Anda di halaman 1dari 26

ASKEP EFUSI PLEURA

Dosen Pengampu : Chistina Nur Widayati,S.Kep, Ns.M,H

Disusun Oleh :

1. Lestari ( 2019012422)

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN


PRODI DIII KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
PURWODADI
2020/2021
1.1Latar Belakang
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunter terhadap penyakit lain. Kemungkinan penyebab efusi antara
lain penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, gagal jantung yang menyebabkan
tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan
transudasi cairan yang berlebih kedalam rongga pleura, sangat menurunnya tekanan osmotic
kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebih, infeksi atau setiap
penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan
membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan kedalam rongga
secara cepat. Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam
kavum. Penumpukan cairan di rongga paru berakibat pada penekanan paru – paru sehingga
pengembangan atau ekspansi paru akan menurun dan mengakibatkan ketidakefektifan pola
nafas. Ketidakefektifan pola nafas adalah ketidakmampuan proses sistem pernafasan:
inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat (Nanda, 2015-2017).
Data WHO hasil prevalensi efusi pleura di dunia diperkirakan sebanyak 320 kasus per
100.00 penduduk di Negara industry dengan penyebarannya tergantung etiologipenyakit yang
mendasarinya. Angka kejadian efusi pleura di Amerika Serikat di temukan sekitar 1,5 juta
kasus per tahunnya denganpenyebab tersering gagal jantung kongestif, pneumonia bakteri,
penyakit keganasan, dan emboli paru (Rubis, 2013). Prevalensi efusi pleura di Indonesia
mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas lainnya (Depkes RI, 2006).
Beberapa hasil penelitian menyebutkan 42-77% efusi pleura eksudativa disebabkan
proses keganasan (Sato, 2006). Gagal jantung kongestif merupakan penyebab dari hampir 50
persen dari semua pleura efusi. Keganasan, pneumonia, dan emboli paru adalah tiga
penyebab utama dari efusi pleura (Light, 2002). Dari segi anatomis, permukaan rongga pleura
berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga
yang lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua
pleura, karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20cc cairan yang merupakan lapisan tipis
erosa yang selalu bergerak secara teratur. Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa
menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan
tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari
rongga pleura ke mediastinum. Oleh karena itu, rongga pleura disebut sebagai ruang
potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik
yang jelas (Arief Muttaqin, 2008).
Peran perawat dan tim medis diperlukan terutama dalam bentuk promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitative, untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti
pneumonia, peneumothoraks, gagal nafas, dan kolaps paru sampai dengan kematian. Peran
perawat secara promotife misalnya memberikan penjelesan dan informasi penyakit Effusi
pleura,preventifnya mengurangi merokok dan minum-minuman beralkohol, kuratife misalnya
dilakukan pengobatan ke rumah sakit dan melakukan pemasangan WSD bila diperlukan,
rehabilitatife misalnya melakukan pengecekan kembali kondisi klien ke rumah sakit atau
tenaga kesehatan (Arief Muttaqin, 2008).
A. Konsep Efusi Pleura
1. Pengertian Efusi pleura
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura yang terjadi karena proses
penyakit primer dan dapat juga terjadi karena penyakit sekunder akibat penyakit lain. Efusi
dapat berupa cairan jernih yang merupakan transudat, dan berupa pus atau darah (Baughman,
2000).
Effusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura,
jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya. vena viseral dan parietal,
serta saluran getah bening. Jika terjadi penimbunan cairan dalam rongga pleura maka
keadaan ini disebut sebagai effusi pleural. Seperti halnya pada pneumotoraks, timbunan
cairan pada rongga pleural juga akan menyebabkan desakkan (penekanan) pada paru-paru.
Pada kasus yang lebih berat akan menyebabkan atelectasis, penekanan pada pembuluh vena
besar, dan menurunnya aliran pembuluh darah balik jantung. Effusi pleural dapat
mengakibatkan gangguan paru trestriktif. (Arif Muttaqin, 2008).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum
pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan
eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml,
cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl (Sudoyo, 2005).

2. Etiologi Efusi pleura


Effusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari
lima mekanisme berikut, (Morton, 2012) :
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab effusi pleura :
a. Infeksi
1. Tuberculosis
2. Pneumonitis
3. Abses paru
4. Periorasi esophagus
5. Abses sufrenik
b. Non infeksi
1. Karsinoma paru
2. Karsinoma pleura;primer, sekunder
3. Karsinoma mediastinum
4. Tumor ovarium
5. Bendungan jantunng;gagal jantung, pericarditis konstriktiva
6. Gagal hati
7. Gagal ginjal
8. Hipotiroidisme
9. Kilotoraks
10. Emboli paru
Effusi pleura dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Effusi pleura transudate Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandkan bahwa membrane
pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh factor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbs cairan pleura seperti (gagal jantung kongestif, atelektsis,
sirosis, sindrom, nefrotik, dan dialysis peritoneium. (Morton, 2012).
Transudat di sebabkan oleh :
1. Gagal jantung kongestif
2. Sirosis dan asites
3. Peritoneal dialysis
4. Miksedema
5. Atelectasis akut
6. Pericarditis konstriktiva
7. Obstruksi vena kava superior
8. Emboli paru (Taqiyyah, Jauhar, (2013)
2. Effusi pleura eksudat Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang
rusak dan masuk ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat.
(Morton, 2012) Eksudat disebabkan oleh :
1. Pneumonia
2. Kanker
3. Empyema
4. Tuberkolosis
5. Infeksi : virus, jamur, parasit, rickestia
6. Asbestos
7. Uremia
8. Atelectasis kronik
9. Khilothoraks
10. Reaksi obat
11. Sarcoidosis
12. Infark miocard (Taqiyyah, Jauhar, (2013)
3.Tanda dan Gejala

1. Dada sakit karena adaya inflamasi pleura di dalam area; tidak selalu ada.
2. Kesulitan bernafas (dyspnea) karena berkyrangnya pembesaran dada diarea.
3. Turunnya suara pernafasan pada auskultasi diarea kareana adnya cairan yang berlebih.
4. Tumpul saat diketuk diarea terkena karena adnya cairan.
5. Demam karena infeksi pda impyema.
6. Denyut jantung dan respirasi berubah; tekanan darah turun karena kehilangan darah
pada hemothorax.
7. Saturasi oksige rendah pada oksimetri denyut (Mary DiGiolio, 2014).

4. Manifestasi klinik

1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah


cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak nafas.
2. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi penumpukkan
cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocval), pada perkusi didapat daerah pekak, dalam
keadaan duduki permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis
damoiseu).
5. Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timphani dibagian
atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga Grocco-Rochfuzs, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronchi.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.(Sudoyo dkk, 2009)
Manifestasi klinik yang sering muncul (Sylvia A price, 2005):
a. Dipsnea
b. Nyeri pleuritik
c. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami effusi
d. Perkusi meredup di atas effusi pleyra
e. Egofoni
f. Penurunan vocal fremitus
g. Suara nafas menurun di daerah effusi

5. Patofisiologi

Dalam keadaan normal tidak ada rongga rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura
viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan anatara 1-20cc yang merupakan
lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas
diantara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Normalnya
hanya terdapat 10-20ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap,
karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cmH2O. akumulasi cairan pleura
dapat terjadi apabila tekanan osmotic koloid menurun (misalnya pada penderita
hipoalbuminia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau
neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatik akibat kegagalan jantung) dan tekanan negative
intrapleura apabila terjadi atelectasis paru (Alsagaf, 1995).
Diketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya diabsorbsi
tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan
osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan di absorbs oleh istem limfatik dan
hanya sebagian kecil di absorbs oleh sistem kapiler pilmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan yang pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar
sel-sel misofelial. Jumlah cairan dalam rongga tetap, karena adanya keseimbangan antara
produksi dan absorbs keadaan ini bias terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar
9cmH2O dan tekanan osmotic koloid sebesar 10cmH2O. Keseimbangan tersebut dapat
terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru (Alsagaf, 1995).
Terjadi tuberkulosa paru, yang pertama basil mikobakterium tuberkulosa masuk melalui
saluran nafas menu alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limphadinitis local) dan juga diikuti dengan
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limpangitisc local) peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permeabilitas membran. Permeabilitas membrane akan
meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkerjaan
arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura iga atau columna vitebralis. Adapun
bentuk cairan efusi pleura akibat tuberkulosa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi
protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut katrena kegagalan cairan ini biasanya
serausa kadang-kadang juga bias hemorogic.
Dalam setiap ml cairtan pleura biasanya mengandung leukosit antara 500-2000. Mula-
mula yang dominan adalah sel-sel polimor fonuklear, tapi kemudian sel limfosit cairan efusi
pleura sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosa. Timbulnya cairan efusi pleura
bukanlah karena adanya bakteri tuberkolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat
menimbulkan beberapa perubahan fisik anatara lain: irama pernapasan tidak teratur,
frekuensi, pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, bentuk dad yang lebih
cembung, fremitus teraba melemah, perkusi redup. Selain hal-hal di atas ada perubahan lain
yang di timbulkan oleh peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun. Effusi pleura
berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan
proses akumulasi cairan di rongga pleura juga bias terjadi akibat beberapa proses yang
meliputi (Guyton dan Hall, 1997):
1. Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura
2. Gagal jantung yang menyebabkan tekana kapiler paru dan tekanan perifer menjadi
sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam
rongga pleura.
3. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma juga memungkinkan terjadinya
transudasi cairan yang berlebuhan.
4. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apa pun pada permukaan
pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membrane kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga pleura terhadi
secara cepat.

