Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ARTHRITIS

Disusun Oleh:

Kristina Marfilia Tarussy

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL

BANDUNG

2022
A. Arthritis
1. Pengertian
Arthtritis adalah penyakit yang akibatkan gangguan metabolisme
purin yang ditandai dengan hiperurikemi dan serangan sinovitis akut
berulang-ulang. Menurut Chairuddin (2003) dalam NANDA 2015
bahwa penyakit ini paling sering menyerang pria usia pertengahan
sampai usia lanjut dan wanita pasca menopause (Nurarif, 2015). Gout
(pirai) merupakan kelompok keadaan heterogenous yang
menghubungkan dengan defek genetik pada merabolisme purin
(hiperurisemia). Pada keadaan ini bisa terjadi oversekresi asam urat
atau defek renal yang mengakibatkan penurunan ekskresi asam urat,
atau kombinasi keduannya (Brunner & suddart, 2013).
Jadi, dari beberapa pengertian diatas maka Gout Arthritis merupakan
penyakit sendi yang diakibatkan oleh tingginya kadar asam urat dalam
darah sehingga mengakibatkan peradangan pada sendi dalam kurun
waktu yang lama.

2. Etiologi
Gangguan metabolic dengan meningkatnya kosentrasi asam urat ini
ditimbulkan dari penimbunan kristal di sendi oleh monosodium urat
(MSU, gout ) dan kalsium pirofosfat dihidrat (CPPD, pseudogout),
dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan
sendi. (Nurarif, 2015).

3. Klasifikasi
Menurut Chairuddin (2003) dalam Nurarif (2015), klasifikasi gout
arthritis dibagi 2 yaitu :
a. Gout Primer
Dipengaruhi oleh faktor genetik. Terdapat produksi / sekresi asam
urat yang berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya
b. Gout Sekunder
1) Pembentukan asam urat yang berlebihan
2) Sekresi asam urat yang berkurang

4. Patofisiologi
Hiperurisemia (konsentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar
dari 7,0 mg/dL) dapat (tetapi tidak selalu) menyebabkan penumpukan
kristal monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan
dengan peningkatan atau penurunan mendadak kadar asam urat serum.
Kalau kristal urat mengendap dalam sebuah sendi, respon inflamasi
akan terjadi dan serangan gout dimulai. Dengan serangan yang
berulang-ulang, penumpukan kristal natrium urat yang dinamakan
tofus akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki,
tangan dan telinga. Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan penyakit
renal kronis yang terjadi sekunder akibat penumpukan urat dapat
timbul. Gambaran kristal urat dalam cairan sinovial sendi yang
asimtomatik menunjukan bahwa faktor-faktor nonkristal mungkin
berhubungan dengan reaksi inflamasi. Imuloglobulin yang terutama
berupa IgG. IgG akan meningkatkan fagositosis kristal dan dengan
demikian memperlihatkan aktivitas imunologik (Brunner & Suddarth,
2010).

5. Pathway
6. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif (2015), terdapat empat perjalanan klinis gout yaitu:
a. Stadium pertama Hiperurisemia asimtomatik.
Pada stadium ini asam urat serum laki-laki meningkat dan tanpa
gejala selain dari peningkatan asam urat serum.
b. Stadium kedua arthritis gout akut terjadi awitan mendadak
pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu
jari kaki dan sendi metatarsofalangeal.
c. Stadium ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interktitis.
Ridak terdapat gejala-gejala pada tahap ini, yang dapat
berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun.
d. Stadium keempat adalah tahap gout kronik
Timbunan asam urat yang terus meluas selama beberapa tahun
jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat kristal-
kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit dan kaku, juka
pembesaran dan penonolan sendi bengkak.

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang gout arthritis menurut Nurarif (2015):
a. kadar asam urat serum meningkat
b. laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat
c. kadar asam urat urine dapat meningkat
d. analisis cairan sinovial dari sendi terinflamasi atau tofi
menunjukan kristal urat monosodium
e. sinar X sendu menunjukan massa tofaseus dan destruksi tulang
dan peubahan sendi.
8. Penatalaksanaan
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut
dan penangananhiperurisemia pada pasien artritis kronik. Ada 3
tahapan dalam terapi penyakit ini :
a. Mengatasi serangan akut.
b. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal
urat pada jaringan, terutama persendian.
c. Terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik.
Terapi Non-Farmakologi

Terapi non farmakologi merupakan strategi esensial dalam


penanganan gout. Intervensi seperti istirahat yang cukup, penggunaan
kompres dingin, modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan
menurunkan berat badan pada pasein yang kelebihan berat badan
terbukti efektif.

a. Terapi Komplementer
Selain penatalaksanaan secara medik atau farmakologi,
mengurangi nyeri dapat dilakukan dengan teknik nonfarmakologi
yaitu dengan menggunakan penatalaksanaan secara komplementer
salah satunya dengan menggunakan terapi herbal (Azwar, 2012),
ada beberapa tanaman obat asli indonesia (OAT) yang
mempunyai indikasi kuat untuk mengatasi nyeri rematik yang
telah melalui prngujian klinis antara lain :
1) Sambiloto (Andrographis panilculata)
Mengandung Flavonoid Andrografolid mineral kalium dan
zat pahit senyawa Lactone Andrografolid sebagai anti radang
dan analgetik.

2) Daun salam (Syzghium Polyanthum)


Berkhasiat sebagai Diuretika, Analgesik, dan anti radang
yang efektif.Tetapi dari sekian banyaknya tanaman herbal
dalam masyarakat biasanya jahe merahlah yang paling sering
dijadikan alternative pengobatan herbal untuk meredakan
nyeri, karena khasiatnya lebihbaik dibandingkan dengan
tanaman obat yang lainnya yang digunakan untuk pengobatan
nyeri dan juga banyak penelitian mengenai manfaat jahe dan
kelebihan jahe untuk meredakan nyeri.
3) Jahe merah (Zingiber Officinale Var Rubrum)
jahe (zingiber officinale rosc) termasuk dalam daftar prioritas
WHO sebagai tanaman obat yang paling banyak digunakan
didunia, rimpangnya yang mengandung zingiberol dan
kurkuminoid terbukti berkhasiat mengurangi peradangan dan
nyeri sendi.Jahe menekan sintesis prostagalandin melalui
inhibisi cyclooxygenase – 1 dan cyclooxygenase – 2,hasil
penemuan selanjutnya menyatakan bahwa jahe juga menekan
biosintesis leuktorin dengan menghambat 5–lipoxygenase,
dan dalam penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa dua
inhibitor cyclooxygenase dan 5 – lipoxygenase memiliki
riwayat teraupetik lebih baik dan efek samping yang lebih
sedikit dibandingkan dengan NSAID (Grzanna dkk, 2005).

Terapi Farmakologi

a. Serangan akut
Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya
indometasin 200 mg/hari atau diklofenak 150 mg/hari, merupakan
terapi lini pertama dalam menangani serangan akut gout, asalkan
tidak ada kontraindikasi terhadap NSAID. Aspirin harus dihindari
karena ekskresi aspirin berkompetisi dengan asam urat dan dapat
memperparah serangan akut gout. Keputusan memilih NSAID
atau kolkisin tergantung pada keadaan pasien, misalnya adanya
penyakit pernyerta lain/komorbid, obat lain yang juga diberikan
pada pasien saat yang sama, dan fungsi ginjal. Kolkisin
merupakan obat pilihan jika pasien juga, menderita penyakit
kardiovaskuler, termasuk hipertensi, pasien yang mendapat
diuretik untuk gagal jantung dan pasien yang mengalami
toksisitas gastrointestinal, kecendrungan perdarahan atau
gangguan fungsi ginjal. Obat yang menurunkan kadar asam urat
serum (allopurinol dan obat urikosurik seperti probenesid dan
sulfinpirazon) tidsk boleh digunakan pada serangan akut.
Penggunaan NSAID, inhibitor cyclooxigenase-2 (COX-2),
kolkisin kortikosteroid untuk serangan akut dibicarakan berikut
ini :
1) NSAID
NSAID merupakan terapi pertama yang efektif untuk pasien
yang mengalami serangan gout akut. Hal ini penting yang
menentukan keberhasilan terapi bukanlah pada NSAID yang
dipilih melainkan pada seberapa cepat terapi NSAID mulai
diberikan. NSAID harus diberikan dengan dosis sepenuhnya
(full dose) pada 24-48 jam pertama atau sampai rasa nyeri
hilang. Indometasin banyak diresepkan untuk serangan akut
artritis gout, dengan dosis awal 75-100 mg/hari. Dosis ini
kemudian diturunkan setelah 5 hari bersamaan dengan
meredanya gejala serangan akut. Efek samping indometasin
antara lain pusing dan gangguan saluran cerna, efek ini akan
sembuh pada saat dosis diturunkan. NSAID lain yang umum
digunakan untuk mengatasi episode gout akut adalah:
a) Naproxen - awal 750mg, kemudian 250mg 3kali/hari
b) Piroxicam - awal 40mg, kemudian 10-20mg/hari
c) Diclofenac- awal 100mg, kemudian 50mg 3kali/hari
selama 48 jam, kemudian 50mg 2kali/hari selama 8 hari.

2) COX-2 inhibitor
Etoricoxib merupakan satu-satunya COX-2 inhibitor
dilisensikan untuk mengatasi serangan akut gout. obat ini
efektiftapi cukup mahal, dan bermanfaatterutama unuk pasien
yang tidak tahan terhadap efek gasrointestinal NSAID non-
selektif. COX-2 inhibitor mempunyai risiko efek samping
gasrointestinal bagian atas yang lebih rendah dibanding
NSAID non-selektif.
3) Colchine
Colchicine merupakan terapi spesifik dan efektif unuk
serangan gout akut. Namun, dibanding NSAID kurang
populer karena mula kerjanya (onset) lebih lambat dan efek
samping lebih sering dijumpai.
4) Steroid
Strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin adalah
pemberian steroid intra-artikular. Cara ini dapat meredakan
serangan dengan cepat ketika hanya 1 atau 2 sendi yang
terkena. Namun, harus dipertimbangkan dengan cerma
diferensial diagnosis antara arthritis sepsis dan gout akut
karena pemberian steroid intra-artikular akan memperburuk
infeksi.
b. Serangan Kronik
Kontrol jangka panjang hiperurisemia merupakan faktor penting
untuk mencegah terjadinya serangan akut gout, gouttophaceous
kronik, keterlibatan ginjal dan pembentukan batu asam urat.
Kapan mulai diberikan obat penurun kadar asam urat masih
kontroversi. (Nurarif, 2015).

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

2. Analisa Data
No Data Problem
1 DS : a. Klien mengatakan P= sakit Nyeri kronis
di kaki Q=seperti ditusuk-tusuk R=
lutut sebelah kiri S= skala 6 T=
hilang timbul b. Klien mengatakan
sakit terasa pada subuh hari dan
ketika merasa dingin
DO : a. Klien terlihat meringis b.
Klien terlihat gelisah c. Klien
bersikap protektif d. Lutut klien
terlihat bengkak

2 DS: Gangguan mobilitas


- Klien mengatakan saat fisik
menggerakkan atau
menekuk lutut terasa sakit
- Klien mengatakan tidak
mau melakukan pergerakan
yang membuat kakinya
sakit
DO :
- Gerakan klien terbatas b.
Klien terlihat selalu
meluruskan kakinya
-
3 DS: Defisiensi
pengetahuan
- Klien mengatakan mengapa
kakinya sakit ketika
merasakan dingin

- Klien mengatakan tidak tahu


harus berbuat apa ketika
nyeri timbul

DO :

- Klien memiliki masalah pada


memori tidak mampu
mengingat dengan baik

- Status mental gerontik


kerusakan intelektual sedang

3. Diagnosa keperawatan
4. Rencana Intervensi Kesehatan
Diagnosa NIC NOC
Nyeri kronis Setelah dilakukan Lakukan pengkajian
tidakan keperawatan nyeri secara
selama 5x24 jam komprehensif termasuk
diharapkan nyeri dapat
local, karakteristik,
berkurang (skala 0-3)
durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil:
kualitas dan factor
 Mampu mengontrol
presipitasi. 1.2
nyeri (tahu penyebab
Observasi rekasi
nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonverbal dari

nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan. 1.3


mengurangi rasa nyeri, Gunakan teknik
mencari bantuna).  komunikasi terapeutik
Melaporkan bahwa untuk mengetahui
nyeri berkurang pengalaman nyeri
dengan menggunakan pasien. 1.4 Kaji kultur
manajemen nyeri.  yang mempengaruhi
Menyatakan rasa
respon nyeri. 1.5
nyaman setelah nyeri
Control lingkungan
berkurang
yang dapat
memepengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan. 1.6
Kurangi factor
persitipasi nyeri. 1.7
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(Farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal). 1.8 Kaji tipe
dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi.
1.9 Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi. 1.10
Evaluasi keefekan
control nyeri. 1.11
Tingkatkan istirahat.
Gangguan 1. Setelah dilakukan - Monitoring vital sign
mobilitas fisik tindakan keperawatan sebelum/ sesudah
selama 5x24 jam latihan dan lihat
diharapkan klien respon pasien saat
mampu melakukan latihan.
ambulasi dengan - Bantu klien untuk
kriteria hasil :  Klien menggunakan tongkat
dapat menggunakan saat berjalan dan
alat bantu jalan (kruk) cegah terhadap
dengan baik cedera.
- Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi.
- Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi.
- Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan.
- Berikan alat bantu
jika klien mmerlukan
Defisiensi setelah dilakukan - Berkan penilaian
pengetahuan tindakan keperawatan tentang tingkat
selama 5x24 jam pengetahuan pasien
diharapkan klien dapat tentang proses
memahami penyakit yang
penatalaksanaan nyeri spesifik .
yang sering timbul - Jelaskan
dengan kriteria hasil :  patofisiologi dari
Klien menyatakan penyakit dan
pemahaman tentang bagaimana hal ini
penyakit, kondisi dan berhubungan dengan
cara mengatasi anatomi dan
nyerinya.  Klien fisiologi, dengan
mampu menjelaskan cara yang tepat. 3.3
kembali apa yang Gambarkan tanda
dijelaskan perawat/ tim dan gejala yang
kesehatan lainnya. biasa muncul pada
penyakit, dengan
cara yang tepat. 3.4
Gambarkan proses
penyakit, dengan
cara yang tepat. 3.5
Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat. 3.6
Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan cara
yang tepat.
- Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan
penyakit
- Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan.
- Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan
cara yang tepat.

5. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 2000, dalam Potter & Perry, 2001).
Hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam implementasi keperawatan menurut
(Gordon, 2000, dalam Potter & Perry, 2001) adalah:
a. Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada diri.
b. Memahami rencana keperawatan secara baik dan efek samping serta komplikasi
yang mungkin muncul.
c. Penampilan harus menyakinkn dan Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
d. Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan dan Mengetahui
sumber daya yang diperlukan.
e. Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan.

6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang
telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan (Nursalam, 2001).
Tujuan dari evaluasi menurut (Nursalam, 2001) antara lain :
a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan yang
diberikan.
c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan dan Mendapatkan umpan balik.
d. Sebagai tanggung jawab atau tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Achjar, K. (2010). Aplikasi Praktek Perkesmas Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: CV


Sagung Seto.
Bruner dan Suddarth (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC

Depkes RI (2010). profil Kesehatan Indonesia

Nanda International. (2018). Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi


2018-2020. Jakarta: EGC.
Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA Nic-Noc Jilid 3. Jogjakarta : Medication Publishing
PPNI. (2017). Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Rasmini,dkk. (2017). Panduan Keperawatan Individu, Keluarga, Kelompok, dan Komunitas
dengan Modifikasi NANDA, ICNP, NOC, NIC di Puskesmas dan Masyarakat. Jakarta :
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Widagdo Wahyu & Kholifah Nur Siti (2016). Modul Bahan Ajar Cetak
Keperawatan:Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Jakarta: BPPSDMK Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai