Disusun Oleh:
A. Pengertian
Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terjadi akumulasi cairan
pleura yang abnormal dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi
yang berlebihan (Medical Science, Nusantara Medical Science Jurnal, 2018).
Menurut WHO (2018), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang
dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat di
seluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. WHO memperkirakan 20% penduduk kota
dunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor,
sehingga banyak penduduk yang berisiko tinggi terkena penyakit paru dan
saluran pernapasan seperti efusi pleura.
Permasalahan efusi pleura pasca pemasangan WSD, antara lain nyeri akut
berhubungan dengan tindakan insisi pemasangan WSD, pola napas tidak
efektif, gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang, risiko infeksi
berhubungan dengan tindakan insisi / invansif akibat pemasangan selang
WSD kesakitan ketika bernafas dan mendadak merasakan sesak. Sesak nafas
terjadi karena masih adanya timbunan cairan dalam ronga paru yang akan
memberikan kompresi patologi pada paru sehingga ekspensinya terganggu,
dan berkurangnya kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi
oleh cairan (Syahrudin dkk., 2009). Permasalahan ini perlu ditangani dan
salah satu penanganannya dengan pemberian chest terapy.
B. Etiologi
Efusi pleura di sebabkan oleh :
1. Hambatan rearbsorpsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompresi kordis, penyakit ginjal, tumor medastinum, sindroma
meig (tumor ovarium) dan sindrima kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkolosis,
pneumonia, virus). Bronkiektasisi, abses amuba yang menembus ke rongga
pleura, karena tumor yang menyebabkan masuknya cairan berdarah dan
trauma. Di Indonesia 80 % diakibatkan oleh tuberkolosis.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul (Terney, 2002 dan Tucker, 1998) adalah
Sesak Nafas
Nyeri dada
Kesulitan bernafas
Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
Keletihan
Batuk
E. Pemeriksaan Fisik
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan mungkin akan ditemukan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland, yaitu daerah
yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga
Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum
kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan
ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Pemeriksaan fisik per sistem:
1) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR
cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas
atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical
penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux.
Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi
atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda
auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah
lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-
kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf
H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
2) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi
untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa
adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas
jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi
untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
3) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak,
selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau
massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan,
adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit
perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga
apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa
padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika
urinarta, tumor).
4) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau
comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
5) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi
dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri
dan kanan.
6) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O 2. Pada palpasi perlu
diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian
texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui
derajat hidrasi seseorang.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi
daripada bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke
medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari
luar atau dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan
antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang
(pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral
dekubitus.
2) CT – SCAN
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya
tumor paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang
meliputi :
menentukan adanya tumor dan ukurannya
mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus,
mediatinum dan pembuluh darah besar
mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk
menuntun tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi
pengobatan, mendeteksi kekambuhan dan CT planing radiasi.
3) Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
4) Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space,
peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit
pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.
5) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif
Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan
juga cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-
penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan
metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b. Analisa cairan pleura
Transudat : jernih, kekuningan
Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
Hilothorax : putih seperti susu
Empiema : kental dan keruh
Empiema anaerob : berbau busuk
Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c. Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3): empiema
Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit
dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3
cairan tampak kemorogis, sering dijumpai
pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit
> 100000 (mm3 menunjukkan infark paru,
trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan
dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang
lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura
lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau
atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah
pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada
pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah (Mansjoer, 2001)
1) Thorakosentasis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri, dispnea dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu
dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika
jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru
dapat dilakukan 1 jam kemudian
2) Pemberian antibiotik
Jika ada infeksi
3) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat
(tetrasiklin, kalk dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk
melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi
kembali
4) Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dyspnea akan semakin meningkat pula
5) Biopsi pleura, untuk mengetahui adanya keganasan
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Primary survey:
a. Air way : ada atau tidak penumpukan secret, refleks batuk menurun,
refleks menelan menurun, wheezing, edema tracheal/ faringeal
b. Breathing : kaji apakah ada sesak nafas, hitung RR/menit, irama nafas
teratur atau tidak, menggunakan alat bantu nafas atau tidak, pernafasan
cepat atau dangkal
c. Circulation : kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan, monitoring tekanan darah, tekanan darah
d. Disability : kaji bagaimana kesadaran klien hitung berapa GCS nya,
apakah klien mengalami mual atau muntah, lihat pupil klien, kaji
apakah ada nyri pada bagian dada dan apakah pasien tampak gelisah.
