EFUSI PLEURA
A. DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya
mengandung cairan sebanyak 10-20 ml.
B. ETIOLOGI
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya
untuk menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya
pengumpulan cairan pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah
pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau eksudat.
Efusi pleura transudatif terjadi jika faktor sistemik yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura
eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif
dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase
(LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi
paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura
transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
normal di dalam serum.
karena
fungi
penyebabnya:
Aktinomikosis,
Aspergillus,
dilakukannya
tube
thoracostomy
pada
pasien
dengan
efusi
parapneumonik:
Rheumatoid,
Skleroderma
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
b). Transudat,
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu
sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi
pada: (1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik, (2). Meningkatnya tekanan
kapiler pulmoner, (3) Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura, (4)
Menurunnya tekanan intra pleura. Efusi plura transudat dapat terjadi pada :
1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma.
Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisa dari rongga peritoneal
ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan
samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisa.
Tabel 2. Penyebab Efusi Pleura Transudat-Eksudat
c). Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak
yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena
faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan
pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal
dari trauma dinding dada.
C. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura
berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang
saling bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi
filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan
diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura parietalis dengan kecepatan yang
seimbang dengan kecepatan pembentukannya.
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan
proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara
patologik di dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan
terjadinya efusi pleura yaitu;
1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi
kapiler
2). Penurunan tekanan kavum pleura
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura.
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium
tuberculosis
dan
dikenal
sebagai
pleuritis
eksudativa
10
a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (seroussantrokom).Bila agak kemerahan-merahan, dapat terjadi trauma, infark
paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kunig
kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan empiema. Bila merah coklat
menunjukkan abses karena amuba.
b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya
dapat dilihat pada tabel :
Tabel 3. Perbedaan Biokimia Efusi Pleura
3. Sitologi.
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
Sel neutrofil: pada infeksi akut
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau
limfoma maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase.
4. Bakteriologi.
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung
mikroorganisme
5.
berupa
kuman
aerob
atau
anaerob. Paling
sering
E. DIAGNOSA
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik
yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan
analisa cairan pleura.
11
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).
2. Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).
3. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonor dan redup.
c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai
diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum
tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura
parietalis tebal.
12
berat,
dan
hipotensi..
Komplikasi
torakosintesis
adalah:
13
14
yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik diberikan 11,5 jam sebelum
pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks
diklem selama 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin
merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24 jam -48 jam
cairan tidak keluar, selang toraks dapat dicabut. Komplikasi tindakan pleurodesis
adalah sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri pleuritik atau demam.
TINJAUAN PUSTAKA
ASITES
I. Definisi
Asites adalah keadaan patologis berupa terkumpulnya cairan dalam rongga
peritoneal abdomen. Asites biasanya merupakan tanda dari proses penyakit
kronis yang mungkin sebelumnya bersifat subklinis.
II. Pengelompokan
Berdasarkan jumlahnya ada tingkatan:
Grade 1: Sedang, hanya tampak pada pemeriksaan USG
Grade 2: dapat terdeteksi dengan pemeriksaan puddle sign dan shifting
dullness
Grade 3: tampak dari pemeriksaan inspeksi, dapat dikonfirmasi dengan tes
undulasi
Secara klinis dikelompokkan menjadi eksudat dan transudat:
Asites eksudatif:
15
Patofisiologi
Ada 3 kondisi yang memungkinkan terjadinya asites, yaitu:
Hipoalbumin
Retensi natrium dan air
ada tiga teori yang menyebabkan, yaitu underfill, overflow, dan vasodilatasi
perifer
Sintesis dan aliran limfe yang meningkat
IV.Gambaran Klinis
Pada asites derajat sedang sulit untuk dideteksi, tapi pada derajat yang
lebih berat bisa menimbulkan distensi abdomen. Pasien dengan asites biasanya
akan mengeluh perutnya yang bertambah berat dan tekanan yang meningkat,
yang berakibat terjadinya napas pendek (shortness of breath) karena
keterbatasan gerak dari diafragma.
Dari pemeriksaan fisik, ada tiga pemeriksaan yang dapat dilakukan
berdasar jumlah cairan asites. Pada asites yang minimal dapat dilakukan
pemeriksaan puddle sign, untuk derajat yang lebih berat dapat dilakukan
pemeriksaan shifting dullness dan tes undulasi (pada asites yang berjumlah 1,5
sampai 2 liter).
16
V. Pemeriksaan Penunjang
Analisa cairan asites
Untuk memeriksa warna, kadar protein, hitung sel bakteri, dan
keganasan. Asites biasanya berwarna kekuningan pada sirosis, kemerahan
pada keganasan, dan keruh pada infeksi. Hitung leukosit adalah >250
PMN/mL pada peritonitis bakterialis. Pemeriksaan sitologi bisa menegakkan
diagnosis keganasan. Pada pankreatitis juga bisa terjadi asites, jadi amilase
harus diukur.
USG abdomen
Digunakan untuk mengukur ukuran hati (kecil pada sirosis), tandatanda hipertensi portal (splenomegali), dan lebamya vena portal dan vena
hepatika (untuk menyingkirkan dugaan trombosis vena hepatika dan
sindrom Budd-Chiari). Juga bermanfaat untuk menemukan kelainan fokal
(mengarahkan dugaan ke keganasan diseminata) dan untuk diagnosis tumor
intraabdomen (misalnya tumor ovarium).
Tes darah
Tes biokimia dan tes fungsi hati untuk mencari penanda sirosis hepatis
(kadar
albumin
rendah,
hiperbilirubinemia,
kenaikan
enzim
hati,
profilaksis.
obati keganasan yang menjadi penyebab (paling
17
tanpa furosemid
parasentesis terapeutik untuk asites refrakter (yaitu asites yang tidak
merespons terhadap terapi diuretik atau mengalami efek samping yang
tak bisa dihindari, hiponatremia, ensefalopati, dan lain-lain). Indikasi
parasentesis: asites permagna, ada edema tungkai, derajat Child B (pada
sirosis hepatis), protombin >40%, bilirubin serum <10, trombosit
>40.000, serum kreatinin <3.
VII. Komplikasi
Peritonitis bakterial spontan:
Adalah suatu bentuk peritonitis yang timbul pada pasien dengan sirosis
dan pada anak-anak dengan sindroma nefrotik. Sering terjadi pada 10-30%
penderita asites yang dirawat di rumah sakit. Gejala yang dikeluhkan pasien
meliputi demam, menggigil, mual, muntah, kaku pada dinding perut, dan
lemah badan. Pada pemeriksaan fisik bisa didapat nyeri tekan dan nyeri tekan
lepas, redup hepar yang menghilang, dan penurunan status mental. Gejala
lanjutan dapat berupa nyeri perut dan asites yang membesar. Seluruh
penderita peritonitis bakterial spontan harus menjalani parasentesis untuk
menegakkan diagnosisnya. Secara epidemiologi, 70% dari analisis cairan
asites penderita peritonitis bakterial spontan merupakan gram negatif,
sedangkan 30% merupakan golongan kokus gram positif. Dari analisis cairan
asites, dikatakan terjadi peritonitis bakterial spontan apabila jumlah PMN
>250
mm2.
Tatalaksana
pada
peritonitis
bakterial
spontan
yang
18
TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HEPATIS
DEFINISI
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini
terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai
deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim
hati.
ETIOLOGI
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolik
4. Kolestasis
5. Sumbatan saluran vena hepatica
6. Payah jantung
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lainlain)
8. Kryptogenik/tidak diketahui
PATOFISIOLOGI
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab, kejadian tersebut dapat
terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan
hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hati kemudian
merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang
mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam
membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata
membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan
19
pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata
menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh
hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera
berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth
facto beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan
pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi
kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya
ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti
endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen
mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal
Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan
penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke
sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang
besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga
menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat
menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab
terjadinya manifestasi klinis.
MANIFESTASI KLINIS
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan
penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah
dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung , mual, berat badan
menurun, pada laki-laki timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejalagejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam
tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena.
20
Temuan klinis
Spider angioma-spiderangiomata: lesi vascular yang dikelilingi beberapa venavena kecil. Tanda ini seringditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Tanda ini
juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat bahkan ditemukan pula pada
orang sehat, walau umumnya ukurannya kecil.
Eritema Palmaris: warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Berkaitan dengan perubahan metabolisme hormone estrogen. Tanda ini tidak
spesifik pada sirosis.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstedion.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Menonjol
pada sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegali pada awal sirosis, bila hepar sudah mengkerut maka prognosisnya
buruk.
Splenomegali , Asites, serta Ikterus
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium darah (DL, SGOT, SGPT, bilirubin direk, indirek,
seromarker : hepatitis/HBsAg), Rasio globulin dan albumin yang terbalik.
2. USG abdomen dapat menilai hepar, asites, splenomegali, thrombosis vena
porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien
sirosis. Biopsi hati, analisis cairan asites
KOMPLIKASI
Hipertensi portal, hematemesis melena, sindroma hepatorenal, gangguan
hemostasis, ensefalopati hepatikum.
21
TERAPI
Non Farmakologis
1). Bed rest
2). Diet rendah protein (1 g/kg/hari)
3). Tinggi kalori (2000 kalori)
4). Diet rendah garam (200-500 mg/hari)
5). Pembatasan aktivitas
6). Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dan glukosa.
Farmakologis (mengatasi penyulit/komplikasi):
Asites
PEMANTAUAN
Penilaian kesadaran, pernafasan, suhu badan, derajat ikterus, besar liver,
lien
Laboratorium
PROGNOSIS
Dubia ad malam
22
BAB III
PEMBAHASAN PENYAKIT
3.1 Definisi
Gagal Jantung Kongestif (CHF) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan
gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
3.2 Etiologi
3.3 Kriteria
23
24
- Penyakit struktural
Kerusakan katup jantung
Abnormalitas anatomi seperti hipertropi konsentrik
Efusi pericardial
- Abnormal fisiologis
Peningkatan volume sistolik akhir
Pengurangan waktu pengisisan sebagaimana tampak pada takikardia
- Abnormalitas non-miosit
Peningkatan jaringan ikat
Perikarditis kontriktif
- Abnormalitas miosit
1.
2.
25
26
2.
Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding .
3.
4.
Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
5.
Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
6.
enzim hepar
Meningkat dalam gagal / kongesti hepar.
7.
Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.
8.
Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.
9.
10.
27
11.
Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre
pencetus gagal jantung kongestif.
3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum, tanpa obat obatan :
Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol
Monitor BB, hati hati dengan kenaikan berat badan yang tiba tiba
digitalis
sangat
mudah
terjadi
bila
fungsi
ginjal
28
29
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. 2007. Balai Penerbit FK UI Jakarta.
4.
5.
Maryani.
2008.
Efusi
Pleura.
Diakses
dari
Ewingsa.
2009.
Efusi
Pleura.
Diakses
dari
S.
2010.
Gagal
Jantung.
http://annsilva.wordpress.com/2010/03/27/gagal-jantung/
30
31
Summary on database
Anamnesa
Laki-laki
Problem list
usia
56
tahun
Pleura
berdahak/darah 7
hari
kaki
sakit
Riwayat
yang lalu.
Inspeksi
:
:
dada
Thorak
tertinggal.
Papilla
hitam (+)
Pulmo
mammae
Hepatis
Ro Thorak
Oksigen
Planning
Monitoring
4 TTV
lit/mnt
Keluhan sesak
Infus RL 10 Ro Thorak
EKG
Torakosintesis
tts/mnt
Laboratorium
Torakosintesis
DL,
Planning
Kimia
Oxtercid
3x750 mg
darah
Pemeriksaan fisik
Failure
USG Abdomen
Planning Therapy
dada
kanan tertinggal,
Palpasi
Merokok
Hearth
Planing diagnosis
cairan Efusi
1) Congestive
2) Sirosis
berdahak/darah Batuk
7 hari
Efusi
Initial diagnosis
gerakan
kanan
Stemfremitus kanan
menurun
Perkusi : dada kanan
32
Edukasi
Tirah
baring
Diet
rendah
garam
Posisi
semi
fowler
Berhenti
merokok
Olahraga
ringan
bilaa
kondisi
klinis
sudah
membaik
Auskultasi : Suara
tertinggal
Palpasi : gerakan dada
Stemfremitus
kanan
nafas
tambahan (-)
Pemeriksaan
menurun
Perkusi : dada kanan
penunjang :
Ro Thorak : efusi
pekak
Auskultasi : Suara nafas
kanan turun, suara nafas
plura
Torakosintesis
tambahan (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis
terlihat
Kejernihan : jernih
Warna : Kuning
Bekuan : BJ : 1005
PMN : 30 %
MN 70 %
kiri bergeser
sitolik (+)
kanan tertinggal
Aukultasi
pekak
bising
Kimia
Protein 2,32 g/dl
33
Abdomen
Inspeksi
membuncit,
vena
Perut
pelebaran
(caput
medusa)
umbilicis
Auskultasi : bising usus
pelebaran
Shifting
USG Abdomen
mg 1-0-0
EKG
Fagoksin
vena
DL,
darah
Kimia
Keluhan sesak
tab Ro Thorak
Tirah
baring
Diet
rendah
garam
0.25mg 1x1
HCT 50 mg 1x1
Aspar-K tab 300
mg 3x1
Parasintesis
Palpasi : Undulasi
(+)
Perkusi : Shifting
dullness (+)
Kardiomegali dengan
Efusi pleura dextra
2. Congestive
USG Abdomen
(+)
Ro Thorak :
efusi pleura
Hepatis
Auskultasi : bruit
Asites
cairan asites
dullness (+)
Ekstremitas (-)
perut
membuncit,
(+)
Perkusi
1. Sirosis
USG
Abdomen : Asites
(+), congestive liver
(+)
34
Congestive liver
Asites dan efusi pleura
d/s
Laboratorium
cairan
pleura :
Volume: 5 ml
Kejernihan : jernih
Warna : Kuning
Bekuan : BJ : 1005
pH : 7,0
Hitung
eritrosit
sel/cm
Hitung leukosit : 64
sel/cm
PMN : 30 %
MN 70 %
Kimia
Protein 2,32 g/dl
Glukosa 122 mg/dl
35
36