Anda di halaman 1dari 41

TUGAS

FARMAKOLOGI

TINGKAT IA

LISTA K. AHADIN -22016

AKADEMIK KEPERAWATAN JUSTITIA PALU

2023/2024
1. Paracetamol

 Indikasi paracetamol adalah untuk meredakan gejala demam dan nyeri pada
berbagai penyakit seperti demam dengue, tifoid, dan infeksi saluran kemih.
 Kontraindikasi paracetamol adalah pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas
dan penyakit hepar aktif derajat berat. Paracetamol tidak dapat digunakan pada
pasien yang memiliki hipersensitivitas terhadap paracetamol dan penyakit hepar
aktif derajat berat.
 Efek samping pada paracetamol dapat dikelompokkan berdasarkan sistem organ.
Efek samping yang sering ditemukan adalah gangguan pada hepar. Hal ini
ditemukan pada 1 – 10% penggunaan paracetamol. Pada sistem gastrointestinal,
mual dan muntah dapat ditemukan sampai 15%. Efek samping lain seperti nyeri
perut, diare, konstipasi, dispepsia juga dapat ditemukan.
2. Amoxcilin

 Indikasi amoxicillin atau amoksisilin adalah sebagai antibiotik spektrum luas,


terutama untuk bakteri gram positif dan sedikit gram negatif. Namun, amoxicillin
kurang efektif terhadap infeksi Shigella dan bakteri penghasil β-laktamase. Dosis
amoxicillin disesuaikan berdasarkan indikasi penggunaannya.
 Kontraindikasi penggunaan amoxicillin atau amoksisilin yang paling utama
adalah riwayat alergi atau hipersensitivitas terhadap obat ini. Sedangkan
peringatan penggunaan pada pasien dengan gangguan ginjal dan terinfeksi bakteri
resisten β-laktamase.
 Efek samping amoxicillin atau amoksisilin umumnya ringan, berupa mual,
muntah, diare, dan staining gigi. Amoxicillin sebaiknya dihindari pada pasien
dengan riwayat alergi penicillin. Interaksi obat amoxicillin utama adalah dengan
pil kontrasepsi, allopurinol, dan obat antibiotik golongan lain.
3. Aspirin

 Indikasi aspirin atau asam asetilsalisilat adalah sebagai analgesik dan antipiretik,
serta sebagai antiagregasi platelet pada kasus penyakit jantung koroner, stroke,
dan transient ischemic attack (TIA). Dosis berbeda tergantung indikasi.
 Kontraindikasi aspirin atau asam asetilsalisilat adalah pada pasien dengan
hipersensitivitas terhadap obat ini. Peringatan diperlukan terkait risiko sindrom
Reye jika aspirin digunakan pada anak dan remaja.
 Efek samping aspirin atau asam asetilsalisilat yang sering dilaporkan adalah
gangguan saluran cerna. Selain itu, pada penggunaan dengan dosis lebih besar
perlu diwaspadai efek samping perdarahan. Interaksi obat dengan aspirin dapat
terjadi jika digunakan bersama dengan warfarin, phenytoin, sulfonilurea seperti
glibenclamide, dan antihipertensi seperti captopril.
4. Ibuprofen
 Indikasi ibuprofen adalah untuk manajemen nyeri, demam serta sebagai obat anti
inflamasi untuk berbagai penyakit seperti rheumatoid
arthritis, osteoarthritis, juvenile rheumatoid arthritis.
 Kontraindikasi ibuprofen jika terdapat riwayat reaksi hipersensitivitas terhadap
obat ini atau obat antiinflamasi nonsteroid lainnya. Peringatan pemberian untuk
menghindari penggunaan obat ini pada pasien asma, infark miokard, atau orang
dengan faktor risiko kejadian kardiovaskular
 Efek samping yang umum terjadi akibat penggunaan ibuprofen umumnya berupa
gangguan gastrointestinal, nyeri ulu hati, dan mual. Pasien berusia 65 tahun ke
atas berisiko lebih tinggi untuk mengalami efek samping kejadian gangguan
saluran cerna serius, sehingga penggunaannya perlu pemantauan khusus.
5. Naproxen

 Indikasi naproxen (naproksen) adalah untuk penanganan nyeri pada gangguan


muskuloskeletal, seperti arthritis rheumatoid, osteoarthritis, spondylitis
ankylosing, tendinitis, bursitis dan gout akut. Selain itu, dapat juga untuk
penanganan nyeri ringan sampai sedang, dan penanganan dismenore primer.
 Kontraindikasi naproxen (naproksen) adalah diberikan untuk pasien yang
memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap naproxen, atau terhadap aspirin dan
obat antiinflamasi nonsteroid lain, karena dapat menyebabkan reaksi anafilaksis.
Selain itu, naproxen juga dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan
fungsi jantung, gastrointestinal, ginjal, dan hati yang berat. Peringatan pemberian
obat ini terutama pada pasien lansia.
 Efek samping naproxen (naproksen) antara lain meningkatnya risiko penyakit
kardiovaskular trombotik, seperti infark miokard dan stroke. Naproxen juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya gangguan gastrointestinal, termasuk ulserasi,
perdarahan, dan perforasi. Penggunaan naproxen harus dimulai dari dosis efektif
terkecil dengan durasi tersingkat, terutama pada pasien geriatri.
6. Ketoprofen
 Indikasi ketoprofen untuk tata laksana osteoarthritis, rheumatoid arthritis,
dismenore, serta manajemen nyeri akut telah disetujui oleh Food and Drugs
Administration (FDA), sesuai indikasi. Terdapat penyesuaian dosis pada populasi
pasien geriatri, maupun pasien dengan gangguan renal dan hepar.
 Kontraindikasi ketoprofen absolut adalah pasien yang mengalami reaksi
hipersensitivitas terhadap ketoprofen, aspirin, atau anti-inflamasi non steroid
(OAINS) lainnya. Food and Drugs Administration (FDA) memberikan black box
warning terhadap penggunaan ketoprofen terkait kemungkinan risiko gangguan
kardiovaskuler dan gastrointestinal.
 Efek samping dan interaksi obat ketoprofen yang berpotensi fatal tetapi jarang
adalah infark miokard, stroke, perdarahan gastrointestinal berat, serta terjadinya
bronkospasme. Pemberian ketoprofen bersamaan dengan anti-inflamasi non
steroid (OAINS) lainnya dan antikoagulan, dapat meningkatkan risiko ulserasi
gastrointestinal dan perdarahan. Namun, efek samping paling sering dari
ketoprofen adalah gejala gastrointestinal berupa dispepsia dan peningkatan kadar
transaminase.

7. Diclofenac

 Diklofenak, atau diclofenac, diindikasikan untuk meredakan gejala osteoarthritis,


rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis, cedera muskuloskeletal minor, nyeri
pasca operatif dan nyeri menstruasi.
 Kontraindikasi natrium diklofenak, atau yang dikenal sebagai sodium
diclofenac adalah pada seseorang dengan riwayat hipersensitivitas dengan obat
ini, dan peringatan pemberian obat ini pada pasien yang mengalami gangguan
gastrointestinal seperti perdarahan atau iritasi lambung.
 Efek samping obat diklofenak (diclofenac) secara umum adalah gangguan
gastrointestinal, misalnya nyeri ulu hati, perdarahan, atau perforasi
gastrointestinal. Interaksi obat ini dengan alkohol atau obat golongan
antiinflamasi nonsteroid lainnya berupa peningkatan risiko efek samping ulkus
peptikum dan perdarahan saluran cerna.
8. Piroxicam

 Indikasi piroxicam yang telah disetujui FDA antara lain untuk mengurangi tanda
dan gejala osteoarthritis dan rheumatoid arthritis namun bukan sebagai terapi lini
pertama. Meski begitu piroxicam juga digunakan sebagai obat off-label untuk
gout.
 Kontraindikasi penggunaan piroxicam antara lain riwayat hipersensitivitas
terhadap piroxicam, tukak atau perdarahan lambung, bronkospasme, polip hidung
dan angioedema atau urtikaria apabila diberikan asetosal atau obat antiinflamasi
non steroid (OAINS) lain. Peringatan black box warning dari FDA diberikan
terkait risiko kardiovaskular seperti gagal jantung dan stroke, gastrointestinal,
serta beberapa kondisi lainnya.
 Efek samping umum piroxicam berupa edema, anoreksia, nyeri abdominal,
konstipasi, diare, flatulensi, mual, muntah, dizziness, nyeri kepala, vertigo,
pruritus, rash, dan tinitus. Selain itu, piroxicam juga memiliki interaksi dengan
beberapa obat-obatan yang dapat meningkatkan efek nefrotoksisitasnya seperti
ACE inhibitor, ARB, dan beta blocker.
9. Meloxicam

