Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Tansion pneumotoraks

Disusun oleh:
Kelas : 2A Keperawatan
Kelompok 3
Nama :
1. Renaldy 201801034
2. Sukmawaty 201801044
3. Ulan sari 201801046
4. Faradilah 201801016
5. Anggi arista 2018010

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
2019
A. Anatomi dan fisiologi
1. Anatomi
a. Hidung
Hidung Merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat
pernapasan dan indra penciuman. Bentuk dan struktur hidung
menyerupai piramida dan kerucut dengan alasnya pada prosesus
platinusosis maksilaris dan pars horizontal osis platum . dalam
keadaan normal, udara masuk dalam sistem pernapasan, melalui
rongga hidung . vestibulum rongga hidung berisi serabut halus. Epitel
festibulum berisi rambut rambut halus yang mencegah masuknya
benda-benda asing yang menggangu proses pernapasan.
b. Faring
Faring adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak
lurus antara basis krani dan vertebrae servikalis VI.
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang
rawang yang dilengkapi dengan otot, membrane, jaringan ikat, dan
ligamentum .sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi
epiglottis, lipatan dari efitglotis arytenoid dan pita interaritenoid, dan
sebelah bawah, tepi bawah kartilago krikoid tepi tulang dari pita suara
asli kiri dan kanan membatasi daerah epiglottis.bagian atas di sebut
subraglotis dan bagian bawah di sebut subglotis.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan adalah tabung berbentuk pipa
seperti huruf C yang di bentuk oleh tulang-tulang rawan yang di
sempurnakan oleh selaput, terletak di antara vertebrae vertikalis VI
sampai tepi bawah kartilago krikoidae vertebrata torakalis V.
panjangnya sekitar 13 cm dan diameter 2,5 cm , dilapisi oleh otot
polos, mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok-
balok hialin yang mempertahankan trakea tetap terbuka
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari
trakea . bronkus terdapat pada ketinggian vertebrae torakalis IV dan
V , bronkus mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh
sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan kebawah kearah
tampuk paru. Bagian bawah trakea mempunyai cabang utama dua kiri
dan kanan yang di batasi garis pembatas. Setiap perjalan cabang utama
tenggorokan ke sebuah tekuk yang panjang di tengah permukaan paru.
bronkus terdiri dari dua bagian yaitu bronkus prinsipalis dekstra dan
bronkus prinsipalis sinistra.
f. Pulmo
Pulmo adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada
dalam kantung yang di bentuk oleh pleura parietalis dan pleura
fiselaris. Kedua paru sangat lunak , elastis, dan berada dalam rongga
toraks. Sifatnya ringan dan terapung dalam air. Paru berwarna biru
keabuabuan dan berbintik-bintik karena partakel partikel debu yang
masuk termakan oleh fagosit. Masing-masing paru mempunyai apeks
yang tumpul menjorok keatas , masuk keleher kira-kira 2,5 cm diatas
klavikula . apeks pulmo berbentuk bundar dan menonjol kearah dasar
yang lebar, melawan apertura torasis superior 2,5-4 cm diujung sterna
iga 1. Paru dapat di bagi atas beberapa lobus. Pada paru kiri terdapat
suatu insisura yaitu insisura opligus , insisura ini yang membagi paru
kiri atas 2 lobus yaitu lobus superior dan lobis inferior. Pada paru
kanan terdapat 2 insisura yaitu insisura opligua dan insisura
interlobularis .
2. Fisiologi
Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi ventilasi
pulmuner , difusi, dan perfusi. Syaifuddin 2012 , mengatakan fisiologi
pernapasan yang meliputi:
a. Ventilasi pulmoner
Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam
alfeoli dengan udara luar. Arus darah melalui paru-paru distribusi arus
udara dan arus udara sehingga dalam jumlah tepat dalam mencapai
semua bagian tubuh.
b. Difusi
Difusi adalah gas yang menembus membran pemisah alfeoli dan
kapiler. Co2 daripada oksigen.
c. Perfusi
Perfusi adalah pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah
yang telah menjenuhkan hemoglobin dengan oksigen
( oksihemoglobin) mengitari keseluruh tubuh dan akhirnya mencapai
kapiler, dimana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan mengambil
oksigen dari hemoglobin untuk memungkin oksigen berlangsung, dan
darah menerima karbondioksida sebagai gantinya.

B. Definisi
Tension pneumothorax adalah suatu keadaan dimana keadaan terdapat
akumulasi udara ekstrapulmoner dalam rongga pluera viscera dan varenteral ,
yang dapat menyebabkan timbulnya polaps paru pada keadaan normal rongga
pluera tidak berisi udara agar paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga
dada ( Nanda,2013).

C. Konsep medis
1. Aspek epidemiologi
Kekerapan pneumothoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000
penduduk pertahun. Menurut barrie dkk,sex ratio laki-laki: perempuan 5 :
1.
Pneumothoraks lebih sering di temukan pada hemithorak kanan daripada
hemithoraks kiri.Pneumothoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh
pneumothoraks sepontan. Kekerapan pneumothoraks pentil 3-5% dari
pneumothoraks spontan.

Laki-laki lebih sering daripad wanita (4:1); paling sering pada usia 20-
30 (4,14) tahun pneumothoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan
40 tahun sering di sebabkan oleh adanya bronkhitis kronik dan empisema
lebih sering dari orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi
(astenikus) terutama pada mereka kebiasaan merokok (2,4).
Pneumothoraks kanan lebih sering terjadi dari pada kiri.
2. Penyebab
Tension pneumothorax terjadi ketika cedera pada dinding dada atau
paru memungkinkan udara masuk keruang pleura, tetapi mencegah udara
keluar. Tekanan dalam ruang pleura menjadi positif dalam kaitannya
dengan tekanan atmosfer karena udara secara cepat berakumulasi dengan
setiap usaha napas. Paru pada sisis yang terkena kolapas, dan tekanan pada
mediastinum menggeser organ toraks ke sisi dada yang tidak terkena,
memberi tekanan pada paru yang berlawanan. Ventilasi menurun secara
hebat dan aliran balik vena kejantung terganggu. Tension pneumothorax
merupakan kedaruratan medis yang memerlukan intervensi segera untuk
mempertankan pernapasan curah jantung.

3. Patofisiologi
Tension pneumothorax menurut biotta 2012, adalah yaitu udara
terakumuasi dan memisahkan pluera fiserar dan fluera parietal. Tekanana
negatif hilang, yang mempengaruhi daya rekoil elastis, paru rekoil dan
kolaps ke hilus . pada pnemothoraks terbuka udara atmosfir mengalir
langsung ke rongga pluera yang mengakibtkan kolaps paru pada area
terkena. Pada pneumothoraks tertutup, udara masuk ke rongga pluera dari
pada paru, sehingga meningkatkan tekanan pluera dan mencegah ekspansi
paru. Pada tensions pnumothoraks udara pada rongga pluera memiliki
tekanan yang lebih tinggi dari udara di paru. Udara masuk ke rongga
pluera melalui ruptur pluera hanya ketika inspirasi. Tekanana udara ini
menyebabkan tekanan-tekanan barometriks, menyebabkan atelektasis
kompesi. Peningkatan tekanan dapat menggeser jantung dan pembuluh
darah beserta menyebabkan pergeseran mediastinum.

4. Pathway

Trauma tajam dan torak pneumothorak


tumpul

Ketidakefektifan pola Akumulasi cairan dalam


Ekspansi paru
napas kavum pleura

Resiko infeksi kerusakan


Diskontinuitas jaringan Pemasangan WSD
integritas

Merangsang reseptor Thorakdrains bergeser


nyeri pada periver kulit

Nyeri akut
Merangsang reseptor
nyeri pada pleura
viseralis dan parietalis
5. Manifestasi klinik
Gambaran klinis dari klien dengan pnemothoraks menurut nanda (2013)
meliputi:
a. Klien mengeluh mendadak nyeri dada pleuritik akut yang terlokalisasi
pada paru yang sakit .
b. Nyeri dada pluritik biasanya di sertai sesak napas peningkatan kerja
pernapasan, dan dispenea.
c. Gerakan dinding dada mungkin tidk sama karena sisi yang sakit tidak
mengembang seperti sisi yang sehat.
d. Suara nafas jauh atau tidak ada
e. Perpusi dada menghasilkan suara hipersonan.
f. Takikardi sering terjadi menyertai tipe pneumotoraks
g. Hypoksimia
h. Ketakutan
i. Gawat nafas
j. Peningkatan tekanan jalan nafas puncak dan rerata, penurunan
komplian, dan auto tekanan ekspirasi akhir positif (auto-PEEP) pada
klien yang terpasang ventilasi mekanis.
k. Kolaps kardiovaskuler.
6. Klasifikasi
Klasifikasi pneumothoraks menurut muttakin (2013) diklasifikasikan
menjadi:
a. Pneumothoraks terbuka
Terjadi akibat adanya hubungan terbuka rongga pleura dan bronkhus
dengan lingkungan luar sehingga tekanan intra pleura sama dengan
tekanan baromoter (luar). Tekanan intrapluera di sekitar nol (0) sesuai
dengan gerakan pernapasan.
b. Pneumothoraks tertutup
Rongga pluera tertutup dan tidak berhubungan dengan dunia luar.
Udara yang dulunya ada di rongga pluera (tekanan positif ) karena
reabsorpsi dan tidak ada hubungannya lagi dengan dunia luar maka
tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru paru tidak
bisa berkembang penuh. Sehingga masi ada rongga pleura yang
tampak meskipun tekanannya sudah normal.
c. Pneumothoraks pentil
Merupakan pnemothoraks yang mempunyai tekanan positif
berhubungan adanya pistel di pleura fiseralis yang bersifat pentil.
Udara yang melalui bronkhus terus kepercabangannya dan menuju ke
arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi, udara masuk ke
rongga pleura yang permulaannya masa negatif.

7. Pencegahan
Tidak ada cara untuk mencegah paru yang kolaps, meskipun resiko
kekambuhannya dapat dikurankan.
Beebrapa cara untuk mencegah kekambuhan pneumothoraks :
a. Berhenti merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko pneomhothoraks, sehingga pasien
di anjurkan berhenti.
b. hindari perjalanan udara selama sampai 1 minggu setelah resulusi
lengkap telah di konfirmasi oleh ronthgen dada.
c. Harus berhenti mlakukan olahraga menyelam nyelam secara permanen
kecuali strategi pencegahan definisi yang sangat aman telah di lakukan
seperti operasi.
d. Tindak lanjuti dengan dokter pasien jika melakukan gangguan
pernapasan jadwalkan kunjungn dokter .

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Wahit & Suprapto 2013, yaitu, jika
diduga tension pnemotoraks, klien harus segera diberikan oksigen dengan
konsentrasi tinggi untuk mengatasi hipoksia. Dalam keadaan darurat,
tenstion pneumotoraks dapat diubah dengan cepat menjadi pneumotoraks
dengan memasangkan jarum berdiameter besar pada garis midklavikular
ruang intercostal ke dua pada sisi yang sakit. Tindakan ini akan
menghilanhkan tekanan dan mengalirkan udara dan cairan sisanya dan
mengembangkan kembali paru.
Jika paru mengembang dan kebocoran dari paru berhenti, drainase
lebih lanjut mungkin tidak diperlukan lagi. Jika paru terus bocor, seperti
yang ditunjukan dengan penumpukan kembali volume udara yang tidak
dapat dikeluarkan selama terasitasis, udara harus dikeluarkan dengan
selang dada menggunakan drainase water seal.

9. Komplikasi
Masalah yang lazim menurut Nanda (2013) meliputi :
a. Atelektasis
b. Pnemonitis
c. Kegagalan pernapasan
d. Tension pnemotoraks
e. Pnemotoraks bilateral
f. Emfisema
D. Terapi komplementer
Penelitian mengindikasikan bahwa sejumlah besar pasien yang didiagnosis
kanker paru menggunakan medikasi komplementer dan alternatif
(complementary and alternative,CAM). Pada tinjauan sistematis CAM pada
kanker paru, antara 10% dan lebih dari 60% pasien kanker menggunakan
minimal satu bentuk CAM (Cassileth er al., 2007). Pengobatan CAM
menggunakan obat herbal, the obat, homeopati, ekstrak binatang, dan terapi
spiritual. Ketika terapi ini dapat aman ketika di gunakan sendiri, kemungkinan
interaksi dengan terapi medis konvensional harus di pertimbangkan. Tanyakan
pasien mengenai pengggunaan terapi komplementer dan alternatif yang
mereka gunakan serta informasikan anggota tim asuhan kesehatan ketika ada.
E. Pencegahan
1. Primer
Pencegahan primer dilakukan sebelum sistem bereaksi terhadap stressor,
meliputi: promosi kesehatan dan mempertahankan derajat kesehatan.
Pencegahan primer mengutamakan pada penguatan flexible lines of
defense dengan cara mencegah stress dan mengurangi faktor-faktor resiko.
Intervensi dilakukan jika resiko atau masalah sudah didentifikasi.
Strateginya mencakup: health promotion atau penyuluhan kesehatan dan
general dan specifik projection.
Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasar, keadaan ini
terjadi karena robeknya kantong udara dekat pleura viseralis. Sering pada
usia 20-40, pria > wanita , kadang ditemukan blep atau bulla dilobus
superior. Pneumothoraks yang terjadi pada individu tanpa adanya riwayat
penyakit yang mendasarinya. Umumnya terjadi pada dewasa muda,tidak
ada riwayat menderita penyakit paru sebelumnya,tidak berhubungan
aktivitas fisik tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan penyebabnya
tidak diketahui( Azziman,1995). Walaupun secara klinis pneumothoraks
spontan primer tidak didapatkan adanya kelainan paru tapi lesur dan Co
dalam light (1993) melaporkan bahwa dengan pemeriksaan CT-scan dada
pada 20 pasien dengn pneumothoraks spontan. Primer di dapatkan 16
pasien (80%) adanya efisema subpleura di apeks. Shan dkk (2000)
mendapatkan adanya bulla subpleura 76-100% pada pasien
pneumothoraks saat dilakukan video-assisted thoracoscopic surgey dan
dengan CT-Scan dada di dapatkan adanya bulla ipsilateral pada 89%
pasien dengan pneumothoraks primer.
2. Sekunder
Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan internal lines of
resintance, mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten
sehingga melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang tepat
sesuai gejala. Tujuannya untuk memperoleh kestabilan sistem secara
optimal dan memelihara energi
Terjadi dengan penyakit paru yang mendasarinya misalnya :
a) COPD
b) Focus TB kaseosa
c) Blep emfisema
d) Ca primer/ metastase
e) Pneumoni

