Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

PEMBAHASAN
1. Pengertian
Pleuritis / radang pleura (Pleurisy/Pleurisis/ Pleuritic chest pain) adalah suatu
peradangan pada pleura (selaput yang menyelubungi permukaan paru-paru). Radang
pleura dapat berlangsung secara subakut, akut atau kronis, dengan ditandai perubahan
proses pernafasan yang intensitasnya tergantung pada beratnya proses radang.
Peradangan pleura yang berlangsung dengan subakut adalah proses peradangan yang
biasanya disertai dengan empisema serta mengakibatkan layuhnya sebagian paru-paru,
hingga akan mengalami kesulitan dalam pernafasannya (dispnea). Biasanya pernafasan
bersifat cepat dan dangkal. Sedangkan, radang pleura yang berlangsung akut penderita
akan mengalami kesakitan waktu bernafas sehingga pernafasan jadi dangkal, cepat
serta bersifat abdominal dan yang terakhir peradangan pleura yang berlangsung kronis,
pada waktu istirahat tidak tampak adanya perubahan pada proses pernafasannya.
Ada dua pleura yaitu yang melindungi paru (diistilahkan visceral pleura) dan
yang lain melindungi dinding bagian dalam dari dada (parietal pleura). Gejala-gejala
lain dari pleurisy dapat termasuk batuk, kepekaan dada, dan sesak napas.

2. Klasifikasi
a. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada
tekanan normal di dalam paru-paru.
b. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali
disebabkan oleh penyakit paru-paru.
3. Etiologi
1. Pleuritis Karena Virus dan Mikoplasma :Efusi pleura karena virus atau
mikoplasma agak jarang. Bila terjadi jumlahnya tidak banyak dan kejadiannya
hanya selintas saja. Jenis-jenis virusnya adalah: echo virus, Coxsackie group,
chlamidia, rivkettsia, dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi
leukosit antara 100-6.000 per cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit
kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut.Kadang-kadang
ditemukan juga gejala-gejala perikarditis. Diagnosis ditegakkan dengan
menemukan virus dalam cairan efusi, tapi cara termudah adalah dengan
mendeteksi antibody terhadap virus dalam cairan efusi.
2. Pleuritis Karena Bakteri Piogenik : Permukaan pleura oleh bakteri yang berasal
dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang
melalui penetrasi diafragma, dinding dada atau esophagus.
3. Pleuritis Tuberkulosis: Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-
santokrom dan bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai
komplikasi tuberculosis paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui
aliran getah bening. Sebab lain dapat juga robek dari robeknya perkijuan kea
rah saluran getah bening menuju rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis
(menimbulkan penyakit pott). Dapat juga secara hematogen dan menimbulkan
efusi pleura bilateral. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman
tuberculosis , tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein. Pada dinding pleura terdapat ditemukannya adanya
granuloma. Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberculosis dalam
cairan efusi (biakan) atau dengan biopsy jaringan pleura. Pada daerah-daerah
dimana frekuensi tuberculosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda,
sebagian besar efusi pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa meski tidak
ditemukan adanya granuloma pada biopsy jaringan pleura. Pengobatan dengan
obat-obatan anti tuberculosis (Rifampisin, INH, Pirazinamid/ Etambutol/
Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat
seperti pada pengobatan tuberculosis paru. Pengobatan ini menyebabkan efusi
pleura dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan
cepat dapat dilakukan torakosintesis. Umumnya cairan diresolusi sempurna,
tapi terkadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik.
4. Pleuritis Fungi:Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena
penjalaran infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah
Aktinomikosis, Koksidiomikosis, Aspergillus, Kriptokokus, Histoplasmolisis,
Blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi
hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi. Penyebaran fungi ke organ
tubuh lain amat jarang. Pengobatan dengan Amfoterisin B memberikan respon
yang baik. Prognosis penyakit ini relative baik.
4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh
saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap
harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg).
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara
produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.Diketahui bahwa cairan
masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar lagi dalam
jumlah yang sama melalui membran pleura parietal melalui sistem limfatik dan
vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi
karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan
kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang
diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan
pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel
mesothelial.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan
cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat
terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava
superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik
karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak
cairan masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada
vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat
pengosongan cairan limfe.
5. Manifestasi Klinis
1. Nyeri pada dada yang diperburuk oleh bernapas
2. Sesak Napas
3. Perasaan seperti ditikam
4. Nyeri pleuritik (akhir inspirasi)
5. Febris batuk non produktif
6. Pernafasan bisa cepat dan dangkal
7. Gerakan dada asimetris pada daerah yang terkena
Gejala yang paling umum dari pleuritis adalah nyeri yang umumnya diperburuk
oleh penghisapan (menarik napas). Meskipun paru-paru sendiri tidak mengandung
syaraf-syaraf nyeri, namun pleura mengandung berlimpah-limpah ujung-ujung
syaraf. Ketika cairan ekstra berakumulasi dalam ruang antara lapisan-lapisan dari
pleura, nyeri biasanya dalam bentuk pleuritis yang tidak terlalu parah. Dengan
jumlah-jumlah akumulasi cairan yang sangat besar, ekspansi dari paru-paru dapat
dibatasi, dan sesak napas yang bisa memperburuk keadaanya.
Gejala radang pada awalnya dimulai dengan ketidaktenangan, kemudian diikuti
dengan pernafasan yang cepat dan dangkal. Dalam keadaan akut, karena rasa sakit
waktu bernafas dengan menggunakan otot-otot dada, pernafasan lebih bersifat
abdominal. Untuk mengurangi rasa sakit di daerah dada, bahu penderita nampak
direnggangkan keluar (posisi abduksi). Dalam keadaan seperti itu penderita jadi
malas bergerak. Kebanyakan penderita mengalami demam. Kekurangan oksigen
yang disebabkan oleh toksemia dan akibat radang paru-paru yang mengikutinya,
penderita dapat mengalami kematian setiap saat. Pada radanag pleura penderita
nampak lesu karena adanya penyerapan toksin (toksemia). Proses kesembuhan
dapat pula terjadi, meskipun biasanya diikuti dengan adesi pleura. Penderita akan
tampak normal, tetapi bila dikerjakan sedikit saja segera menjadi lelah karena
turunya kapasitas vital pernafasannya. Radang pleura kronik, yang mungkin
ditemukan pada sapi yang menderita tuberkulosis, mungkin saja tidak
mengakibatkan gejala pernafasan yang berarti. Namun, biasanya kebanyakan
penderita radang kronik hanya memperlihatkan kenaikan frekuensi pernafasannya.
6. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan kondisi dasar yang


menyebabkan pleuritis dan untuk menghilangkan nyeri dengan diatasinya penyakit
dasar (Pnemonia, dan infeksi), imflamasi pleuritis biasanya menghilang. Pada
waktu yang sama, penting artinya untuk memantau tanda-tanda dan gejala-gejala
efusi pleura, seperti sesak nafas, nyeri dan penurunan ekskruksi dinding dada.

Analgesik yang diresepkan dan aplikator topikal panas atau dingin akan
memberikan peredaan simptomatik. Indomestasin, obat anti imflamasi non
steroidal, dapat memberikan peredaan nyeri sambil memungkinkan pasien batuk
secara efektif. Jika nyeri sangat hebat, diberikan blok intercostal prokain.

Adapun obat-obatan yang dapat digunakan pada penderita dengan masalah


pleuritis adalah sebagai berikut :

1. Analgesik
2. Antibiotik
3. Antidiuretik
4. Pemasangan WSD untuk mengeluarkan cairan

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada sinar tembus dada didapatkan bayangan seperti kurva, dengan permukaan
daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial.
2. Pada torakosintesis ditemukan: Warna cairan agak kemerah-merahan, kuning
kehijauan dan agak purulen, atau merah tengguli. Warna cairan pleura normal
adalah agak kekuning-kuningan. Pemeriksaan biokimia meliputi cairan eksudat
dan transudat, kadar cairan transudat normalnya <3 g/dl dan eksudat > 3 g/dl.
3. Pemeriksaan lain adalah pH, kadar glukosa dan kadar amilase.
4. Pleuritis karena virus atau mikoplasma: Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi
leukosit 100 - 6.000 per cc.
5. Pleuritis karena bakteri piogenik: Deteksi antibodi terhadap virus dalam cairan
efusi.
6. Pleuritis tuberkulosa: Mula - mula yang dominan adalah sel polinuklear, tapi
kemudian sel limfosit karena reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein.
Pemeriksaan utama untuk menegakkan diagnosa dalam cairan efusi (kultur) atau
dengan biopsi jaringan pleura. Secara umum pemeriksaan untuk menegakkan
diagnosa adalah: Rontgen Thorax

8. Komplikasi
Adapun komplikasi dari pleuritis ialah :
- Efusi pleura/ empiema (pleuritis purulenta)
- Pneumotorax (pengumpulan udara dalam rongga dada/thorax)
- Piopneumotoraks
- Abses paru (terkumpulnya nanah dalam rongga yang tadinya tidak ada)
- Gagal nafas

9. Pengobatan
Pengobatan pleuritis tergantung kepada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah
infeksi bakteri, diberikan antibiotik. Jika penyebabnya adalah virus, tidak
diperlukan pengobatan. Jika penyebabnya adalah penyakit autoimun, dilakukan
pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya.
Apapun penyebab dari pleuritis, biasanya nyeri dada bisa diredakan dengan
memberikan obat pereda nyeri seperti asetaminofen atau ibuprofen. Kodein dan
golongan narkotik lainnya merupakan pereda nyeri yang lebih kuat tetapi cenderung
bersifat menekan batuk, sehingga bukan merupakan langkah yang baik karena
bernafas dalam dan batuk membantu mencegah terjadinya pneumonia. Karena itu
jika sudah tidak terlalu nyeri, penderita pleuritis dianjurkan dan didorong untuk
bernafas dalam dan batuk.
Batuk mungkin tidak terlalu nyeri jika penderita atau penolong menempatkan /
memeluk sebuah bantal di daerah yang sakit. Membungkus seluruh dada dengan
perban elastis yang tidak lengket, juga bisa membantu meredakan nyeri yang hebat.
Tetapi membungkus dada untuk mengurangi pengembangannya, akan
meningkatkan resiko terjadinya pneumonia.
Sara M. Kass. 2007. American Family Physician. www.aafp.org/afp

Smeltzer c Suzanne,Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Brunner and Suddarth’s.Edis 8. vol


1.Jakarta,EGC,2002.

Price,Sylvia A,Patofisologi.Konsep Klinis Proses Penyakit.Edisi4.Jakarta.EGC.1995

Anda mungkin juga menyukai