Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

Keperawatan Medikal Bedah (Kmb I)

OLEH :

FIRSTY ALMA DIENY

113063J122007

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah dengan masalah Efusi Pleura ini
telah dikonsulkan dan disetujui

Mengetahui

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Chrisnawati, MSN Dian Handrayani,S.,S.Kep.,Ners


LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

I. Konsep Teori
a. Anatomi & Fisiologi

Gambar 2.2 Anatomi Paru dan Pleura (Adita, 2015; Tika, 2020).

1. Trakea
Trakea juga dikenal sebagai tenggorokan. Trakea adalah tulang
tabung yang menghubungkan hidung dan mulut ke paru-paru. Ini adalah
tabung berotot kaku terletak di depan kerongkongan yang sekitar 4,5 inci
panjang dan lebar 1 inci.
2. Bronkus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian
kirakira veterbrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Trakea bercabang menjadi
bronkus utama (primer) kiri dan kanan. Bronkus kanan lebih pendek
lebih lebar dan lebih vertikal dari pada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari
arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di
bawah arteri disebut lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis
sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas
dan bawah.
3. Bronkioli
Bronkioli membentuk percabangan menjadi bronkioli terminalis
yang tidak mempunyai kelenjar lender dan silia. Bronkioli terminalis ini
kemudian menjadi bronkioli respiratori, yang dianggap menjadi saluran
transisional antara udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
Sampai titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara
dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam
pertukaran gas.
4. Pleura
Parietal dan Pleura Visceral Pleura yang bagiannya menempel
dengan dinding dalam rongga dada disebut pleura parietalis dan bagian
yang melekat dengan paru-paru disebut pleura visceralis. Sebetulnya
pleura ini merupakan kantung yang dindingnya berisi cairan serosa yang
berguna sebagai pelumas sehingga tidak menimbulkan sakit bila antara
dinding rongga dada dan paru-paru terjadi gesekan pada waktu respirasi.
5. Lobus
Lobus merupakan jalur dari paru-paru yang terdiri dari beberapa
bagian yaitu paru kiri terdiri dari dua lobus (lobus superior dan lobus
inferior) dan paru kanan terdiri dari tiga lobus yaitu (lobus superior,
lobus medius dan lobus inferior).
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru. Di mana antara pleura yang
membungkus pulmo dekstra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum.
Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian :
1. Pleura Viscelaris/Pulmonis yaitu pleura yang langsung melekat pada
permukaan pulmo.
2. Pleura Parietalis yaitu bagian pleura yang berbatasan dengan dinding
thoraks. Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilus
pulmonis sebagai ligamen Pulmonal (pleura penghubung).
Di antara kedua lapisan 12 pleura ini terdapat sebuah rongga yang
disebut dengan cairan pleura. Dimana di dalam cairan pleura ini terdapat
sedikit cairan pleura yang berfungsi agar tidak terjadi gesekan antara pleura
ketika proses pernapasan. (Wijaya & Putri, 2013).
Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru kanan yang terdiri tiga lobus
terdiri dari bagian atas, tengah dan bawah sedangkan paru-paru kiri terdiri dari
2 lobus yaitu lobus atas dan bawah. Bagian atas puncak paru disebut apeks
yang menjorok ke atas arah leher pada bagian bawah disebut basal. Paru-paru
dilapisi oleh selaput pleura. Dari segi anatomisnya, permukaan rongga pleura
berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu
rongga ke rongga yang lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada
rongga kosong diantara kedua pleura, karena biasanya sekitar 10-20 cc cairan
yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur.
Cairan ini berfungsi untuk pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura
tersebut mudah bergeser satu sama lain.
Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari
cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut
akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik dari rongga pleura ke
mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura
parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura
oleh pleura parietalis dan absorbs oleh cairan viseralis. Oleh karena itu, rongga
pleura disebut sebagai ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu
sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas (Muttaqin, 2011).

b. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain
(Nurarif et al, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan peningkatan
cairan yang luar biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah selaput tipis yang
melapisi permukaan paru-paru dan bagian dalam dinding dada di luar paru-paru.
Di pleura, cairan terakumulasi di ruang antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah
cairan yang tidak terdeteksi hadir dalam ruang pleura yang memungkinkan
paru-paru untuk bergerak dengan lancar dalam rongga dada selama pernapasan
(Philip, 2017).
Rongga pleura dalam keadaan normal berisi sekitar 10 – 20 ml cairan
yang berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat
bernapas. Akumulasi cairan melebihi volume normal dan menimbulkan
gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan viseral tidak
mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura viseral
atau sebaliknya yaitu apabila produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan.
Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa
kelainan, antara lain infeksi dan kasus keganasan di paru atau organ luar paru.

c. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau
keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut (Morton 2012)
:
1. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekakanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
6. Penyebab efusi pleura: Infeksi dan non infeksi
- Infeksi : tuberkulosis, pneumonitis, abses paru, perforasi esophagus,
dan abses sufrenik
- Non infeksi : karsinoma paru, karsinoma pleura (primer dan sekunder),
karsinoma mediastinum, tumor ovarium, bendungan jantung (gagal
jantung), perikarditiskonstriktiva, gagal hati, gagal ginjal,
hipotiroidisme, kilotoraks, dan emboli paru.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragi.
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal
jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom vena
kava superior, tumor dan sindrom meigs.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru,
radiasi dan penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru
dan tuberculosis.

d. Menifestasi klinis
Adapun manifestasi klinik dari efusi pleura yaitu :
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak nafas.
2. Adanya gejala penyakita seperti demam, menggigil,dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis),
banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan berkurang
bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis ellis damoiseu).
5. Didapati segi tiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis ellis damoiseu. Segitiga grocco-rochfusz, yaitu
dareah pekak kkarena cairan mendorong mediastinum kesisi lain,pada
auskulasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Menurut Saferi & Mariza (2013), tanda dan gejala yang ditimbulkan dari
efusi pleura yang berdasarkan dengan penyebabnya adalah:
1. Sesak napas
2. Rasa berat pada daerah dada
3. Bising jantung yang disebabkan payah jantung
4. Lemas yang progresif
5. Penurunan berat badan yang disebabkan neoplasma
6. Batuk disertai darah pada perokok yang disebabkan Ca bronkus
7. Demam subfebril yang disebabkan oleh TB Paru
8. Demam mengigil yang disebabkan empyema
9. Asites pada penderita serosis hati
10. Asites disertai tumor di daerah pelvis yang disebabkan oleh penderita
sindrom meig.

e. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa efusi pleura merupakan salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi terkait penyakit pulmonal. Namun,
data mengenai insidensi pasti efusi pleura pada dasarnya sulit ditentukan karena
efusi pleura hanyalah manifestasi dari penyakit yang mendasarinya.

Secara Global, menunjukkan sebanyak 1.5 juta kasus atau sekitar 5 % dari
populasi Amerika Serikat mengalami efusi pleura setiap tahunnya. Efusi pleura
paling banyak disebabkan oleh gagal jantung kongestif, pneumonia bakterial,
keganasan, dan emboli paru. Insidensi efusi pleura diyakini setara antara pria
dan wanita, meskipun 2/3 kasus efusi pleura akibat keganasan muncul pada
wanita, umumnya terkait kanker payudara.

f. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis
dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 10 cc
- 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan
yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura
tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi
oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena
adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid
pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan
hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya
banyak mikrovili disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga
pleura tetap karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi.
Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic
koloid. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi
primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan
meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga
pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui
focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat
juga dari robekkan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga
atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena
kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang-
kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung
leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang dominan adalah sel-sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena
adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat
menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain: Irama pernapasan tidak
teratur, frekuensi pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang
lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal - hal diatas
ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi
tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun (Nair
& Peate, 2015).
Pathway
g. Pemeriksaan penunjang
Menurut Darmanto (2016), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada pasien efusi pleura antara lain sebagai berikut :
1. Gambaran Rontgen
Kelainan pada foto rontgen PA baru akan terlihat jika akumulasi
cairan pleura mencapai 300 mL. Pada mulanya, cairan berkumpul pada
dasar hemitoraks di antara permukaan inferior paru dan 21 diafragma
terutama disebelah posterior, yaitu sinus pleura yang dalam. Jika cairan
pleura terus bertambah banyak, maka cairan akan menuju ke atas yaitu ke
daerah paru yang cekung dan mencapai ke bagian atas. Diafragma dan
sinus kostofrenikus tidak akan terlihat jika cairan pleura mencapai 1000
mL. jika pada foto PA efusi pleura tampak tidak jelas maka dapat
dilakukan foto lateral decubitus.
2. Pemeriksaan Mikroskopik dan Sitologi
Jika dalam cairan pleura disapatkan sel darah putih sebanyak
>1000/mL, keadaan tersebut menunjukan empyema. Neutrophil
menunjukan kemungkinan adanya pneumonia, infark paru, tuberculosis
paru fase awal, atau pankreatitis. Limfosit dalam jumlah banyak mengacu
pada tuberculosis, limfoma maupun keganasan. Jika pada torakosintesis di
dapat banyak eosinophil maka tuberculosis dapat disingkirkan.
3. Pemeriksaan kimia pH
Selain pemeriksaan mikroskopik dan sitology dilakukan,
pemeriksaan lainnya adalah dengan pemeriksaan kimia dan pH. Yang di
periksa adalah glukosa, amylase dan enzim-enzim lainnya.
4. Bronkoskopi
Pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung untuk
membantu menemukan penyebab efusi pleura. 18 g.
5. Torakotomi
Biasanya dilakukan untuk membantu menemukan penyebab efusi
pleura, yaitu dengan pembedahan untuk membuka rongga dada. Namun,
pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu: (Nurarif et al, 2015)
1. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dispneu akan semakin meningkat pula.
2. Thoraksentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif
seperti nyeri,dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5 liter
perlu dikeluarkan untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah
cairan efusi pleura lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru
dapat dikalkukan 1 jam kemudian.
3. Antibiotic
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya
infeksi. Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.
4. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi obat
melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan
mencegah cairan terakumulasi kembali.
5. Water seal drainage (WSD)
Water seal drainage (WSD) adalah suatu system drainase yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum
pleura atau rongga pleura.

i. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi karena efusi pleura :
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis
dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika
fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat
pada jaringan - jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran -
membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat
cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru
yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang 19
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru.
5. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam
rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau
lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa
sakit (Morton,2012).

II. Konsep asuhan keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan awal dalam proses keprawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap
pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan individu (Nursalam, 2008).
a. Data umum
Dalam data umum meliputi nama, jenis kelamin, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal MRS dan diagnose medis
(Wahid, 2013).
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Merupakan alasan utama masuk rumah sakit atau keluhan
utama klien masuk rumah sakit dengan efusi pleura seperti sesak
nafas, batuk dan nyeri pada dada saat sedang bernafas, kebanyakan
gejala yang timbul bersifat asimptomatik atau sesuai dengan
penyakit yang menjadi penyebabnya. Seperti pneumonia dapat
menyebabkan demam, menggigil serta nyeri pada pleuritik, jika
efusi pleura telah menyabar maka akan menimbulkan dyspnea dan
batuk. Efusi pleura yang sudah menyebar maka akan mengakibatkan
napas pendek. Tanda fisik yang ditimbulkan adalah deviasi trakea
menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi, dan adanya
penurunan bunyi pernapasan pada sisi yang terkena
(Somantri,2012).
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpilan data yang bertujuan untuk menentukan sebab
dari efusi pleura, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Pada pasien efusi pleura akan mengeluhkan
sesak nafas, batuk, rasa berat pada dada dan adanya penurunan berat
badan.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Efusi pleura mungkin bisa merupakan komplikasi gagal
jantung kongestif, TB, pneumonia, infeksi paru (terutama virus),
sindomnefrotik, penyakit jaringan ikat dan tumor neoplastic,
karsinoma maglinansi bronkogenik adalah malignansi yang paling
umum yang berkaitan dengan efusi pleura. Efusi pleura dapat juga
tampak pada sirosis hepatis, embolisme paru dan infeksi parasitic.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada saat pengkajian perlu ditanyakan pada pasien maupun
anggota keluarga apakah sebelumnya ada keluarga yang menderita
yang disinyalir menjadi penyebab dari efusi pleura, seperti Ca Paru,
asma, TB Paru dan lainnya.
c. Pola Kesehatan Sehari-hari (data fokus)
Nutrition
Pengkajian pola nutrisi pada pasein dengan efusi pleura akan
mengalami penurunan nafsu makan yang disebabkan oleh sesak dan
adanya penekanan di struktur abdomen. Peningkatan metabolisme di
akibatkan karena proses penyakit, keadaan umum pasein efusi pleura
umumnya lemah nutrisi. Berikut ini merupakan pengkajian fokus pada
klien dengan gangguan kebutuhan nutrisi :
1) A (Antropometri) meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan,
lingkar kepala, lingkar lengan atas, IMT (Indeks Massa Tubuh).
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan cara mengukur berat badan
yang sesuai dengan tinggi badan memberikan alternative hubungan
antara tinggi badan dan berat badan klien. Klien dapat dikategorikan
memiliki berat badan yang berlebihan jika skor dari IMT berkisar
antara 25-30.
2) B (Biochemicali) meliputi data laboratorium yang abnormal
3) C (Clinical) meliputi tanda-tanda klinis rambut, turgor kulit, mukosa
bibir, conjungtiva anemis/tidak.
4) D (Diet) meliputi: nafsu makan, jenis makanan yang dikonsumsi,
frekuensi makanan yang diberikan selama di rumah sakit
d. Pemeriksaan Fisik (data fokus)
Paru (Pulmo)
a) Inspeksi : adanya peningkatan frekuensi / takipnea, peningkatan
kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher,
retraksi intercostal, ekspirasi abdominal akut, gerakan dada tidak
sama (paradoksik) bila trauma, penurunan pengembangan torak
(area yang sakit).
b) Palpasi : terjadi ketertinggalan gerak antara area yang sakit dengan
area yang sehat. Atau fremitus menurun pada sisi yang terkena
cairan.
c) Perkusi : terdengar bunyi pekak diatas area yang terpenuhi oleh
cairan
d) Auskultasi : bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar dibagian
yang tidak terkena penumpukan cairan.
Jantung
a) Inspeksi : tidak nampak ictus cordis pada ics 5 mid clavicula sinistra
b) Palpasi : teraba ictus cordis pada ics 5 mid clavicula sinistra
c) Perkusi : dullness
d) Auskultasi : irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap
efusi)

2. Diagnosa Keperawatan
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi penderita efusi pleura
sebelum dilakukan tindakan invasif menurut (Nurarif et al, 2015) dan (PPNI,
2017):

1. Pola Napas Tidak Efektif (D. 0005)


Definisi Masalah : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat.
Penyebab : Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan
otot pernafasan )
1) Gejala Dan Tanda
a) Data Mayor
(1) Subjektif
(a) Dipsnea
(2) Objektif
(a) Penggunaan otot bantu pernapasan
(b) Fase ekspirasi memanjang
(c) Pola napas yang abnormal (misalnya takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-slokes
b) Data Minor
(1) Subjektif
(a) Ortopnea
(2) Objektif
(a) Pernapasan pursed lip
(b) Pernapasan cuping hidung
(c) Diameter thoraks anterior posterior meningkat
(d) Ventilasi semenit menurun
(e) Kapitas vital menurun
(f) Tekanan Ekspirasi menurun
(g) Tekanan Inspirasi menurun
(h) Ekskursi dada berubah
2) Kondisi Klinis Terkait
a) Trauma thoraks

2. Nyeri Akut (D. 0077)


Definisi : pengalaman sensorik atau emosioal yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan.
Penyebab : agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia,
neoplasma)
1) Gejala dan Tanda
a) Data Mayor
(1) Subjektif
Mengeluh nyeri

(2) Objektif

(a) Tampak meringis

(b) Bersikap protektif

(c) Gelisah

(d) Frekuensi nadi meningkat

(e) Sulit tidur

b) Data Minor

(1) Subjektif
Tidak tersedia

(2) Objektif

(a) Tekanan darah meningkat

(b) Pola napas berubah

(c) Nafsu makan berubah

(d) Proses berfikir terganggu

(e) Menarik diri

(f) Berfokus pada diri sendiri

(g) Diaforesis

2) Kondisi Klinis Terkait

Infeksi

3. Defisit Nutrisi (D.0019)

Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan


metabolisme.
Penyebab : Ketidakmampuan mencerna makanan
1) Gejala dan Tanda
a) Data Mayor
(1) Subjektif
Tidak tersedia
(2) Objektif
Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
b) Data Minor
(1) Subjektif
(a) Cepat kenyang setelah makan
(b) Keram atau nyeri abdomen
(c) Nafsu makan menurun
(2) Objektif
(a) Bising usus hiperaktif
(b) Otot pengunyah lemah
(c) Otot menelan lemah
(d) Membran mukosa pucat
(e) Sariawan
(f) Serum albumin turun
(g) Rambut rontok berlebihan
(h) Diare
2) Kondisi Klinis Terkait
Infeksi
4. Intoleransi aktivitas (D.0056)
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari.
Penyebab : Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
1). Gejala dan tanda
a) Data mayor
(1) Subjektif
Mengeluh lelah
(2) Objektif
Frekuensi jantung meningkat lebih dari 20% dari kondisi
istirahat
b) Data minor
(1) Subjektif
(a) Dyspnea/setelah aktivitas
(b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
(c) Merasa lemah
(2) Objektif
(a) Tekanan darah berubah lebih dari 20% dari kondisi istirahat
(b) Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
(c) Gambaran EKG menunjukan iskemia
(d) Sianosis
4) Kondisi klinis terkait
PPOK
3. Intervensi dan Evaluasi

Diagnosa 1: Pola nafas tidak efektif


Kriteria Hasil Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Mengetahui pola napas 1. Mem
1. Monitor onitor pola nafas S: pasien mengatakan
keperawatan 1x24 jam dalam batas normal
pola nafas (frekuensi, 2. Men tidak sesak lagi,
diharapkan pola nafas 2. Bunyi napas tambahan
kedalaman, usaha nafas) menunjukan adanya dengar bunyi nafas
membaik. Dengan O: pasien bernapas
2. Monitor tambahan
gangguan pada paru normal, respirasi dalam
bunyi nafas tambahan 3. Mem
Kriteria hasil : (mis. Gurgling, mengi, 3. Jalan napas yang paten pertahankan batas normal, spo
wheezing, ronchi memberikan kenyaman dan kepatenan jalan dalam batas normal
1. Dyspnea kering) terhindarnya dari nafas
Terapeutik kekurangan oksigen 4. Mem
A: pola napas tidak
menurun
2. Penggunaan 3. Pertahank 4. Pisisi yang tepat membantu beri posisikan efektif teratasi
otot bantu nafas menurun an kepatenan jalan nafas kepatenan dan kenyaman semi-fowler atau P: hentikan intervensi
3. Pemanjanga head-tilt dan chin-lift pola napas fowler
n fase ekspirasi menurun (jaw-thrust jika curiga 5. Memenuhi kebutuhan 5. Mem
4. Otopnea trauma sevikal) oksigen bagi tubuh berikan oksigen
menurun 4. Posisikan jika perlu
6. Batuk efektif dapat
5. Pernapasan semi-fowler atau fowler 6. Meng
5. Berikan membantu pengluaran ajarkan teknik
pursed-lip menurun
6. Frekuensi oksigen jika perlu sekret dan kenyamanan batuk efektif
nafas membaik Edukasi bernapas 7. Mem
6. Ajarkan 7. Obat yang tepat membantu beri obat sesuai
teknik batuk efektif membersikan atau order dokter
Kaloborasi mempelancar pernapasan
7. Kolaboras
i pemberian
bronkodilator,ekspektor
an, mukolitik, jika
perlu.

Diagnosa 2 : Nyeri akut


Setelah dilakukan asuhan Observasi 1. Mengetahui skala nyeri 1. Mengkaji skala
1. Identifikasi skala nyeri nyeri S: diharapkan pasien
keperawatan selama 1 x 24 2. Identifikasi lokasi, agar memberi tindakan 2. mengidentifikasi mengatakan nyeri
jam diharapkan nyeri karakteristik, durasi, yang tepat lokasi, berkurang,
frekuensi, kualitas, intensitas 2. Posisi nyeri dapat karakteristik,
menurun durasi, frekuensi, O: sakla nyeri 0,
nyeri. membantu dan sipat nyeri
Terapeutik kualitas, intensitas
Kriteria hasil : dapat membantu tindakan A: neri akut teratasi
3. Berikan teknik nyeri.
yang tepat 3. Memberi posis dan
nonfarmakologis untuk P: intervensi dihentikan
1. Keluhan mengurangi rasa nyeri
3. Tindakan yang tepat dapat teknik napas dalam
nyeri menurun 4. Pertimbangan membantu mengurangi 4. Mengajarkan
2. Melapork jenis dan sumber nyeri dalam rasa nyeri teknik distrasi
an nyeri terkontrol pemilihan strategi meredakan 4. Sumber dan jenis nyeri
meningkat nyeri membantu diagnosa dan 5. Memberi terapi
3. Meringis Edukasi intervensinyang tepat obat sesuai order
menurun dokter
4. Pengguna
5. Anjurkan tekhnik 5. Tenik seperti relaksasi
nonfarmakologi untuk dapat membantu
an analgetik menurun
mengurangi rasa nyeri mengurang nyeri
5. Tekanan darah Kolaborasi
membaik 6. Terapi yang tepat
6. Kolaborasi pemberian membantu dalam
analgetik, jika perlu penyembuhan dan
mengurai rasa nyeri
Diagnosa 3 : Defisit Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Mengatahui jenis 1. menanyakan apakah
1. Identifikasi alergi dan ada ada alergi S: pasien mengatakan
keperawatan 1x 24 jam makanan yang
intoleransi makanan mempengaruhi sistem makan atau tidak tidak ada muntah,
diharapkan status nutrisi 2. Monitor asupan makanan 2. memonitor asupan nafsu makan
kekebalan tubuh dan
3. Timbang berat badan makanan meningkat
membaik makanan yang tidak
4. Identifikasi makanan yang 3. menimbang berat
disukai disukai badan O: pasien nampak
Kriteria hasil Terapeutik 2. Mengetahui input dan 4. menanyakan menghabiskan
5. Berikan makanan tinggi output makanan makanan yang makanan, BB
1. Porsi makanan yang kalori dan protein 3. Berat badan yang naik disukai meningkat
dihabiskan Kolaborasi atau turun 5. memberikan
6. Kolaborasi dengan ahli gizi menginformasikan makanan yang tinggi A: defisit nutrisi
meningkat
2. Berat bada membaik tentang cara meningkatkan bahwa nutrisi yang kalori dan protein teratasi
asupan makanan diterima cukup atau 6. berkkaloborasi
3. Nafsu makan P: hentikan interpensi
kurang dengan ahli gizi
membaik tentang peningkatan
4. Indeks masa tubuh 4. Menambah nasfsu makan nutrisi
(IMT) membaik bagi pasien
5. Frekuensi makan 5. Memenuhi asupan energi
membaik bagi pasien
6. Memenuhi kebutuhan
nutrisi yang sesuai
Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas
Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Mengetahui seberapa 1. Mengidentifkasi
1. Identifkasi gangguan fungsi gangguan fungsi S: pasien mengatakan
keperawaan diharapkan jauh fungsi tubuh mampu
tubuh yang mengakibatkan tubuh yang saat aktivitas tidak
akitifitas pasien meingkat bergeraj dan beraktifitas
kelelahan mengakibatkan sesak
2. Lokasi bagian tubuh
dengan Kriteria hasil 2. Monitor lokasi dan kelelahan
yang tidak mampu O: pasien tidak sesak
ketidaknyamanan selama 2. Memonitor lokasi
1. Kemudahan melakukan aktifitas beraktivitas lama dapat dan saat beraktivitas seperti
melakukan aktifitas Terapeutik menentukan intervensi ketidaknyamanan mandi, terlihat sehat
2. Dyspnea saat 3. Sediakan lingkungan yang tepat selama melakukan
nyaman dan rendah stimulus 3. Ruangan dan lingkungan aktifitas
A: intoleransi aktivitas
beraktifitas menurun teratasi
3. Dspnea setelah (mis. Cahaya, suara, yang aman dapat 3. Menyediakan
kunjungan) membantu aktivitas dan lingkungan nyaman P: intervensi dihentikan
beraktifitas menurun Edukasi dan rendah stimulus
4. Perasaan lemah pemulihan yang baik
4. Anjurkan tirah baring 4. Istirahat yang cukup 4. Menganjurkan tirah
menurun 5. Melakukan aktvitas secara baring
5. Tekanan darah mengembalikan kekuatan
bertahap 5. Melakukan aktvitas
membaik otot untuk beraktivitas
secara bertahap
6. Frekueni nadi secara normal
membaik 5. Aktivitas yang tepat dan
teratur melatih kekutan
tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Ayni (2019). Karya Tulis Ilmiah Efusi Pleura. http://repo.stikesicme- jbg.ac.id/2528/.


Diakses tanggal 23 april 2020.

Morton dkk. (2012). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Nair, M., & Peate, I. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan Edisi 2. Jakarta: Bumi
Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi refisi jilid 1 2015.
Jakarta: Media Action Publishing.

PHILIP ENG Respiratori medical clinic. (2017). philipeng.com. Dipetik April22, 2017,
dari philipeng.com.sg:http://www.philipeng.com.sg/ms

/conditions/pleural-effusion/

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Syahruddin, E., Hudoyo, A., Arief, N., Pulmonologi, D., & Respirasi, K. (2009). Efusi
Pleura Ganas Pada Kanker Paru. J Respir Indo, 29(4), 1-9.

Tika, H. (2020). KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGAN EFUSI PLEURA YANG DI RAWAT DI RUMAH SAKIT.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Yovi, I., Anggraini, D., & Ammalia, S. (2017). Hubungan karakteristik dan Etiologi
Efusi Pleura di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. J Respir Indo, 37(2), 135-144.

Anda mungkin juga menyukai