 Indikasi meloxicam terutama untuk nyeri kronik, seperti osteoarthritis,


rheumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis, dan ankylosing spondylosis.
Meloxicam juga dapat diberikan sebagai analgesik pasca operasi. Dosis
pemberian tergantung jenis penyakit dan usia pasien.
 Kontraindikasi dan peringatan meloxicam terutama ditunjukan pada pasien yang
memiliki hipersensitivitas terhadap meloxicam, pasien dengan gangguan
kardiovaskuler, gastrointestinal, renal, dan kehamilan.
 Efek samping meloxicam terutama dapat mengenai sistem gastrointestinal dan
kardiovaskuler, karena aktivitas penghambatan prostaglandin serta aktivitas
tromboksan A2. Interaksi obat meloxicam dapat dengan obat-obatan
kardiovaskuler, antikoagulan, kortikosteroid, serta non steroid anti inflamasi
drugs (NSAID) lainnya.
10. Ketorolac

 Indikasi utama penggunaan ketorolac adalah untuk mengatasi nyeri akut dan
digunakan dalam jangka pendek (<5 hari). Selain itu, ketorolac juga dapat diberikan
intra/post operatif pada kanker, dan migrain.
 Kontraindikasi pemakaian ketorolac, antara lain pada pasien dengan hipersensitivitas
terdapat ketorolac, riwayat perdarahan gastrointestinal, dan perdarahan
serebrovaskular aktif. Durasi maksimal penggunaan ketorolac, bentuk sediaan
apapun, adalah 5 hari.
 Ketorolac memiliki beberapa efek samping, antara lain pusing, mual, sakit kepala,
iritasi lambung, dan perforasi atau perdarahan pada saluran cerna. Penggunaan
ketorolac bersamaan dengan aspirin atau antikoagulan lain dapat meningkatkan risiko
perdarahan saluran cerna.
11. Asam mefenamat

 Indikasi asam mefenamat adalah nyeri akut derajat ringan–sedang dan dismenore.
Asam mefenamat diindikasikan pada populasi berusia ≥14 tahun dengan lama
penggunaan tidak lebih dari 7 hari.
 Kontraindikasi penggunaan asam mefenamat adalah hipersensitivitas, riwayat
ulkus peptikum atau perdarahan saluran cerna, reaksi alergi, dan penggunaan pada
pasien yang menjalani coronary artery bypass graft (CABG).
 Efek samping asam mefenamat yang utama dan berbahaya adalah reaksi
anafilaksis, perdarahan saluran cerna, gagal ginjal, efek samping hematologi, dan
kardiovaskular. Interaksi obat bisa terjadi dengan obat antihipertensi, aspirin,
diuretik, lithium, dan methotrexate.
12. Metamizole

 Indikasi dan dosis metamizole adalah nyeri berat seperti pada nyeri setelah
operasi dan nyeri kolik renal, yang diakibatkan oleh batu ginjal.
 Kontraindikasi dan peringatan metamizole adalah pada pasien yang memiliki
riwayat hipersensitivitas terhadap metamizole, diskrasia darah, dan gangguan
fungsi susmsum tulang. Jika terjadi neutropenia, metamizole harus segera
dihentikan.
 Efek samping dan interaksi obat metamizole dapat terjadi walau relatif jarang,
seperti agranulositosis dan anemia aplastik. Interaksi metamizole dengan
beberapa jenis obat, seperti sulfonilurea, dapat meningkatkan risiko hipoglikemia.
13. Diklofenak

 Diklofenak, atau diclofenac, diindikasikan untuk meredakan gejala osteoarthritis,


rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis, cedera muskuloskeletal minor, nyeri
pasca operatif dan nyeri menstruasi.
 Kontraindikasi natrium diklofenak, atau yang dikenal sebagai sodium
diclofenac adalah pada seseorang dengan riwayat hipersensitivitas dengan obat
ini, dan peringatan pemberian obat ini pada pasien yang mengalami gangguan
gastrointestinal seperti perdarahan atau iritasi lambung.
 Efek samping obat diklofenak (diclofenac) secara umum adalah gangguan
gastrointestinal, misalnya nyeri ulu hati, perdarahan, atau perforasi
gastrointestinal. Interaksi obat ini dengan alkohol atau obat golongan
antiinflamasi nonsteroid lainnya berupa peningkatan risiko efek samping ulkus
peptikum dan perdarahan saluran cerna.
14. Indometasin
 Indikasi indomethacin adalah untuk manajemen rheumatoid arthritis
simtomatik, ankylosing spondylitis, osteoarthritis, nyeri bahu akut akibat bursitis
atau tendinitis, dan arthritis gout. Obat ini juga efektif untuk menginduksi
penutupan patent ductus arteriosus (PDA). Dosis indomethacin disesuaikan
dengan bentuk sediaan dan tujuan penggunaan. Keamanan dan efikasi
penggunaan indomethacin pada anak usia <14 tahun belum diketahui.
 Kontraindikasi indomethacin adalah orang yang memiliki hipersensitivitas
terhadap obat ini. Peringatan diperlukan terkait peningkatan risiko kejadian
trombotik kardiovaskular dan gangguan gastrointestinal berat.
 Efek samping indomethacin yang perlu diwaspadai adalah peningkatan risiko
kejadian trombotik kardiovaskular serius dan gangguan gastrointestinal berat
seperti perdarahan, ulserasi, dan perforasi. Interaksi obat indomethacin yang
berpotensi fatal adalah dengan diflunisal.
15. Kodein

