Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA ENDOMETRIUM

A. Konsep Medis
1. Pengertian
Kista endometrium merupakan kelainan ginekologis yang ditandai dengan
adanya pertumbuhan lapisan endometrium secara ektopik yang ditemukan di luar
uterus. Secara lebih spesifik lagi dijelaskan sebagai suatu keadaan dengan
jaringan yang mengandung unsur – unsur stroma dan unsur granular
endometrium khas terdapat secara abnormal pada berbagai tempat di dalam
rongga panggul atau daerah lain pada tubuh. (Manuaba, 2008)
2. Etiologi
Penyebab terjadinya endometriosis sampai saat ini masih belum diketahui
secara pasti. Namun, beberapa teori telah dikemukakan dan dipercaya sebagai
mekanisme dasar endometriosis. (A.Price, Sylvia, 2006)

a. Menstruasi retrograde
Teori ini dikemukakan oleh Sampson pada tahun 1927, di mana terjadi
refluks (darah menstruasi mengalir balik) melalui saluran tuba ke dalam
rongga pelvis.Darah yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu
berimplantasi pada permukaan peritoneum dan merangsang metaplasia
peritoneum yang kemudian akan merangsang angiogenesis.Saat ini, teori ini
tidak lagi menjadi teori utama, karena teori ini tidak dapat menjelaskan
keadaan endometriosis di luar pelvis.
b. Teori imunologik dan genetik
Gangguan pada imunitas terjadi pada wanita yang menderita endometriosis.
Dmowski mendapatkan adanya kegagalan dalam sistem pengumpulan dan
pembuangan zat-zat sisa saat menstruasi oleh makrofag dan fungsi sel NK
yang menurun pada endometriosis.
c. Teori metaplasia
Teori metaplasia ini dikemukakan oleh Robert Meyer yang
menyatakan bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel
yang berasal dari sel epitel selomik pluripoten dapat mempertahankan
hidupnya di daerah pelvis, sehingga terbentuk jaringan endometriosis. Teori
ini didukung oleh penelitian yang dapat menerangkan terjadinya
pertumbuhan endometriosis di toraks, umbilikus dan vulva.

d. Teori emboli limfatik dan vascular


Teori ini dapat menjelaskan mekanisme terjadinya endometriosis di
daerah luar pelvis. Daerah retroperitoneal memiliki banyak sirkulasi limfatik.
Suatu penelitian menunjukkan bahwa pada 29 % wanita yang menderita
endometriosis ditemukan nodul limfa pada pelvis. Hal ini dapat menjadi salah
satu dasar teori akan endometriosis yang terjadi di luar pelvis, contohnya di
paru

3. Patofisiologi
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita dengan ibu atau
saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki risiko lebih besar
terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang
diturunkan dalam tubuh wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti
menoragiadapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan
respon berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel
endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan
peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.

Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan


menyebabkan mikoroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut
akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang
menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan
peningkatan perkembangbiakan sel abnormal. Jaringan endometirum yang
tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial
tersebut dari infundibulum tuba fallopii menuju ke ovarium yang akan
menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama
dalam rongga pelvis yang dapat terkena endometriosis.Sel endometrial ini dapat
memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel endomatrial ini memiliki
kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh
lainnya. Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat
dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin,
maka pada saat estrogen
dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami
perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron
lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan
terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan
menyebabkan nyeri saat menstruasi (dismenorea). Setelah
perdarahan,penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di
dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis
tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi,
BAK dan saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di
uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba
fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa
ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya
infertil pada endometriosis. (A.Price, Sylvia. 2006)
4. Pathway
Gangguan menstruasi Toksik sampah
Faktor genetik

Gen abnormal Memengaruhi sistem hormon Terdapat mikroorganisme yang menghasilkan makrofag
tubuh

Gangguan sekresi esterogen Respon imun menurun


dan progesteron

Peningkatan pertumbuhan sel


endometrium Pertumbuhan sel-sel abnormal

Jaringan endometrium
tumbuh di luar uterus

Kista
Menyerang infundibulum,
endometrium
ovarium, memasuki peredaran
darah

Prosedur
Terjadi siklus endokrin normal Kurang
pembedahan
pengetahuan
Luka operasi
Esterogen dan progesteron Cemas
menurun

Nekrosis dan perdarahan Penggumpalan darah Diskontinuitas


jaringan

Iritasi peritoneum Adhesi Menyerang tuba


fallopii Resiko infeksi

Nyeri Retroversi uterus Menghambat gerakan


spontan ujung fimbrae

Resiko Ovum ke uterus terhambat


perdarahan
Infertil

Gangguan citra tubuh


5. Manifestasi Klinis
a. Dismenorea
Nyeri haid disebabkan oleh reaksi peradangan akibat sekresi sitokin dalam
rongga peritoneum, akibat perdarahan lokal pada sarang endometriosis dan
karena adanya infiltrasi endometriosis ke dalam syaraf pada rongga panggul.
Nyeri yang berlebihan dapat menyebabkan mual, muntah bahkan diare.
Dismenore primer terjadi pada awaltahun menstruasi, cenderung
meningkatkan dengan usia atau setelah melahirkan,dan biasanya tidak
berhubungan dengan endometriosis. Dismenore sekunderterjadi di kemudian
hari dan dapat meningkat dengan usia. Ini mungkin peringatantanda
endometriosis, meskipun beberapa wanita dengan endometriosis merasa
tidak ada nyeri sama sekali.
b. Nyeri pelvik
Akibat perlengketan, lama-lama dapat mengakibatkan nyeri pelvik yang
kronis. Rasa nyeri bisa menyebar jauh ke dalam panggul, punggung dan paha
bahkan menjalar sampai ke rektum. Duapertiga perempuan dengan
endometriosis mengalami nyeri intermenstrual.
c. Dispareunia

Endometriosis dapat menyebabkan rasa sakit selama atau setelah hubungan


seksual. Dalam penetrasi dapat menghasilkan nyeri pada ovariumterikat oleh
jaringan parut di atas vagina. Nyeri juga dapat disebabkan olehadanya nodul
pada endometriosis belakang rahim atauligamen uterosakral, yang
menghubungkan leher rahim dan sakrum.
d. Diskezia

Keluhan sakit buang air besar bila endometriosis sudah tumbuh dalam
dinding rektosigmoid dan terjadi hematokezia pada saat siklus haid.
e. Subfertilitas
Perlengketan pada ruang pelvis yang diakibatkan endometriosis dapat
menganggu pelepasan oosit dari ovarium atau menghambat perjalanan ovum
untuk bertemu dengan sperma.
6. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi dan stadium endometriosis sangat penting dilakukan
untuk menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil
pengobatan. Stadium endometriosis tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri
keluhan pasien maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas. Hal
ini dikarenakan endometriosis dapat dijumpai pada pasien yang asimptomatik.
Klasifikasi Endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American
Society For Reproductive Medicine yang telah direvisi pada tahun 1996 yang
berbasis pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit
dan perlengketan.
Berdasarkan visualisasi rongga pelvis pada endometriosis, dilakukan
penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi, keterlibatan ovarium dan
densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan ini didapatkan nilai – nilai dari
skoring yang kemudian jumlahnya berkaitan dengan derajat klasifikasi
endometriosis. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium I), 5-15 adalah ringan (stadium
II), 16-40 adalah sedang (stadium III) dan lebih dari 40 adalah berat (stadium IV).

7. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan endometriosis sulit mengalami penyembuhan karena adanya
risiko kekambuhan. Tujuan pengobatan endometriosis lebih disebabkan oleh
akibat dari endometriosis tersebut, seperti nyeri panggul dan infertilitas.Terapi
hormonal disarankan ketika rasa sakit mengganggu bekerjaatau kegiatan sehari-
hari, karena terapi ini biasanya mengurangi nyeri panggul dan dispareunia lebih
dari 80% perempuan yang menderita endometriosis. Terapi hormon tidak
efektifuntuk endometrioma ovarium besar yang memerlukan operasi. Operasi
jugadapat diindikasikan ketika pengobatan medis tidak berhasil atau ketika
kondisi medis melarang penggunaan terapi hormon.
a. Pengobatan simtomatik
Pengobatan dengan memberikan antinyeri seperti paracetamol, asam
mefenamat dan Non Steeroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) seperti
ibuprofen.
b. Kontrasepsi oral

Penanganan terhadap endometriosis dengan pemberian pil kontrasepsi dosis


rendah. Tujuan pengobatan ini adalah induksi amenorea, dengan pemberian
berlanjut selama 6-12 bulan. Membaiknya gejala dismenorea dan nyeri
panggul dirasakan oleh 60-95% pasien.
c. Progestin

Progestin adalah obat sintetis yang memiliki aktivitas progesteron seperti pada
endometrium. Progestin memungkinkan efek anti endometriosis dengan
menyebabkan desisualisasi awal pada jaringan endometrium dan diikuti
dengan atrofi. Progestin digunakan untuk mengurangi nyeri panggul
endometriosis. Efek samping yang umum dari terapi progestin adalah
perdarahan uterus yang tidak teratur, peningkatan berat badan, retensi air,
nyeri payudara, sakit kepala, mual, danperubahan mood, terutama depresi.
d. Gonadotropin Releasing Hormone Agonist (GnRHa)
GnRHa menyebabkan sekresi terus-menerus FSH dan LH sehingga hipofisa
mengalami disensitisasi dengan menurunnya sekresi FSH dan LH mencapai
keadaan hipogonadotropik hipogonadisme, dimana ovarium tidak aktif
sehingga tidak terjadi siklus haid.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan
dengan pemeriksaan:
a. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan

untuk mengirim dan menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound)

yang menembus bagian panggul, dan menampilkan gambaran rahim dan

ovarium di layar monitor. Gambaran ini dapat dicetak dan dianalisis oleh

dokter untuk memastikan keberadaan kista, membantu mengenali lokasinya

dan menentukan apakah isi kista cairan atau padat. Kista berisi cairan

cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan pemeriksaan

lebih lanjut.

b. Laparoskopi

Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan

melalui pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium,

menghisap cairan dari kista atau mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
c. Hitung darah lengkap

Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.

9. Komplikasi

Komplikasi dari endometriosis sering berhubungan dengan adanya fibrosis

dan jaringan parut yang tidak hanya berefek pada organ yang terkena, namun

juga dapat menyebabkan obstruksi kolon dan ureter. Ruptur dari endometrioma

dan juga dihasilkannya zat berwarna coklat yang sangat iritan juga dapat

menyebabkan peritonitis. Meskipun jarang, lesi endometrium dapat berubah

menjadi malignan dan paling sering terjadi pada kasus endometriosis yang

berlokasi di ovarium.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


i. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama
dan alamat, serta data penanggung jawab
b. Keluhan klien saat masuk rumah sakit
Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada massa
di daerah abdomen, menstruasi yang tidak berhenti-henti.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah abdomen
bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak
berhenti, rasa mual dan muntah.
2) Riwayat kesehatan dahulu Sebelumnya tidak ada keluhan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kista Endometrium bukan penyakit menular/keturunan.
4) Riwayat perkawinan
Kawin/tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap timbulnya kista
endometrium.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Dengan kehamilan dan persalinan/tidak, hal ini tidak
mempengaruhi untuk tumbuh/tidaknya suatu kista endometrium.
e. Riwayat menstruasi
Klien dengan kista endometrium kadang-kadang terjadi digumenorhea
dan bahkan sampai amenorhea.
f. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis.
1) Kepala
a) Hygiene rambut
b) Keadaan rambut
2) Mata
a) Sklera : ikterik/tidak
b) Konjungtiva : anemis/tidak
c) Mata : simetris/tidak
3) Leher
a) pembengkakan kelenjer tyroid
b) Tekanan vena jugolaris.
4) Dada Pernapasan
a) Jenis pernapasan
b) Bunyi napas
c) Penarikan sela iga
5) Abdomen
a) Nyeri tekan pada abdomen.
b) Teraba massa pada abdomen.
6) Ekstremitas
a) Nyeri panggul saat beraktivitas.
b) Tidak ada kelemahan.
7) Eliminasi, urinasi
a) Adanya konstipasi
b) Susah BAK
g. Data Sosial Ekonomi
Kista endometrium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan
berbagai tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum
menopause.
h. Data Spritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan
kepercayaannya dengan kista endometrium yang endometriumnnya diangkat
maka hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil/punya
keturunan.
i. Pola kebiasaan Sehari-hari
Biasanya klien dengan kista endometrium mengalami gangguan dalam
aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri
j. Pemeriksaan Penunjang
1) Data laboratorium
2) Pemeriksaan Hb
3) Ultrasonografi (Untuk mengetahui letak batas kista)

2. Diagnosis Keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dan pre operasi
b. Resiko perdarahan terbukti dengan tindakan
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
d. Resiko infeksi dibuktikan dengan tindakan invasif dan pembedahan.
e. Gangguang citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
3. Rencana Keperawatan

DIANGOSA
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen TINGKAT NYERI MENURUN MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
injuri fisik (L.08066)
1. Observasi
 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Resiko perdarahan TINGKAT PERDARAHAN 1. Observasi


MENURUN (L.02017) 
terbukti dengan
 Monitor tanda dan gejala perdarahan
tindakan  Monitor nilai hematokrit/homoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah
 Monitor tanda-tanda vital ortostatik
 Monitor koagulasi (mis. Prothombin time (TM), partial
thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradsi fibrin dan atau
platelet)
2. Terapeutik
a. Pertahankan bed rest selama perdarahan
b. Batasi tindakan invasif, jika perlu3
c. Gunakan kasur pencegah dikubitus
d. Hindari pengukuran suhu rektal
3.  Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
b. Anjurkan mengunakan kaus kaki saat ambulasi
c. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
d. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
e. Anjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K
f. Anjrkan segera melapor jika terjadi perdarahan
4.  Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat dan mengontrol perdarhan, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian prodok darah, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

3. Ansietas berhubungan Tingkat Ansietas menurun  REDUKSI ANXIETAS (I.09314)


dengan kurang terpapar
informasi dan pre operasi 1.  Observasi
 Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu,
stressor)
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
2. Terapeutik
 Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat anxietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
 Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan
datang
3. Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
 Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
A.Price, Sylvia. (2006). Patofisiologi, kosep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arief dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.
Manuaba. (2008). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.
Jakarta:EGC.
Moorhead, Sue., et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.
Mosby an Imprint of Elsevier Inc.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik,Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI.(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisidan Tindakan


Keperawatan,Edisi 1.Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai