Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Pleura adalah membran tipis yang terdiri dari 2 lapisan, yaitu pleura visceralis dan

pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi

dengan cabang utama bronkus, arteri, dan vena bronkialis, serabut saraf, dan pembuluh limfe.

Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah

kapiler, dan pembuluh getah bening.1

Pleura seringkali mengalami gangguan seperti terjadinya efusi, misalnya hidrotoraks

dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila rongga pleura berisi darah, kilotoraks

(cairan limfe), piotoraks atau emfiema thoracis bila berisi nanah, dan pneumothoraks bila

berisi udara.1

Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam rongga pleura yang disebabkan oleh

proses eksudasi atau transudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura

bukanlah merupakan suatu diagnosis penyakit, tetapi suatu gejala penyakit serius yang dapat

mengancam jiwa.2

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan

pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan

cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada

dibawah pengaruh pembiusan lokal).2

1
BAB II

EFUSI PLEURA

II. 1. Patofisiologi

Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan

merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda dari suatu penyakit. Pada

keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml

yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi

utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu

pernafasan.2

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara

cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi

cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini

segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi

dan reabsorpsi. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya

meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.1

Efusi pleura dapat timbul bila terjadi peningkatan tekanan hidrostatik sistemik,

penurunan tekanan osmotik koloid darah akibat hipoproteinemia, kerusakan dinding

pembuluh darah atau dalam rongga pleura pada atelektasis yang luas, gangguan

penyerapan kembali carian pleura oleh saluran pembuluh getah bening, hipersensitif

terhadap tuberkuloprotein, robeknya pembuluh darah atau saluran getah bening dan

carian asites dapat mengalir melalui pembuluh getah bening diafragma atau defeks

makroskopik pada diafragma.2,4

2
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan

selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal

melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke

pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan

tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya

sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan

penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di

sekitar sel-sel mesothelial.3

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:3

1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan

cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling. Keadaan ini dapat terjadi

pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.

2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik

karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis.

3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak

cairan masuk ke dalam rongga pleura.

4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan

transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura

5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis. Saluran limfe bermuara pada

vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat

pengosongan cairan limfe.

3
II. 2. Manifestasi Klinik

Pasien dengan efusi pleura bisa menunjukkan atau tidak gejala. Bila

didapatkan gejala, itu tergantung dari banyaknya efusi dan penyebab pokok yang

mendasarinya. Proses peradangan yang melibatkan pleura dapat menyebabkan nyeri

dada terutama saat menarik nafas. Jika jumlah cairan efusi pada pasien cukup banyak,

maka gejala sesak sering didapatkan. Tetapi jika jumlah cairan efusi masih sedikit

maka gejala sesak biasanya belum tampak. Pada cairan efusi yang terinfeksi atau

merupakan suatu peradangan, maka pasien dapat mengalami demam.4

Pada anamnesis lazim ditemukan keluhan nyeri dada dan sesak. Rasa nyeri

membuat penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan bernafas dangkal atau

tidur miring ke sisi yang sakit. Sesak nafas dapat ringan atau berat, tergantung pada

proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan kelainan yang mendasari

timbulnya efusi.2

Pada pemeriksaan fisik, penderita dapat terlihat sesak nafas dengan pernafasan

yang dangkal, hemitoraks yang sakit lebih cembung, ruang sela iga melebar, mendatar

dan tertinggal pada pernafasan. Fremitus suara melemah sampai menghilang, dan

pada perkusi terdengar suara redup sampai pekak di daerah efusi, tergantung jumlah

cairan (untuk menimbulkan suara pekak paling sedikit harus terdapat cairan sekitar

500 ml). Selain itu, dapat ditemukan tanda-tanda pendorongan jantung dan

mediastinum ke arah sisi yang sehat. Pada auskultasi, suara pernafasan melemah

sampai menghilang pada daerah efusi pleura.2

4
II. 3. Pemeriksaan Penunjang

 Foto Thorax

Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan

diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor

penyebabnya. Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas

yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul. Cairan dengan jumlah

yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan sudut

kostofrenikus. Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto

toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat jelas

apabila cairan efusi lebih dari 300 ml. Apabila cairan tidak tampak pada foto postero-

anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral. Cairan bebas akan

mengikuti posisi gravitasi.2,3,5

Gb.1. Foto Thorax dengan Efusi Pleura Kiri

5
Dikutip dari : http://www.wordpress.com

 CT scan dada

CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa

menunjukkan adanya pneumonia, abses paru, atau tumor. Adanya perbedaan densitas

cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya

efusi pleura. Pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.1,3

Gb 2. CT Scan dengan Efusi Pleura Kiri

Dikutip

dari : http://www.wordpress.com

 USG dada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang

jumlahnya sedikit. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun waktu

melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang terlokalisasi.1

6
II. 4. Pengobatan Efusi Pleura

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi

melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya

multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi

cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (betadine). Pengobatan secara sistemik

hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan

yang adekuat.

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura

maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis dan pleura

parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai), bleomisin,

korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5 fluorourasil.

PROSEDUR PLEURODESIS

Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi dialirkan ke luar

secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkan 500mg

Tetrasiklin ( biasanya Oksitetrasiklin) yang dilarutkan dalam 20cc garam fisiologis ke

dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti dengan 20cc garam fisiologis. Kunci selang

selama 6 jam dan selama itu pasien diubah-ubah posisinya, sehingga tetrasiklin dapat

didistribusikan kesaluran rongga pleura. Selang antar iga kemudian dibuka dan cairan

dalam rongga pleura kembali dialirkan keluar sampai tidak ada lagi yang tersisa. Selang

kemudian dicabut. Jika dipakai zat korinebakterium parvum, masukkan 7mg yang

dilarutkan dalam 20 cc garam fisiologis dengan cara seperti tersebut diatas.

7
Komplikasi tindakan pleurodesis ini sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri

pleuritik atau demam.

8
Algoritma Penatalaksanaan Efusi Pleura ( diambil dari Pleural Effusion, NEJM Vol 346,

No. 25 )

BAB III

9
TORAKOSENTESIS

III. 1. Definisi

Torakosentesis merupakan suatu tindakan aspirasi cairan pleura, yaitu

pengambilan cairan yang terdapat pada kavum pleura melalui sebuah jarum yang

dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan

lokal yang berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.1,6

III. 2. Indikasi

 Diagnostik

Torakosentesis untuk tujuan diagnostik setiap waktu dapat dikerjakan. Untuk

tujuan diagnostik ini, cairan yang diambil dari kavum pleura hanya sedikit dan

kemudian cairan tersebut dianalisis untuk mengetahui penyebabnya.1,6 Diagnostik

torakosentesis dilakukan jika penyebab efusi belum jelas, atau jika diperkirakan

penyebab efusi tidak respon terhadap terapi seperti yang diharapkan. 7 Torakosentesis

untuk diagnostik juga seharusnya dilakukan pada pasien dengan cairan pleura lebih

dari 10 mm pada foto thorax lateral decubitus.8

Dengan torakosentesis, cairan yang didapatkan dapat dianalisis dan ditentukan

karakteristiknya secara kimia dan seluler. Dibedakan apakah cairan tersebut

merupakan transudat atau eksudat dan seringkali memberikan banyak petunjuk

tentang penyebab efusi. Meskipun banyak kriteria berbeda yang telah digunakan,

tetapi kriteria yang paling banyak digunakan adalah kadar protein dan enzim laktat

dehidrogenase (LDH) dalam cairan. Cairan yang didapatkan dari torakosentesis juga

secara rutin dianalisis untuk mengetahui sel-selnya, bakteri (dengan pewarnaan dan

10
kultur), serta kadar glukosa. Pada beberapa kasus juga sering diukur kadar amylase

dan nilai pHnya. Dan pada kasus tertentu dilakukan pemeriksaan sitologi untuk

mencari adanya keganasan.4

 Terapeutik

Torakosentesis untuk tujuan teurapetik dilakukan dengan mengeluarkan cairan

pleura dalam jumlah yang lebih banyak daripada untuk tujuan diagnostik sehingga

berguna untuk meringankan gejala sesak nafas dan untuk mencegah peradangan dan

fibrosis. Selain itu, torakosentesis terapeutik juga biasanya dilakukan bersamaan

dengan torakosentesis diagnostik.7

Torakosentesis dengan tujuan terapetik mempunyai beberapa indikasi, yaitu :2

- Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan tertekan pada

dada.

- Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan mendorong dan

menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang dapat menyebabkan

kematian secara tiba-tiba.

- Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal

- Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu, namun

cairan masih tetap banyak.

III. 3. Teknik

11
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi

duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior

dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura

sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik

dilakukan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat

menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat

terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum

diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intrapleura yang tinggi dapat

menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.1

Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan jarum terlampau

rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan

paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau

pleura parietalis tebal.2

Torakosentesis dilakukan dari belakang pasien. Posisi yang nyaman

merupakan kunci sukses bagi pasien maupun dokternya. Pasien sebaiknya duduk di

ujung ranjang, condong ke depan dengan kedua lengan diabduksi dan diletakkan di

atas bantal. Pasien yang akan dilakukan torakosentesis seringkali mengalami sesak

yang berat, dan penting untuk menilai apakah pasien mampu mempertahankan posisi

tersebut setidaknya 10 menit. Tempat penusukan jarum torakosentesis didasarkan

pada pemeriksaan fisik dan hasil radiografi. Perkusi yang redup juga berguna untuk

menentukan tingkat efusi pleura. Dua sela iga di bawah batas dari batas perkusi sonor

dan redup pada garis mid scapula merupakan titik penusukan. Penusukan dilakukan di

atas iga untuk menghindari persarafan, arteri, dan vena interkostalis yang berjalan di

bawah iga.9

12
Tempat penusukan sebaiknya ditandai dengan pulpen. Kemudian kulit diberi

antiseptik dan semua prosedur harus dilakukan secara steril oleh operator. Anestesi

kulit dan lapisan yang lebih dalam dengan suntikan lidokain. Setelah itu dilakukan

penusukan menggunakan jarum lebih besar yang dihubungkan dengan kantong atau

botol hingga masuk ke kavum pleura. Untuk keperluan diagnostik saja, cairan yang

diambil hanya sekitar 30 – 50 mL. Sedangkan untuk keperluan terapeutik cairan yang

diambil sekitar 1 L. Setelah jarum dicabut, tempat penusukan harus ditutup.9

Perasaan nyeri dada selama dilakukan thorakosentesis dapat mengindikasikan

bahwa paru tidak berkembang secara bebas dan prosedur sebaiknya segera dihentikan

untuk menghindari edem paru. Sebaliknya, batuk sering terjadi selama pengambilan

cairan dan ini bukan merupakan indikasi untuk menghentikan tindakan, kecuali batuk

tersebut sangat mengganggu dan dirasakan tidak nyaman sekali oleh pasien.7

Gb 3. Posisi dan teknik dilakukannya torakosentesis.

Dikutip dari : http://www.wikipedia.com

III. 4. Komplikasi

13
Komplikasi dari torakosentesis meliputi pneumothorax dan hemothorax.

Namun, menurut penelitian angka kejadiannya rendah (4 – 5 % untuk pneumothorax

dan 1% untuk hemothorax) dan hanya setengahnya yang membutuhkan

thorakostomi.8 Selain itu juga, thorakosentesis dapat menimbulkan nyeri pada tempat

tusukan, perdarahan, emfiema, dan tertusuknya limpa atau hati.7

Cairan yang dikeluarkan lebih dari 1000 ml dapat menyebabkan edema paru

akibat pengembangan paru secara mendadak. Selain itu, pengeluaran cairan dalam

jumlah besar secara tiba-tiba bisa menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk,

bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.2,7

Komplikasi lainnya adalah laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan

sembuh sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan

udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara. Untuk

mencegah emboli udara ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien

dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih rendah dari leher,

sehingga udara tersebut dapat terperangkap di atrium kanan.1

III. 5. Penilaian Cairan Pleura

 Warna Cairan

Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan (serous-santokrom).

Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan, dan adanya

kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan agak purulen, ini menunjukkan

adanya emfiema. Bila merah coklat ini menunjukkan adanya abses karena amuba.1

 Biokimia1

14
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang

perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Perbedaan biokimia efusi pleura

Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dL) <3 >3
Kadar protein dalam efusi < 0.5 > 0.5
Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200

Kadar LDH dalam efusi < 0.6 > 0.6


Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan efusi < 1.016 > 1.016

Rivalta Negatif Positif


Dikutip dari: Hadi Halim. Penyakit-Penyakit Pleura dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid II.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2007; hal 1057.

Transudat1,2

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah

transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler

hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada

satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya.

Biasanya hal ini terdapat pada :

- Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

- Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner

- Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

- Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah :

15
1.   Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab

lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.

Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan

tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura

parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan

kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan

menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru

meningkat.

Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga

menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan

adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.

Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi

dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang.  

2.   Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura

dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan

bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan

diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah

dengan memberikan infus albumin.

3.   Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui

lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di

16
sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila

penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif

yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan

pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan

terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen

yang menyebakan sklerosis.

4.   Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita

dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan

sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor

ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul

karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi

karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya

merupakan penyakit kronis.

5.   Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi

unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke

rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya

komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.

Eksudat1

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang

permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein

17
transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membran adalah karena adanya

peradangan pada pleura : infeksi, infark paru, atau neoplasma. Protein yang terdapat

dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran

protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosa) akan menyebabkan

peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.

Selain pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia diperiksa juga :

- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,

arthritis rheumatoid, dan neoplasma.

- Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis

adenokarsinoma.

 Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik

penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel

tertentu.

- Sel neutrofil : menunjukkan adanya infeksi akut

- Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronis seperti pleuritis tuberkulosa atau

limfoma maligna

- Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark paru.

Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.

- Sel mesotel maligna : pada mesotelioma.

- Sel-sel besar dengan banyak inti : pada arthritis rheumatoid

- Sel L. E. : pada lupus eritematosus sistemik

- Sel maligna : pada paru/metastase

18
 Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung

mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen (menunjukkan empiema). Efusi yang

purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. Jenis kuman yang

sering ditemukan dalam cairan pleura adalah : Pneumokokokus, E. coli, Klebsiella,

Pseudomonas, dan Enterobacter. Pleuritis tuberkulosa, biakan cairan terhadap kuman

tahan asam hanya dapat menunjukkan hasil yang positif sampai 20 – 30 %.

PLEURITIS TUBERKULOSA

Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan bersifat

eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tbc paru melalui fokus

sub pleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari

robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau

kolumna vertebralis ( menimbulkan penyakit Pott.). Dapat juga secara hematogen dan

menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-

kadang bisa juga hemoragik. Jumlah lekosit antara 500 – 2000 per cc. Mula – mula

yang dominan adalah sel PMN, tp kemudian sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit

mengandung kuman TBC, tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein. Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma.

Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman TBC dalam cairan efusi (biakan)

atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah diaman frekuensi TB paru

tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi pleura adalah karena

pleuritis tuberkulosa walaupun tudak ditemukan adanya granuloma pada biopsi

jaringan pleura.

19
Pengobatan dengan OAT memakan waktu 6 – 12 bulan. Dosis dan cara

pemberian obat seperti pada pengobatan TB paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan

efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkannya eksudat ini dengan cepat

dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi

kadang-kadang dapat diberikan kostikosteroid secara sistematik. (prednison

1mg/kgBB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan).

EFUSI PLEURA NEOPLASMA

Neoplasma primer maupun sekunder ( metastatis ) dapat menyerang pleura

dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan

adalah sesak napas dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali

dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali.

Efusi bersifat eksudat, tapi sebagian kecil (10%) bisa sebagai transudat. Warna

efusi bisa sero-santokrom ataupun hemoragik (terdapat >100.000 sel eritrosit/cc ) . Di

dalam cairan ditemukan sel-sel limfosit (yang dominan) dan banyak sel mesotelial.

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan efusi atau biopsi pleura parietalis sangat

menentukan diagnosis terhadap jenis-jenis neoplasma.

Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pelura pada neoplasma yakni :

 Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap

air dan protein.

 Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena

dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan cairan dan

protein.

 Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul

hipoproteinemia.

20
Efusi pleura karena neoplasma biasanya unilateral, tetapi bisa juga bilateral

karena obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat mengakibatkan

pengaliran cairan dari rongga pleura via diagfragma. Keadaan efusi pleura dapat

bersifat maligna. Kedaan ini ditemukan 10-20% karsinoma bronkus, 8% dari limfoma

maligna dan leukemia.

21

Anda mungkin juga menyukai