Anda di halaman 1dari 8

I.

DEFINISI

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak anatara permukaan
visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain (Huda, 2015). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan
dalam rongga pleura (Price & Wilson, 2006).

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan berlebih didalam rongga pleura, rongga pleura adalah
rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada. Jenis cairan lainnya yang
bisa terkumpul didalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan mengandung
kolestrol tinggi, hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada.
Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi permukaan pleura.
(Irianto, 2015).

Efusi Pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang plaural yang terjadi karena proses
penyakit primer dan dapat juga terjadi karena penyakit sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa
cairan jernih yang merupakan transudat, dan berupa pus atau darah (Baughman, 2000).

Menurut (Joyce M. Black, 2014) Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura.
Cairan pleura normalnya merembes secara terus menerus ke dalam rongga dada dari kapiler – kapiler
yang membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem limfatik pleura viseralis.
Kondisi apapun yang mengganggu sekresi atau drainase dari cairan ini akan menyebabkan efusi pleura.

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura
berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi di kapiler dan pleura viseralis (Muttaqin, 2012).

II. ETIOLOGI

Menurut Darmanto (2016), ada beberapa faktor yang menjadi penyebab dari efusi pleura adalah
sebagai berikut:

1. Efusi Pleura Transudatif

Efusi pleura transudatif merupakan efusi pleura yang berjenis efusi transudate. Efusi pleura
transudatif dapat dibebakan berbagai faktor antara lain disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
emboli pada paru, sirosis hati atau yang merupakan penyakit pada intraabdominal, dialisis peritoneal,
hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut, retensi garam maupun setelah
pembedahan jantung.

2. Efusi Pleura Eksudatif

Efusi pleura eksudatif merupakan jenis cairan eksudat yang terjadi akibat adanya peradangan atau
proses infiltrasi pada pleura maupun jaringan yang berdekatan dengan pleura. Selain itu adanya
kerusakan pada dinding kapiler juga dapat mengakibatkan terbentuknya cairan yang mengandung
banyak protein keluar dari pembuluh darah dan berkumpul pada rongga pleura. Penyebab efusi pleura
eksudatif juga bisa di sebabkan oleh adanya bendungan pada pembuluh limfe.

Penyebab lainnya dari efusi pleura eksudatif yaitu adanya neoplasma, infeksi, penyakit jaringan ikat,
penyakit intraabdominal dan imunologik.

a. Neoplasma

Neoplasma dapat menyebkan efusi pleura dikarenakan karsinoma bronkogenik karena dalam keadaan
tersebut jumlah leukosit >2.500/mL. yang terdiri dari limfosit, sel maligna, dan sering terjadi
reakumulasi setelah terasentesis, selain itu tumor metatastik yang berasal dari karsinoma mammae
lebih sering bilateral dibandingkan dengan karsinoma bronkogenik yang diakibatkan adanya
penyumbatan pembuluh limfe atau adanya penyebaran ke daerah pleura. Penyebab lainnya adalah
limfoma, mesotelimoa dan tumor jinak ovarium atau sindrom meig.

b. Infeksi

Penyebab dari efusi pleura eksudatif adalah infeksi, mikroorganismenya adalah virus, bekteri,
mikoplasma maupun mikobakterium. Bakteri dari pneumonia akut jarang sekali dapat menyebabkan
efusi pleura eksudatif, efusi pleura yang mengandung nanah disertai mikroorganisme di sebut dengan
empyema. Selain empyema pneumonia yang disebabkan oleh virus dan mikoplasma juga dapat
menyababkan efusi pleura.

c. Penyakit jaringan ikat

Penyakit jaringan ikat yang dapat menyababkan efusi pleura adalah seperti lupus eritematosus
sistemik dan artritis rheumatoid.

d. Penyakit intraabdominal

Efusi pleura yang disebabkan oleh penyakit intra abdominalis tidak hanya dapat menyebabkan efusi
pleura eksudatif saja tetapi dapat juga menyebabkan efusi pleura transudatif tergantung pada jenis
penyababnya. Penyakit intraabdominal yang dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif adalah kasus
pasca bedah abdomen, perforasi usus, dan hepatobiliar yang dapat menyababkan abses
subdiafragmatika. Hal yang sering ditemukan sebagai penyabab efusi pleura dari penyakit intra
abdominalis adalah abses hepar karena amoba.

e. Imunologik

Imunologik yang dapat menyababkan efusi pleura adalah seperti efusi rheumatoid, efusi lupus, efusi
sarkoidosis, granulomatosis wagener, sindrom sjogren, paska cedera jantung, emboli paru, paru
uremik dan sindrom meig.

Efusi pleura rheumatoid banyak di jumpai pada pasien laki-laki dibandingkan pada pasien
perempuan. Biasanya pasien rheumatoid tingkat sedang sampai berat yang mempunyai nodul
subkutan dapat menyabkan efusi pleura rheumatoid. Pada pasien efusi pleura rheumatoid pasien
mengaluhkan nyeri pleuritik dan sesak napas.
3. Efusi pleura hemoragis

Efusi pleura hemoragis merupakan efusi pleura yang di sebakan oleh trauma, tumor, infark paru
maupun tuberkolosis.

4. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk

Penyebab efusi pleura dari lokasi terbentuknya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu unilateral dan
bilateral. Jenis efusi pleura unilateral tidak ada kaitannya dengan penyebab penyakit tetapi efusi
pleura bilateral dapat ditemukan pada penyakit- penyakit berikut seperti gagal jantung kongestif,
sindroma nefrotik, asites, infark paru, tumer dan tuberkolosis.

5. Analisis cairan pleura

Menurut Dramanto (2016), analisa dari cairan pleura adalah sebagi berikut. Cairan pleura secara
maksroskopik diperiksa warna, turbiditas, dan bau dari cairannya. Efusi pleura transudate cairannya
biasanya jernih, transparan, berawarna kuning jerami dan tidak memiliki bau. Sedangakan cairan dari
pleura yang menyerupai susu bisanya mengandung kilus (kilotoraks). Cairan pleura yang berbau
busuk dan mengandung nanah biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob. Cairan yang berwarna
kemerahan biasanya mengandung darah, sedangkan jika berwarna coklat biasanya di sebabkan oleh
amebiasis. Sel darah putih dalam jumlah banyak dan adanya peningkatan dari kolesterol atau
trigliserida akan menyebabkan cairan pleura berubah menjadi keruh (turbid). Setelah dilakukan
proses sentrifugasi, supernatantempiema menjadi jernih dan berubah menjadi warna kuning,
sedangkan jika efusi disebabkan oleh kilotoraks warnanya tidak akan berubah tetap seperti berawan.
Sedangkan jika dilakukan sentripugasi. Penambahan 1 mL darah pada sejumlah volume cairan pleura
sudah cukup untuk menyababkan perubahan pada warna cairan menjadi kemerahan yang di sebabkan
darah tersebut mengandung 5000-10.000 sel eritrosit.

Efusi pleura yang banyak mengandung darah (100.000 eritrosit/mL) Memicu dugaan adanya trauma,
keganasan atau emboli dari paru. Sedangkan cairan pleura yang kental dan terdapat darah biasanya
disebabakn adanya keganasan. Jika hematocrit cairan pleura melebihi 50% dari hematocrit dari darah
perifer, termasuk dalam hemotoraks.

III. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Saferi & Mariza (2013), tanda dan gejala yang ditimbulkan dari efusi pleura yang
berdasarkan dengan penyebabnya adalah:

1. Sesak napas

2. Rasa berat pada daerah dada

3. Bising jantung yang disebabkan payah jantung

4. Lemas yang progresif


5. Penurunan berat badan yang disebabkan neoplasma

6. Batuk disertai darah pada perokok yang disebabkan Ca bronkus

7. Demam subfebril yang disebabkan oleh TB Paru

8. Demam mengigil yang disebabkan empyema

9. Asites pada penderita serosis hati

10. Asites disertai tumor di daerah pelvis yang disebabkan oleh penderita sindrom meig.

IV. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi efusi pleura didasari ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan di
cavum pleura, sehingga menyebabkan akumulasi cairan pleura, baik berupa transudat maupun
eksudat. Keduanya terbentuk melalui mekanisme yang berbeda, meskipun tidak jarang cairan
pleura ditemukan memiliki karakteristik transudat dan eksudat bersamaan.

Pada dasarnya, cavum pleura sudah mengandung cairan sekitar 0.1 ml/kg sampai 0.3 ml/kg
yang berfungsi sebagai pelumas antara permukaan pleura viseral dan parietal. Cairan pleura ini
terus diproduksi oleh sistem vaskular di permukaan pleura parietal dan diabsorpsi oleh sistem
limfatik di permukaan diafragma dan mediastinum dari pleura parietal secara kontinu sehingga
volumenya tetap dalam batas normal tersebut. Walau demikian, pada efusi pleura, terjadi
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan ini sehingga terjadi akumulasi cairan
pleura.

Cairan pleura transudat terjadi akibat ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik.
Tekanan hidrostatik sistem vaskular pleura parietal akan mendorong cairan sehingga terjadi
akumulasi cairan transudat yang kadar proteinnya lebih rendah dari serum. Penyakit yang umum
menyebabkan cairan pleura transudat adalah penyakit jantung kongestif, dan sirosis hepatis.

Cairan pleura eksudat terjadi akibat inflamasi pleura. Inflamasi parenkim/pleura akan
meningkatkan permeabilitas sel mesotel dan kapiler sehingga terjadi akumulasi cairan di cavum
pleura. Selain itu, terganggunya drainase limfatik juga merupakan proses yang dapat
menyebabkan terjadinya cairan pleura eksudat ini.

Akibat peningkatan permeabilitas membran pleura, cairan yang terakumulasi akan memiliki
kadar protein yang lebih tinggi dari serum. Contoh kondisi yang umum menyebabkan cairan
pleura eksudat adalah infeksi dan malignansi seperti kanker paru.
V. PATHWAY

Transudat disebabkan oleh


kegagalan jantung kongestif.
Eksudat disebabkan oleh infeksi

Efusi pleura

Pengumpulan cairan
dalam rongga pleura

Normal Ekspansi paru menurun


cairan 10-

Sebagai pelican Pertukaran O2 di


gesekan kedua pleura alveoli menurun
pada waktu bernafas

Dispnea
Serosa
jernih
Pola napas
Darah Nanah Cairan seperti
susu
Batuk

Iritasi membran Bau sputum Reaksi paru Sputum merah Sputum mengalir ke
mukosa dalam tertinggi di mulut terhadap muda tenggorokan
saluran pernafasan iritan

Muntah, tidak nafsu Akumulasi


Nyeri dada makan sputum

Bersihan
Nutrisi kurang dari jalan napas
Gangguang rasa
kebutuhan tubuh
nyaman nyeri
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut (Pranita, 2020), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien efusi pleura adalah:

a. Radiografi dada
Merupakan studi pencitraan pertama yang dilakukan ketika mengevaluasi efusi pleura. Foto
posteroanterior umumnya akan menunjukkan adanya efusi pleura ketika ada sekitar 200 ml cairan
pleura, dan foto lateral akan terinterpretasi abnormal ketika terdapat sekitar 50 ml cairan pleura.
b. Ultrasonografi thoraks
Ultrasonografi thoraks memiliki peran yang semakin penting dalam evaluasi efusi pleura karena
sensitivitasnya yang lebih tinggi dalam mendeteksi cairan pleura daripada pemeriksaan klinis atau
radiografi toraks. Karakteristik yang juga dapat dilihat pada USG dapat membantu menentukan
apakah terjadi efusi sederhana atau kompleks. Efusi sederhana dapat diidentifikasi sebagai cairan
dalam rongga pleura dengan echotexture homogen seperti yang terlihat pada sebagian besar efusi
transudatif, sedangkan efusi yang kompleks bersifat echogenic, sering terlihat septasi di dalam
cairan, dan selalu eksudat. Bedside ULtrasound dianjurkan saat melakukan thoracentesis untuk
meningkatkan akurasi dan keamanan prosedural.
c. Biopsi pleura
Dapat menunjukkan 50-70% diagnosis kasus pleuritistuberkolosis dan tumor pleura. Biopsi ini
berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura melalui biopsi jalur perkutaneus. Komplikasi
biopsi adalah pneumothoraks, hemothoraks, penyebaran infeksi dan tumor dinding dada.
d. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostik cairan pleura perlu dilakukan pemeriksaan:
1. Warna cairan
-Haemorragic pleural efusion, biasanya pada klien dengan adanya keganasan paru atau akibat
infark paru terutama disebabkan oleh tuberkolosis.
-Yellow exudates pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif, sindrom
nefrotik, hipoalbuminemia, dan pericarditis konstriktif.
-Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan keganasan ekstrapulmoner.
2. Biokimia, untuk membedakan transudasi dan eksudasi
3. Sitologi, pemeriksaan sitologi bila ditemukan patologis atau dominasi sel tertentu untuk
melihat adanya keganasan.
4. Bakteriologi, biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen. Efusi yang purulent dapat mengandung kuman-
kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan adalah Pneumococcus,
E.coli, clebsiella, Pseudomonas, Enterobacter

e. CT Scan Thoraks

Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama
bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat
kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya (Pranita, 2020).
VII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan pada efusi pleura adalah paliasi atau mengurangi gejala. Pilihan
terapi harus tergantung pada prognosis, kejadian efusi berulang, dan keparahan gejala pada
pasien (Pranita, 2020).

a. Thorakosintesis

Thorakosintesis diindikasikan untuk efusi pleura baru yang tidak tau penyebabnya.
Obeservasi dan optimal medical therapy (OMT) tanpa dilakukan thorasentesis merupakan hal
yang wajar dalam penanganan efusi pleura karena gagal jantung atau setelah operasi CABG.
Namun manifestasi lain (seperti demam, pleuritis; radang selaput dada) atau kegagalan untuk
menanggapi terapi pada pasien harus segera dipertimbangkan dilakukan thorasentesis
diagnostik.

b. Pemeriksaan laboratorium

Analisis cairan pleura, penampilan makroskopis cairan pleura harus diperhatikan saat
dilakukan thoracentesis, karena dapat menegakkan diagnosis. Cairan bisa sifatnya serosa,
serosanguineous (ternoda darah), hemoragik, atau bernanah. Cairan berdarah (hemoragik)
sering terlihat pada keganasan, emboli paru dengan infark paru, trauma, efusi asbes jinak,
atau sindrom cedera jantung. Cairan purulen dapat dilihat pada empiema dan efusi lipid.
Sebagai tambahan. bau busuk dapat menyebabkan infeksi anaerob dan bau amonia menjadi
urinothorax. Karakterisasi cairan pleura sebagai transudat atau eksudat membantu
menyingkirkan diagnosis banding dan mengarahkan pemeriksaan selanjutnya.

c. Kimia darah

Pada pemeriksaan kimia darah konsentrasi glukosa dalam cairan pleura berbanding lurus
dengan kelainan patologi pada cairan pleura. Asidosis cairan pleura (pH rendah berkorelasi
dengan prognosis buruk dan memprediksi kegagalan pleurodesis. Pada dugaan infeksi pleura,
pH kurang dari 7,20 harus diobati dengan drainase pleura. Amilase cairan pleura meningkat
jika rasio cairan amilase terhadap serum pleura lebih besar dari 1,0 dan biasanya
menunjukkan penyakit pankreas, rupture esofagus, dan efusi yang ganas.

d. Water Seal Drainage (WSD)

Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri,
dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah
meningkatnya edema paru, jika . jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian. Pada efusi yang terinfeksi perlu segera
dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental
sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin
sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik.
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila
tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis
yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah
tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll (Pranita, 2020).

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada pasien efusi pleura menurut SDKI yaitu :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi
jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
2. Gangguan penyapihan ventilator b.d ketidakmampuan beradaptasi dengan pengurangan
bantuan ventilator mekanik yang dapat menghambat dan memperlama proses penyapihan.
3. Gangguan pertukaran gas b.d kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
4. Gangguan ventilasi spontan b.d penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu
tidak mampu bernapas secara adekuat.
5. Pola napas tidak efektif b.d inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
6. Resiko aspirasi b.d beresiko mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi
orofaring, benda cair atau padat ke dalam aliran trakeobronkhial akibat disfungsi mekanisme
protektif saluran napas.

Anda mungkin juga menyukai