2. Secondary survey:
a. Keluhan utama: kebanyakan px efusi pleura mengatakan mengeluh
saat bernafas
b. Riwayat penyakit sekarang : Klien dengan effusi pleura akan diawali
dengan keluhan batuk, sesak nafas, nyeri pleuritis, rasa berat pada
dada, dan berat badan menurun
c. Riwayat penyakit dahulu : Klien dengan effusi pleura terutama akibat
adanya infeksi non pleura biasanya mempunyai riwayat penyakit
tuberculosis paru
d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ditemukan data penyakit yang sama
ataupun diturunkan dari anggota keluarganya yang lain, terkecuali
penularan infeksi tuberculosis yang menjadi faktor penyebab
timbulnya effusi pleura
e. Pemeriksaan fisik
1) Mata
2) Hidung
4) Telinga
5) Leher
I : Tidak ada lesi, warna kulit sawo matang, warna kulit merata.
6) Paru-paru
7) Abdomen
P : tympani
8) Genetalia
I : Tidak ada lesi, rambut pubis merata, tidak ada jaringan parut.
9) Kulit
1) Nafsu makan,
3. Intoleransi Aktivitas
Gejala dan Tanda Mayor :
a. Subyektif : mengeluh lelah
b. Objektif : frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat.
Gejala dan Tanda Minor :
f. Subyektif : dispnea saat / setelah aktivitas, merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas dan merasa lemah
g. Objektif : tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,
gambaran EKG menunjukkan aritmia, gambaran EKG menunjukkan
iskemia dan sianosis.
C. INTERVENSI
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(NIC)
Ketidakefektifa Tujuan : pembersihan jalan napas Aktivitas Keperawatan
n bersihan yaang efektif, yang dibuktikan oleh 1. Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain.
jalaan napas Aspirasi; status pernapasan; kepatenan 2. Keefektifan obat resep.
jalan naapas dan status pernapasan : 3. Kecenderungan padaa gas darah arteri, jika tersedia.
ventilasi tidak terganggu. 4. Frekuensi, kedalaman dan upayaaa pernapasan .
5. Faktor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak
Kriteria Hasil : efektif, mucus kental dan keletihan.
1. Batuk efektif. 6. Auskultasi bagian dada anteior dan posterior untuk
2. Mengeluarkan sekret secara efektif. mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan
3. Mempunyai jalan napas yang paten. adanya suara nafas tambahan.
4. Pada pemeriksaan auskultasi,
memiliki suara napas yang jernih. Pengisapan Jalan Napas (NIC).
5. Mempunyi irama dan frekuensi 1. Tentukan kebutuhan pengisapan oral dan trakea.
pernapasan dalam rentan normal. 2. Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan
6. Memmpunyai fungsi paru dalam SvO2) dan status hemodinamik (tingkat MAP [Mean
batas normal. Arterial Pressure] dan iramaa jantung) segera
7. Mampu mendeskripsikan dirumah. sebelum, selama dan setelah pengisapan.
3. Catat jenis dan jumlah seket yang di kumpulkan.
1. Potter, Patricia A., and Perry, Anne Griffin. 2006. Fundamental Keperawatan.
Volume 2. Jakarta: EGC
2. Guyton & Hall.2008.Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC
3. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner
& Suddart). Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
4. Ansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media
Aesculapius. Jakarta
5. Corwin Elizabet J, 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta
6. Doenges Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan ( Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. EGC.
Jakarta.