6.PATHWAYS
7. Konsep Ketidakefektifan pola nafas
1. Pengertian
Ketidakefektifan pola nafas adalah ketidakmampuan proses sistem pernafasan: inspirasi atau
ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat (Nanda, 2015-2017).Ketidakefektifan pola
nafas adalah keadaan ketika seseorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang aktual
atau potensial yang berhubungan dengan perubahan pola pernafasan (Carpenito, Lynda Juall
2007).
2. Tanda dan gejala
Tanda gejala ketidakefektifan pola nafas yaitu Perubahan kedalaman pernafasan, perubahan
ekskursi dada, mengambil posisi tiga titik, bradipnea, penurunan tekanan ekspirasi,
penurunan tekanan inspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, dispnea,
peningkatan diameter anterior- posterior, pernafasan cuping hidung, ortopnea, takipnea,
pernafasan bibir, fase ekspirasi memanjang, penggunann otot aksesorius untuk bernafas
(Nanda, 2015-2017).
Tanda gejala ketidakefektifan pola nafas yaitu mayor: perubahan dalam frekuensi atau pola
pernafasan, minor: hiperventilasi, pernafasan sukar, takipnea (Carpenito, 2017)
Tanda gejala ketidakefektifan pola nafas yaitu dispnea, nafas pendek, perubahan gerakan
dada, nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan (Wilkinson, 2007).
3. Batasan karakteristik
1. Pasien mengeluh sesak napas atau napas pendek-pendek
2. Perubahan gerakan dada
3. Penurunan tekanan inspirasi /ekspirasi
4. Penurunan kapasitas vital paru
5. Napas dalam
6. Peningkatan diameter anterior-posterior paru
7. Napas cuping hidung
8. Ortopnea
9. Fase ekspirasi lama
10. Pernapasan purse lip
11. Pengunaan otot-otot bantu napas

8.Patofisiologis
1. Berhubungan dengan sekresi yang berlebihan atau kental ,sekunder akibat: infeksi,
inflamasi, alergi, merokok, penyakit jantung atau paru.
2. Berhubungan dengan immobilitas, sekresi yang statis, dan batuk tak efektif, sekunder
akibat:
a. Penyakit system persarafan, missal: miastenia gravis
b. Depresi system saraf pusat (SSP)/ trauma kepala
c. Cedera serebrovaskular (stroke)
d. Kuadriplegia
7. Terkait Pengobatan
1. Berhubungan dengan immobilitas, sekunder akibat:
a. Efek sedative obat (sebutkan)
b. Anestesia, umum atau spinal
c. Berhubungan dengan penekanan reflek batuk, sekunder akibat (sebutkan)
d. Berhubungan efek trakeostomi (perubahan sekresi)
2. Situasional (Personal, Lingkungan)
1. Berhubungan dengan immobilitas, sekunder akibat:
a. Pembedahan atau trauma
b. Nyeri, takut, ansietas
c. Kelelahan
d. Gangguan persepsi/kognitif
e. Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau rendah
f. Untuk bayi, yang berhubungan dengan tidur pada posisi tengkurap
g. Pajanan terhadap udara dingin, tertawa, menangis, allergen, asap.
3. Kriteria Hasil
Contoh: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien diharapkan
menunjukkan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu ditandai dengan:
1. Napas pendek tidak ada
2. Tidak ada penggunaan otot bantu
3. Bunyi napastambahan tidak ada
4. Ekspansi dada simetris
4. Intervensi
1. Pantau adanya pucat atau sianosis
2. Pantau efek obat terhadap status respirasi
3. Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di tulang dada
4. Observasi kebutuhan insersi jalan napas
5. Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan ventilator
6. Perhatikan area penurunan sampai tidak adanya bunyi napas atau bunyi napas
tambahan Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi.
7. Pantau respirasi yang berbunyi
8. Perhatikan pergerakan dada, kesimetrisannya, penggunaan otot bantu serta retraksi
otot supraklavikular dan interkostal .
9. Pantau pola pernapasan: bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
10. pernapasan Kussmaul, pernapasan Cheyne-Stokes
11. Perhatikan lokasi trakea
12. Auskultasi bunyi napas,
13. Pantau kegelisahan, ansietas, dan tersengal-sengal
14. Catat perubahan pada saturasi oksigen dan nilai gas darah arteri
15. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan pola
napas. Spesifikan teknik yang digunakan, misal:napas dalam .
16. Ajarkan cara batuk efektifDiskusikan perencanaan perawatan di rumah (pengobatan,
peralatan) dan anjurkan untuk mengawasi dan melapor jika ada komplikasi yang
muncul.
17. Rujuk pada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan ventilator mekanis
18. Laporkan adanya perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilai AGD,
sputum, dst, sesuai kebutuhan atau protokol.
19. Berikan tindakan(misal pemberian bronkodilator) sesuai program terapi
20. Berikan nebulizer dan humidifier atau oksigen sesuai program atau protokol
21. Berikan obat nyeri untuk pengoptimalan pola pernapasan, spesifikkan jadwal
22. Hubungkan dan dokumentasikan semua data pengkajian (misal: bunyi napas, pola
napas nilai AGD, sputum dan efek obat pada pasien)
23. Ajurkan pasien untuk napas dalam melalui abdomen selama periode distres
pernapasan
24. Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan sekresi
25. Minta pasien untuk pindah posisi, batuk dan napas dalam
26. Informasikan kepada pasien sebelum prosedur dimulai untuk menurunkan kecemasan
27. Pertahankan oksigen aliran rendah dengan nasal kanul, masker, sungkup. Spesifikkan
kecepatan aliran.
28. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan. Spesifikkan posisi.

9.Klasifikasi
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 185) efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Efusi pleura transudat


Merupakan suatu ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak
terkena penyakit. Akumulasi cairan diseabkan oleh faktor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura seperti (gagal jantung kongesif,
atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dialysis peritoneum).

2. Efusi pleura eksudat


Hal Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan
masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat. Kriteria
efusi pleura eksudat:

a. cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) leih dari 0,6


b. Pada LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum
Penyebab efusi pleura eksudat seperti pnumonia, empinema, penyakit metastasis
(mis., Kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium), hemotorak infark paru,
keganasan, rupture aneurisma aorta.

10.Komplikasi

Terjadi karena penumpukan cairan berlebih pada pleura yang dapat menekan paru dan
mengakibatkan kolaps.

1.Empyema
Terjadi karena penumpukan cairan pada pleura yang jika tidak segera di keluarkan akan
menjadi nanah (pus) yang mengakibatkan empyema.

1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas b.d menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
2. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kemampuan ekspansi paru , kerusakan
membran alveolar kapiler
3. Terjadi ketidak efektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
4. Terjadi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas
sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
5. Adanya nyeri akut b.d proses tindakan drainase
6. Terjadi gangguan rasa nyaman b.d batuk yang menetap dan sesak nafas serta
perubahan suasana lingkungan
7. Resiko infeksi
8. Intoleransi aktifitas b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan, dyspneu setelah beraktifitas
9. Defisit perawatan diri b.d kelmahan fisik. (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 188)

11.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Identitas `
Berdasarkan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada seluruh usia. Status
ekonomi (tempat tinggal) sangat berperan dalam timbulnya penyait ini terutama yang
didahului oleh TB paru. Pasien dengan TB paru sering dijumpai di daerah padat penduduk
dengan  kondisi sanitasi yang kurang.(Seomantri, 2012, hal. 109)

1. Status kesehatan saat ini


a. Keluhan utama
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, gejala yang timbul sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya. Pneuminia akan menyebabkan demam, menggigil, dan
nyeri pada pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan menyebar kemungkinan timbul
dipsnea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan napas pendek. Tanda
fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi, dan
penurunan bunyi pernapasan pada sisi yang terkena. (Seomantri, 2012, hal. 109)

b. Alasan masuk rumah sakit


Menigkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung), menurunnya
tekanan osmotik koloid plasma (misalnya infeksi bakteri), berkurangnya absorbsi
limfatik (Seomantri, 2012, hal. 107)

c. Riwayat penyakit sekarang


Klien dengan efusi pleura biasanya akan di awali dengan adanya keluhan seperti
batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun.
Perlu di tanyakan sejak kapan keluhan itu muncul. Tindakan apa yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut. (Mutaqin, 2012,
hal. 128)

1. Riwayat kesehatan terdahulu


a. Riwayat penyakit sebelumnya
Klien dengan efusi pleura terutama yang diakibatkan adanya infeksi non-
pleura biasanya mempunyai riwayat penyakit TB paru, kanker paru,
pneumoni. (Seomantri, 2012, hal. 110)

b. Riwayat penyakit keluarga


Pada keluarga klien efusi pleura tidak di temukan data penyakit yang sama
atau di turunkan dari anggota keluarganya yang lain, kecuali penularan infeksi
tuberkulosis yang menjadi faktor penyebab timbulnya efusi pleura.(Seomantri,
2012, hal. 110)

c. Riwayat pengobatan
Mengenal obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu seperti,
pengobatan untuk effusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretik (Padila, 2012, hal. 123)

1.Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
a. Kesadaran
b. Klien dengan efusi pleura biasanya  akan mengalami keluhan batuk, sesak
napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan
menurun (Mutaqin, 2012, hal. 129)
c. Tanda-tanda vital
d. RR cenderung meningkat dan klien biasanya dipsneu, vokal premitus
menurun, suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah cairanya
auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni. (Seomantri,
2012, hal. 110)
2. Body System
a. Sistem pernafasan
b. Inspeksi : peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang disertai
penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang
tidak simetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar,
rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang
produktif dengan sputum purulen.
c. Palpasi : perdorongan mediastinum ke arah hemithoraks kontralateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun
terutama untuk penumpukan cairan pada rongga pleura yang jumlah cairannya
>300 cc. Di samping itu, pada saat di lakukan perabaan juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
d. PerkusiPerkusi : suara perkusi redup sampai pekak tergantung dari jumlah
cairannya.
e. Auskultasi : pada saat di lakukan auskultasi dengan stetoskop suara napas
menurun sampai tidak terdengar pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk,
cairan semakin ke atas semakin tipis. (Mutaqin, 2012, hal. 129)
3. Sistem kardiovaskular
a. Pada saat dilakukan inspeksi, perhatikan letak ictus cordis normal yang berada
pada ICS 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini
bertujuan utuk mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
b. Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan harus
memerhatikan kedalaman dan terartur tidaknya denyut jantung. Selain itu,
perlu juga memeriksa adanya thrill, yaitu getaran ictus cordis. Tindakan
perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung daerah mana yang
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah terjadi
pergeseran jantung karena perdorongan cairan efusi pleura.
c. Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan  gejala payah jantung,
serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah. (Mutaqin, 2012, hal. 130)
4. Sistem persarafan
a. Pada saat dilakukannya inspeksi, kaji tingkat kesadaran setelah dilakukan
pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan
compos mentis, somnolen, atau koma. Selain itu, kaji fungsi-fungsi sensorik
seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan
pengecapan. (Mutaqin, 2012, hal. 130)
5. Sistem perkemihan
a. Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan
volume intake cairan. Perawat perlu meminitor adanya oliguria, karena itu
merupakan tanda awal syok (Mutaqin, 2012, hal. 130)
6. Sistem pencernaan
a. Pada saat melakukan inspeksi perhatikan abdomen apakah membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain itu
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya
didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan. (Mutaqin, 2012, hal. 130)
7. Sistem integument
a. Klien dengan efusi pleura pada kulit nampak terlihat pucat, sianosis,
berkeringat, krepitasi subkutan(Padila, 2012, hal. 125).
8. Sistem muskulo skeletal
a. Pada pasien efusi  perhatikan apakah ada edema peritiabial, feel pada kedua
ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan
pemeriksaan capilarry refill time.  Kemudian lakukan pemeriksaan  kekuatan
otot untuk membandingkan antara bagian kiri dan kanan.(Mutaqin, 2012, hal.
130)

9. Sistem endokrin
a. Pada pasien dengan efusi pleura tidak di temukan gangguan pada sistem
endokrin(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 216).
10. Sistem reproduksi
a. Pada efusi pleura tidak di temukan gangguan atau gejala pada sistem
reproduksi(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 126).
11. Sistem pengindraan
a. Pada efusi pleura tidak di temukan kerusakan pada indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan pengecapan(Mutaqin, 2012, hal. 130).
12. Sistem imun
a. Pada efusi pleura terjadinya peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau
limfatik (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 212).
13. Pemeriksaan penunjang
14. Pemeriksaan radiologi (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan terlihat cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.(Nurarif & Kusuma, 2016,
hal. 187)

a. Torakosentesis atau pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan


tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior
dan posterior, di sela iga ke-8. Didapati cairan yang berisi air pada (serotorak),
berdarah pada (hemotoraks), pus pada (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). jika
cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil
radang). (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 187)
15. Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terpeutik,
torakosintesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada
bagian bawah paru di sela iga ke 9 garis aksila posterior dengan memakai jarum
abokat nomer 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1500 cc
pada sekali aspirasi, jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak maka
akanmenimbulkan syok pleura (hipotensi) atau edema paru. Edema paru terjadi
karena paru-paru telalu cepat mengembang (Seomantri, 2012, hal. 110).
16. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel
malignan, dan PH(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 187)
17. Biopsi pleural. Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleural melalui
biopsi jalur perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas
atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura)
18. (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 187).
19. Pemeriksaan laboratorium
20. Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar
dapat menunjang intervensi lanjutan. Analisis cairan pleura dapat dinilai untuk
mendeteksi kemungkinan penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat,
dan transudat.

a. Hemorrhagic pleural efusion, biasanya terjadi pada kllien dengan adanya


keganasan paru atau akibat infark paru terutama disebabkan oleh tuberkulosis.
b. Yellow exudate pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan gagal jantung
kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan perikarditis konstriktif.
c. Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan keganasan
ekstrapulmoner.(Mutaqin, 2012, hal. 131)

1. Penata laksanaa
2. Tirah baring
a. Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dipsneu
akan semakin meningkat pula.
3. Thorakosentesis
a. Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri
dipsneu, dan lain-lain. Penumpukan cairan sebanyak 1-1,5 liter perlu
dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah
penumpukan cairan lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru
dapat dilakukan 1 jam kemudian.

4. Antibiotik
a. Pemberian antibiotik diberikan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman. Antibiotik yang
digunakan adalah doxycyline, golongan antibiotik tetrasiklin, dosis yang
diberikan jika infeksi biasa adalah 200 mg sebanyak 1 kali, dan di lanjuktan
100mg per hari. Jika infeksinya parah  di berikan 200mg per hari.
5. Pleurodosis
a. Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin,
kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua
lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali. (Nurarif &
Kusuma, 2016, hal. 187).

2.Diagnosa keperawatan

Pola nafas tidak efektif


Definisi : inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.

Penyebab :
1.
Depresi pusat pernapasan
2.
Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernapasan)
3.
Deformitas didnding dada
4.
Deformitas tulang dada
5.
Gangguan neuromuscular
6.
Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram (EEG) positif, cidera kepala,
gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekstansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diagrama (kerusakan saraf C5 keatas)
13. Cidera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
Gejala dan tanda mayor

Subjektif

a. Dipsnea

Objektif

a. penggunaan otot bantu pernapasan


b. fase ekspirasi memanjang
c. pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stok

Gejala dan tanda minor

subjektif

a. ortopnea
objektif

a. Pernapasan pursed-lip
b. Pernapasan cuping hidung
c. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
d. Ventilasi semenit menurun
e. Kapasitas vital menurun
f. Tekanan ekspirasi menurun
g. Eksrusi dada beruban

Kondisi klinik terkait

a. Depresi system saraf pusat


b. Cedera kepala
c. Trauma thoraks
d. Gullian barre syndrome
e. Multiple sclerosis
f. Myasthenia gravis
g. Stroke
h. Kuardiplegia
i. Intoksikasi alkohol
(SDKI, 2017, hal. 26-27)

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


Dedinisi : ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten.

Penyebab :

Fisiologis

1. Spasme jalan napas


2. Hipereksia jalan napas
3. Disfungsi neuromuskuler
4. Benda asing dalam jalan nafas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
Situasional

1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

a. Batuk tidak efektif


b. Tidak mampu batuk
c. Sputum berlebihan
d. Mengi, wheezing dan atau ronkhi kering
e. Mekonium di jalan napas (pada neonatus)

Kondidi klinis terkait :

a. Gullian barre syndrome


b. Sklerosis multiple
c. Myasthenia gravis
d. Prosedur diagnostik (mis. Bronkoskopi, transesophageal echocardiography (TEE)
e. Depresi sistem saraf pusat
f. Cedera kepala
g. Stroke
h. Kuardripageal
i. Sindrome aspirasi mekonium
j. Infeksi saluran napas
(SDKI, 2017, hal. 18-19)

1. Intoleransi aktivitas
Definisi: keridakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Penyebab :

1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton

Gejala tanda mayor

Subjektif

a. Mengeluh lelah
Objektif

a. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat


b. Gejala dan tanda minor
Subjektif

a. Dipsnea saat /setelah aktivitas


b. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
c. Merasa lemah
Objektif

a. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat


b. Gambaran EKG menunjukkan aritmia
c. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
d. Sianosis

Kondisi klinis terkait

a. Anemia
b. Gagal jantung kongestif
c. Penyakit jantung koroner
d. Penyakit katup jantung
e. Aritmia
f. Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
g.Gangguan metabolik
h.Gangguan muskuloskleletal
(SDKI, 2017, hal. 128)

3.Intervensi
1. Pola napas tidak efektif
Tujuan : pola pernapasan efektif, yang di buktikan oleh status pernapasan, status
ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu, kepatenan jalan napas, dan tidak ada
penyimpangan tanda vital dari rentang normal.
2. Kriteria hasil :
3. menunjukkan status pernapasan  : ventilasi tidak terganggu, yang dibuktikan oleh
indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan eksterm, berat, sedang,
ringan, tidak ada gangguan): kedalam inspirasi dan kemudahan bernapas, ekspansi
dada simetris
4. menunjukkan tidak adanya gangguan status pernapasan : ventilai, yang di buktikan
oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 gangguan eksterm ,berat, sedang, ringan, tidak
ada gangguan): penggunaan otot eksesorius, suara napas tambahan, pendek napas

pasien akan :

1. Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang veentilator mekanis


2. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
3. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
4. Meminta bantuan t dibutuhkansaa
5. Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah
6. Mengidentifikasi faktor (mis. Alergen) yang memicu ketidakefetifan pola
napas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.(Wilkinson,
Ahern, Judith, & Nancy, 2013)
 

Intervensi (NIC)

Aktivitas keperawatan

Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfungsi pada pengkajian
penyebab ketidakefektifan pernapasan, pemantulan status pernapasan, penyuluhan mengenai
penatalaksanaan mandiri terhadap alergi, membimbing pasien untuk memperlambat
pernapasan dan mengendalikan resspons dirinya, membantu pasien menjalani pengobtan
pernapasan, dan menenangkan pasien selama perisode dipsnea dan napas pendek.

Pengkajian

1. Pantau adanya pucat sianosi


2. Pantau efek obat pada status pernapasan
3. Tentukan lokasi dan luasnya repitasi di sangkar iga
4. Kaji kebutuhan insersi jalan napas
5. Observasi dan dokumentasi ekspansi dada bilateral pada pasien yang terpasang
ventilator

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk


memperbaiki pola pernapasan
2. Diskusikan perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi pengobatan,
peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan,
sumber-sumber komunitas
3. Diskusikan cara menghindari alergen, sebagai contoh : memeriksa rumah untuk
adanya jamur di dinding rumah, tidak menggunakan karpet di lantai,
menggunakan flter elektronik alat perapian dan AC
4. Ajarkan tekhnik batuk efektif
5. Informasikan kepada pasien dari keluarga bahwa tidak boleh merokok di dalam
ruangan
6. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu
perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola pernapasan
 

Aktivitas kolaboratif

1. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekkuatan


fungsi ventilator mekanis
2. Laporkan perubahan sensori, bunyi, napas, nilai GDA, sputum dan sebagainya,
jika perlu atau sesuai protokol
3. Berikan obat (mis. bronkodilator) sesuai dengan program atau protokol
4. Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksige yang dilembabkan
sesuai program atau protokol sesuai institusi
5. Berikan obat nyeri untuk mempertimbangkan pola pernapasan
(Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013)

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas


Tujuan : pembersihan jalan napas yang efektif, yang di buktikan oleh penegahan
aspirasi, status pernapasan, kepatenan jalan napas, dan staatus pernapasan, ventilasi
tidak terganggu.
2. Kriteria hasil :
menunjukkan status pernapasan: kepatenan jalan napas,  yang dibuktikan oleh
indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan eksterm, berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan): kemudahan bernapas, frekuensi dan irama
pernapasan, pergerakan sputum keluar dari jalan napas.

3. Pasien akan :

a. Batuk efektif
b. Mengeluarka sekret secara efektif
c. Mempunyai jalan napaas yang efektif
d. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
e. Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
f. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
g. Mamu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah
(Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013, hal. 39)
 

Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan

1. Kaji dan dokumentasikanhal-hal berikut


2. Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
3. Keefektifan obat resep
4. Kecenderungan pada gas darah arteri, jika tersedia
5. Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
6. Faktor yang berhubungan seperti, nyeri, batuk tidak efektif, mucus kental, dan
keletihan
7. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau
ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan
8. Pengisapan jalan napas (NIC)
9. Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea
10. Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik
( tinkat MAP [ Mean Arterial Pressure] dan irama jantung ) segera sebelum,
selama, dan setelah pengisapan
11. Catat jenis dan numlah sekret yang dikumpulkan
Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (mis. Oksigen, mesing


pengisap, spirometer, inhaler, dan intermittent possitive pressure breathing
[IPPB])
2. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di dalam
ruangan perawatan, beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok
3. Instrusikan kepada pasien tentang batuk dan tkhnik napas dalam untuk
memudahkan pengeluaran sekret
4. Ajarkan pasien untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat batuk
5. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti
warna, karakter, jumlah, dan bau
6. Pengisapan jalan napas (NIC) : instrusikan kepada pasien dan/atau keluarga
tentang cara pengisapan jalan napas, jika perlu.
 

Aktivitas kolaboratif

1. Diskusikan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu


2. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan
pendukung
3. Berikut udara atau oksigen yang telaah di humidifikasi (di lembabkan) sesuai
dengan kebijakan institusi
4. Lakukan atau bantu dalam terapi arosol, nebulizer ultrasonic, dan peralatan paru
lainnya sesuaai dngan kebijakan dan protokol institusi
5. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal
(Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013, hal. 39-41)

1. Intoleransi aktivitas
Tujuan : menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan yang dibutuhkan oleh
toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energi, kebugaran fisik, energy
psikomotorik, dan perawatan diri, aktivitas kehidupan sehari-hari (dan AKSI)

Kriteria hasil :
1. Menunjukkantleransi aktivitas, yang dibuktikan oleh indkator sebagai berikut
(sebutkan 1-5 gangguan eksterm, berat, sedamg, ringan atau tidak mengalami
gangguan): saturasi oksigen saat berktivitas, frekuensi pernapasan saat
beraktivitas, kemampuan untuk bericara saat beraktivitas fisik
2. Mendemonstrasikan penghematan energi, yang dibuktikan oleh indikator
sabagai berikut (sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang,, kadang-kadang, sering, atau
selalu di tampilkan): menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas
dan istirahat, mengatur jadwal aktivitas untuk menghemat energi
Pasien akan :

1. Mengdentifikasi aktifitas atau situasi yang menimbulakn kecemasan yang dapat


mengakibatkan intoleransi aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan
normal denyut jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta
memantau pola dalam batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas
4. Mengungkapkaan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat,
dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan beberapa bantuan
(mislanya membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
(Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013, hal. 26-27)

Intervensi (NIC)

Aktivitas keperawatan

Pengkajian

1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respons emosi, sosial, dan spiritual terhadapp aktivitas
3. Evaluasi motivasi dan keinginan pasian untuk meningkatkan aktivitas
4. Manajemen energy (NIC):
5. Tentukan penyebab keletihan (misalnya, denyut nadi, irama jantung, dan
frekuensi pernapasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivitas
keperawatan
6. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (mislanya takkiradia,
disritmia lain, dipsnea, diaforesis, pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensi
pernapasan )
7. Pantau reson oksigen pasien (misalnya, denyut nadi, irama jantung, dan
frekuensi pernapasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivtas
keperawatan
8. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi yang adekuat
9. Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamnya waktu tidur dalam
jam
10. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Instrusikan pada pasien dan keluarga dalam :

1. Penggunaan tekhnik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu


2. Mengenali tanda dan gejala intoleransi aktivita, termasuk kondisi yang perlu
dilaporkan kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaa perlatan, seperti oksigen, selama kativitas
5. Penggunaan tekhnik relaksasi (misalnya distraksi, visualisasi) selaa aktivitas
6. Dampak inntoleransi aktvitas tehadap tanggung jawab peran dalam keluarga
dan tempat
7. Tindakan untuk menghemat energi, sebagai contoh : menyimpan alat atau
benda yang sering di gunakan di tempat yang mudah di jangkau
8. Manajemen energi (NIC)
9. Ajarkan kepada pasien dan orag terdekat tentang tekhnik perawatan-diri yang
akan meminimalkan konsumsi oksigen (misalnya, pamantauan mandiri dan
tekhnik langkah untuk melakukan ASK)
10. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan tekhnik manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan

Aktivitas kolaboratif

1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah sat
faktor penyebab
2. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik (mislnya, untuk pelatihan
ketahanan) atau rekreasi untuk mrencanakan dan memantau program aktivitas,
jika perlu
3. Untuk paisien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan kesehatan jiwa
4. Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan
bantuan perawatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna meningkatkan asupan
makanan yang kaya energi
6. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung. (Wilkinson, Ahern, Judith, & Nancy, 2013, hal. 26-27)
 
Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai (nursalam,2006). Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil
implementasi dengan kreteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya (Hidayat, 2005).

Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional :

a. S : Ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara obyektif oleh


keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

b. : Keadaan subyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan


pengamat yang objektif setelah implemnatsi keperawatan.

c. A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan


masalah keluarga yang dibandingkan dengan krietria dan standar yang telah
ditentukan mengacu pada tujuan rencana keperawatan keluarga.

d. P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis pada tahap ini


ada 2 evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat. 

Pada tahap ini ada dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat, yaitu evaluasi formatif
yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan
yang dilakukan sesuai kontrak pelaksanaan dan evaluasi sumatif yang bertujuan menilai
secara keseluruhan terhadap pencapaian diagnosa keperawatan apakah rencana diteruskan,
diteruskan sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi, atau dihentikan (Suprajitno,
2007).

Apabila dalam penilaian, tujuan tidak tercapai maka perlu dicari penyebabnya. Hal ini dapat
terjadi karena beberapa faktor :
a. Tujuan tidak realitas

b. Tindakan keperawatan yang tidak jelas

c. Ada faktor lingkungan yang tidak dapat diatasi

Adapun metode yang digunakan dalam penilaian yaitu :

a. Observasi langsung : mengamati secara langsung perubahan yang terjadi


dalam keluarga

b. Wawancara : mewawancarai keluarga yang berkaitan dengan perubahan sikap,


apakah telah menjalankan anjuran yang diberikan perawat

c. Memeriksa laporan : dapat dilihat dari rencana asuhan keperawatan yang


dibuat dan tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana

d. Latihan stimulasi : latihan stimulasi berguna dalam menentukan


perkembangan kesanggupan melaksanakan asuhan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai