Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pengajar Bapak Alfeus Manuntung, M.Kep.

Perawat Pembimbing Klinik Ibu Erika Sihombing, S.Kep.

Di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Disusun Oleh:

INDAH TRI KOERUN NISA PO.62.20.1.17.329

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA

DIV KEPERAWATAN REGULER IV

TAHUN 2019
KONSEP DASAR EFUSI PLEURA

A. Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda,
2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga
pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya
(Muralitharan, 2015)
Efusi pleura merupakan penumpukan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan pariental, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif &
Kusuma, 2016, hal. 185).
Jadi, efusi pleura merupakan penumpukan cairan yang abnormal pada rongga
pleura yang di akibatkan karena peningkatan atau penurunan produksi cairan,
pengeluaran cairan, atau keduanya.

B. Patofisologi
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan yang disebabkan akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan ataupun sebaliknya dan bisa juga keduanya. efusi pleura
juga merupakan suatu gejala komplikasi dari penyakit yang menyebabkan
penumpukan cairan itu sendiri di pleura.
Efusi dapet terjadi karena transudat dan eksudat. efusi pleura transudatif adalah
ultrafiltrasi plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena
penyakit. akumulasi cairan ini disebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi
produksi dan absorbsi cairan pleura. penyebab tersering efusi pleura transudat adalah
gagal jantungkongestif, peningkatan tekanan vena pusat berpengaruh menyebabkan
efusi pleura. Penyebab lainnya yaitu ateleksis, yang menyebabkan akumulasi cairan
pleura karena penurunan tekanan pleura. Efusi pleura eksudatif terjadi karena
kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru
yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat. cairan dengan kandungan
protein tinggi bocor melewati kapiler yang rusak.
Efusi pleura eksudatif juga dapat disebabkan oleh akumulasi cairan di
mediastinum, retroperitoneum, dan cairan tersebut dapat mengalir keruang rongga
pleura yang bertekanan rendah. efusi pleura eksudatif memiliki satu dari kriteria
seperti, rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5, rasio cairan pleura
dengan dehidrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6, LDH cairan pleura dua pertiga
atas batas normal LDH serum. pnumonia dalah penyebab tersering efusi pleura
eksudatif, selain itu penyakit metastasis juga menjdi penyebabnya. selain eksudat
dan transudat efusi pleura juga dapat disebabkan oleh infeksi yang menyebakan
peradangan pada pleura dan lebih sulit untuk diketahuinya.(Morton etall, 2013, hal.
727-728)

C. Pathway
D. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan
oleh satu dari lima makanisme berikut:
1. Peningkatan tekanan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekanan negatif intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura

E. Tanda dan gejala


1. Ditemukannya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebris (tuberkulosis), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trchea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlaianan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yag sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melegkung
(garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang perkusi redup timpani di bagian
atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinus ke sisi lain, pada askultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada awal dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada
sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.

G. Penatalaksanaan Medis
1. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
2. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
3. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif
seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi
lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
4. Antibiotika jika terdapat empiema
5. Operatif
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi,
diagnose medis, dan tanggal medis.
2. Status kesehatan saat ini
a) Keluhan utama
Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan napas pendek. Tanda fisik
meliputi deviasi trakea menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi, dan
penurunan bunyi pernapasan pada sisi yang terkena. (Seomantri, 2012, hal.
109)
3. Riwayat penyakit sekarang
Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke
RS.
4. Riwayat kesehatan terdahulu
Klien dengan efusi pleura terutama yang diakibatkan adanya infeksi non-pleura
biasanya mempunyai riwayat penyakit TB paru, kanker paru, pneumoni.
(Seomantri, 2012, hal. 110)
5. Riwayat penyakit keluarga
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari
orang tua.
6. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
a) Kesadaran
b) Klien dengan efusi pleura biasanya akan mengalami keluhan batuk, sesak
napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan
menurun (Mutaqin, 2012, hal. 129)
c) Tanda-tanda vital
d) RR cenderung meningkat dan klien biasanya dipsneu, vokal premitus
menurun, suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah
cairanya auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni.
(Seomantri, 2012, hal. 110)
Body System
a) Sistem pernafasan
1) Inspeksi : peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang disertai
penggunaan otot bantu pernapasan.
2) Palpasi : perdorongan mediastinum ke arah hemithoraks kontralateral
yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus cordis.
3) Perkusi : suara perkusi redup sampai pekak tergantung dari jumlah
cairannya.
4) Auskultasi : pada saat di lakukan auskultasi dengan stetoskop suara
napas menurun sampai tidak terdengar pada sisi yang sakit.
b) Sistem kardiovaskular
Untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
c) Sistem persarafan
Pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan
compos mentis, somnolen, atau koma, dan kaji fungsi-fungsi sensorik seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan pengecapan.
d) Sistem perkemihan
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan
volume intake cairan.
e) Sistem pencernaan
Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan. (Mutaqin, 2012, hal. 130)
f) Sistem integument
Klien dengan efusi pleura pada kulit nampak terlihat pucat, sianosis,
berkeringat, krepitasi subkutan(Padila, 2012, hal. 125).
g) Sistem muskuloskeletal
Pada pasien efusi perhatikan apakah ada edema peritiabial, feel pada kedua
ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan
pemeriksaan capilarry refill time.
h) Sistem endokrin
Pada pasien dengan efusi pleura tidak di temukan gangguan pada sistem
endokrin(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 216).
i) Sistem reproduksi
Pada efusi pleura tidak di temukan gangguan atau gejala pada sistem
reproduksi(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 126).
j) Sistem pengindraan
Pada efusi pleura tidak di temukan kerusakan pada indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan pengecapan(Mutaqin, 2012, hal. 130).
k) Sistem imun
Pada efusi pleura terjadinya peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau
limfatik (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 212).

B. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme

C. Intervensi Keperawaatan
No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor 1. Menentukan jenis
napas tidak tindakan penyebab. effusi pleura
efektif keperawatan selama 2. Kaji kualitas, sehingga dapat
berhubungan 1x24 jam diharapkan frekuensi dan mengambil tindakan
dengan sekresi bersihan jalan napas kedalaman yang tepat.
yang tertahan tidak efektif dapat pernafasan 2. Mengetahui sejauh
teratasi, dengan 3. Observasi tanda- mana perubahan
kriteia hasil: tanda vital kondisi pasien.
1. Irama, frekuensi 4. Kolaborasi dalam 3. Peningkatan RR dan
dan kedalaman pemberian O2 tachcardi merupakan
pernafasan dalam indikasi adanya
batas normal penurunan fungsi
paru.
4. Mencegah
terjadinya sianosis
2. Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Beri posisi 1. Posisi akan
tidur tindakan senyaman mungkin memperlancar
berhubungan keperawatan selama 2. Anjurkan pasien peredaran
dengan 1x24 jam diharapkan untuk latihan 2. Relaksasi dapat
hambatan gangguan pola tidur relaksasi sebelum membantu
lingkungan dapat teratasi, tidur. mengatasi gangguan
dengan kriteria hasil: 3. Observasi keadaan tidur
1. Klien dapat tidur umum pasien 3. Mengetahui
dengan nyaman 4. Ciptakan lingkungan perubahan terhadap
tanpa mengalami yang nyaman kondisi klien
gangguan 4. Membuat klien
2. Klien dapat nyaman
tertidur dengan
mudah

3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan 1. Pantau masukan 1. Memantau nutrisi


berhubungan tindakan makanan tiap hari klien
dengan keperawatan selama 2. Dorong pasien untuk 2. mempertahankan
peningkatan 1x24 jam diharapkan makan diet tinggi maskan kalori da
kebutuhan defisit nutrisi dapat kalori protein adekuat.
metabolisme teratasi, dengan 3. Ciptakan suasana 3. Membuat waktu
kriteria hasil: makan yang makan lebih
1. BB klien menyenangkan menyenangkan,yang
bertambah dapat meningkatkan
2. Masukan adekuat masukan
DAFTAR PUSTAKA

Padila. (2012). Keperawatan Medika Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Seomantri, I. h. (2012). Asuahan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Morton etall. (2013). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Mutaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Saputra, L. (2013). Buku Saku Harrison Pulmonologi. Tangerang: Karisma Publishing Group.

Seomantri, I. h. (2012). Asuahan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai