Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Menurut WHO (2008), Efusi Pleura
merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya.
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi merupakan suatu tanda
adanya penyakit. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 – 20 ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya
gesekan antara kedua pleura saat bernafas. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi
pleura adalah tubercolusis, infeksi paru nontubercolusis, sirosis hati, gagal jantung kongesif.
Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema
utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara
industri, diperkirakan terdapat 320 kasus Efusi Pleura per 100.000 orang. Amerika serikat
melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita Efusi Pleura terutama disebabkan oleh
gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Sementara di Negara berkembang seperti
Indonesia, diakibatkan oleh infeksi tubercolusis.
Menurut  catatan medik rumah sakit dokter kariadi Semarang jumlah pravalensi
penderita efusi pleura bertambah setiap tahunnya yaitu terdapat 133 penderita pada tahun
2001(medical record rsdk dr.kariadi 2002).Sedangkan menurut Berdasarkan data
Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawatiselama 3 bulan terakhir (Mei – Juli
2011) di Lantai IV Selatan Ruang  IRNA B Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat 
Fatmawati Jakarta didapatkan pasien yang dirawat dengan Efusi Pleura sebanyak 20 kasus
( 3,61 % ) dari  544 kasus penyakit yang ditemukan. Dan berdasarkan Depkes RI ( 2006 ),
kasus Efusi Pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya
Tingginya angka kejadian Efusi Pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk
memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka kematian akibat Efusi Pleura masih sering
ditemukan faktor resiko terjadinya Efusi Pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi
yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta
sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan
kesehatan.

1
B.     Tujuan
1.      Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya efusi pleura serta
mengimplementasikan asuhan keperawatan efusi pleura di lapangan.

2.      Tujuan khusus :
a.         Mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit efusi pleura
b.        Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan sesuai konsep dan sesuai indikasi
klien

C.    Manfaat Penulisan
1.      Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit efusi pleura
2.      Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT       
1. DEFINISI
  Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam jiwa
penderita. Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan
dalam rongga pleura. Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena tuberkulosis,
neoplasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri
(Ariyanti, 2003)
  Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan dalam rongga
pleural, antara lapisan visceral dan parietal (Mansjoer Arif, 2001).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal. Merupakan proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Brunner and Suddarth,2001)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga
pleura. Selain itu,dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah. Efusi pleura merupakan
suatu gejala penyakit yang mengancam jiwa penderita.

2. ETIOLOGI
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig(tumor ovarium) dan
sindroma vena kava superior
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. DiIndonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan pada rongga pleura sedikitnya disebabkan oleh satu dari 4
mekanisme dasar:
-          Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
-          Penurunan tekanan osmotik koloid darah
-          Peningkatan tekanan negatif intrapleural
-          Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

3
Penyebab lain dari efusi pleura adalah:

a. Virus dan mikoplasma

Insidennya agak jarang,bila terjadi jumlahnya tidak banyak.


Contoh : echo virus, riketsa, mikoplasma, clamydia

b. Bakteri piogenik

Bakteri berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen.
Contoh : aerob: streptokokus pneumonia,S. Mileri, S. Aureus, hemopillus, klebsiella.
Anaerob: bakteroides seperti peptostreptococcus, fusobacterium

c. TB

Terjadi karena komplikasi TB paru melalui fokus sub pleura yang robek atau melalui
aliran atau ksrens robeknya perkijuan ke arah saluran limfe yang menuju fleura
d.   Fungi
Sangat jarang  terjadi. Biasanya karena perjalanan infeksi fungi dari jaringan paru.
Contoh:aktinomikosis,koksidomikosis,aspergilus,kriptokokus,histoplasmosis,
e.    Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba.amoeba masuk dalam bentuk
tropozoid setelah melewati parenkim hati menembus diafragma terus ke rongga
pleura.efusi terjadi karena amoeba menimbulkan peradangan
f.    Kelainan intra abdominal
Contoh: pankreatitis, pseudokista pankreas atau eksaserbasi akut, pankreastitis kronik,
abses ginjal dll
g.   Penyakit kolagen
Contoh lupuseritematosus sistemik(SLE), akritis rematoid( RA)skleroderma
h.      Gangguan sirkulasi
Contoh gangguan cv(payah jantung)emboli pulmonal, hipoalbuminemia .
i.    Neoplasma
Gejala paling khas adalah jumlah cairan efusi sangat banyak dan selalu berakumulasi
kembali dengan cepat

j. Sebab sebab lain

4
Seperti trauma(truma tumpul, laserasi, luka tusuk) uremia, miksedema, limfedema, reaksi
hipersensitif terhadap obat, efusi pleura idiopatik.

3. MANIFESTASI KLINIS
Tergantung pada penyakit dasarnya :
∞ Sesak napas
∞ Rasa berat pada dada
∞ Bising jantung
∞ Lemas yang progresif
∞ BB menurun
∞ Batuk yang kadang-kadang berdarah pada perokok
∞ Demam subfebril
∞ Demam menggigil
∞ Asites
∞ Asites dengan tumor dipelvis

Manifestasi klinis yang menurut ( Tierney, 2002 dan Tucker 1998 ) adalah
1.      Sesak nafas
2.      Nyeri dada
3.      Kesulitan bernafas
4.      Peningkatan suhu tubuh jika terjadi infeksi
5.      Keletihan
6.      Batuk

Manifestasi klinis menurut Suzanne & Brenda, 2002  yang dapat ditemukan pada
Efusi Pleura adalah
a.       Demam
b.       Menggigil
c.       Nyeri dada pleuritis
d.       Dispnea
e.       Batuk  Suara nafas ronchi

Manifestasi klinis menurut Irman Somantri, 2008

5
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimpomatik, timbul gejala sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik.
Ketika efusi sudah membesae dan menyebar kemungkinan timbul dispenea dan batuk. Efusi
pleura yang besar akan mengakibatkan nafas sesak. Tanda fisik meliputi deviasi trakea
menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi
yang terkena.

4. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi

Pleura merupakan lapisan pembungkus paru(pulmo). Dimana antara pleura yang


membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dari
interna ke ekstra terbagi atas 2 bagian:
Ø  Pleura Viscelaris/Pulmonalis yaitu pleura yang langsung melekat pada permukaan pulmo
Ø  Pleura Parietalis: Bagian pleura yang berbatasan dengan dinding thorax.
Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilius pulmonis sabagi lig.pulmonalis
(pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat sebuah rongga yang disebut
dengan cavum pleura. Dimana didalam cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang
berfungsi agar tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernapasan.

Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas:


Ø  Cupula Pleura (Pleura Cervicalis) : Merupakan pleura parietalis yang terletak atas costa I
namun tidak melebihi dari collum costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi di
atas 1/3 medial os. Clavicula
Ø  Pleura Parietalis pars Costalis : Pleura yang menghadap ke permukaan dalam costalis
cartilage costae,SIC/ICS,pinggir corpus vertebrae,dan permukaan belakang sternum.
Ø  Pleura Parietalis pars Diaphragmatica : Pleura yang menghadap ke diaphragma permukaan
thoracal yang dipisahkan oleh fascia endothoracica
Ø  Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis) : Pleura yang menghadap
mediastinum/terletak di bagian medial dan membentuk bagian lateral mediastinum.
Refleksi Pleura
Ø  Refleksi vertebrae : Pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di depan
columna vertebralis membentuk refleksi vertebrae yang membentang dari SIC XII

6
Ø  Refleksi costae : Pleura costalis melanjut sebagai pleura diaphragmatica membentuk
refleksi costae.
Ø  Refleksi sterna : Pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di belakang dari os.
Sternum membentuk refleksi sterna.
Ø  Pleura mediastinalis melanjut sebagai pleura diaphragma
Garis Refleksi Pleura : Garis refleksi pleura antara pleura dextra dan sinistra terdapat
perbedaan yakni :

 Garis Refleksi Pleura Dextra

Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis dextra lalu bertemu kontralateral
nya di planum medianum padaangulus ludovichi/angulus louis setinggi cartilage costae II.
Lalu berjalan ke caudal sampai di posterior dr proc Xiphoideus pada linea mediana anterior
/linea midsternalis menyilang sudut xiphocostalis menuju cartilage costae VIII pada linea
midclavicularis,menyilang costae X pada linea axillaris media dan menyilang cartilage costa
XII pada collum costaenya.

 Garis Refleksi Pleura Sinistra

Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis sinistra lalu bertemu kontralateral
nya di planum medianum pada angulus ludovichi/ angulus Louis setinggi cartilage costae II.
Lalu berjalan turun sampai cartilage costa IV dan membelokdi tepi sternum lalu mengikuti
cartilage costa VIII pada linea midclavicularis dan menyilang costae X pada linea axillaris
anterior dan menyilang costa XII pada collum costaenya.

Vaskularisasi Pleura
Pleura parietal divaskularisasi oleh Aa.Intercostalis,a. Mammaria interna,a. Musculophrenica.
Dan vena-vena nya bermuara pada sistem vena dinding thorax. Sedangkan pleura viscelaris
nya mendapatkan vaskularisasi dr Aa. Bronchiales

Innervasi Pleura
-          Pleura parietalis pars costalis diinnervasi oleh Nn. Intercostales
-          Pleura parietalis pars mediastinalis diinnervasi oleh n. Phrenicus
-          Pleura parietalis pars diaphragmatica bagian perifer diinnervasi oleh Nn. Intercostales.
Sedangkan bagian central oleh n. Phrenicus

7
-          Pleura viscelaris diinnervasi oleh serabut afferent otonom dr plexus pulmonalis

Recessus Pleura
Recessus merupakan sebuah ruangan kosong yang akan terisi oleh paru saat inspirasi
dalam dan akan menjadi tempat yang berisi cairan pada pasien dengan kasus efusi pleura.
Terdapat 3 ps recessus,yaitu:
# Recessus costodiaphragmatica dextra et sinistra
# Recessus yang terletak diantara pleura parietalis pars costalis dan pleura parietalis pars
diaphragmatica
# Recessus costomediastinalis anterior dextra et sinistra
# Recessus yang terletak di antara pleura parietalis pars costalis dan pleura  parietalis pars
mediastinalis di bagian ventral
# Recessus costomediastinalis posterior dextra et sinistra
# Recessus yang terletak di antara pleura parietalis pars costalis dan pleura parietalis pars
mediastinalis di bagian dorsal
b. Fisiologi
Fungsi mekanisme pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks kedalam paru-
paru,sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu
istirahat (resting pressure) dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5cm H2O sedikit
bertambaha negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negatif
meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O
Selain fungsi mekanis,seperti telah disinggung di atas,rongga pleura steril karena mesothelial
bekerja melakukan fagositesis benda asing,dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai
lubrikans.
Cairan rongga pleura sangat sedikit,sekitar 0,3 ml/kg,bersifat hipoonkotik dengan
konsentrasi protein1g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut mengatur
jumlah produksi dan resorbsi cairan rongga pleura. Resorbsi terjadi terutama pada pembuluh
limfe pleura parietalis,dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15 ml/kg/jam. Bila terjadi gangguan
produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya pleura effusion.
5. KLASIFIKASI
1.      Efusi pleura transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari
pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik

8
(CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang meningkat
(atelektaksis akut).
Ciri-ciri cairan:
a.    Serosa jernih
b.   Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
c.    Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
d.   Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax, penyebabnya:
a.   Payah jantung
b.   Penyakit ginjal (SN)
c.   Penyakit hati (SH)
d.   Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)

2.      Efusi pleura eksudat


Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau drainase limfatik yang berkurang
(missal obstruksi aliran limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:
a.       Berat jenis > 1.015 %
b.      Kadar protein > 3% atau 30 g/dl
c.       Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6
d.      LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal
e.       Warna cairan keruh
 
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:
a.       Kanker     : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic ke paru atau
permukaan pleura.
b.      Infark paru
c.       Pneumonia
d.      Pleuritis virus

6. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan  normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura
vicelaris, karena di antara  pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang  merupakan
lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas
9
antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui
bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid 
pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan
yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial.
Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan
absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2O dan
tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2O.
 Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah
infeksi tuberkulosa paru. Sebab terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil
Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi
primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi
permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat
menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi  pleura
akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah
bening. Sebab lain  dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang
menuju  rongga pleura, iga  atau columna vetebralis.
Adapun bentuk  cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat,
yaitu  berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein
getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap
ml cairan pleura bias  mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan
adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, cairan effusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri
tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan
fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat ,
pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup.
Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang
diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
Pleura parientalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan hanya
dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa. Lapisan cairan ini memperlihatakan adanya

10
keseimbangan antara transudasi dari kapiler kapiler pleura dan reasorbsi oleh vena viseral dan
parietal dan saluran getah bening.
Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan
tekanan vena pulmonalis,misalnya pada payah jantung kongestif. Keseimbangan kekuatan
menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh. Transudasi juga dapat terjadi pada
hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan ginjal atau penekanan tumor pada vena kava.
Penimbunan eksudat timbul sekunder dari peradangan atau keganasan pleura akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening
Jika efusi pleura mengandung nanah disebut empiema. Empiema diakibatkan oleh
perluasan infeksi dari struktur yang berdektan dan merupakan komplikasi dari pneumonia,
abses paru paru atau perforasi karsinoma kedalam rongga pleura. Empiema yang tidak
ditangani dengan drainage yang baik dapat membahayakan dinding thoraks. Eksudat akibat
peradangan akan mengalami organisasi dan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis
dan viseral. Ini disebut dengan fibrothoraks, jika fibrothoraks luas maka dapat menimbulkan
hambatan mekanisme yang berat pada jaringan jaringan yang terdapat dibawahnya.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS

1.   Aspirasi cairan pleura


Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan dengan
pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan pula untuk melakukan
aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat
mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan
umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah
cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi yang
dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a.          Trauma                                               
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah, saraf
atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan
pneumothorak.
b.         Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut.
Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur
mediastinal.  Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur
11
mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan
perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c.          Gangguan keseimbangan  cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga
pengaruh pokok :
1)      Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat
menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh
2)      Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum  pleura  yang negatif
sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
3)      Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.

2.      Water Seal Drainage


Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka akan
terjadi kembali pembentukan cairan.
3.      Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi juga
mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan  pembentukan cairan karena malignancy 
adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya
tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine 
atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak
menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan
gangguan fungsi vital .
4.      Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau
dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
a.      Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga plera.
b.      Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c.       Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan cairan
pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru
yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian :
a.       Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan
pleura.
12
b.      Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c.       Dapat terjadi pneumothoraks.

5.      Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan
aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya
cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum.

8. KOMPLIKASI
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli
masuk ke vena pulmonalis)
Laserasi pleura viseralis

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.     PENGKAJIAN

a.)       IdentitasPasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.

b.)      Keluhan Utama

1)         Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit.

2)         Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir
terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

c.)        Riwayat Kesehatan

a.      Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. 

13
b      Riwayat Kesehatan Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal
jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.

c       Riwayat  Kesehatan Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang
disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.

d.)     RiwayatPsikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

e.)    Pengkajian Pola Fungsi

-        Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat


Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi
tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan.

-        Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan


obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

f.)     Pola nutrisi dan metabolisme

-        Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,

-        Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.

-        Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi
pleura keadaan umumnya lemah.

g.)       Pola eliminasi

-        Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi


sebelum dan sesudah MRS.

-        Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga
akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

h.)      Pola aktivitas dan latihan

14
-        Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi

-        Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.

-        Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.

-        Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu


oleh perawat dan keluarganya.

i.)     Pola tidur dan istirahat

-        Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat

-        Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain
sebagainya.

PEMERIKSAAN FISIK

a.      Keadaan umum         : pasien tampak sesak nafas

b.      Tingkat kesadaraan   : composmetis

c.       TTV:

RR : Takhipnea

N   : Thakikardia

S    : jika ada infeksi bias hipertermia

TD : hipotensia

d.      Kepala: mesochepal

e.       Mata   : conjungtiva enemis

f.       Hidung: sesak nafas, cuping hidung

g.       Dada   : gerakan pernafasan berkurang

h.       Pulmo (paru-paru)

Inspeksi : terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas, tampak penggunaan otot bantu
nafas.

Palpasi    : vocal fremitus menurun

Perkusi   : pekak (skonidulnes), menurun

Auskultasi : bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian    yang terkena.

15
1)      Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan
pasien.

2)      Sistem Respirasi

-     Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus
kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.

-      Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit.

-     Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung
dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis
Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.

-     Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke
atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja
akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.

3)      Sistem Cardiovasculer

-        Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pembesaran jantung.

-        Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu
getaran ictuscordis.

-        Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal
ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.

-        Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

4)      Sistem Pencernaan

16
-        Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

-        Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35kali
per menit.

-        Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah
hepar teraba.

-        Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).

5)      Sistem Neurologis

-        Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma

-        Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.

-        Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,


penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

6)      Sistem Muskuloskeletal

-        Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial

-        Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime.

-        Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian


dibandingkan antara kiri dan kanan.

7)      Sistem Integumen

-        Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit,
pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O2.

-        Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi
seseorang.

17
2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.         Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan),
gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi

2.         Resiko tinggi terhadap trauma / penghentian napas b.d penyakit saat ini / proses
cedera,sistem drainage dada,kurang pendidikan keamanan / pecegahan

3.         Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)  mengenai kondisi,aturan pengobatan,dan


pemeriksaan diagnostik b.d kurang terpajan pada informasi

4.         Bersihan jalan napas tidak efektif b.d inflamasi trakeobronkial,pembentukan


edema,peningkatan produksi sputum,nyeri pleuritik

5.         Kerusakan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler (efek


inflamasi),gangguan kapasitas pembawa oksigen darah

6.         Nyeri (akut) b.d inflamasi parenkim paru,reaksi sekret terhadap sirkulasi toksin,batuk
menetap

3.      RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan/Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1 Pola napas tidak Tujuan : 1. Kaji faktor Penyebab paru kolaps
efektif b.d Setelah dilakukan penyebab/pencetus perlu untuk
penurunan intervensi keperawatan 2.Kaji status pemasangan selang
ekspansi paru selama 3x24 jam pernapasan dan TTV dada yang tepat dan
(akumulasi diharapkan pola napas 3.Auskultasi bunyi memilih tindakan
cairan), gangguan kembali efektif napas teraupetik lain
muskuloskeletal, Kriteria Hasil: 4.Catat Distress pernapasan
nyeri / ansietas,    1.Menunjukkan pola pengembangan dada dan perubahan TTV
proses inflamasi pernapasan 5. Kaji fremitus dapat terjadi sebagai
normal/efektif dengan 6.Kaji adanya area akibat stres fisiologi
frekuensi pernapasan(16- nyeri tekan bila batuk dan nyeri
24x/i) dan napas dalam Bunyi napas  dapat
   2.Bebas dispnea 7. Pertahankan posisi menurun atau tak ada
   Tidak ada kesukaran nyaman dengan pada lobus,segmen
dalam bernapas peninggian kepala paru,atau seluruh paru
        Penggunaan otot bantu ,balik ke sisi yang (unilateral). Area
pernapasan tidak ada sakit. Dorong klien atelektasis tak ada
untuk duduk bunyi napas,dan
sebanyak mungkin. sebagian area kolaps
8. Pertahankan menurun bunyinya
perilaku tenang,bantu

18
pasien untuk Pengembangan dada
mengontrol diri sama dengan ekspansi
dengan menggunakan paru
pernapasan lebih Suara dan taktil
lambat fremitus (vibrasi)
menurun pada jaringan
yang terisi cairan /
kosolidasi
Sokongan terhadap
dada dan otot
abdominal membuat
batuk lebih efektif /
mengurangi trauma

Meningkatkan inspirasi
maximal,meningkatkan
ekspansi paru,dan
ventilasi pada sisi yang
sakit.

Membantu pasien
mengalami efek
fisiologis hipoksia,yang
dapat dimanifestasikan
sebagai ansietas dan
atau akut

2. Resiko tinggi Tujuan: 1. Kaji dengan pasien Informasi tentang


terhadap Setelah dilakukan tujuan / fungsi unit bagaimana sistem
trauma/penghentia intervensi drainage dada. bekerja memberikan
n napas b.d keperawatan,diharapkan 2. Pasangkan kateter kayakinan,menurunkan
penyakit saat trauma/penghentian jalan thorak ke dinding ansietas pasien.
ini/proses cedera, napas tidak terjadi dada dan berikan
sistem drainage Kriteria Hasil : panjang selang ekstra Mencegah terlepasnya
dada, kurang        Klien mengenal sebelum kateter dada/selang
pendidikan kebutuhan /mencari memindahkan terlipat dan
keamanan/pencega bantuan untuk mencegah /mengubah posisi menurunkan
han komplikasi pasien: nyeri/ketidaknyamanan
        Drainage paten - amankan sisi b.d
        Tidak ada tanda-tanda sambung silang penarikan/menggerakka
distrsess pernapasan - beri bantalan pada n selang
sisi dengan plester / Mencegah terlepasnya
kassa. selang
3. Amankan unit Melindungi kulit dari
drainage pada iritasi/tekanan

19
sangkutan/tempat
tertentu pada area Mempertahankan posisi
dengan lalu lintas duduk tinggi dan
rendah menurunkan resiko
4. Anjurkan klien kecelakaan jatuh
untuk menghindari
berbaring/menarik Menurunkan resiko
selang obstruksi
5. Identifikasi drainage/terlepasnya
perubahan/situasi selang
yang harus
dilaporkan pada Intervensi tepat waktu
perawat. Contoh: dapat mencegah
perubahan bunyi komplikasi serius
gelembung,lapar
udara tiba-tiba dan Efusi pleura dapat
nyeri dada. terulang/memburuk
6. Observasi tanda karena mempengaruhi
distress pernapasan fungsi pernapasan dan
bila kateter thorak memerlukan intervensi
lepas/tercabut darurat

20
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Seorang wanita berusia 54 tahun dirawat diruang penyakit paru RSUD Raden Mattaher
dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu yang lalu

RPS : Klien mengeluh sesak napas sejak 1 minggu SMRS, sesak terutama
bertambah saat beraktifitas dan sedikit berkurang bila beristirahat. Keluhan disertai
batuk berdahak, berwarna putih, hilang timbul semenjak 1 minggu SMRS. 4 hari
SMRS klien berobat ke puskesmas dan diperiksa dahak sewaktu hasilnya negative.
Klien diberi 4 macam obat (3 diantaranya rifampisin, etambutol, isoniazid) untuk 3 hari.
Riwayat demam (-), keringat malam (-), perubahan BB (+), mual (+), muntah (-), nyeri
dada (-), kaki bengkak (-). Klien tidak merokok namun suaminya perokok aktif. BAB
dan BAK tidak mengalami masalah.

RPD : klien tidak pernah mengalami sesak napas seperti ini sebelumnya, riwayat
asma disangkal , TB paru (-) hipertensi (-) DM (-)
RPK : di keluarga klien tidak ada menderita penyakit yang sama dengan klien
RT : klien berobat kepuskesmas 4 hari SMRS dan diberi 4 macam obat, namun
hanya 3 obat yang diingat ( rifampisin, etambutol, isoniazid). Karena keluhan sesak
belum berkurang, klien berobat kerumah sakit
RP : klien bekerja sebagai ibu rumah tangga

PEMERIKSAAN FISIK (9 NOVEMBER 2016)

Keadaan umum : klien tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Vital sign : TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi napas 22


x/menit, suhu tubuh 36,40C

Antopometri : TB 155 cm, BB 50 kg, IMT 20,8 (N)

21
Pemeriksaan Sistematis
Kulit : Warna sawo matang, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
kering (-), ptekie (-)
Kepala : Bentuk dan ukuran normocephal, rambut hitam, lurus, tidak
mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (+/+), refleks cahaya
(+/+), pupil isokor, edema palpebra (-/-)
Hidung : Septum deviasi (-), secret (-), napas cuping hidung (-)
Telinga : Normotia, serumen (-/-)
Mulut : Bibir tidak kering, mukosa lembab (+), sianosis(-), tidak
keluar darah dari mulut
Tenggorokan : Uvula ditengah, mukosa faring tidak hiperemis
Leher : Trakea lurus ditengah, kelenjar tiroid tidak teraba, KGB tidak
membesar
Dada/Thoraks :
Inspeksi : Pergerakan dada simetris (+) saat stasis dan dinamis, retraksi
dinding dada (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan lebih lemah dibandingkan kiri
Perkusi : Redup/sonor
Auskultasi : Vesikuler( /+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I/II murni, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak datar, tidak membuncit, simetris kiri kanan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba
Perkusi : Timpani, pekak alih (-)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT > 3 detik, edema (-/-)


22
Pemeriksaan Penunjang ( Lab tanggal 9 November 2016)
Darah Perifer Lengkap (DPL :

Leukosit : 5400/mm3 Eritrosit : 1,57 juta / μL (3,6-5,8)


Hitung jenis leukosit HB : 5,4 gr/dL
Netrofil : 56,5 % Ht : 16 % (35-47)
Limfosit : 36,3% MCV : 102,5 fL (80-100)
Monosit : 7,2 % MCH : 34,4 pg (26-34)
Eusinofil : 0 % MCHC : 33,5 % (32-36)
Basofil : 0 % Trombosit 32 ribu/ mm3 (150-440)

Analisa gas darah : pH : 7,507 (7,34-7,44), PCO2 : 31,5 (35-45), PO2 : 65,7 (85-
95), HCO3: 24,4, saturasi O2 : 94,8% (96-98)
Elektrolit : Na : 126 mmol/L (135-145), K : 2,68 mmol/L (3,5-5,5), Ca :
7,3 mmol/L (8,4-10,2), Cl 97 mmol/L (98-109)
Fungsi hati : Bilirubin total : 1,67 mg/dL (0,1-1,1), Bilirubin direct : 0,7
(0,1-0,4), SGOT : 29 μL, SGPT 60 μL (0-40)
Fungsi ginjal : Ureum 17 mg/dL (20-40), Kreatinin “ 1 mg/dL (0,8-1,5)
Pemeriksaan rontgen : Paru- paru sebelah kiri mengecil
Diagnosis : Efusi pleura ec. Keganasan
Efusi pleura ec. TB paru
Pemeriksaan Lanjutan : Periksa sputum SPS ( kultur dan resistensi)
Periksa BTA dari cairan pleura (kultur dan resistensi)
Periksa mikroorganisme dari cairan pleura (kultur dan
resistensi)
Analisis cairan pleura
Periksa ulang elektrolit dan darah perifer lengkap pasca
koreksi
Terapi : Oksigen 4 L/menit nasal kanul
IVFD NaCl 0,9% 500 ml + KCl MEq dalam 12 jam
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
Curcuma 3 x 1 tab
Versilon 3 x 1

23
Protransfusi
- Jika pasca transfuse trombosit masih rendah, dilakukan
protransfusi TC
- Lakukan Punksi pleura setelah perbaikan keadaan umum

B. Analisa Data

Analisis Data Etiologi Masalah


DS : Efusi Pleura Gangguan Pertukaran
- Pasien mengeluh Gas
sesak napas
- Batuk berdahak
- Mual
DO :
- pH 7,507 (7,34-7,44)
- pCO2 31,5 (35-45)
hipokalemia
- pO2 65,7 (85-95)
hipoksemia
- Saturasi oksigen 94,8
(96-98)
- Vokal fremitus kanan
lebih lemah
dibandingkan kiri
-

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d efusi pleura. Ditandai dengan pasien mengeluh sesak
napas , batuk berdahak, mual, pH 7,507 (7,34-7,44), pCO 2 31,5 (35-45)
hipokalemia, pO2 65,7 (85-95) hipoksemia , saturasi oksigen 94,8 (96-98), vokal
fremitus kanan lebih lemah dibandingkan kiri

24
D. Intervensi Keperawatan

No. DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL
1. Gangguan Tujuan: Mandiri : 1. Kedalaman
pertukaran gas Mendemonstrasikan 1. Kaji Penurunan pernapasan
berhubungan perbaikan ventilasi nyeri yang optimal dipengaruhi oleh
dengan Efusi Kriteria : dengan periode situsi nyeri pada saat
Pleura AGD dalam batas normal, keletihan atau bernapas, keletihan
frekuensi napas 12- depresi pernapasan dan depresi
24/menit, frekuensi nadi yang optimal 2. Meningkatkan
60-100x/menit, tidak ada 2. Jika tidak dapat kemampuan ekspanai
batuk, meningkatnya berjalan, tetapkan paru, jiak klien dalam
volume respirasi pada suatu aturan untuk posisi duduk
spirometer insentif. turun dari tempat kemampuan ekspansi
tidur, duduk di paru akan meningkat.
kursi beberapa kali 3. Mengoptimalkan
sehari fungsi paru sesuai
3. Tingkatkan dengan kemampuan
aktivitas secara aktivitas individu
bertahap, jelaskan 4. Membantu
bahwa fungsi drainase postural,
pernapasan akan mencegah depresi
meningkat dengan jaringan paru/dada
aktivitas untuk Pernapasan
4. Bantu respon 5. Meningkatkan
setiap 8 jam jika ekspansi paru dan
mungkin asupan oksigen ke
5. Dorong klien paru dan system
untuk melakukan peredaran darah
napas dalam dan 6. Mengevaluasi
latihan batuk efektif kondisi yang
lima kali setiap jam mungkin dapat

25
6. Artikulasi bidang memperburuk
paru selama 8 jam ventilasi dan perfusi
7. Konsul dokter jaringan.
jika gejala-gejala 7. Hal tersebut
pernapasan yang merupakan tanda
ada bertambah awal terjadinya
berat. komplikasi.
Kolaborasi : 8. Ekspektoran
8. Berikan membantu
ekspektoran sesuai mengencerkan
dengan anjuran dan sekresi sehingga
evaluasi sekret dapat
keefektifannya. dikeluarkan pada saat
9. Berikan oksigen batuk.
tambahan sesuai 9. Pemberian oksigen
dengan anjuran, tambahan dapat
sesuaikan kecepatan menurunkan kerja
aliran dengan hasil pernapasan dengan
AGD. Jika sudah menyediakan lebih
digunakan masker banyak oksigen untuk
oksigen namun dikirim ke sel,
pasien bertambah walaupun konsentrasi
gelisah, konsul ke oksigen yg lebih
ahli terapi tinggi dpt dialirkan
pernapasan untuk melalui masker
pemasangan kanula oksigen, hal tsb
nasal. seringkali
mencetuskan
perasaan terancam
bagi pasien,
khususnya pada
pasien dengan distres
pernapasan

26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam jiwa
penderita. Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan dalam rongga pleura. Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena
tuberkulosis, neoplasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus
maupun bakteri (Ariyanti, 2003) Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura,
karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediatinum, sindroma meig(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior

Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,


virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. DiIndonesia 80%
karena tuberculosis.
Manifestasi klinis tergantung pada penyakit dasarnya : sesak napas, rasa berat
pada dada, bising jantung, lemas yang progresif, BB menurun, batuk yang kadang-
kadang berdarah pada perokok, demam subfebril, demam menggigil, asites, asites
dengan tumor dipelvis

B. SARAN

Penyakit efusi pleura ini merupakan penyakit yang rata-rata di Indonesia


disebabkan oleh tubercolusis. Selain itu penyakit efusi pleura ini pun dapat
disebabkan oleh keganasan. Oleh karena itu pada saat kita menangani tubercolusis
sebaiknya kita harus menanganinya dengan sangat teliti sekali, agar tidak berdampak
terjadinya efusi pleura. Penyakit Efusi pleura pun pada kenyataannya akan
menimbulkan tanda-gejala yang berbeda pada setiap orang yang menderita penyakit
ini. Kita harus cepat tanggap dengan apa yg kita rasakan, dan semoga makalah ini
dapat membantu teman-teman, ataupun masyarakat dalam mengenali penyakit efusi
pleura.

27
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Nurarif Amin dan Kusuma, Hardi.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC.Yogyakarta.Mediaction Jogja

Anggota IKAPI.2015.Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran


EGC

http://askepku92.blogspot.co.id/2013/08/askep-efusi-pleura.html diakses tanggal 8 November


2017 pukul 21.06

http://indahverawati.blogspot.co.id/2015/05/asuhan-keperawatan-pasien-efusi-pleura.html
diakses tanggal 8 November 2017 pukul 21.35

28

Anda mungkin juga menyukai