Anda di halaman 1dari 17

1.

KONSEP DASAR
a. Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain (Nurarif et al, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan
peningkatan cairan yang luar biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah
selaput tipis yang melapisi permukaan paru-paru dan bagian dalam
dinding dada di luar paru-paru. Di pleura, cairan terakumulasi di ruang
antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah cairan yang tidak terdeteksi hadir
dalam ruang pleura yang memungkinkan paru-paru untuk bergerak
dengan lancar dalam rongga dada selama pernapasan (Philip, 2017).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul
dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau
seluruhnya (Nair & Peate, 2015).

b. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat
cairan antara 10 cc - 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua
pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di
ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di
absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada
pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil
diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura
tetap karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan
ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic
koloid. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah
satunya adalah infeksi tuberkulosa paru . Terjadi infeksi tuberkulosa paru,
yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran
nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini
akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis
local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan
meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam
rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa
paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Sebab lain dapat juga dari robekkan kearah saluran getah bening yang
menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah
merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura
tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya
serous, kadang-kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan
pleura bias mengandung leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang
dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit,
Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya
cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena
akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik
antara lain: Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan
meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus
raba melemah, perkusi redup. Selain hal - hal diatas ada perubahan lain
yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa
paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun (Nair &
Peate, 2015).
Pathway Efusi Pleura
c. Tanda Dan Gejala
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak nafas.
2. Adanya gejala penyakita seperti demam, menggigil,dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis),
banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan
berkurang bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah (raba dan
vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis
damoiseu).
5. Didapati segi tiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis ellis damoiseu. Segitiga grocco-rochfusz,
yaitu dareah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi
lain,pada auskulasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan
ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

d. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi
pleura, dimana hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada, CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan
cairanefusi dengan lebih jelas, serta bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor.
3. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan
dalam jumlah kecil.
4. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk
diperiksa menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa
membantu untuk menentukan penyebabnya.
5. Biopsi, jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar
diambil untuk dianalisa.
6. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung
untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura.
7. Torakotomi, biasanya dilakukan untuk membantu menemukan
penyebab efusi pleura, yaitu dengan pembedahan untuk membuka
rongga dada. Namun, pada sekitar 20% penderita, meskipun telah
dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap
tidak dapat ditentukan

e. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu: (Nurarif et al, 2015)
1. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dispneu akan semakin meningkat pula.
2. Thoraksentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri,dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5 liter perlu
dikeluarkan untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah
cairan efusi pleura lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya
baru dapat dikalkukan 1 jam kemudian.
3. Antibiotic
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya
infeksi. Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.
4. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi obat
melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura
dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
5. Water seal drainage (WSD) Water seal drainage (WSD) adalah suatu
system drainase yang menggunakan water seal untuk mengalirkan
udara atau cairan dari cavum pleura atau rongga pleura.

f. Terapi Obat Dengan Implikasi Keperawatannya


Tugas perawat adalah memastikan 6 benar obat sebelum tindakan.

Nama Obat Indikasi


1. Infus Ringer Laktat Terapi untuk mengatasi deplesi volume
berat saat tdk dpt diberikan rehidrasi oral.
2. Ceftriaxone untuk mengatasi infeksi bakteri gram
negatif maupun gram positif. 
3. Ketorolac untuk meredakan nyeri sedang hingga
berat. 
4. OBH Syrup Meredakan segala jenis batuk karena
pilek, influenza, bronchitis, asma.
5. Omeprazole tukak lambung dan tukak duodenum,
tukak lambung dan duodenum yang
terkait dengan AINS, lesi lambung dan
duodenum, regimen eradikasi H. pylori
pada tukak peptik, refluks esofagitis,
Sindrom Zollinger Ellison.
6. Hidrokortison digunakan untuk meredakan peradangan,
mengurangi reaksi sistem kekebalan
tubuh yang berlebihan, dan mengatasi
kekurangan hormon kortisol.
7. Aminofillin Digunakan untuk obstruksi saluran napas
reversibel, asma akut berat 
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari sebuah proses keperawatan dan
juga merupakan proses sistematis yang dilakukan untuk mengumpukan
data dari berbagai sumber, yang digunakan untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan seorang pasien. Pengkajian yang
lengkap, akurat, sesuai dengan kejadian atau kenyataan kebenaran dalam
data ini sangat diperlukan untuk merumuskan diagnosa keperawatan dan
juga digunakan dalam pemberian pelayanan kesehatan sesuai dengan
respon masing-masing individu yang kemudian telah ditentukan dalam
standar praktik keperawatan.
1) Identitas Pasien
Di isi dengan identitas dari pasien dan identitas yang bertanggung
jawab pada pasien, meliputi nama pasien nama yang bertanggung
jawab, alamat, nomor register, agama, pendidikan, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa :
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda -tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.
Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
6) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
7) Pengkajian Pola Fungsi
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
b) Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan.
c) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol
dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
d) Pola nutrisi dan metabolisme
e) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien.
f) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama MRS pasien dengan efusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.
g) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
pasien dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
8) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum
pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
digestivus.
9) Pola aktivitas dan latihan
a. Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
b. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
c. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
d. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
10) Pola tidur dan istirahat
a) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
b) Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak
orang yang mondar - mandir, berisik dan lain sebagainya.
11) Pemeriksaan Fisik
a) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan
anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana
mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan
pasien.
b) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
a. Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit.
b. Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura,
maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung
dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini
paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
c. Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya
ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja
akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan.
c) Sistem Cardiovasculer
a. Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1
cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
b. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
c. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan
adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
d. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
d) Sistem Pencernaan
a. Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya
benjolan-benjolan atau massa.
b. Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35 kali per menit. ) Pada palpasi perlu juga
diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa
(tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
c. Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).
e) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu juga
diperlukan pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau
somnolen atau comma. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks
fisiologisnya.Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji
seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
f) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain
itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
g) Sistem Integumen Inspeksi mengenai keadaan umum kulit
higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan
efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan
sistem transport oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit
(halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat
hidrasi seseorang.
12) Pemeriksaan nervus
Pemeriksaan syaraf kranial menurut Judha, M dan Rahli, H.N (2011)
Meliputi :
a) Nervus I (olfaktorosius) : pemeriksaan ini gunanakan untuk
menguji saraf penciuman. Pemeriksaan dengan cara letakan salah
satu bahan tadi diantara salah satu lubang hidung pasien dan
menutup mata pasien kemudian pasien harus menebak bau apakah
itu dan harus mampu membedakan bau dari masing-masing benda.
b) Nervus II (Optikus) : dalam pemeriksaan ini ada enam cara yang
dilakukan yaitu penglihatan sentral, kartu snellen, reflek pupil,
penglihatan prifer, fundus kopi dan tes warna.
c) Nervus III (Okulomotorius) : yaitu pemeriksaan meliputi gerakan
pupil dan juga gerakan bola mata, mampu mengangkat bola mata
keatas kebawah, kontriksi pupil.
d) Nervus IV (troklearis) : pemeriksaan mata meliputi gerakan keatas
dan kebawah.
e) Nervus V (Trigeminus) : pemeriksaan meliputi tiga bagian sensori
yang mengontrol sensori wajah, kornea serta bagian motorik otot
mengunyah.
f) Nervus VI (abdusen) : pemeriksaan ini meliputi syaraf gabungan
tetapi syaraf ini sebagian besar dari saraf motoric. Yang berfungsi
untuk gerakan abduksi mata.
g) Nervus VII (fasialis) : pemeriksaan ini meliputi pasien dalam
keadaan diam dan tas pemeriksaan kekuatan otot. Pada saat pasien
diam maka akan diperhatikan asimetris pada wajahnya.
h) Nervus VIII (Vestibulokoklearis) : Pemeriksaan ini dilakukan
untuk mengetahui pendengaran dan keseimbangan dengan tes
webber dan rinne
i) Nervus IX (Glosofaringeus) : pemeriksaan ini meliputi sentuhan
dengan lembut, yang terletak pada bagian belakang faring pada
setiap sisi spacula.
j) Nervus X (Vagus) : pemeriksaan ini meliputi inspeksi dengan
menggunakan senter dan perhatikan apakah terdapat gerakan
uvala. Mempersarafi faring, laring serta langit lunak.
k) Nervus XI ( aksesorius) pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
dengan cara minta pasien agar mengangkat bahunya dan kemudian
rabalah masa kekuatan ototnya dengan menekan kebawah dan
kemudian menyuruh pasien memutar kepala dengan lawan arah,
digunakan untuk mengontol kepala dan bahu.
l) Nervus XII (hipoglosus) pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
inspeksi dalam keadaan diam yang terletak didasar mulut,
tentukanlah apakah ada atrofi dan fasikular. Untuk menontrol
lidah.
13) Pemeriksaan Reflek
a) Reflek Fisiologis
1) Reflek Patella
Posisi : Dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring
terlentang
Cara : Ketukkan pada tendon patella
Respon : Ekstensi tungkai bawah karena kontraksi
m.quadriceps femoris
b) Reflek Patologis
1) Reflek Babinski
Posisi : Pasien diposisikan berbaring terlentang dengan kedua
kaki diluruskan, posisi tangan kiri pemeriksa memegang
pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya
Cara : Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari
posterior ke anterior
Respon : positif apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari
kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
b. Analisa Data

Data Fokus (Subjektif Masalah Kemungkinan


dan Objektif Penyebab
DS : Masalah yang Menganalisa data
Menganalisa data yang muncul setelah fokus pasien yang
disampaikan langsung dilakukan Analisa menimbulkan
oleh pasien, seperti : data seperti : masalah keperawatan
- Pasien mengatakan Risiko jatuh seperti :
pengelihatan kabur dibuktikan dengan
- Pasien mengatakan gangguan Gangguan
Neuromuskular
kesulitan pengelihatan 
menggerakkan Kelemahan
bagian tubuh 
DO : Gangguan persepsi
Menganalisa data yang sensori (pengelihatan)
bisa lihat dan diukur 
dari pasien seperti : Risiko jatuh
- Pasien hanya dibuktikan dengan
berbaring di gangguan
tempat tidur pengelihatan
- Pasien tidak
mampu
menggerakan kaki
ketika diminta
- Pasien terlihat
sering
mengedipkan mata
ketika diminta
melihat objek
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual ataupun potensial. Diagnosa
keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017). Adapun dignosa yang
diangkat dari masalah sebelum dilakukan tindakan infasif adalah:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas
(kelemahan otot nafas) (D.0005)
2. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (inflamasi,
iskemia, neoplasma) (D.0077)
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
(D.0019)
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
(D.0111) (PPNI, 2017)

Adapun dignosa yang diangkat dari masalah setelah dilakukan


tindakan infasif adalah:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur


operasi) (D.0077)
2. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142)
(PPNI, 2017)

d. Intervensi Keperawatan : Tujuan, rencana tindakan, rasional


Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada pasien/pasien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah
kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif Huda, 2016).
No. Tgl Nomor Diagnosa Tujuan/ Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
1. 30/08/ Pola nafas Pola Nafas (L.01004) Pemantauan Respirasi
2022 tidak efektif Setelah dilakukan (I.01014)
berhubungan tindakan keperawatan
dengan selama .... jam Observasi
1 dan 2 Untuk
hambata upaya diharapkan pola nafas 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
mengetahu
nafas. (D.0005) membaik dengan 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
wheezing , ronchi kering) kemampuan
kriteria hasil :
bernafas klien
1. Dyspnea menurun
2. Penggunaan otot Terapeutik
3 dan 5 untuk
bantu nafas 3. Pertahankan kepatenanjalan nafas head-tilt dan chin-lift
(jaw thrust jika curiga trauma sevikal) mempertahankan
menurun
kepatenan jalan
3. Pemanjangan fase 4. Posisikan semi-fowler atau fowler
5. Berikan oksigen jika perlu nafas
ekspirasi menurun
4. Otopnea menurun
Edukasi
5. Pernapasan pursed- 6 mencegah
6. Ajarkan teknik batuk efektif
lip menurun menumpuknya secret
6. Frekuensi nafas
Kolaborasi
membaik 7 mengatasi
7. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
penyempitan saluran
mukolitik, jika perlu
pernafasan
e. DAFTAR PUSTAKA
1. KTI TIKA HERLIA.pdf (poltekkes-kaltim.ac.id)
2. IMELDA WERIPANG AKX16169 (2019)-1-45.pdf (bku.ac.id)
3. KARYA TULIS ILMIAH.pdf (stikesicme-jbg.ac.id)
4. repository.poltekeskupang.ac.id/486/1/KTI Omega Simanjuntak.pdf

Anda mungkin juga menyukai