Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. Cairan pleura

normalnya merembes secara terus menerus ke dalam rongga dada dari kapiler –

kapiler yang membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem

limfatik pleura viseralis. Kondisi apapun yang mengganggu sekresi atau drainase dari

cairan ini akan menyebabkan efusi pleura. Efusi pleura dapat berupa cairan jernih

yang merupakan transudat dan berupa pus atau darah pleura (Joyce M. Black, 2014).

Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi biasanya

merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.

Menurut World Health Organization (2010), Efusi pleura merupakan suatu

gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit

ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama dinegara-negara yang

sedang berkembang termasuk Indonesia. Dinegara-negara industri, diperkirakan

terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang. Data Departemen Kesehatan

Republik Indonesia (Depkes. RI, 2010), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari

penyakit infeksi saluran nafas lainnya.

Efusi Pleura dapat disebabkan oleh infeksi dan non infeksi, efusi pleura

yang disebabkan infeksi yaitu tuberkulosis, pneumonitis, abses paru, perforasi

esophagus, abses subfrenik. Sedangkan untuk non infeksi disebabkan oleh karsinoma

paru, karsinoma pleura, karsinoma mediastinum, tumor ovarium, bendungan jantung,

gagal jantung, perikarditis konstriktiva, gagal hati, gagal ginjal, hipotiroidisme,

kilotoraks, emboli paru (Morton dkk, 2012).

Pasien-pasien dengan efusi pleura menunjukkan gejala klinis yang beragam


mulai dari efusi pleura tanpa gejala hingga efusi pleura masif yang menunjukkan

berbagai gejala serius yang mengganggu pernapasan. Pada kasus efusi pleura tanpa

gejala, biasanya efusi pleura terlihat dari gambaran X-Ray thorak (Wedro, 2014).

Karakteristik tanda dan gejala dari efusi pleura yang sering terjadi

seperti sesak nafas, batuk kering, dan nyeri dada pleuritik. Pada pemeriksaan

fisik dapat ditemukan bunyi redup saat dilakukan perkusi, berkurangnya

taktil vokal fremitus saat dilakukan palpasi, dan penurunan bunyi napas pada

auskultasi paru (Karkhanis, 2012).

Masalah keperawatan yang umum terjadi pada pasien dengan efusi

pleura salah satunya adalah pola napas tidak efektif dan gangguan pertukaran

gas (NANDA, 2012). Pola napas tidak efektif diakibatkan oleh terganggunya

ekspansi paru akibat akumulasi cairan di pleura sehingga akan menimbulkan

manifestasi klinis seperti peningkatan frekuensi napas, kesulitan bernapas

(dipsnea), penggunaan otot-otot bantu pernapasan, dan pada kasus-kasus

berat muncul gejala hipoksia seperti sianosis. Sementara itu, efusi pleura juga

berakibat pada terganggunya pertukaran gas yang bermanifestasi klinis pada

perubahan nilai gas darah arteri (Wilkinson & Ahern, 2005).

Oleh karena itu, peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah

diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti

pneumonia, peneumothoraks, gagal nafas dan kolaps paru sampai dengan

kematian. Penanganan efusi pleura berfokus pada pemenuhan kebutuhan

oksigenasi yang maksimum.Oksigenasi yang maksimum difokuskan untuk

mencapai pertukaran gas yang adekuat, ventilasi yang adekuat, dan perfusi

jaringan yang adekuat (Dugdale, 2014). Evakuasi cairan dilakukan untuk

menjamin ventilasi dan pertukaran gas yang adekuat. Evakuasi cairain

dilakukan melalui tindakan medis seperti thoracentesis dan pemasangan chest


tube (Rubins, 2013). Tindakan keperawatan juga berperan penting untuk

menjamin ventilasi dan perfusi yang adekuat. Beberapa tindakan keperawatan

utama untuk mengatasi masalah pernapasan pada pasien efusi pleura adalah

pengkajian berupa monitor status pernapasan meliputi frekuensi pernapasan,

auskultasi suara paru, monitor status mental, dispnea, sianosis, dan saturasi

oksigen (Wilkinson & Ahern, 2005). Selain itu, tindakan keperawatan yang

penting adalah “Positioning” yang bertujuan untuk meningkatkan ekspansi

paru sehingga mengurangi sesak (Dean, 2014).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil judul

“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Efusi Pleura”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang dapat

dirumuskan adalah Bagaimanakah Asuhan Keperawatan yang tepat pada pasien

dengan Efusi Pleura.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum :

Memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien

dengan Efusi Pleura

2. Tujuan Khusus :

• Mengkaji pasien dengan Efusi Pleura

• Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura

• Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura

• Melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura

• Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang

terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang

terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain

(Nurarif et al, 2015).

Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan

peningkatan cairan yang luar biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah selaput

tipis yang melapisi permukaan paru-paru dan bagian dalam dinding dada di luar

paru-paru. Di pleura, cairan terakumulasi di ruang antara lapisan pleura.

Biasanya, jumlah cairan yang tidak terdeteksi hadir dalam ruang pleura yang

memungkinkan paru-paru untuk bergerak dengan lancar dalam rongga dada

selama pernapasan (Philip, 2017).

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang

terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer

jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit

lain (Nurarif & Kusuma, 2015).

Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul

dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya

(Nair & Peate, 2015).


2. Etiologi

Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan

produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini

disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut (Morton 2012) :

a. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik

b. Peningkatan permeabilitas kapiler

c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah

d. Peningkatan tekakanan negative intrapleura

e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura

1) Penyebab efusi pleura:

a) Infeksi

(1) Tuberkulosis

(2) Pneumonitis

(3) Abses paru

(4) Perforasi esophagus

(5) Abses sufrenik

b) Non infeksi

(1) Karsinoma paru

(2) Karsinoma pleura: primer, sekunder

(3) Karsinoma mediastinum

(4) Tumor ovarium

(5) Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditiskonstriktiva

(6) Gagal hati

(7) Gagal ginjal

(8) Hipotiroidisme

(9) Kilotoraks
(10) Emboli paru.

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi

menjadi transudat, eksudat dan hemoragi.

a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal

jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom

vena kava superior, tumor dan sindrom meigs.

b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru,

radiasi dan penyakit kolagen.

c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark

paru dan tuberculosis.

3. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.2 Anatomi Paru dan Pleura (Adita, 2015)

a. Trakea

Trakea juga dikenal sebagai tenggorokan. Trakea adalah tulang tabung

yang menghubungkan hidung dan mulut ke paru-paru. Ini adalah

tabung berotot kaku terletak di depan kerongkongan yang sekitar 4,5

inci panjang dan lebar 1 inci.

b. Bronkus

Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-
kira veterbrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan

trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Trakea bercabang menjadi

bronkus utama (primer) kiri dan kanan. Bronkus kanan lebih pendek

lebih lebar dan lebih vertikal dari pada yang kiri, sedikit lebih tinggi

dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat

di bawah arteri disebut lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan

lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri

pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan

ke lobus atas dan bawah.

c. Bronkioli

Bronkioli membentuk percabangan menjadi bronkioli terminalis yang

tidak mempunyai kelenjar lender dan silia. Bronkioli terminalis ini

kemudian menjadi bronkioli respiratori, yang dianggap menjadi

saluran transisional antara udara konduksi dan jalan udara pertukaran

gas. Sampai titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml

udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam

pertukaran gas.

d. Pleura Parietal dan Pleura Visceral

Pleura yang bagiannya menempel dengan dinding dalam rongga dada

disebut pleura parietalis dan bagian yang melekat dengan paru-paru

disebut pleura visceralis. Sebetulnya pleura ini merupakan kantung

yang dindingnya berisi cairan serosa yang berguna sebagai pelumas

sehingga tidak menimbulkan sakit bila antara dinding rongga dada dan

paru-paru terjadi gesekan pada waktu respirasi.

e. Lobus

Lobus merupakan jalur dari paru-paru yang terdiri dari beberapa


bagian yaitu paru kiri terdiri dari dua lobus (lobus superior dan lobus

inferior) dan paru kanan terdiri dari tiga lobus yaitu (lobus superior,

lobus medius dan lobus inferior).

Pleura merupakan lapisan pembungkus paru. Di mana antara pleura

yang membungkus pulmo dekstra et sinistra dipisahkan oleh adanya

mediastinum. Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian :

a. Pleura Viscelaris/Pulmonis yaitu pleura yang langsung melekat pada

permukaan pulmo.

b. Pleura Parietalis yaitu bagian pleura yang berbatasan dengan dinding

thoraks.

Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilus pulmonis

sebagai ligamen Pulmonal (pleura penghubung). Di antara kedua lapisan

pleura ini terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cairan pleura.

Dimana di dalam cairan pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang

berfungsi agar tidak terjadi gesekan antara pleura ketika proses

pernapasan. (Wijaya & Putri, 2013).

Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru kanan yang terdiri tiga

lobus terdiri dari bagian atas, tengah dan bawah sedangkan paru-paru kiri

terdiri dari 2 lobus yaitu lobus atas dan bawah. Bagian atas puncak paru

disebut apeks yang menjorok ke atas arah leher pada bagian bawah

disebut basal. Paru-paru dilapisi oleh selaput pleura. Dari segi

anatomisnya, permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga

cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga yang lainnya.

Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara

kedua pleura, karena biasanya sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan

lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur. Cairan ini
berfungsi untuk pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut

mudah bergeser satu sama lain.

Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih

dari cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan

tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik dari rongga pleura

ke mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral

pleura parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi

cairan pleura oleh pleura parietalis dan absorbs oleh cairan viseralis. Oleh

karena itu, rongga pleura disebut sebagai ruang potensial, karena ruang

ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik

yang jelas (Muttaqin, 2011).

4. Klasifikasi

Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu:

a. Efusi pleura transudat

Merupakan ultra filtrat plasma, yang menandakan bahwa membran

pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh

faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan

pleura.

b. Efusi pleura eksudat

Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh

kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012)

5. Manifestasi Klinis

Adapun manifestasi klinik dari efusi pleura yaitu :

a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena

pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan

banyak, penderita akan sesak nafas.


b. Adanya gejala penyakita seperti demam, menggigil,dan nyeri dada

pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis),

banyak keringat, batuk, banyak riak.

c. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika

penumpukan cairan pleural yang signifikan.

d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan

berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit

akan berkurang bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah (raba dan

vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk

permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis damoiseu).

e. Didapati segi tiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup

timpani dibagian atas garis ellis damoiseu. Segitiga grocco-rochfusz,

yaitu dareah pekak kkarena cairan mendorong mediastinum kesisi

lain,pada auskulasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan

ronki.

f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura

6. Patofisiologi

Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura

parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat

cairan antara 10 cc - 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu

bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua

pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di

ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di

absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada

pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan

kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil


diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan

penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak

mikrovili disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura

tetap karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan

ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic

koloid. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah

satunya adalah infeksi tuberkulosa paru .

Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil

Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,

terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan

saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti

dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional).

Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas

membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat

menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan

terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus

subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat

juga dari robekkan kearah saluran getah bening yang menuju rongga

pleura, iga atau columna vetebralis.

Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah

merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura

tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya

serous, kadang-kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan

pleura bias mengandung leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang

dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit,

Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya


cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena

akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik

antara lain: Irama


pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat, pergerakan

dada asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba melemah,

perkusi redup. Selain hal - hal diatas ada perubahan lain yang

ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru

yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun (Nair & Peate,

2015).

7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu: (Nurarif et al, 2015)

a. Tirah baring

Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena

peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga

dispneu akan semakin meningkat pula.

b. Thoraksentesis

Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti

nyeri,dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5 liter perlu

dikeluarkan untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah

cairan efusi pleura lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya

baru dapat dikalkukan 1 jam kemudian.

c. Antibiotic

Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya

infeksi. Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.

d. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi obat

melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura

dan mencegah cairan terakumulasi kembali.

e. Water seal drainage (WSD)

Water seal drainage (WSD) adalah suatu system drainase yang


menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari

cavum pleura atau rongga pleura.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi pleura,

dimana hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.

b. CT scan dada. CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan cairanefusi

dengan lebih jelas, serta bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses

paru atau tumor.

c. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan

dalam jumlah kecil.

d. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk

diperiksa menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa

membantu untuk menentukan penyebabnya.

e. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,

maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar

diambil untuk dianalisa.

f. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung

untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura.

g. Torakotomi, biasanya dilakukan untuk membantu menemukan penyebab

efusi pleura, yaitu dengan pembedahan untuk membuka rongga dada.

Namun, pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan

pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat

ditentukan.

9. Komplikasi

a. Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan


drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura

parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan

fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan

mekanis yang berat pada jaringan

- jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan

(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran - membran

pleura tersebut.

b. Atalektasis

lektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang

disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.

c. Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan

ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara

perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru

yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang

berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang

terserang dengan jaringan fibrosis.

d. Kolaps Paru

Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan

ektrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong udara

keluar dan mengakibatkan kolaps paru.

e. Empiema

Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang

mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi

yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah

dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu


gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru,

sesak napas dan rasa sakit (Morton, 2012).

B. Konsep Masalah Keperawatan

1. Diagnosis Keperawatan

a. Definisi

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI,

2017).

b. Jenis

Jenis diagnosis keperawatan terdiri dari diagnosis keperawatan positif

dan negatif. Diagnosis keperawatan positif meliputi diagnosis

keperawatan promosi kesehatan, sedangkan diagnosis keperawatan

negatif terdiri dari diagnosis keperawatan aktual dan resiko (PPNI,

2017).

1) Positif

Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai

kondisi lebih sehat atau optimal.

a) Promosi Kesehatan

Menggambarkan adanya keinginan dan motivasi klien untuk

meningkatkan kondisi kesehatannya ketingkat yang lebih baik

atau optimal.

2) Negatif

Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sakit atau berisiko

mengalami kesakitan.

a) Aktual
Menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan atau
proses kehidupannya yang menyebabkan klien mengalami

masalah kesehatan.

b) Resiko

Menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan atau

proses kehidupannya yang menyebabkan klien beresiko

mengalami masalah kesehatan.

c. Komponen

Masing - masing komponen diagnosis diuraikan sebagai

berikut: (PPNI, 2017).

1) Masalah (Problem)

Merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan

intidari respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses

kehidupannya. Label diagnosis terdiri atas deskriptor atau penjelas

dan fokus diagnostik. Deskriptor merupakan pernyataan yang

menjelaskan bagaimana suatu fokus diagnosis terjadi.

2) Indikator Diagnostik

a) Penyebab (Etiologi) merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan status kesehatan.

b) Tanda (Sign) dan Gejala (Symptom). Tanda merupakan data

objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium dan prosedur diagnostik,

sedangkan

merupakan data subyektif yang diperoleh dari hasil anamnesis

yang dikelompokkan menjadi:

Mayor: Tanda/gejala ditemukan sekitar 80% - 100% validasi

diagnosis.
Minor: Tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika

ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosis.

3) Faktor risiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat

meningkatkan kerentanan klien mengalami masalah kesehatan. Pada

diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan

tanda/gejala. Pada diagnosis risiko tidak memiliki penyebab dan

tanda/gejala, hanya memiliki tanda/gejala yang menunjukkan

kesiapan klien untuk mencapai kondisi yang lebih optimal.

2. Pathway
3. Masalah keperawatan

Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi penderita efusi

pleura sebelum dilakukan tindakan invasif menurut (Nurarif et al, 2015)

dan (PPNI, 2017):

a. Pola Napas Tidak Efektif (D. 0005)

1) Definisi Masalah

Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi

adekuat.

2) Penyebab

Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan otot

pernafasan )

3) Gejala Dan Tanda

a) Data Mayor

(1) Subjektif

(a) Dipsnea

(2) Objektif

(a) Penggunaan otot bantu pernapasan

(b) Fase ekspirasi memanjang

(c) Pola napas yang abnormal (misalnya takipnea,

bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)

b) Data Minor

(1) Subjektif

(a) Ortopnea

(2) Objektif

(a) Pernapasan pursed lip


(b) Pernapasan cuping hidung

(c) Diameter thoraks anterior posterior meningkat

(d) Ventilasi semenit menurun

(e) Kapitas vital menurun

(f) Tekanan Ekspirasi menurun

(g) Tekanan Inspirasi menurun

(h) Ekskursi dada berubah

4) Kondisi Klinis Terkait

a) Trauma thoraks

b. Nyeri Akut (D. 0077)

1) Definisi

Pengalaman sensorik atau emosioal yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak

atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.

2) Penyebab

Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma)

3) Gejala dan Tanda

a) Data Mayor

(1) Subjektif

Mengeluh

nyeri

(2) Objektif

(a) Tampak meringis

(b) Bersikap protektif

(c) Gelisah
(d) Frekuensi nadi meningkat

(e) Sulit tidur

b) Data Minor

(1) Subjektif

Tidak

tersedia

(2) Objektif

(a) Tekanan darah meningkat

(b) Pola napas berubah

(c) Nafsu makan berubah

(d) Proses berfikir terganggu

(e) Menarik diri

(f) Berfokus pada diri sendiri

(g) Diaforesis

4) Kondisi Klinis

Terkait Infeksi

c. Intoleransi Aktivitas (D.0056)

1) Definisi

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari.

2) Penyebab

Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

3) Gejala dan Tanda

a) Data Mayor

(1) Subjektif

Mengeluh
lelah

(2) Objektif

Frekuensi jantung meningkat lebih dari 20% dari kondisi

istirahat

b) Data Minor

(1) Subjektif

(a) Dyspnea/setelah aktivitas

(b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas

(c) Merasa lemah

(2) Objektif

(a) Tekanan darah berubah lebih dari 20% dari kondisi

istirahat

(b) Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah

aktivitas

(c) Gambaran EKG menunjukan iskemia

(d) Sianosis

4) Kondisi Klinis Terkait

a) PPOK

d. Hipertermia (D. 0130)

1) Definisi

Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.

2) Penyebab

Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)

3) Gejala dan tanda

a) Data mayor

(1) Subjektif
Tidak

tersedia

(2) Objektif

Suhu tubuh diatas nilai normal

b) Data minor

(1) Subjektif

Tidak

tersedia

(2) Objektif

(a) Kulit merah

(b) Kejang

(c) Takikardi

(d) takipnea

(e) kulit terasa terhangat

4) kondisi

terkait proses

infeksi

e. Defisit Nutrisi (D. 0019)

1) Definisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme.

2) Penyebab

Ketidakmampuan mencerna makanan

3) Gejala dan Tanda

a) Data Mayor

(1) Subjektif
Tidak tersedia

(2) Objektif

Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

b) Data Minor

(1) Subjektif

(a) Cepat kenyang setelah makan

(b) Keram atau nyeri abdomen

(c) Nafsu makan menurun

(2) Objektif

(a) Bising usus hiperaktif

(b) Otot pengunyah lemah

(c) Otot menelan lemah

(d) Membran mukosa pucat

(e) Sariawan

(f) Serum albumin turun

(g) Rambut rontok berlebihan

(h) Diare

4) Kondisi Klinis

Terkait Infeksi

f. Defisit pengetahuan (D.0111)

1) Definisi

Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang terkait dengan

topic tertentu.

2) Penyebab

Kurang terpapar informasi

3) Gejala dan tanda


a) Data mayor

(1) Subjektif

(a) Menanyakan masalah yan dihadapi

(2) Objektif

(a) Menjalani pemeriksaan yang tidak sesuai anjuran

(b) Menunjukan persepsi yang keliru terhadap masalah

b) Data minor

(1) Subjektif

Tidak

tersedia

(2) Objektif

(a) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat

(b) Menunjukan prilaku berlebihan (mis.

Apatis, bermusuhan, agatasi,hysteria)

4) Kondisi klinis

terkait Penyakit

kronis

g. Nyeri Akut (D.0077)

1) Definisi

Pengalaman sensorik atau emosioal yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak

atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.

2) Penyebab

Agen pencedera fisik ( prosedur operasi)

3) Gejala dan Tanda


a) Data Mayor

(1) Subjektif

Mengeluh

nyeri

(2) Objektif

(a) Tampak meringis

(b) Bersikap protektif

(c) Gelisah

(d) Frekuensi nadi meningkat

(e) Sulit tidur


b) Data Minor

(1) Subjektif

Tidak

tersedia

(2) Objektif

(a) Tekanan darah meningkat

(b) Pola napas berubah

(c) Nafsu makan berubah

(d) Proses berfikir terganggu

(e) Menarik diri

(f) Berfokus pada diri sendiri

(g) Diaforesis

4) Kondisi Klinis

Terkait Kondisi

pembedahan

h. Risiko infeksi (D. 0142)


1) Definisi

Berisiko mengalami peningkatan terserang organism patogenik.

2) Faktor Risiko

Efek prosedur invasif

3) Kondisi Klinis

Terkait Tindakan

invasive

C. Konsep Asuhan Keperawatan Efusi Pleura

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,

agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status

pendidikan dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama

Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan

berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi

pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk

dan bernafas serta batuk non produktif.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda

-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,

berat badan menurun dan sebagainya.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti

TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan

sebagainya.Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan


adanya faktor predisposisi.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita

penyakit- penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura

seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.

f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan

yang dilakukan terhadap dirinya.

g. Pengkajian Pola Fungsi

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

2) Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit

mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang

juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan

kesehatan.

3) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol

dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi

timbulnya penyakit.

4) Pola nutrisi dan metabolisme

5) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu

melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk

mengetahui status nutrisi pasien.

6) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan

selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami

penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan

pada struktur abdomen.


7) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.

pasien dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.


h. Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai

kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan

umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest sehingga

akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur

abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus

digestivus.

i. Pola aktivitas dan latihan

1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.

2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.

3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat

adanya nyeri dada.

4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien

dibantu oleh perawat dan keluarganya.

j. Pola tidur dan istirahat

1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan

berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

2) Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan

rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak

orang yang mondar - mandir, berisik dan lain sebagainya.

k. Pemeriksaan Fisik

1) Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan

pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan


anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana

mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan

ketegangan pasien.

2) Sistem Respirasi

Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit

mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan

pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah

hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan

ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan pasien

biasanya dyspneu.

a) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah

cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan

pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

b) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.

Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan

terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung

lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini

disebut garis Ellis- Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian

depan dada, kurang jelas di punggung.

c) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi

duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada

kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan

ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di

sekitar batas atas cairan.


3) Sistem Cardiovasculer
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal

berada pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1

cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

pembesaran jantung.

b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate)

harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut

jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran

ictuscordis.

c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah

jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan

adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.

d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal

atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan

gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan

adanya peningkatan arus turbulensi darah.

4) Sistem Pencernaan

a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit

atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol

atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya

benjolan-benjolan atau massa.

b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana

nilai normalnya 5-35 kali per menit.


c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan

abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut

untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.

d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau

cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,

vesikaurinarta, tumor).

e) Sistem Neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu

juga diperlukan pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau

somnolen atau comma. Pemeriksaan refleks patologis dan

refleks fisiologisnya.Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga

perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,

perabaan dan pengecapan.

f) Sistem Muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema

peritibial.Selain itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk

mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan

capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan

pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri

dan kanan.

g) Sistem Integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada

tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya

akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem


transport
oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan

kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-

lunak- kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat

hidrasi seseorang,

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai

seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah

kesehatan atau proses kehidupan yang aktual ataupun potensial. Diagnosa

keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan

asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017).

Adapun dignosa yang diangkat dari masalah sebelum dilakukan

tindakan infasif adalah:

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas

(kelemahan otot nafas) (D.0005)

b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (inflamasi,

iskemia, neoplasma) (D.0077)

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)

d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)

f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

(D.0111) (PPNI, 2017).


Adapun dignosa yang diangkat dari masalah setelah dilakukan

tindakan infasif adalah:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur

operasi) (D.0077)

b. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142)

(PPNI, 2017)

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan

standard intervensi keperawatan Indonesia (SIKI) :

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas.

(D.0005)

1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola

nafas membaik.

2) Kriteria hasil

a) Dyspnea menurun

b) Penggunaan otot bantu nafas menurun

c) Pemanjangan fase ekspirasi menurun

d) Otopnea menurun

e) Pernapasan pursed-lip menurun

f) Frekuensi nafas membaik

3) Intervensi

Observasi

a) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)


b) Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing ,

ronchi kering)

Terapeutik

a) Pertahankan kepatenan jalan nafas head-tilt dan chin-lift (jaw-

thrust jika curiga trauma sevikal)

b) Posisikan semi-fowler atau fowler

c) Berikan oksigen jika

perlu Edukasi

a) Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran, mukolitik, jika

perlu.

b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis ( inflamasi,

iskemia, neoplasma) (D.0077)

1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri

menurun

2) Kriteria hasil :

a) Keluhan nyeri menurun

b) Melaporkan nyeri terkontrol meningkat

c) Meringis menurun

d) Penggunaan analgetik menurun

e) Tekanan darah membaik

3) Intervensi
Observasi

a) Identifikasi skala nyeri

b) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri.

Terapeutik

a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

b) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemiihan strategi

meredakan nyeri

Edukasi

a) Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

c. Intoleransi aktifitas (D.0056)

1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawaan diharapkan

akitifitas pasien meingkat


2) Kriteria hasil

a) Kemudahan melakukan aktifitas

b) Dyspnea saat beraktifitas menurun

c) Dspnea setelah beraktifitas menurun

d) Perasaan lemah menurun

e) Tekanan darah membaik

f) Frekueni nadi membaik

3) Intervensi

Observasi

a) Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan

b) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas

Terapeutik

a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya,

suara, kunjungan)

Edukasi

a) Anjurkan tirah baring

b) Melakukan aktvitas secara bertahap

d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharpkan suhu

kembali membaik
2) Kriteria hasil :

a) Mengigil menurun

b) Kulit merah menurun

c) Takikardia menurun

d) Takipnea menurun

e) Tekanan darah membaik

f) Suhu tubuh membaik

3) Intervensi

Observasi

a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis.dehidrasi,

terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator)

b) Monitor suhu tubuh

c) Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeuik

a) Sediakan lingkungan yang dingin(atur suhu ruangan)

b) Longgarkan atau lepas pakaian

c) Berikan cairan oral

Edukasi

a) Anjurkan tirah baring

e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)

1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi

membaik

2) Kriteria hasil
a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat

b) Berat bada membaik

c) Nafsu makan membaik

d) Indeks masa tubuh (IMT) membaik

e) Frekuensi makan membaik

3) Intervensi

Observasi

a) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

b) Monitor asupan makanan

c) Identifikasi perubahan berat badan

d) Monitor berat badan

e) Timbang berat badan

Terapeutik

a) Berikan makanan tinggi kalori dan protein

Kolaborasi

a) Kolaborasi dengan ahl gizi tentang cara meningkatkan asupan

makanan

f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

(D.0111)

1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan pengetahuan meningkat


2) Kriteria hasil

a) Perilaku sesuai anjuran menigkat

b) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topic

mengingkat

c) Pertanyaan tentang masalah dihadapi menurun

d) Persepsi keliru terhadap masalah menurun

3) Intervensi

Observasi

a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

terapeutik

a) Sediakan materi dan media pendidikn kesehatan

b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

c) Berikan kesempatan untuk bertanya

d) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

Adapun intervensi dari diagnosa setelah dilakukan tindakan

invasif tersebut adalah:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur

operasi) (D.0077)

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

nyeri

b. menurun

c. Kriteria hasil :

1) keluhan nyeri menurun

2) kemampuan menuntaskan aktifitas meningkat


3) gelisah menurun

4) frekuensi nadi membaik

5) tekanan darah membaik

d. Intervensi

Observasi

1) Identifikasi respon nyeri non verbal

2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi , frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri

Terapeutik

1) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri

Edukasi

1) Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa

nyeri

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Risiko infeksi berhubungan dengan efek tindakan invasif. (D.0142)

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

resiko infeksi menurun

b. Kriteria hasil :

1) Demam menurun

2) Kebersihan badan meningkat


3) Bengkak menurun

4) Kemerahan menurun

5) Kultur sputum membaik\kultur area luka membaik

c. Intervensi

Observasi

1) Monitor tanda dan gejala infeksi dan sistemik

Terapeutik

1) Batasi jumlah pengunjung

2) Berikan perawatan kulit pada area edema

3) Cuci tangan sesudah atau sebelum kontak dengan pasien

4) Pertahankan tekhnik aseptic

Edukasi

1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

2) Ajarkan mencuci tangan dengan benar

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah berkesinambungan dan interaktif dengan

komponen lain dari proses keperawatan. Selama implementasi, perawat

mengkaji kembali pasien, modifikasi rencana asuhan, dan menuliskan

kembali hasil yang diharapkan sesuai kebutuhan. Untuk implementasi

yang efektif, perawat harus berpengetahuan banyak tentang tipe-tipe

intervensi,
proses implementasi dan metode implementasi. Ada tiga fase implementasi

keperawatan yaitu :

a. Fase persiapan, meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana,

pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan

pasien dan lingkungan.

b. Fase operasional, merupakan puncak implementasi dengan berorientasi

dengn tujuan. Implementasi apat dilakukan dengan intervensi

indeoenden, dependen atau interdependen

c. Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan pasien setelah

implementasi dilakukan (potter and pery, 2005)

5. Evaluasi Keperawatan

Fase terakhir proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan

keperawatan yang diberikan. Hal yang dievaluasi adalah keakuratan dan

kualitas data, teratasi atau tidaknya maslah pasien, serta pencapaian tujuan

serta ketepatan ntervensi keperawatan.

Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencanaa

keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

melalui perbandingan pelayanan keperawatan mutu pelayanan keperawatan

yang diberikan serta hasilnya dengan standar yang telah ditentukan terebih

dahulu.

Anda mungkin juga menyukai