Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Pneumothorax adalah keadaan terperangkapnya udara dalam rongga pleura

yang dapat mengganggu fungsi paru terutama oksigenasi dan atau ventilasi.

Udara dapat masuk melalui beberapa cara yaitu adanya parenkim paru terjadi

kerusakan. Pada pneumothorax tertutup, keadaan dinding dada yang intak

tetapi udara masuk dari saluran nafas melalui pleura visceral. Sedangkan

pada pneumothorax terbuka, terdapat kerusakan pada dinding dada dan pleura

parietal (Udin, 2019).

Pneumothorax merupakan suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga

pleura. Pneumothorax terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pneumothorax

terbuka, pneumothorax tertutup dan tension pneumothorax (Utama, 2017).

a. Pneumothorax Terbuka

Pneumothorax terbuka yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka

antara rongga pleura dan bronchus dengan lingkungan luar. Dalam

keadaan ini, tekanan intra pleura sana dengan tekanan barometer (luar).

Tekanan intrapleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernafasan.


8

Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi

tekanannya positif.

b. Pneumothorax Tertutup

Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkunganluar.

Udara yang dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena

direabsorsi dan tidak ada hubungannya lagi dengan dunia luar maka

tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum bisa

berkembang penuh, sehingga masih ada rongga pleura yang tampak

meskipun tekanannya sudah normal.

c. Tension Pneumothorax

Ini merupakan pneumothorax yang mempunyai tekanan positif berhubung

adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui

bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang

terbuka. Pada waktu inspirasi, udara masuk ke ronga pleura yang pada

permulaannya masih negatif.

2. Klasifikasi

Klasifikasi pneumothorax dapat dibedakan menurut kejadian, fistel, dan

ventil (Muttaqin, 2019):

a. Menurut Kejadian:

1) Pneumothorax Spontan

a) Pneumothorax Primer (idiopatik)

b) Pneumothorax Sekunder (disertai penyakit dasar)

2) Pneumothorax Traumatik

3) Pneumothorax Iatrogenik (Oleh karena efek samping tindakan)

4) Pneumothorax Katamenial
9

b. Menurut fistel:

1) Pneumothorax terbuka

Setelah terjadi pneumotorak vistel tertutup secara spontan

2) Pneumothorax tertutup

a) Ada hubungan antara pleura dengan brokus

b) Ada hubungan antara pleura dengan dinding dada

3) Pneumothorax ventil

a) Berbahaya oleh karena termasuk kegawatan paru

b) Sifat ventil dimana udara bisa masuk tapi tidak bisa keluar

c) Gejala mendadak dan makin lama makin berat

d) Segera pasang wsd atau mini wsd (kontra ventil)

3. Etiologi

Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi

udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan

dengan bronchus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa- septa alveoli

kemudian membentuk suatu bula yang disebut granuloatous fibrosisi.

Granulo fibrosisi adalah salah satu penyebab tersering terjadinya

pneumothorax, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi

empiema (Utama, 2017). Penyebab terjadinya pneumothorax dapat dibedakan

penyebab pneumothorax terbuka, tertutup, dan tension pneumothorax

(Jainurakhma, 2021):

a. Pneumothorax terbuka antara lain:

1) Traumatik, contohnya luka tusuk pada dada

2) Pembedahan dada
10

3) Insersi vena central

4) Biopsy transbroncial

5) Torakosintesis

b. Pneumothorax tertutup antara lain:

1) Trauma tumpul pada dada

2) Fraktur iga

3) Fraktur clavikula

4) Adanya rupture “bleb” pleura

5) Barotrauma

6) Penyakit inflamasi paru akut dan kronis

c. Tension pneumothorax

1) Trauma benda tumpul dan tajam yang mengenai salah satu selaput

pleura visceral atau parietal, fraktur iga

2) Oklusi atau malfungsi pada selang dada

3) Komplikasi pneumothorax spontan

4) Komplikasi ventilator

4. Anatomi Fisiologis

Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem

pernafasan bawah menurut Le mone (2015) yaitu:

a. Anatomi Paru-paru

Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat

tiga lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri.

Diantara kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang

merupakan tempat bagi jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua


11

membran pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura.

Parietal pleura membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura

membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura terdapatlapisan tipis

cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antarkedua pleura

sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas.

Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama

lain, seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah.

b. Anatomi pleura

Selaput serosa yang dilapisi sel-sel mesotel dan juga membungkus

seluruh permukaan luar paru. Struktur lapisan viseralis membungkus

seluruh permukaan luar paru termaksud visural inter lobarus. Lapisan

panitalis membungkus seluruh thoraks, diafragma berhubungan dengan

preura viceral. Ligament pulmunel dua lapisan pleura di bawah lapian

paru. Sel pleura pipih dan heksagonal. Perdarahan dan persarafan pleura

paretalis, viseralis pembuluh darah dan syaraf dari bronchus.

Pneumotoraks traumatic disebarkan oleh trauma jaringan lunak pada

region subklavia, trauma pada trakea, trauma pada bronchus, subtur pada

pleura viseralis, trauma dinding dada dan pleura peritalis sehingga

adannya penumpukan cairan di rongga pleura

c. Fisiologi paru

Paru adalah struktur elastis yang di bungkus dalam sangkar toraks, yang

merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan

tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan

dasarnya yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian

meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada.Ketika kapasitas dalam


12

dada meningkat, uadara masuk melalui trakea, (inspirasi), karena

penurunan tekanan di dalam dan mengembangkan paru. Ketiak dinding

dada dan diafragma kembali keukurannya semula (ekspirasi kaespirasi),

paru-paru yang elastis tersebut dan mengempis dan mendorong udara

keluar melaluibronchus dan trakea. Fase inspirasi dari pernafasan

normalnya membutuhkan energi, fase ekspirasi normalnya pasif.

d. Fisiologi pleura

Bagian keluar dari paru-paru di kelilingi oleh membran halus, licin yaitu

pleura yang juga meluas untuk membungkus dinding inferior toraks dan

permukaan superior dan diafragma. Pleura parietalmelapisi toraks dan

pleura viseralis lapisi pleura. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang

di sebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang

melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan

bebas selama ventilasi.

e. Fisiologi mediastinum

Mediastinum adalah dinding yang mambagi rongga thorak menjadi dua

bagian, terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur thorak kecuali

paru-paru terletak antara dua lapisan pleura.

f. Fisiologi lobus

Setiap paru menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah dan

atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah.

Setiap lobus lebih jauh di bag lagi menjadi dua segmen yang di

pisahkan oleh firura, yang merupakan perluasan pleura.


13

g. Fisiologi bronchus dan bronkiolus

Terdapat beberapa divisi bronchus didalam setiap lobus paru. Pertama

bronchus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus

lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada parukanan dan 8 pada

paru kiri), yang merupakan struktur yang di cari ketika memilih posisi

drainase postural yang paling efektif pada pasien tertentu bronkus

secmental kemudian di bagi lagi menjadi bronkus subsimental. Bronkus

ini di kelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan syaraf.

Bronkus subramental kemudian membentuk percabangan menjadi

bronkiolus, yang tidak mempunyai dalam dinding. Pontesi brokiolus yang

tidak mempunyai kartilago dalam didingnya potensi brokiolus seluruhnya

tergantung pada rekouilelastic otot polos sekelilingnya dan pada tekanan

alveolar. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa, yang

memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk

lapisan bagi jalan nafas.

Bronkus dan brokioulus juga di lapisin oleh “rambut” pendek yang di

sebut silia. Silia ini menciptakan gerakan yang konstan yang berfungsi

untuk mengeluarkan lendir dan beda asin menjauhi paru menuju laring.

h. Fisiologi alveolus

Paru terbentuk oleh sekitar tiga ratus juta alfiolid, yang tersusun dalam

klurstar antara 15 sampai 20 alveoli. Banyaknya alveoli ini sehingga jika

mereka bersatu untuk membenuk satu lembar akan menutupi 70 meter

persegi. Terdapat tiga jenis sel alviola, sel alviola tipe satu adalah sel

epitel yang membentuk dinding alveolar, sel-sel alveolar tipe dua, sel-sel

yang aktif secara metaboli, menskresi survakta, suatu vusvolipid yang


14

melapisi permukaan dalam dan melapisi permukaan dalam mencegah

alviolar agar tidak kolaps, sel alviolid tipe tiga adalah makrofad yang

merupakan sel falgositis yang besar yang memakan benda asing (mis:

lendir, bakteri) dan berkerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.

5. Patofisiologis

Patofisiologis pada pneumothorax menurut Ulya (2017) sebagai berikut:

Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Diantara

pleura parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal

berisi sedikit cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa

tekanan negatif. Tekanan negatif pada intrapleura membantu dalam proses

respirasi. Adanya udara dan cairan pada cavum pleura menyebabkan tekanan

negatif pada intrapleura tidak terbentuk. Sehingga akan mengganggu pada

proses respirasi. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini

pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum

pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai

pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut

mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan

tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk.

Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal

karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya

bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat

inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara

terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup
15

terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan

obstruksi jalan napas. Terjadi perubahan pola napas adanya penggunaan otot

bantu pernapasan dan peningkatan retraksi dada. Sehingga muncul masalah

keperawatan pola napas tidak efektif.

Tekanan intrabronkhial akan meningkat apabila ada tahanan jalan nafas.

Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersih,

dan mengejan, karena pada keadaan ini epiglotis tertutup. Apabila di bagian

perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus dan

alveolus itu akan pecah dan robek. Sehingga kondisi tersebut dapat

menyebabkan rasa nyeri yang luar biasa.

Pneumothorax adalah kondisi ketika udara terkumpul di rongga pleura yang

menyebabkan kolaps nya pada alveolus- alveolus. Sehingga untuk

mengeluarkan udara pada rongga pleura perlu dilakukan tindakan

pemasangan WSD (Water Sealed Drainage) pada pasien pneumothorax.

Komplikasi yang sering terjadi akibat pemasangan WSD adalah nyeri pada

lokasi insersi. Sedangkan komplikasi yang jarang terjadi (<5% kasus) yaitu

perdarahan, infeksi di lokasi insersi, terdapat udara bebas di bawah kulit

(emfisema subkutis), malposisi selang dada, cedera organ atau saraf, dan

edema paru terjadi akibat pengembangan paru kolapssecara cepat.


16

6. Pathway
Infeksi saluran napas Trauma dada Pecahnya bleb Inflamasi paru akut
& kronik
Invasi bakteri Luka Bocornya udara pada
disaluran napas perdarahan/tusukan paru Meningkatnya
produksi sputum
Proses inflamasi Hematotoraks Peningkatan tekanan
udara paru-paru Alveoli penuh
Sputum meningkat Paru-paru terendam sputum
diparu perdarahan Atelektasis paru
Difusi alveoli
Ekspansi paru ↓ Paru-paru berisi terganggu
cairan
Atelektasis Kolaps paru

Pneumothorax

P. tertutup P. tension P. terbuka

Cedera tumpul Kelanjutan dari Trauma dada


pneumotoraks penetrasi
Rusuk yang fraktur tertutup, trauma dada
(menusuk & merobek penetrasi Membuka ruang
membran pleura intrapleural kedalam
Udara memasuki tekanan atmosfer
ruang pleura (pada
Terputusnya Udara memasuki
saat inspirasi) & Udara terisap
kontinuitas tulang dan membrane pleura
tidak dapat keluar kedalam ruang intra
jaringan
pada saat ekspirasi pleural
Peningkatan tekanan
Nasiseptor intra pleural &
mengempiskan paru Akumulasi udara Paru menjadi kolaps
mengeluarkan zat
dalam rongga dada
kimia bradikinin
(tekanan positif) Penurunan ekspansi
Terjadinya kolaps
Menurunnya ambang pada alveolus-alveolus paru
nyeri Pergeseran
mediastinum,
Pola napas kompresi organ-organ
Nyeri akut tidak efektif mediastinum

Insersi WSD

Resiko infeksi Pasien dan keluarganya Kehilangan cairan Mobilitas terbatas


sering bertanya
Hipovolemia Gangguan mobilitas
Kurangnya menerima fisik
informasi

Ansietas Defisit
pengetahuan

Skema 2.1
Pathway Pneumothorax

Sumber : (Ulya, 2017), (Utama, 2017)


17

7. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pasien dengan Pneumothoraks menurut Udin (2019)

yaitu:

a. Pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pluritik akut yang

terlokalisasi pada paru yang sakit

b. Nyeri dada pluritik biasanya disertai sesak napas, peningkatan kerja

pernapasan, dan dispnea

c. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit

tidak mengembang seperti sisi yang sehat

d. Suara napas yang jauh tidak ada

e. Perkusi dada menghasilkan suara hipersonan

f. Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumotoraks

g. Tension pneumotorak

1) Hipoksimia (Tanda awal)

2) Ketakutan

3) Gawat napas (takipenea berat)

4) Peningkatan tekanan jalan napas puncak dan rerata, penurunan

komplians, dan auto-tekanan ekspirasi akhir positif (aotu-PEEP) pada

pasien yang terpasang ventilasi mekanik

5) Kolaps kardiovaskuler (frekuensi jantung >140kali/menit pada setiap

hal berikut: sianosis perifer, hipotensi)


18

8. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan pneumotoraks

menurut Kowalak (2016) yaitu :

a. Pneumothoraks tension: mengakibatkan kegagalan respirasi akut

b. Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: henti

jantung paru dan kematian sangat sering terjadi.

c. Emfisema subkutan dan pneumomediastinum: sebagai akibat komplikasi

pneumothoraks spontan

d. Fistel bronkopleural

e. Emfisema

f. Pneumothoraks simultan bilateral

9. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis pneumothorax akan tampak hitam, rata, dan paru yang

kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang paru yang

kolaps tidak membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan

lobus paru. Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebuthanya tampak

seperti massa yang berada didaerah hilus. Besarnya kolaps paru tidak selalu

berkaitan dengan berat ringan sesak nafas yang dikeluhkan. Perlu diamati ada

tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung atau trakhea ke arah

paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumothorax ventil

dengan tekanan intrapleura yang tinggi (Utama, 2017).


19

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dibedakan menjadi penatalaksanaan medis, dan

penatalaksanaan keperawatan, menurut (Nurma, 2020):

a. Penatalaksanaan Medis

1) Farmakologi

a) Terapi O2 dapat meningkatkan reabsorbsi udara dari ruang pleura.

b) Drainase sederhana untuk aspirasi udara pleura.

c) Penempatan pipa kecil yang dipasang satu jalur pada katub

helimic untuk memberikan perlindungan terhadap serangan

tension pneumotoraks.

d) Obat simptomatis untuk batuk dan nyeri dada.

e) Pemeriksaan radiologik.

2) Pemasangan WSD

Pemasangan WSD (Water Seated Draignage): suatu sistem draignage

menggunakan water seal untuk mengalirkan udara/ cairan dari cavum

pleura (rongga pleura) yang tujuannya untuk mempertahankan

tekanan negatif rongga tersebut.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Tatalaksana dari kelainan ini bergantung pada tipe, ukuran manisfestasi

klinis, serta penyakit yang menyertai. Ukuran pneumotorak ditentukan

berdasarkan jarak antara apeks paru dengan kubah ipsilateral rongga

toraks, seperti yang terlihat pada rontgen toraks posisi tegak. Dikatakan

pneumotoraks minimal bila jaraknya adalah < 3 cm dan besar bila

jaraknya > 3 cm.


20

Pada kelainan yang minimal biasanya tidak membutuhkan adanya

intervensi dan biasanya pasien cukup diobservasi kecuali menetapnya

udara yang terkumpul. Tidak dibutuhkan adanya tindakan yang lebih jauh

lagi bila pada pemeriksaan foto rontgen menunjukkan hasil yang sama

dalam 24 jam. Pada pneumotorak yang luas, dibutuhkan tatalaksana rawat

inap.

Tatalaksana dari kelainan ini termasuk evakuasi udara dari rongga pleura

dan menutup kebocoran yang terjadi. Pada keadaan dimana udara yang

terjebak memiliki volume yang cukup besar dan pasien mengalami

kesulitan bernapas, dibutuhkan penusukan selang trakeostomi dan

pemberian tekanan negatif dengan menggunakan suction (-20 cmH2O).

Selang trakeostomi ditusukkan pada garis mid aksila sela iga 4-5. Paru

harus mengalami ekspansi secara lambat karena ekspansi secara cepat

akibat evakuasi udara yang terjebak, dapat menimbulkan komplikasi baru

yaitu udem paru. Pada keadaan pneumotoraks yang cukup luas, akan

lebih baik untuk tidak memberikan tekanan negatif secara terburu-buru

namun sebaliknya membiarkan udara yang terjebak untuk keluar secara

perlahan-lahan dan kemudian membaik secara spontan sebelun suction

digunakan.

Suction dapat dipertahankan sampai tidak didapatkannya udara pada

rongga toraks. Suction kemudian dapat dilepas namun selang WSD dapat

dipertahankan. Jika pada pemantau selama 24 jam, tidak ditemukan

adanya udara lagi, maka selang dapat dilepas. Bila udara tetap ditemukan,
21

maka hal tersebut merupakan tanda adanya kerusakan permukaan lapisan

udara pleura, parenkim paru atau fistula bronkopleura yang membutuhkan

tindakan operasi.

11. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Thorax

1) Foto Thoraks (Rontgen) Pengembangan Paru-Paru

2) X-foto Thoraks 2 Arah (PA/AP Dan Lateral)

Diagnosis fisik :

a) Bila pneumotoraks < 30% atau hematotorax ringan (300cc) terap

simtomatik, observasi.

b) Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc)

drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan

drainase dengan continues suction unit.

c) Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus

dipertimbangkan thorakotomi

d) Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain

lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Darah Lengkap dan Astrup

c. Terapi

1) Antibiotika.

2) Analgetika.

3) Expectorant.
22

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas pasien mencakup nama pasien, tanggal lahir, usia, suku/bangsa,

agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, jam

masuk rumah sakit, nomor rekam medik dan diagnosa medik.

b. Keluhan utama terbagi menjadi dua yaitu keliuhan utama masuk saat

rumah sakit dan keluhan saat pengkajian. Keluhan utama pada pasien

dengan hidropneumotoraks yaitu keluhan sesak nafas hingga gagal nafas.

c. Riwayat kesehatan

Keluhan sesak seringkali datang mendadak dan semakin lama semakin

berat, nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat dan tertekan,

terasa lebih nyeri pada gerakan pernafasan. Selanjutnya dikaji apakah ada

riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluruh yang

menembus rongga dada dan paru, ledakan yang menyebabkan

peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di dada yang mendadak

menyebabkan tekanan dalam paru meningkat.

d. Pengkajian pola gordon

Menurut Muttaqin (2016) terdapat 11 pola gordon sebagai berikut :

1) Pola persepsi management kesehatan

Pengkajian meliputi apa yang dirasakan klien terhadap penyakitnya,

bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien

terhadap tindakan yang dilakukan kepadadirinya.

2) Pola nutrisi metabolik

Mengidentifikasi input dan output dan mengkaji A (antropometri).

B (Biochemical). C (clinical sign). D (diit).


23

3) Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih, kebiasaan defekasi,

pola input cairan, masalah miksi (oliguria, poliguria, disuria). Pada

inspeksi hal yang perlu diperhatikan adalah apakah abdomen

membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus

menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya

benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya didapatkan

indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan

berat badan.

4) Pola latihan aktivitas

Menggambarkan pola latihan dan aktivitas. Pentingnya latihan atau

gerak dalam keadaan sehat dan sakit. Pada pasien efusi pleura perlu

dikaji adanya rasa lelah setelah beraktivitas (intoleransi aktivitas).

5) Pola kognitif perseptual

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori

meliputi fungsi pendengaran, penglihatan, perasaan, pembau dan

kompensasinya terhadap tubuh.

6) Pola istirahat tidur

Menjelaskan jumlah jam tidur dalamm sehari, kualitas tidur, masalah

dalam istirahat dan tidur, adanya penggunaan obatsaat istirahat dan

tidur. Pada pasien efusi pleura perlu dikaji adanya gangguan pola tdur

seperi terbangun di malam hari, atau kesulitan dalam memulai tdur

dikarenakan pola pernafasannya yang berubah (adanya sesak nafas).


24

7) Pola konsep diri-persepsi diri

Menjelaskan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap

kemampian meliputi gambaran diri, harga diri, identitas dan ide diri

sendiri.

8) Pola peran dan hubungan

Menjelaskan hubungan dan peran pasien terhadap anggota keluarga

dan masyarakan tempat tinggal pasien.

9) Pola reproduksi/seksual

Menjelaskan masalah yang aktual atau yang dirasakan dengan

seksualitas, riwayat haid.

10) Pertahanan diri (koping-toleransi stress)

Menjelaskan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan

sistem pendukung.

11) Pola keyakinan dan nilai

Menjelaskan sikap dan keyakinan pasien dalam melaksanakan agama

yang dianutnya.

e. Pemeriksaan fisik (head to toe)

Pemeriksaan fisik pada kasus Hidropneumothoraks menurut Judha

(2017), yaitu:

1) Kepala : bentuk mesochepal, rambut beruban, tidak ada lesi

2) Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, mata simetris

3) Hidung : tidak ada polip, bersih.

4) Telinga : simetris, tidak ada serumen

5) Mulut : mukosa bibir agakkering, tidak ada stomatitis

6) Leher : tidak ada pembesaran tyroid


25

7) Thorax (Paru-paru)

Inspeksi : Nampak penggunaan otot bantu pernafasan,

perkembangan paru tidak seimbang

Perkusi : pekak pada bagian paru paru yang terdapat udara

Palpasi : nyeri tekan pada bagian paru paru yang mengalami

infeksi

Auskultasi : terdengar ronchi pada lapang paru yang terdapat udara

8) Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak nampak

Perkusi : pekak

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : terdapat bunyi jantung I & II reguler

9) Abdomen

Inspeksi : perut besar tidak nampak spider nevi, tidak ada lesi

Auskultasi : suara peristaltik usus 10 x/menit

Perkusi : suara timpani

Palpasi : tidak ada nyeri tekan.

10) Ekstremitas

Ekstremitas atas : tidak ada edema.

Kekuatan otot ekstremitas atas 5

Ekstremitas bawah : tidak ada luka maupun lesi maupun edema.

Kekuatan otot ekstremitas bawah 5


26

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis

c. Nyeri akut behubungan dengan agens pencidera fisiologis

d. Resiko infeksi

e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

f. Hipovolemia berhubungan dengan perubahan permeabilitas kapiler

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1. Pola nafas Tujuan : Setelah dilakukan Intervensi utama : pemantauan
tidak tindakan keperawatan respirasi
efektif 3x24 jam diharapkan Observasi
Luaran utama : pola napas a. Monitor frekuensi, irama,
Ekspektasi ; membaik kedalaman, dan upaya napas
Kriteria hasil : b. Monitor pola napas
a. Dispnea, sedang (3) c. Monitor kemampuan batuk efektif
menjadi menurun (5) d. Monitor saturasi oksigen
b. Penggunaan otot bantu e. Auskultai bunyi napas
napas, sedang (3) Terapeutik
menjadi menurun (5) a. Atur interval pemantauan respirasi
c. Pemanjangan fase sesuai kondisi pasien
ekspirasi sedang (3) b. Dokumentasi hasil pemantauan
menjadi menurun (5) c. Memberikan posisi nyaman
d. Frekuensi napas, d. Latih nafas dalam
sedang (3) menjadi e. Berikan oksigenasi jika perlu
membaik (5) Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Gangguan Tujuan : Diharakan setelah Intervensi utama : perawatan luka
integritas dilakukan tindakan Observasi
jaringan Keperawata selama 3x24 a. Monitor karakteristik luka
berhubungan jam (drainase, warna, ukuran, bau)
dengan Luaran utama : integritas b. Monitor tanda-tanda infeksi
faktor kulit dan jaringan Terapeutik
mekanis Ekspektasi :meningkat, a. Lepaskan balutan secara
Kriteria Hasil : perlahan
a. Nyeri, sedang (3) b. Bersihkan dengan cairan Nacl
menjadimenurun (5) Sesuai kebutuhan
b. Kerusakanjaringan, c. Berikan salep yang sesuai kekulit
sedang (3) atau lesi jika perlu
menjadimenurun (5) d. Pasang balutan sesuai jenis luka
c. Perdarahan, sedang (3) Edukasi
menjadi menurun (5) a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
27

No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


b. Anjurkan pasien untuk
mengkonsumsi makanan yang
tinggi protin untuk penyembuhan
luka
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu
3. Nyeri akut Tujuan : setelah dilakukn Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan tindakan keprawatan Observasi:
dengan agen selama 3x24 jam a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera diharapkan durasi, frekuensi, kualitas,
fisiologis Luaran utama : tingkat intensitas nyeri
nyeri b. Identifikasi skala nyeri
Ekspektasi : menurun c. Identifikasi respons nyeri non
Kriteria hasil: verbal
a. Keluhan nyeri dari d. identifikasi faktor yang
cukup meningkat (2) ke memperberat dan memeperingan
cukup menurun (4) nyeri
b. Meringis dari cukup Terapeutik:
meningkat (2) ke cukup a. Berikan teknik nonfarmakologis
menurun (4) untuk mengurangi rasa nyeri
c. Kesulitan tidur dari b. Kontrol lingkungan yang
cukup meningkat (2) ke memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
cukup menurun (4) Ruangan, pencahayaan,
c. Tekanan darah dari kebisingan)
cukup memburuk (2) c. Fasilitasi istirahat dan tidur
ke cukup membaik (4) Edukasi:
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4. Resiko Tujuan : setelah dilakukn Intervensi utama : pencegahan infeksi
Infeksi tindakan keprawatan Observasi
selama 3x24 jam a. Identifikasi riwayat kesehatan dan
diharapkan riwayat alergi
Luaran utama : tingkat b. Identifikasi penyebab infeksi
infeksi Terapeutik
Ekspektasi : menurun a. Lakukan teknik aseptik sebelum ke
Kriteria hasil: pasien
a. Nyeri, sedang (3) b. Berikan perawatan luka pada area
menjadi menurun (5) infeksi dengan tekik aseptik
b. Kemerahan, sedang (3) Edukasi
menjadi menurun (5) a. Jelaskan tanda tanda infeksi
c. Bengkak, sedang (3) b. Ajarkan cara memeriksa tanda
menjadi menurun (5) infeksi pada luka
d. Kadar sel darah putih,
sedang (3) menjadi
membaik (5)
5. Defisit Tujuan : setelah dilakukn ntervensi Utama:
pengetahuan tindakan keprawatan Observasi:
berhubungan selama 3x24 jam a. Identifikasi kesiapan dan
dengan diharapkan kemampuan menerima informasi
kurang b. Identifikasi faktor- faktor yang
terpapar dapat meningkatkan dan
informasi
28

No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Luaran utama : menurunkan motivasi perilaku
Tingkat pengetahuan hidup bersih dan sehat
a. Perilaku sesuai anjuran Terapeutik:
dari cukup menurun (2) a. Sediakan materi dan media
menjadi meningkat (5) pendidikan kesehatan
b. Kemampuan b. Jadwalkan pendidikan kesehatan
menjelaskan tentang sesuai kesepakatan
suatu topik dari c. Berikan kesempatan untuk
menurun (1) menjadi bertanya
sedang (3) Edukasi:
a. Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
b. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
c. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
6. Hipovolemia Tujuan : setelah dilakukn Interveni utama : manajemen cairan
berhubungan tindakan keprawatan hipovolemia
dengan selama 3x24 jam Observasi
perubahan diharapkan a. Periksa tanda dan gejala
permeabilitas Luaran utama : status hipovolemia (frekuensi nadi
kapiler cairan meningkat, nadi teraba lemah,
Ekspektasi : meningkat tekanan darah menurun, tekanan
Kriteria hasil: nadi menyempit,turgor kulit
a. Turgor kulit sedang (3) menurun, membrane mukosa
menjadi meningkat (5) kering, volumeurine menurun,
b. Dispnea, sedang (3) hematokrit meningkat, haus dan
menjadi menurun (5) lemah)
c. Membran mukosa, b. Monitor intake dan output cairan
sedang (3) menjadi Terapeutik
membaik (5) a. Hitung kebutuhan cairan
b. Berikan posisi modified
trendelenburg
c. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
a. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
b. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan IV
issotonis (mis. cairan NaCl, RL)

Anda mungkin juga menyukai