Terapi utama pada pneumothoraks adalah evaluasi udara yang


terdapat didalam cavum pleura dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Pilihan terapi untuk pneumothoraks mencakup
observasi, aspirasi sederhana dengan kateter, WSD,pleurodesis,
thoracoskopi melalui insersi port tunggal kedalam dada, video-
asisted bedah thorascopi dan thoracotomi ( Shan dkk,2000; Fry
dkk 2000).
3. Tersier
Dilakukan setelah sistem di tangani dengan strategi-strategi pencegahan
sekunder. Pencegahan sekunder ini berfokus pada perbaikan kembali ke
arah stabilitas sistem secara optimal. Pencegahan tersier cenderung untuk
kembali pada pencegahan primer.
F. Proses keperawatan secara teori
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan menurut Mutaqin 2013, meliputi :
a. Anamnesis
1) Riwayat penyakit saat ini
Keluhan utama meliputi sesak napas,bernapas terasa berat pada
dada, dan keluhan sulit bernapas serta nyeri dada. Seringkali sesak
napas datang mendadak, dan semakin berat. Nyeri dada dirasakan
pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada
gerakan pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma
yang mengenai organ rongga dada seperti peluru yang menembus
dada dan paru, ledakan yang meb nyebabkan tekanan dalam paru
meningkat,kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma
tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung menembus
pleura.
2) Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penykit paru
seperti TB paru, pneumonia atau PPOM (penyakit paru obstruksi
menahun) dimana sering terjadi pada pneumothoraks spontan.
3) Riwayat penyakit keluarga
Perlu di tanyakan apakah ada keluarga klien yang menderita
penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan
pneumothoraks seperti kanker paru, TB paru, PPOM dan lain-lain
yang berhubungan dengan penyebab pneumothoraks.
4) Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial meliputi perasaan klien terhadap
penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya setara bagaimana
prilaku klien pada tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pernafasan atau respirasi pemeriksaan fisik pada klien dengan
pneumothorak merupakan pemeriksaaan fokus yang terdiri atas
inspeksi, palpasi,perkusi, dan auskultasi`
a) Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, serta penggunaan
otot bantu pernapasan. Pernapasan ekspansi dada yang
asimetria (pergerakan dada tertinggal pada dada yang tertinggal
pada dada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif
dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong
ke sisi yang sehat.
b) Palpasi
Taktik fermitus menurun pada sisi yang sakit. Disamping itu,
pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang
antar iga bisa saja normal atau melebar.
c) Perkusi
Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai timpani,
dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang
sehat,apabila tekanan intrapleura tertinggi.
d) Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
Pada posisi duduk,semakin ke atas detak cairan maka akan
semakin tipis, sehingga suara napas terdengar amforis,bila ada
fistel bronkhopleura yang cukup besar pada pnemothoraks
terbuka.
2) Kardivaskuler atau sirkulasi
Perawat perlu memonitor dampak pnemothoraks pada status
kardiovaskular yang meliputi keadaan hemodinamika seperti
nadi,tekanan darah, dan pengisian kapiler darah.
3) Persyarafan atau Neurologik
Pada inpeksi,tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan
juga pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis, samnolen,atau
koma.
4) Perkemihan Eliminasi atau Genitourinaria
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria.
Oliguria merupakan tanda awal dari syok.
5) Pencernaan Eliminasi atau Gastrointestinal
Akibat adanya sesak napas, klien biasanya mengalami mual
muntah,penurunan nafsu makan,dan penurunan berat badan.
6) Tulang Otot Integumen
Pada trauma dirusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan
otot dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan resiko
infeksi.
2. Diagnose keperawatan
Diagnosan keperawatan menurut Muttaqin (2013) meliputi:
a. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan
dalam rongga pleura.
b. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya
akumulasi sekret jalan napas.
c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran aveolar kapiler.
d. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan tekanan
inspirasi dan ekspirasi
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbanagan suplai
dan kebutuhan oksigen
3. Intervensi dan rasional
a. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan
dalam rongga pleura.
Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan pola napas kembali efektif, tidak terjadi komplikasi seperti
syok, gagal napas, hipoksia. Intervensi keperawatan meliputi :
1) Mengidentifikasi etiologi/faktor pencetus, contoh kolaps spontan,
trauma keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik.
Rasional : pemahaman penyebab kolaps paru perlu pemasangan
selang dada yang tepat dan memilih tindakan terapeutik lain.
2) Mengkaji fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapasan serak,
dispenia, keluhan ‘’lapar udara’’ terjadinya sianosis, perubahan
tanda vital.
Rasional : distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat
terjadi sebagai akibat stres fisologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan
hipoksia/perdarahan.
3) Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi
mekanik. Catat perubahan tekanan udara.
Rasional : kesulitan bernapas “dengan” ventilator dan/atau
peningkatan tingkatan jalan napas diduga memburuknya
kondisi/terjadinya komplikasi (mis, ruptur spontan dari bleb,
terjadinya pneumotorak).
4) Auskultasi bunyi napas.
Rasional : bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus,
segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis
tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps menurun bunyinya.
Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya
dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotorak.
5) Catat pengembangan dada dan posisi trakea.
Rasional : pengembangan dada sama dengan ekspansi paru.
Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan
pneumotorak.
6) Kaji fremitus.
Rasional : suara taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan
yang tersisi cairan/konsolidasi.
7) Kaji klien adanya nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
Rasional : sokong terhadap dada dan otot dan abdominal membuat
batuk lebih efektif/mengurasi trauma.
8) Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
ekspansi paru dan ventalitas pada sisi yang tak sakit.
b. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan
akumulasi sekret jalan napas. Tujuan dan kriteria hasil : setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan napas kembali
efektif, tidak ada sumbatan sputum, jalan napas bersih. Intervensi
keperawatan :
1) Awasi perubahan status jalan napas dengan memonitor jumlah,
bunyi, atau status kebersihan.
Rasional: penurunan aliran udara terjadi pada area yang tertekan
oleh udara, bunyi napas biasanya rales atau pun tidak terdengar
karena adanya udara pada rongga pleura.
2) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding
dada.
3) Berikan pelembab saat terpasang O2
Rasional : cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan baik
yang tampak maupun yang tidak, saat bernapas pasien akan
mengeluarkn uap sehingga diperlukan pelembab untuk mengurangi
uap sehingga di perlukan pelembab untuk mengurangi uap yang
keluar.
4) Lakukan tindakan pembersihan jalan napas dengan fibrasi,
clapping,atau postural drainase (jika perlu dilakukan suction)
Rasional : membantu melancarkan pembersihan dan merangsang
batuk secara mekanik pada klien yang tak mampu melakukan
karena batuk tidak produktif.
5) Ajarkan teknik batuk efektif dan cara menghindari alergi.
Rasional : batuk adalah mekanisme pembersih jalan napas alami,
membantu silia mempertahankan mekanisme paten.
6) Berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat
bronkodilator.
Rasional : alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilitas sekret, Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk
dengan cara menurunkan ketidak nyamanan tetapi harus digunakan
secara hati-hati.
c. Gangguang pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran aveoler kapiler.
Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan gangguan pertukaran gas tidak terjadi,tidak ada tanda-
tanda asidosis ataupun alkalosis. Intervensi keperawatan meliputi :
1) Awasi perubahan status pernapasan
Rasional : manifestasi syok pernapasan pada indikasi tertentu
dapat terjadi karena perubahan volume udara yang masuk.
2) Atur posisi sesuai dengan kebutuhan
Rasional : posisi fowler ataupun semi fowler dapat melancarkan
pernafasan karena posisi trakhea akan lebih terbuka saat posisi
tersebut`
3) Berikan oksigenasi
Rasional : tujuan terapi O2 adalah mempertahankan PaO2 di atas
60 mg, oksigen diberikan dengan metode yang memberikan
pengiriman tepat dalam toleransi klien.
4) Ajarkan teknik bernapas dan releksasi yang benar.
Rasional : ansietas dapat menyebabkan masalah psikologis sesuai
dengan respon fisiologi terhadap hipoksia.
5) Pertahankan berkembangnya paru dengan memasang ventilasi
mekanis, chest tube, dan chest drainase sesuai dengan indikasi.
Rasional : dapat dilakukan bila kondisi memungkinkan terjadinya
gagal napas akut, sehingga perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
d. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan penurunan
tekanan inspirasi dan ekspirasi. Tujuan dan kriteria hasil : setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas teratur dengan
tanda-tanda vital rentang normal, jalan napas adekuat, suara napas
vesikuler. Intervensi meliputi :
1) Monitor respirasi dan status O2.
Rasional : menurunkan status dapat menunjukkan perubahan status
kesehatan klien yang dapat menyebabkan hipoksia.
2) Monitor sign
Rasional : perubahan tanda-tanda vital yang mengindikasikan
adanya perubahan pada beberapa organ yang berhubungan dengan
status kesehatan klien
3) Berikan posisi semi fowler
Rasional : memungkinkan upaya napas lebih dalam dan kuat serta
menurunkan ketidaknyamanan dada
4) Berikan terapi oksigen sesuai indikasi
Rasional : mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg
5) Kolaborasi pemberian therapy penurunan sesak
Rasional : untuk mengurangi keluhan yang pasien rasakan
e. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen. Tujuan dan kriteria hasil : setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan aktivitas klien mandiri
dengan berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan respirasi, maupun melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri. Intervensi meliputi :
1) Kaji tingkat aktivitas klien
Rasional : untuk mengetahui tingkat kelemahan klien
2) Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari bila perlu
Rasional : membantu aktivitas klien secara bertahap dapat
membantu toleransi aktivitas klien
3) Mandikan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Rasional : mengurasi ketergantungan aktivitas klien dengan
bantuan perawat atau keluarga.
4) Berikan motivasi kepada klien untuk bisa melakukan aktivitas
secara mandiri
Rasional : memberikan motivasi dapat mempercepat penyembuhan
dan dapat mengurangi ketergantungan aktivitas klien.
5) Anjurkan kelurga untuk membantu ADL kline seperti BAK dan
BAB, makan.
Rasional : agar klien tidak cepat lelah karena sesak.
6) Berikan therapy O2
Pemberian terapi O2 dapat mengurangi sesak
G. Hasil penelitian terkait intervensi rasional
Hasil penelitian mendapatkan 83bpasien dengan diagnosis klinis
pneumothoraks dan yang terdiagnosis secara radiologik yaitu 41 pasien
pneumotoraks paling banyak diderita oleh laki-laki berjumlah 37 pasien
(90,2%) sedangkan pada peremupuan berjumlah 4 pasien (9,8%).
Kasus pneumotoraks terbanyak ditemukan pada kelompok usia >_50
tahun yaitu 15 pasien (36,6%), dan yang paling sedikit yakni kelompok usia
10-19 tahun yakni 3 pasien (7,3%) .
Tabel. 1 distribusi pasien pneumotoraks berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin n %
Laki-laki 37 90,2
Perempuan 4 9,8
Total 41 100,0

Tabel. 2 distribusi pasien pneumotoraks berdasarkan kelompok usia


Kelompok usia n %
( Tahun )
10-19 3 7,3
20-29 10 24,4
30-39 8 19,5
40-49 5 12,2
>_50 15 36,6
Total 41 100,0

Berdasarkan gambaran foto toraks pasien pneumotoraks ditemukan


lesi pada hemitoraks kanan lebih banyak yaitu 22 pasien (53,7) dibandingkan
lesi pada hemitoraks kiri yaitu 19 (46,3%) (tabel 3)
Tabel.3 distribusi pasien pneumotoraks berdasarkan lokasi lesi
hemitoraks
Lokasi hemitoraks n %
Kanan 22 53,7
Kiri 19 46,3
Total 41 100,0

Etiologi yang didapat dari 41 pasien pneumotoraks yang terdiagnosis


klinis dan radiologis terbagi atas spontan primer, spontan sekunder, dan
traumatik ( Tabel 4)
Etiologi n %
Spontan primer 7 17,1
Spontan sekunder 18 43,9
Traumatik 16 39,0
Total 41 100,0

Dari 41 pasien dalam penelitian ini, etiologi yang sering yaitu PSS sebanyak
18 pasien (43,9). Pada pneumotoraks traumatik PSP ditemukan 7 pasien
(17,1%). Pada PSS di temukan kasus tuberkulosis sebanyak 16 pasien dan
kasus pneumotoraks traumatik ditemukan akibat KLL sebanyak 9 kasus dan
akibat luka tusuk sebanyak 7 kasus.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tension pneumothorax adalah suatu keadaan dimana keadaan terdapat
akumulasi udara ekstrapulmoner dalam rongga pluera viscera dan
varenteral , yang dapat menyebabkan timbulnya polaps paru pada keadaan
normal rongga pluera tidak berisi udara agar paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga dada, Tension pneumothorax terjadi ketika
cedera pada dinding dada atau paru memungkinkan udara masuk keruang
pleura, tetapi mencegah udara keluar. Tekanan dalam ruang pleura
menjadi positif dalam kaitannya dengan tekanan atmosfer karena udara
secara cepat berakumulasi dengan setiap usaha napas. Paru pada sisis yang
terkena kolapas, dan tekanan pada mediastinum menggeser organ toraks
ke sisi dada yang tidak terkena, memberi tekanan pada paru yang
berlawanan. Ventilasi menurun secara hebat dan aliran balik vena
kejantung terganggu. pada pnemothoraks terbuka udara atmosfir mengalir
langsung ke rongga pluera yang mengakibtkan kolaps paru pada area
terkena. Pada pneumothoraks tertutup, udara masuk ke rongga pluera dari
pada paru, sehingga meningkatkan tekanan pluera dan mencegah ekspansi
paru. Pada tensions pnumothoraks udara pada rongga pluera memiliki
tekanan yang lebih tinggi dari udara di paru. Udara masuk ke rongga
pluera melalui ruptur pluera hanya ketika inspirasi. Tekanana udara ini
menyebabkan tekanan-tekanan barometriks, menyebabkan atelektasis
kompesi.

B. SARAN
Demi lengkapnya isi dan pembahasan mengenai makalah ini, maka
kami sebagai penyusun mengharapkan saran dari para pembaca dan
pendengar demi kelengkapan isinya. Untuk itu penyusun berharap saran
yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Brend M.s & Bethel susan, (2011), Manual Of Critical Care Nursing, Edisi 16
Amerika:PJM
Kusuma, H, & Nurarif, A. (2012). Handbok Health Student. Yogyakarta
Medication Publising.
Nanda (2013). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Ediji
Revisi jilid II. Jakarata: Media Action.
Smelzer , S.C & Bare, BG (2013). Buku Ajara Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, Ed. 8 Vol. 1. Jakarta: EGC
Syaifuddin. (2012). Anatomi Fisiologi Ediji 4. Jakarta: EGC.
Wahid, A. & Suprapto, I (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem
Respirasi. Jakarta: TIM.

Anda mungkin juga menyukai