Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KELUARGA Tn.K TERUTAMA Ny.

R
DENGAN MASALAH UTAMA ASAM URAT DI WILAYAH
PUSKESMAS PULOKULON 1

Disusun Oleh:

LESTARI (2019012422)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

PURWODADI

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 KONSEP DASAR ARTRITIS GOUT


2.1.1 Definisi
Gout adalah gangguan yang menyebabkan kesalahan metabolisme
purin yang menimbulkan hipersemia (kadar asam urat serum > 7,0 mg
/100ml). Ini dapat mempengaruhi sendi (kaki). Secara khas, sendi
metatarsafalangeal pertama dari ibu jari kaki besar adalah sisi primer
yang terlibat. Sendi lain yang terlibat dapat meliputi lutut dan
pergelangan kaki. (Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,
volume 2)
Artritis Gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai
gambaran khusus yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat
pada pria daripada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan,
sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa menopause. (Kapita
Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid 1).
Artritis Gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai
gambaran khusus, yaitu artritis akut. Merupakan jenis penyakit reumatik
yang penatalaksanaannya mudah dan efektif. Sebaliknya pada
pengobatan yang tidak memadai, gout dapat menyebabkan destruksi
sendi. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat
yaitu hiperurisemia. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, edisi 3).
2.1.2 Etiologi
Gejala Artritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan
terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu
dilihat dari penyebabnya penyakit ini termasuk dalam golongan kelainan
metabolik.
Faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan gout adalah :
1. Pembedahan
2. Trauma
3. Obat-obatan
4. Alkohol
5. Stress emosional
6. Diet tinggi purin
a. Pembentukan Asam urat yang berlebihan
1) Gout primer metabolik disebabkan sintesis langsung yang
bertambah.
2) Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam
urat berlebihan karena penyakit.
3) Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam
urat berlebihan karena penyakit.
b. Kurangnya pengeluaran asam urat
1) Gout primer renal terjadi karena gangguan ekskresi asam
urat ditubuli distal ginjal
2) Gout sekunder renal disebabkan oleh kerusakan ginjal.

2.1.3 Tanda Dan Gejala


Terdapat empat stadium perjalanan klinis gout yang tidak diobati:
(Silvi A. price)
1. Stadium pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium
ini asam urat serum laki-laki meningkat dan tanpa gejala selain dari
peningkatan asam urat serum.
2. Stadium kedua arthritis gout akut terjadi awitan mendadak
pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu
jari kaki dan sendi metatarsophalangeal.
3. Stadium tiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis.
Tidak terdapat gelaja-gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung
dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami
serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak
diobati.
4. Stadium keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam
urat yang terus meluas selama beberapa tahun jika pengobatantidak
dimulai. Peradangan kronik akibat Kristal-kristal asam urat
mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan
penonjolan sendi bengkak.
2.1.4 Klasifikasi
Menurut (Ahmad, 2011) jenis asam urat yaitu :
1. Gout Primer
Pada gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik).
2. Gout Sekunder
Pada gout sekunder disebabkan antara antara lain karena
meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi
makanan dengan kadar purin tinggi.
2.1.5 Patofisiologi

GOUT

Alkohol, diet tinggi purin (Gout Obat-obatan


primer) (Gout sekunder)

Hipersaturasi dari urat  produksi asam urat  Kadar laktat


plasma dan cairan tubuh

Pengendapan asam urat Hambatan ekskresi asam urat oleh ginjal


Penimbunan di dalam dan sekeliling sendi
Kristalisasi asam urat

Peradangan (inflamasi) Serangan Gout Hiperurisemia

Serangan berulang-ulang Nefrolitiasis

Nyeri b.d inflamasi - Atritis akut Gangguan citra tubuh b.d  ekskresi asam urat oleh ginjal
- Tofi adanya trofi

Membentuk kristal asam urat - Proteinuria


Gangguan mobilitas fisik - Hipertensi ringan
Destruksi sendi dan jaringan lunak b.d disfungsi persendian
Batu ginjal asam urat
Disfungsi persendian Kurangnya pengetahuan
mengenai penyakit b.d tidak
terpaparnya informasi
Resiko cidera
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Ditemukan kadar asam urat meningkat dalam darah (> 6 mg
%)
b. Pemeriksaan kadar asam urat yang enzimatik.
c. Didapatkan leukositosis ringan
d. LED meninggi sedikit
e. Pemeriksaan urin
f. Ditemukan kadar asam urat tinggi (500 mg % / liter per 24
jam)
2. Pemeriksaan Cairan Tofi
Melihat respon dari gejala-gejala pada sendi terhadap
pemberian Cholasin. Cholasin adalah obat yang menghambat
aktifitas fagositik dari leukosit sehingga memberikan perubahan
sehingga memberikan perubahan yang dramatis dan cepat
meredakan gejala-gejala.
2.1.7 Penatalaksanaan
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan
akut dan kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit ini:

1. Mengatasi serangan akut


2. Mengurangi kadar asam urat untuk mnecegah penimbunan kristal
urat pada jaringan, terutama persendian
3. Terapi pencegahan menggunakan terapi hipouresemik
2.1.8 Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi merupakan strategi esensial dalam
penanganan gout. Intervensi seperti istirahat yang cukup, penggunaan
kompres dingin, modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan
menurunkan berat badan pada pasien yang kelebihan berat badan terbukti
efektif.
2.1.9 Terapi Farmakologi
1. Serangan Akut
Istirahat dan terapi cepat dnegan pemberian NSAID,
misalnya indometasin 200 mg/hari atau diklofenak 159 mg/hari,
merupakan terapi lini pertama dalam menangani serangan akut
gout, asalkan tidak ada kontraindikasi terhadap NSAID. Aspirin
harus dihindari karena ekskresi aspirin berkompetesi dengan asam
urat dan dapat memperparah serangan gout akut. Obat yang
menurunkan kadar asam urat serum (allopurinol dan obat
urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon) tidak boleh
digunakan pada serangan akut.
Penanganan NSAID, inhibitor cyclooxigenase-2 (COX 2),
kolkisin dan kortikosteroid untuk serangan akut dibicarakan
berikut ini :
a. NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk
pasien yang mengalami serangan gout akut. NSAID harus
diberikan dengan dosis sepenuhnya pada 24-48 jam pertama
atau sampai rasa nyeri hilang. NSAID yang umum digunakan
untuk mengatasi episode gout akut adalah :
1) Naproxen- awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari
2) Piroxicam- awal 40 mg, kemudian 10-20 mg/hari
3) Diclofenac- awal 100 mg, kemudian 50 mg 3x/hari
b. COX-2 inhibitor; Etoricoxib merupakan satu-satunya COX-2
yang dilisensikan untuk mengatasi serangan akut gout. Obat ini
efektif tapi cukup mahal, dan bermanfaat terutama bagi pasien
yang tidak tahan terhadap efek gastrointestinal NSAID non
selektif. COX-2 inhibitor mempunyai resiko efek samping
gastrointestinal bagian atas lebih rendah dibanding NSAID non
selektif.
c. Colchicine merupaka terapi spesifik dan efektif untuk serangan
gout akut. Namun dibanding NSAID kurang populer karena
kerjanya lebih lambat dan efek samping lebih sering dijumpai.
d. Steroid adalah strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin.
Cara ini dapat meredakan serangan dengan cepat ketika hanya
1 atau 2 sendi yang terkena. Namun, harus dipertimbangkan
dengan cermat diferensial diagnosis antara atrithis sepsis dan
gout akut.
2. Serangan kronik
Kontrol jangka panjang hiperuriesmia merupakan faktor
penting untuk mencegah terjadinya serangan akut gout,
keterlibatan ginjal dan pembentukan batu asam urat. Penggunaan
allopurinol, urikourik dan feboxsotat untuk terapi gout kronik
dijelaskan berikut ini:
a. Allopurinol ; obat hipouresemik pilihan untu gout kronik
adalah alluporinol, selain mengontrol gejala, obat ini juga
melindungi fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan produksi
asam urat dengan cara menghambat enzim xantin oksidase.
b. Obat urikosurik; kebanyakan pasien dengan hiperuresmia yang
sedikit mengekskresikan asam urat dapat terapi dengan obat
urikosurik. Urikosurik seperti probenesid (500 mg-1 g 2x/hari).
2.1.10 Komplikasi
1. Tophi
Tophi adalah salah satu komplikasi asam urat paling umum
yang ditandai dengan penumpukan kristal-kristal di bawah
permukaan kulit. Biasanya, gumpalan ini akan muncul di sekitar
pergelangan tangan dan kaki, jari jemari, dengkul, hingga telinga.
Tophi terasa seperti benjolan keras di bawah kulit dan
biasanya tidak terasa sakit. Namun, jika tophi ini sedang
membengkak dan asam urat kambuh, maka bisa terasa sangat
nyeri.
Bila tidak segera ditangani, gumpalan kristal tadi dapat
terus membesar dan menyebabkan kerusakan sendi yang lebih
parah.
2. Deformitas sendi
Seiring dengan berkembangnya asam urat, mungkin akan
melihat adanya perubahan pada bentuk persendian atau yang
disebut dengan deformitas sendi.
Asam urat yang tidak diobati, ditambah dengan serangan
asam urat terus-menerus, dapat menyebabkan jaringan sendi jadi
semakin rusak. Akibatnya, sendi akan keluar dari jalurnya sehingga
sulit digerakkan.
3. Batu ginjal
Faktanya, kristal yang menyebabkan asam urat terbentuk
dari dalam ginjal. Semakin lama Anda membiarkan asam urat
tanpa pengobatan, maka kristal tadi dapat menumpuk dan memicu
batu ginjal.
4.  Sakit ginjal kronis
Organ ginjal berperan penting untuk membantu
mengeluarkan zat toksik, produk limbah (seperti asam urat), dan
urine dari dalam tubuh. Ketika organ vital ini rusak, maka tubuh
Anda jadi kehilangan kemampuan untuk menyaring zat-zat
buangan tadi dan lama-kelamaan memicu sakit ginjal kronis.
2.2 DEFINISI LANSIA
2.2.1 Definisi Lansia

Lanjut usia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang


untuk memperatahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta peningkatan kepekaan secara individual, karena faktor tertentu
Lansia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani,
rohani maupun sosial. Seseorang dikatakan Lansia ialah apabila berusia
60 tahun atau lebih, Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan Lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut
Aging Process atau proses penuaan (Nugroho, 2008).

2.2.2 Batasan Lanjut Usia


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan
Lansia menjadi empat, yaitu usia pertengahan (middle age) adalah 45-59
tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60-74 tahun. lanjut usia tua (old)
adalah 75-90, usia sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, seseorang disebut Lansia bila telah
memasuki atau mencapai usia 60 tahun lebih (Nugroho, 2008).

2.2.3 Tipe Lanjut Usia


Menurut Nugroho (2008) lanjut usia dapat pula dikelompokan
dalam beberapa tipe yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Tipe ini antara
lain:
1. Tipe Optimis: lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup
baik, mereka memandang masa lanjut usia dalam bentuk bebas dari
tanggung jawab dan sebagai kesempatan untuk menuruti kebutuhan
pasifnya.
2. Tipe Konstruktif: lanjut usia ini mempunyai integritas baik, dapat
menikmati hidup, memiliki toleransi yang tinggi, humoristik,
fleksibel, dan tahu diri. Biasanya, sifat ini terlihat sejak muda.
Mereka dengan tenang menghadapi proses menua.
3. Tipe Ketergantungan: lanjut usia ini masih dapat diterima di tengah
masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak
mempunyai inisiatif dan bila bertindak yang tidak praktis. Ia senang
pensiun, tidak suka bekerja, dan senang berlibur, banyak makan, dan
banyak minum.
4. Tipe Defensif: lanjut usia biasanya sebelumnya mempunyai riwayat
pekerjaan/jabatan yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan,
emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh kebiasaan, bersifat
konpultif aktif, dan menyenangi masa pensiun.
5. Tipe Militan dan serius: lanjut usia yang tidak mudah menyerah,
serius, senang berjuang, bisa menjadi panutan.
6. Tipe Pemarah: lanjut usia yang pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, selalu menyalahkan orang lain, menunjukan
penyesuaian yang buruk. Lanjut usia sering mengekspresikan
kepahitan hidupnya.
7. Tipe Bermusuhan: lanjut usia yang selalu menganggap orang lain
yang menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan
curiga. Biasanya, pekerjaan saat ia muda tidak stabil. Menganggap
menjadi tua itu bukan hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang
yang muda, senang mengadu masalah pekerjaan, dan aktif
menghindari masa yang buruk.
8. Tipe Putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri: lanjut usia
ini bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai
ambisi, mengalami penurunan sosial-ekonomi, tidak dapat
menyesuaiakan diri. Lanjut usia tidak hanya mengalami kemarahan,
tetapi juga depresi, memandang lanjut usia sebagai tidak berguna
karena masa yang tidak menarik. Biasanya perkawinan tidak
bahagia, merasa menjadi korban keadaan, membenci diri sendiri, dan
ingin cepat mati.
9. Perawat perlu mengenal tipe lanjut usia sehingga dapat menghindari
kesalahan atau kekeliruan dalam melaksanakan pendekatan asuhan
keperawatan. Tentu saja tipe tersebut hanya suatu pedoman umum
dalam praktiknya, berbagai variasi dapat ditemukan.
2.2.4 Proses Penuaan dan Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Proses penuaan merupakan proses alamiah setelah tiga tahap
kehidupan, yaitu masa anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat
dihindari oleh setiap individu. Pertambahan usia akan menimbulkan
perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai
sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia. Proses ini
menjadi kemunduran fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai
dengan kulit mengendur, rambut memutih, penurunan pendengaran,
penglihatan memburuk, gerakan lambat, dan kelaianan berbagai fungsi
organ vital. Sedangkan kemunduran psikis terjadi peningkatan
sensitivitas emosional, penurunan gairah, bertambahnya minat terhadap
diri, berkurangnya minat terhadap penampilan, meningkatkan minat
terhadap material, dan minat kegiatan rekreasi tidak berubah (hanya
orientasi dan subyek saja yang berbeda) (Mubarak, 2009).
Namun, hal di atas tidak menimbulkan penyakit. Oleh karena itu,
Lansia harus senantiasa berada dalam kondisi sehat, yang diartikan
sebagai kondisi :
1. Bebas dari penyakit fisik, mental, dan sosial.
2. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari.
3. Mendapatkan dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat.
Adapun dua proses penuaan, yaitu penuaan secara primer dan
penuaan secara sekunder. Penuaan primer akan terjadi bila terdapat
perubahan pada tingkat sel, sedangkan penuaan sekunder merupakan
proses penuaan akibat faktor lingkungan fisik dan sosial, stres
fisik/psikis, serta gaya hidup dan diet dapat mempercepat proses penuaan
(Mubarak, 2009).

2.2.5 Masalah yang Terjadi pada Lansia


Menurut Mubarak (2009), terdapat beberapa permasalahan yang
sering dialami oleh seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia,
antara lain:
1. Perubahan Perilaku
Pada Lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku,
di antaranya : daya ingat menurun, pelupa, sering menarik diri, ada
kecenderungan penurunan merawat diri, timbulnya kecemasan
karena dirinya sudah tidak menarik lagi, dan Lansia sering
menyebabkan sensitivitas emosional seseorang yang akhirnya
menjadi sumber banyak masalah.
2. Perubahan Psikososial
Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu
terhadap perubahan ini sangat beragam, bergantung pada
kepribadian individu yang bersangkutan. Lansia yang telah
menjalani dengan bekerja, mendadak dihadapkan untuk
menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila Lansia cukup
beruntung dan bijaksana, maka ia akan mempersiapkan diri dengan
menciptakan berbagai bidang minat untuk memanfaatkan
waktunya, masa pensiunya akan memberikan kesempatan untuk
menikmati sisa hidupnya. Namun, bagi banyak pekerja, pensiun
berarti terputus dari lingkungan, dan teman-teman yang akrab.
3. Pembatasan Aktivitas Fisik
Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami
kemunduran, terutama di bidang kemampuan fisik yang dapat
mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini
mengakibatkan timbulnya gangguan dalam hal mencukupi
kebutuhan hidupnya, sehingga dapat meningkatkan ketergantungan
yang memerlukan bantuan orang lain.
4. Kesehatan Mental
Pada umumnya Lansia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor, perubahan-perubahan mental ini erat
sekali kaitanya dengan perubahan fisik. Semakin lanjut usia
seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang dan akan
mengakibatkan berkurangnya interaksi dengan lingkunganya.

2.3 KONSEP KELUARGA

1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan
berdasarkan hukum dan undang-undang perkawinan yang sah hidup
bersama dalam keterikatan aturan dari keluarga. Keluarga adalah
sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi
yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari
keluarga (Friedman, 2013).nerus, saling pengertian dan sling
menyanyangi
Keluarga adalah suatu sistem sosial yang berisi dua ataulebih orang
yang hidup bersama yang mempunyai hubungan sedarah, perkawinan
atau adopsi, tinggal bersama dan saling menguntungkan, mempunyai
tujuan yang sama, mempunyai generasi penerus, saling pengertian dan
saling menyanyangi.
2 Tipe Keluarga
Menurut Friedman, Bowden dan Jones (2010) dalam Susanto
(2012) ada dua tipe keluarga yaitu :
1. Tradisional.
a. The Nuclear Family
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.
b. The Dyad Family
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang
hidup bersama dalam satu rumah.
c. Keluarga Usila
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua
dengan anak sudah memisahkan diri.
d. The Childless Family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena
mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita.
e. The Extended Family
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama
dalam satu rumah seperti nuclear family disertai paman, tante,
orang tua (kakek nenek) dan keponakan.
f. Commuter Family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah
satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang
bekerja di luar kota bias berkumpul dengan anggota keluarga
pada saat akhir pekan atau pada waktu-waktu tertentu.
g. The Single Parent Family
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu)
dengan anak.
h. Multigenerational Family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur
yang tinggal bersama dalam satu rumah.
i. Kin-network Family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau
saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan
pelayanan yang sama. Contoh : Dapur, kamar mandi, telepon
dan lain-lain.
j. Blended Family
Duda atau janda karena perceraian yang menikah kembali
dan membesarkan anak dari hasil perkawinan atau hasil
perkawinan sebelumnya.
k. The Single Adult Family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri
karena pilihannya atau perpisahan (separasi) seperti :
perceraian atau ditinggal mati.
2. Non Tradisional
a. The Unmarried Teenage Mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan
anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The Step-parent Family
Keluarga dengan orang tua tiri.
c. Commune Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak
ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah.
Sosialisasi anak dengan aktivitas kelompok/membesarkan anak
bersama.
d. The Nonmarital Heterosexual Cohabiting Family
Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan
tanpa melalui pernikahan.
e. Gay and Lesbian Family
Seseorang yang mempunyai persamaan orientasi seksual
hidup bersama sebagaimana marital partners
f. Cohabitating Family
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g. Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan/nilai-nilai, hidup
berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-
barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung
jawab membesarkan anaknya.
h. Foster Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga
atau saudara sementara waktu, pada saat orang tua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan
kembali keluarga aslinya.
3 Struktur Keluarga
Menurut Friedman (2010) dalam Harmoko (2012) menyatakan
struktur keluarga antara lain :
a. Struktur Peran Keluarga
Peran didasarkan pada preskripsi dan harapan peran yang
menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam
suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan
mereka sendiri atau harapan orang lain yang menyangkut peran-
peran tersebut.
b. Sistem Nilai dalam Keluarga
Nilai-nilai keluarga didefinisikan sebagai suatu sistem ide,
sikap dan kepercayaan tentang nilai suatu keseluruhan atau konsep
yang secara sadar maupun tidak sadar mengikat bersama-sama
seluruh anggota keluarga dalam suatu budaya yang lazim.
c. Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses simbolik, transaksional
untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian dalam
keluarga.
d. Strukur Kekuasaan dalam Keluarga
Kekuasaan keluarga sebagai sebuah karakteristik dari sistem
keluarga adalah kemampuan, baik potensial maupun aktual dari
seorang individu untuk mengubah tingkah laku anggota keluarga.
4 Fungsi Keluarga
Menurut Allender & Spardley (2001) dalam Susanto (2012), fungsi
keluarga adalah
1. Affection
a. Menciptakan suasana persaudaraan/menjaga perasaan.
b. Mengembangkan kehidupan seksual dan kebutuhan seksual.
c. Menambah anggota baru.
2. Security and Acceptance
a. Mempertahankan kebutuhan fisik.
b. Menerima individu sebagai anggota.
3. Identity and Satisfaction
a. Mempertahankan motivasi.
b. Mengembangkan peran dan self-image.
4. Affiliation and companionship
a. Mengembangkan pola komunikasi.
b. Mempertahankan hubungan yang harmonis.
5. Sosialization
a. Mengenal kultur (nilai dan perilaku).
b. Aturan/pedoman hubungan internal dan eksternal.
c. Melepas anggota.
6. Controls
a. Mempertahankan kontrol sosial.
b. Adanya pembagian kerja.
c. Penempatan dan menggunakan sumber daya yang ada
5. Peran Keluarga

Menurut harmoko (2012) peran keluarga menggambarkan pola


perilaku interpersonal, sifat dan kegiatan yang berhubungan dengan
individu dalam situasi dan posisi tertentu. Adapun macam-macam
peranan dalam keluarga adalaah sabagai berikut :

1. Peran ayah
Sebagai seorang suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya,
ayah berperan sebagai kepala keluarga, pendidikan, pelindung,
mencari nafkah, serta memberi rasa aman bagi istri dan anak-
anaknya serta juga anggota dari kelompok sosialnya dan sebagai
anggota masyarakat di lingkungan yang ditinggal.
2. Peran Ibu
Sebagai seorang istri dan suami dan sebagai ibu untuk anak-
anaknya, dimana peran ibu sangat penting dalam keluaraga anatara
lain sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, sebagai
pelindung dari anak-anaknya saat ayah sedang tidak ada dirumah,
mengurus rumah tangga, serta dapat juga berperan sebagai
lingkmembantu suami untuk mencari nafkah, selain itu ibu juga
berperan sebagai anggota masyarakat di lingkungan yang ditinggali
3. Peran Anak
Peran anak yaitu elaksanakan peran psikososial sesuai dengan
tingkat perkembangan baik fisik, mental, sosial maupun spritual.
6. Tahap Perkembangan Keluarga

Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga Menurut Friedman


(2010) dalam Harmoko (2012) tahap dan tugas perkembangan keluarga
dibagi menjadi :

1. Tahap I : Keluarga Pemula

a. Membangun perkawinan yang saling memuaskan.

b. Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.

c. Keluarga berencana (keputusan kedudukan sebagai orangtua).

2. Tahap II : Keluarga Sedang Mengasuh Anak


a. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap
(mengintegrasikan bayi baru ke dalam keluarga).

b. Rekonsiliasi tugas-tugas yang bertentangan dan kebutuhan


anggota keluarga.

c. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.

d. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan


menambah peran-peran orangtua dan kakek-nenek.

3. Tahap III : Keluarga dengan Anak Usia Pra Sekolah

a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang


bermain, privasi, dan keamanan.

b. Mensosialisasikan anak.

c. Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi


kebutuhan anak-anak yang lain.

d. Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga


(hubungan perkawinan dan hubungan orangtua dan anak) dan di
luar keluarga (keluarga besar dan komunitas).

4. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Usia Sekolah

a. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi


sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya
yang sehat.

b. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.

c. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.

5. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja


a. Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika
remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri.

b. Memfokuskan kembali hubungan perkawinan.

c. Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak.

6. Tahap VI : Keluarga yang Melepaskan Anak Usia Dewasa Muda

a. Memperluas siklus keluarga dengan memuaskan anggota keluarga


yang baru didapatkan melalui perkawinan anak-anak.

b. Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali


hubungan perkawinan.

c. Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami


maupun istri.

7. Tahap VII : Keluarga dengan Orang Tua Usia Pertengahan

a. Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan.

b. Mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan


penuh arti dengan para orang tua lansia dan anak-anak.

c. Memperkokoh hubungan perkawinan.

8. Tahap VIII : Keluarga dalam Masa Pensiun dan Lanjut Usia

a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.

b. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun.

c. Mempertahankan hubungan perkawinan.

d. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan.

e. Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi.


f. Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan dan
integrasi hidup).
2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN
MASALAH ATRITHIS GOUT
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan,
kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari klien,
untuk informasi yang diharapakan dari klien (Iqbal dkk, 2011).
Fokus pengkajian pada Lansia dengan Gout Arthritis:
1. Identitas:
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan
pekerjaan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang menonjol pada klien Gout Arthritis
adalah nyeri dan terjadi peradangan sehingga dapat menggangu
aktivitas klien.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi.
Sifat dari nyerinya umumnya seperti pegal/di
tusuk-tusuk/panas/di tarik-tarik dan nyeri yang dirasakan terus
menerus atau pada saat bergerak, terdapat kekakuan sendi,
keluhan biasanya dirasakan sejak lama dan sampai menggangu
pergerakan dan pada Gout Arthritis Kronis didapakan benjolan
atan Tofi pada sendi atau jaringan sekitar.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah
keluhan penyakit Gout Arthritis sudah diderita sejak lama dan
apakah mendapat pertolongan sebelumnya dan umumnya klien
Gout Arthritis disertai dengan Hipertensi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah riwayat Gout Arthritis dalam keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita
dan penyakit klien dalam lingkungannya. Respon yang didapat
meliputi adanya kecemasan individu dengan rentan variasi
tingkat kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat dengan
adanya sensasi nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat respon
nyeri dan kurang pengetahuan akan program pengobatan dan
perjalanan penyakit.. Adanya perubahan aktivitas fisik akibat
adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik memberikan respon
terhadap konsep diri yang maladaptif.
7. Riwayat Nutrisi
Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering menkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi Purin.
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi dari ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe).
Pemeriksaan fisik pada daerah sendi dilakukan dengan inspeksi
dan palpasi. Inspeksi yaitu melihat dan mengamati daerah
keluhan klien seperti kulit, daerah sendi, bentuknya dan posisi
saat bergerak dan saat diam. Palpasi yaitu meraba daerah nyeri
pada kulit apakah terdapat kelainan seperti benjolan dan
merasakan suhu di daerah sendi dan anjurkan klien melakukan
pergerakan yaitu klien melakukan beberapa gerakan
bandingkan antara kiri dan kanan serta lihat apakah gerakan
tersebut aktif, pasif atau abnormal.
9. Pemeriksaan Diagnosis
a. Asam Urat meningkat dalam darah dan urin.
b. Sel darah putih dan laju endap darah meningkat (selama
fase akut).
c. Pada aspirasi cairan sendi ditemukan krital urat.
d. Pemeriksaan Radiologi
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat
dan pasti tentang status dan masalah kesehatan klien yang dapat diatasi
dengan tindakan keperawatan. Dengan demikian, diagnosis keperawatan
ditetapkan berdasarkan masalah yang ditemukan. Diagnosis keperawatan
akan memberikan gambaran tentang masalah dan status kesehatan, baik
yang nyata (aktual) maupun yang mungkin terjadi (potensial) (Iqbal dkk,
2011).
Menurut NANDA (2015) diagnosa yang dapat muncul pada klien
Gout Arthritis yang telah disesuaikan dengan SDKI (2017) adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (D.0077).
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nyeri hilang
atau terkontrol dengan kriteria hasil :
i. Melaporkan Bahwa Nyeri Berkurang Dengan Mengguna Kan
Manajemen Nyeri.
j. Mampu Mengenali Nyeri (Skala, Intensitas, Frekuensi Dan
Tanda Nyeri).
k. Menyatakan Rasa Nyaman Setelah Nyeri Berkurang.
Intervensi:
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan kualitas nyeri.
b. Pantau kadar asam urat.
c. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
d. Ajarkan teknik non farmakologi rileksasi napas dalam.
e. Posisikan klien agar merasa nyaman, misalnya sendi yang
nyeri diistarahatkan dan diberikan bantalan.
f. Kaloborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
yang tidak berhasil.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian
(D.0054).
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan nyeri persendian dengan
kriteria hasil :
e. Klien meningkatkan gerak aktif maupun pasif dalam aktivitas
fisik
f. Mengerti tujuan dari peningkatan ambulasi
g. Memperagakan tongkat atau alat bantu
Intervensi
a. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan
b. Kaji tingkat aktif dan ambulasi mobilisasi klien
c. Bantu klien melakukan gerak aktif
d. Lakukan ambulasi mobilisasi dengan alat bantu
e. Latih klien dalam memenuhi ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
3. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130).
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan suhu tubuh klien
dalam batas normal dengan kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentan normal.
b. Nadi dan pernapasan dalam rentan normal.
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
Intervensi
a. Monitor suhu sesering mungkin.
b. Monitor warna dan suhu kulit.
c. Monitor tekanan darah, nadi dan pernapasan.
d. Monitor intake dan output.
e. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
f. Selimuti klien.
g. Tingkatkan sirkulasi udara.
h. Kompres klien pada lipat paha dan aksila.
i. Berikan Antipiretik.
j. Kaloborasi
k. pemberian cairan Intravena.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
(D.0074).
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan status
kenyamanan meningkat dengan kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol kecemasan
b. Status lingkungan yang nyaman
c. Dapat mengontrol tingkat nyeri
d. Kualitas tidur yang adekuat
Intervensi:
a. Identifikasi tingkat kecemasan
b. Gunakan pendekatan dengan menenangkan
c. Berikan kenyamanan dan kurangi rasa takut pada klien
d. Dengarkan penuh perhatian
e. Dorong klien mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan
presepsi yang dirasakan
f. Instruksikan klien menggunakan teknik rileksasi
g. Kaloborasi pemberian obat untuk mengurangi kecemasan

2.3.3 Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai
dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan
terpenuhinya kebutuhan klien. (Iqbal dkk, 2011).
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan
tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,
memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi,
2012).
2.3.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012).
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Asmadi, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Atika Dhiah Anggraeni, 2013. Diktat Perkuliahan Keperawatan Keluarga,Maos.

Brunner & Suddart. 2002 . Buku Ajar. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2.

Jakarta: EGC Buku Kedokteran

Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC: 2000.

Gunawan, Lany.  Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit


Kanisius, 2001

Sylvia a price & Lorraine M Wilson. 1994. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai