Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN " EFUSI PLEURA "

TINGKAT II A
LISTA K. AHADIN
NIM: 22016

AKADEMIK KEPERAWATAN JUSTITIA PALU


DIII KEPERAWATAN
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, yang atas Rahmat-Nyasehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan Asuhan Keperawatan yang berjudul EFUSI PLEURA
Penulisan Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam Mata
Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1.
Dalam penulisan Asuhan Keperawatan ini kami masih merasa masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,mengingat akan kemampuan yang
kami miliki.Untuk itu,kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapakan demi
penyumpunaan pembuatan makalah ini.
Dalam Penulisan Asuhan Keperawatan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah
ini,khususnya kepada dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada
kami,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
A. PENGERTIAN
B. ETOLOGI
C. MANISFESTASI KLINIS
D. PATOFISIOLOGI
E. KOMPIKASI
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
G. KOMPIKASI
H. PATHWAY
A.PENGKAJIAN
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
C.INTERVENSI KEPERAWATAN
D.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
E.EVALUASI KEPERAWATAN
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
ARTIKEL
A. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah. Efusi pleura
bukanlah suatu disease entity tapi suatu gejala penyakit yang serius yang dapat
mengancam jiwa penderita (Sarwono, 1995) Efusi pleura adalah istilah yang digunakan
bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura (Sylvia, A. Price, 1995)
Efusi pleura adalah jumlah cairan nonpurulen yang berlebihan dalam rongga
pleural; antara lapisan visera dan parietal (Susan Martin Tucker, 1998). Efusi pleura
adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura
(Somantri, 2008).
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis).
Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan
pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah
kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan atau udara
atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam
pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada
selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura
visceralis lebih besar daripada pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam
keadaan normal hanya terdapat beberapa mililiter cairan.pada dasarnya efusi pleura itu
merupakan komplikasi dari penyakit gagal jantung kongesif, pneumonia, tuberculosis,
embolis paru.
B. ETIOLOGI
1. EFUSI PLEURA TRANSUDATIVA Di
sebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru. Jenis efusi
transudativa yang paling sering di temukan adalah Gagal Jantung Kongesif
2. EFUSI PLEURA EKSUDATIVA
Terjadi akibat peradangan, yang seringkali di sebabkan oleh penyakit paru-
paru. Kangker, tuberculosis dan inveksi paru lainnya, reaksi obat, asbestosis dan
sarkoidosis merupaakan beberapaa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi
pleura eksudativa
3. PENYEBAB LAIN
a. Gagal jantung
b. Kadar protein darah yang rendah
c. Sirosis
d. Pneumonia
e. Blastomikosis
f. Emboli paru
g. Perikarditis
h. Tumor Pleura
i. Pemasangan NGT yang tdk baik
B. MANIFESTASI KLINIK
a. Keluhan Nyeri Dada
b. Pergerakan Dada Berkurang
c. Perkusi Meredup di atas Efusi Pleura
d. Fremitus Vocal tdk terlalu Teraba
e. Sesak Nafas
Manifestasi klinik Efusi Pleura tergantung dari cairan yang ada serta tingkat
kompresi paruh. Jika jumlah efusi sedikit, mungkin belum menimbulkan manifestasi
klinik dan hanya dapat di deteksi dengan menggunakan X-ray ( photo thorax ), dengan
membesarnya efusi akan terjadi restriksi eksvansi paru dan pasien mungkin mengalami
antara lain :
1. Bispneu bervariasi
2. Ruang interkostalis (efusi berat)
C. PATHOFISIOLOGI Patofisiologi
terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam
rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan
osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial
masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe
sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat
maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya
pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada
hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam
rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru
akibat gaya gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan
akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika efusi
pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh
prluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari
pneumonia, abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi
pleura berupa cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena
trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi engembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya
perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan
yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan
gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial
Oksigen (Pa O2)< 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) > 50
mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5-15 ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini
dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan
koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan
pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %) mengalir ke dalam pembuluh limfe
sehingga pasase cairan di sini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorpsi terganggu misalnya pada hiperemia akibat inflamasi,
perubahan tekanan osmotik, (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal
jantung). Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai
peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik koloid yang
menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan
keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan
ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya
rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah. Infeksi tuberkulosis pleura
biasanya disebabkan oleh efek primer sehingga berkembang pleuritis eksudativa
tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri.
Suhu badan mungkin hanya sub febril, kadang ada demam. Diagnosis pleuritis
tuberkulosa eksudativa ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan
asam dan jika perlu torakskopi untuk biopsi pleura.
Pada penanganannya, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan juga istrahat
dan kalau perlu pemberian analgesik. Pungsi dilakukan bila cairan demikian banyak dan
menimbulkan sesak napas dan pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat. Penanganan
yang baik akan memberikan prognosis yang baik, pada fungsi paru-paru maupun pada
penyakitnya.
D. KOMPLIKASI
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan
ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran
pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam
jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi
pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan
paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan
kolaps paru.
E. PENATALAKSANAAN
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya
multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi
cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya
segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang
adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan
pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang
dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dyspnea Pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang di masukkan
di antara sel iga tepatnya di dalang rongga pleura, misalnya push pada emfhisema
atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam rongga pleura .
5. Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi
menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 -
1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika
jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat
dilakukan 1 jam kemudian.
6. Antibiotika jika terdapat empiema.
7. Operatif.
Tetapi padaa dasarnya tujuan pengobatan efusi pleura di khususkan pada penderita
yang menderita penyakit-penyakit yang menyebabkan terjadinya efusi pleura.
H. Pathway

 Gangguan ginjal  Tubercolosis Gagal Jantung Sirotis Hati


 Tumor mediastinum  Pnemonia
 Infeksi  Bronkietatis
 Sindroma vena cava Peningkatan Peningkatan
 Abses amoeba supfrenik
superior Tekanan Hidrostatik Tekanan
yang menembus rongga
Osmotik Koloid
pleura
Hambatan reabsorsi cairan di Pembentukan cairan berlebih Adanya transudat
rongga pleura (transudat, eksudat, hemoragis) Adanya transudat

Adanya Eksudat

Penumpukan cairan pada rongga


pleura

drainase Penurunan ekspansi paru


Peradangan pada rongga pleura

Resiko tinggi terhadap tindakan Sesak nafas


drainase dada
Nyeri Febris

Hipertermia
Nyeri akut
Resiko Penekanan Struktur Penurunan suplay O2
infeksi Abdomen

Anoreksia
Pola Nafas Kelemahan,
Tidak Kelelahan
Efektif
Defisit
Nutrisi
Intoleransi
Aktivitas
A. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir
terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda -tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang
disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
f.Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
2) Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi
tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan.
3) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-
obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
4) Pola nutrisi dan metabolism
5) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
6) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.
7) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura
keadaan umumnyalemah.
h. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada
struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus digestivus.
i. Pola aktivitas dan Latihan
1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat
dan keluarganya.
j. Pola tidur dan istirahat
1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat
2) Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar - mandir, berisik dan lain
sebagainya.
k. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi
wajah pasien selama dilakukan 36 anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,
bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar,
ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. Pernapasan
cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
a) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit.
b) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung
dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis
EllisDamoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
c) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke
atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja
akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan
. 3) Sistem Cardiovasculer
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS-5 pada linea
medio klavikula kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus diperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi
jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali
per menit.
c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor,
feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
e) Sistem Neurologis Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu juga
diperlukan pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau somnolen atau comma.
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga
perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
f) Sistem Muskuloskeletal Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial.Selain
itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan
kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
g) Sistem Integumen Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya
lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport 39 oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan
kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunakkasar) serta turgor kulit
untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual ataupun
potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017).
Adapun dignosa yang diangkat dari masalah sebelum dilakukan tindakan infasif adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas (kelemahan otot nafas)
(D.0005)
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia, neoplasma)
(D.0077)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (D.0056)
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi. (D.0111) (PPNI,
2017
Adapun dignosa yang diangkat dari masalah setelah dilakukan tindakan infasif adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) (D.0077)
b. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142) (PPNI, 2017)
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan standard intervensi
keperawatan Indonesia (SIKI) :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas. (D.0005)
1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas membaik.
2) Kriteria hasil
a) Dyspnea menurun
b) Penggunaan otot bantu nafas menurun
c) Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d) Otopnea menurun
e) Pernapasan pursed-lip menurun
f) Frekuensi nafas membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
b) Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing , ronchi kering)
Terapeutik
a) Pertahankan kepatenan jalan nafas head-tilt dan chin-lift (jawthrust jika curiga trauma
sevikal)
b) Posisikan semi-fowler atau fowler
c) Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
a) Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis ( inflamasi, iskemia, neoplasma)
(D.0077)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri menurun
2) Kriteria hasil :
a) Keluhan nyeri menurun
b) Melaporkan nyeri terkontrol meningkat
c) Meringis menurun
d) Penggunaan analgetik menurun
e) Tekanan darah membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi skala nyeri
b) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemiihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
a) Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu c. Intoleransi aktifitas (D.0056)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawaan diharapkan akitifitas pasien meingkat
2) Kriteria hasil
a) Kemudahan melakukan aktifitas
b) Dyspnea saat beraktifitas menurun
c) Dspnea setelah beraktifitas menurun
d) Perasaan lemah menurun
e) Tekanan darah membaik
f) Frekueni nadi membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
Terapeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)

Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Melakukan aktvitas secara bertahap
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharpkan suhu kembali membaik
2) Kriteria hasil:
a) Mengigil menurun
b) Kulit merah menurun
c) Takikardia menurun
d) Takipnea menurun
e) Tekanan darah membaik
f) Suhu tubuh membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis.dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan
incubator)
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor komplikasi akibat hipertermia
-Terapeuik
a) Sediakan lingkungan yang dingin(atur suhu ruangan)
b) Longgarkan atau lepas pakaian
c) Berikan cairan oral
- Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi membaik
2) Kriteria hasil:
a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b) Berat bada membaik
c) Nafsu makan membaik
d) Indeks masa tubuh (IMT) membaik
e) Frekuensi makan membaik
3) Intervensi
-Observasi
a) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
b) Monitor asupan makanan
c) Identifikasi perubahan berat badan
d) Monitor berat badan
e) Timbang berat badan
- Terapeutik
a) Berikan makanan tinggi kalori dan protein

- Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahl gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0111)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan meningkat
a) Porsi makanan yang dihabiskan meningka
t b) Berat bada membaik
c) Nafsu makan membaik
d) Indeks masa tubuh (IMT) membaik
e) Frekuensi makan membaik
3) Intervensi
- Observasi
a) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
b) Monitor asupan makanan
c) Identifikasi perubahan berat badan
d) Monitor berat badan
e) Timbang berat badan
Terapeutik
a) Berikan makanan tinggi kalori dan protein
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahl gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0111)


1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan meningkat
intensitas nyeri
Terapeutik
1) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1) Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2 Risiko infeksi berhubungan dengan efek tindakan invasif. (D.0142)


a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko infeksi menurun
b. Kriteria hasil :
1) Demam menurun
2) Kebersihan badan meningkat
3) Bengkak menurun
4) Kemerahan menurun
5) Kultur sputum membaik\kultur area luka membaik
c. Intervensi
Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi dan sistemik
Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3) Cuci tangan sesudah atau sebelum kontak dengan pasien
4) Pertahankan tekhnik aseptic
Edukasi

1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi


2) Ajarkan mencuci tangan dengan benar
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah berkesinambungan dan interaktif dengan komponen lain
dari proses keperawatan. Selama implementasi, perawat mengkaji kembali pasien,
modifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai
kebutuhan. Untuk implementasi yang efektif, perawat harus berpengetahuan banyak
tentang tipe-tipe intervensi, proses implementasi dan metode implementasi. Ada tiga
fase implementasi keperawatan yaitu :
a. Fase persiapan, meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana,
pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan pasien dan
lingkungan.
b. Fase operasional, merupakan puncak implementasi dengan berorientasi dengn
tujuan. Implementasi apat dilakukan dengan intervensi indeoenden, dependen atau
interdependen
c. Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan pasien setelah implementasi
dilakukan (potter and pery, 2005)
E. Evaluasi Keperawatan
Fase terakhir proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan. Hal yang dievaluasi adalah keakuratan dan kualitas data, teratasi atau
tidaknya maslah pasien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan ntervensi
keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencanaa keperawatan,
menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui perbandingan
pelayanan keperawatan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan serta hasilnya
dengan standar yang telah ditentukan terebih dahulu

PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya ketidakseimbangan antara
produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efiasi pleura bukanlah suatu disease
entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa
penderita.
Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat
disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari kelainan paru sendiri, misalnya
infeksi baik oleh bekteri atau virus.
Gejala klinis efusi pleura yaitu nyeri pada pleuritik dan batuk kering dapat terjadi,
cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya eksudat. Gejala fisik
tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200-300 ml. Tanda-tanda yang sesuai dengan efusi
pleura yang lebih besar adalah penurunan fremitus, redup pada perkusi dan berkurangnya
suara napas.
4.2 SARAN
A. Untuk Instansi
Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal secara optimal
sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan Unnik Klien
dan Keluarga Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun
seraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan
tidak tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Nair, M., & Peate, I. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan Edisi 2. Jakarta: Bumi
Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi refisi jilid 1 2015. Jakarta:
Media Action Publishing.
PHILIP ENG Respiratori medical clinic. (2017). philipeng.com. Dipetik April22, 2017, dari
philipeng.com.sg:http://www.philipeng.com.sg/ms /conditions/pleural-effusion/
Morton. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Dinarti & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai