ditetapkan pada
perencanaan tindakan masing-masing, diagnosa keperawatan yang telah didokumentasikan
pada catatan perkembangan.
Adapun masalah yang belum teratasi :
1. Tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan trauma dada, masalah belum
teratasi pada tanggal 24 November 2017 dengan hasil evaluasi : sesak, irama pernapasan
ireguler dengan frekuensi pernapasan 28x/i.
2. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya pemasangan WSD. Maslaah
belum teratasi pada tanggl 24 November 2017 dengan hasil evaluasi, nyeri, tampak
adanya tanda infeksi seperti kemerahan didaerah insersi pemasangan WSD.
3. Gangguan rasa aman nyeri berhubungan dengan thoraks/ kebocoran/ cidera cairan masuk
kedalam ruang pleura. Masalah belum teratasi pada tanggal 24 November 2017.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Pada tahap pengkajian, penulis tidak mendapat kesulitan untuk mengumpulkan data
pasien, dimana pasien dan keluarganya bekerjasama untuk memperoleh data yang
diperlukan.
2. Pada tahap perumusan diagnosa keperawatan yang dilakukan penulis adalah
berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan pada pasien. Adapun diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada klien Tn. T.H yaitu tidak efektif pola pernapasan,
gangguan rasa aman nyeri, resiko tinggi terjadi infeksi.
3. Pada tahap perencanaan keperawatan, penulis memfokuskan sesuai dengan masalah
dan keadaan pasien secara holistik, dengan adanya kerjasama antara perawat, klien dan
keluarga.
4. Pada tahap pelaksanaan keperawatan, keberhasilan asuhan keperawatan dapat
mendukung proses penyembuhan pasien dengan kolaborasi tim kesehatan lainnya.
5. Pada tahap evaluasi tidak semua hasil yang diharapkan dapat teratasi oleh karena
keterbatasan waktu penulis.
B. Saran
a. Kepada Perawat
1. Diharapkan perawat dapat mempertahankan asuhan keperawatan yang berkualitas
disemua aspek dalam memberikan perawatan pada pasien secara komprehensif
untuk mencapai tujuan yang optimal.
2. Dalam menerapkan aspek diharapkan perawat untuk menjalin hubungan kerjasama
yang baik antara sesama perawat, dokter, tim kesehatan dan juga keluarga serta
dengan klien sendiri guna mempermudah keberhasilan perawatan.
b. Kepada Klien
1. Disarankan kepada pasien agar minum obat secara teratur, tidak merokok dan
istirahat yang cukup untuk mempercepat penyembuhan.
2. Diharapkan pasien agar mengkonsumsi makanan yang mengandung diet tinggi
kalori, tinggi protein serta susu, telur, roti.
3. Dukungan keluarga sangat penting untuk keberhasilan pengobatan selalu
mengingatkan pasien untuk berobat secara teratur.
4. Diharapkan pada pasien untuk selalu kontrol ulang ketempat pelayanan kesehatan
terdekat mengenai kondisi penyakit sesuai instruksi dokter.
c. Kepada Institusi Pendidikan Akper HKBP Balige
Supaya terus meningkatkan kualitas dan kuantitas pada mahasiswa dalam
pembekalan, pengetahuan dan keterampilan terutama dalam pemberian askep kepada
klien dengan gangguan pernapasan “Pneumotoraks”.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elisabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta


Dongoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
ISO Indonesia. 2004. Volume 39. Ikatan Sarjana Farmasi. Indonesia
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. EGC. Jakarta
Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige dengan Jumlah pasien pneumotraks mulai Januari
2009 sampai April 2010 8 orang. Manual Updating.
Price, A. Silvia. 2005. Patofisiologi. Edisi VI. EGC. Jakarta
Priharjo Robert. Pengkajian Fisik Keperawatan. EGC. Jakarta
Sudoyo et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Smelizer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Vol. 1. EGC. Jakarta.
Tambayang, Jan. 2001. Anatomi dan Fisiologi Ilmu Keperawatan, EGC. Jakarta
Tyo. 2009. Askep Respiratory, http.www.google.co.id/ image/ pneumotoraks// diakses tanggal
28 Juni 2010.

Anda mungkin juga menyukai