 Indikasi codeine atau kodein adalah untuk meredakan nyeri ringan hingga sedang
dan untuk menangani batuk kering yang disertai nyeri. Dosis codeine yang
digunakan adalah dosis terapeutik minimal yang paling aman dan berdurasi paling
singkat karena obat ini berisiko menyebabkan penyalahgunaan dan adiksi opiat.
 Kontraindikasi codeine atau kodein adalah depresi pernapasan, anak usia <12 tahun,
anak usia <18 tahun yang baru saja menjalani tonsilektomi atau adenoidektomi, dan
asma bronkial. Label peringatan obat ini menegaskan risiko terhadap pasien lansia,
pasien berat badan kurang, pasien difabel, pasien hipotensi berat, atau pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan kesadaran.
 fek samping codeine atau kodein yang terutama perlu diwaspadai adalah adiksi opiat
dan depresi pernapasan. Interaksi obat terjadi bila codeine dikonsumsi dengan obat
lain yang dimetabolisme jalur CYP2D6, seperti amiodarone, simetidin, dan
metoclopramide.
16. Penisilin

 Indikasi penicillin V adalah untuk mengatasi berbagai infeksi yang disebabkan


mikroorganisme yang sensitif terhadap obat ini. Secara klinis, penisilin V dapat
digunakan untuk infeksi saluran napas atas, demam scarlet, dan erisipelas ringan
akibat Streptococcus tanpa bakteremia. Penicillin V juga dapat digunakan untuk
mengatasi infeksi saluran napas akibat Pneumococcus, infeksi kulit dan jaringan
lunak akibat Staphylococcus, serta infeksi orofaring
akibat Fusospirochetosis termasuk gingivitis Vincent.
 Kontraindikasi penggunaan penicillin V adalah adanya riwayat reaksi
hipersensitivitas terhadap obat ini atau obat golongan penicillin lainnya.
Penggunaan bersama dengan propranolol dan nadolol juga dikontraindikasikan.
 Efek samping penicillin V yang sering adalah mual, muntah, nyeri epigastrik,
diare, dan black hairy tongue. Penicillin V memiliki interaksi dengan beberapa
obat seperti antikoagulan dan obat bakterisidal lain.
17. Cefadroxil

 Indikasi cefadroxil adalah untuk infeksi kulit, infeksi saluran kemih, abses
jaringan lunak, selulitis, faringitis, tonsillitis, infeksi telinga, gonorrhea, serta
infeksi pasca operasi.
 Kontraindikasi cefadroxil adalah penderita yang mengalami alergi terhadap
golongan obat sefalosporin. Pemberian cefadroxil juga perlu diperhatikan pada
penderita yang memiliki riwayat alergi terhadap golongan penisilin dan
betalaktam.
 Efek samping cefadroxil mencakup mual, muntah, diare, dan erupsi obat.
Cefadroxil dapat berinteraksi dengan obat lain, seperti vitamin K, vaksin, diuretik,
dan pil kontrasepsi.
18. Azithromycin
 Indikasi azithromycin adalah untuk terapi penyakit infeksi bakteri yang rentan
terhadap azithromycin. Secara klinis, azithromycin dapat digunakan untuk
pneumonia komuniti, otitis media, sinusitis bakterial, faringitis, servisitis,
uretritis, dan berbagai infeksi lainnya.
 Kontraindikasi azithromycin antara lain hipersensitivitas terhadap obat, riwayat
ikterus kolestatik atau disfungsi hati setelah konsumsi obat, dan penggunaan
azithromycin bersama pimozide. Peringatan terkait penggunaan azithromycin
meliputi risiko kardiak dan risiko infeksi Clostridium difficile.
 Efek samping azithromycin yang sering terjadi adalah diare, mual, dan nyeri
abdomen. Interaksi obat dapat terjadi pada penggunaan azithromycin bersama
obat lain, seperti nelfinavir dan warfarin.
19. PAXLOVID™

 Indikasi Paxlovid™ sebagai terapi infeksi virus COVID-19 gejala ringan hingga
sedang telah mendapat Emergency Use Authorization (EUA) dari Food and Drug
Administration (FDA). Paxlovid™, yang terdiri dari nirmatrelvir dan ritonavir,
dikonsumsi setiap 12 jam selama 5 hari.
 Salah satu kontraindikasi penggunaan Paxlovid™ adalah pada pasien dengan
hipersensitivitas terhadap Paxlovid™ atau komponen lain dalam obat ini.
Peringatan pada penggunaan Paxlovid™ berkaitan dengan penggunaan bersamaan
dengan obat lain yang klirensnya tergantung CYP3A, seperti simvastatin,
amlodipine, dan amiodarone.
 Efek samping yang paling sering terjadi pada pemberian Paxlovid™
adalah dysgeusia dan diare. Terdapat interaksi obat antara Paxlovid™ dengan
berbagai obat yang sering dipakai pada pasien komorbid, yang berisiko menderita
COVID-19 gejala berat. Interaksi obat dapat terjadi dengan simvastatin, kolkisin,
piroxicam, amiodarone, dan clozapine.
20. TETRASIKLIN
 Indikasi tetrasiklin atau tetracycline oral adalah sebagai antibiotik spektrum luas
untuk terapi acne vulgaris, sifilis, kolera, brucellosis, dan balantidiasis. Salep
mata tetrasiklin digunakan untuk konjungtivitis bakterialis dan profilaksis
konjungtivitis neonatorum. Dosis tetrasiklin oral untuk penyakit infeksi pada
dewasa umumnya 500 mg, 4 kali sehari.
 Kontraindikasi tetrasiklin atau tetracycline adalah pada pasien dengan riwayat
hipersensitivitas terhadap obat ini, juga pada wanita hamil. Peringatan
penggunaan tetrasiklin diberikan atas potensi tetrasiklin mengakibatkan
perubahan warna gigi, menghambat pertumbuhan tulang, serta mengakibatkan
fotosensitivitas dan hipertensi intrakranial.
 Efek samping tetrasiklin atau tetracycline terutama sering terjadi pada saluran
gastrointestinal, misalnya nyeri epigastrium, nausea, vomitus, dan anoreksia. Efek
samping lain dapat berupa perubahan warna pada gigi, serta gangguan
pertumbuhan pada anak-anak. Interaksi obat antara tetrasiklin dengan antibiotik,
seperti penicillin, dapat mengganggu efek bakterisidal penicillin.
21. SULFADIAZINE

 Indikasi sulfadiazine adalah terutama untuk penanganan demam reumatik,


toxoplasmosis, dan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif dan positif.
 kontraindikasi dan peringatan sulfadiazine yang perlu diperhatikan terutama pada
kondisi hipersensitivitas, lanjut usia, gangguan ginjal atau hati, serta ikterus. Obat
ini juga tdak boleh diberikan pada anak berusia <2 bulan kecuali sebagai terapi
tambahan bersama pirimetamin untuk penanganan toksoplasmosis plasma.
 Efek samping sulfadiazine yang umum terjadi adalah nyeri kepala, mual muntah,
diare, dan penurunan nafsu makan. Interaksi obat di antaranya berupa peningkatan
efek antikoagulan ketika diberikan bersama dengan warfarin.
22. AMPICILIN
 Ampicilin diindikasikan untuk mengobati infeksi saluran pernapasan, saluran
kemih dan kelamin yakni gonore tanpa komplikasi, septikemia dan meningitis,
yang disebabkan bakteri gram positif atau negatif.
 Kontraindikasi ampicillin adalah pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap
penisilin dan derivat penisilin lainnya. Peringatan penggunaan obat ini adalah
terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal serta pada penggunaan
jangka panjang yang berisiko menyebabkan superinfeksi jamur atau bakteri.
 Efek samping obat ampicillin (ampisilin) umumnya adalah gangguan
gastrointestinal berupa mual, muntah, atau diare. Interaksi obat ampicillin dengan
allopurinol dapat meningkatkan insiden terjadinya reaksi kemerahan pada kulit.
23. CIPROFLOXACIN

 Indikasi ciprofloxacin adalah sebagai antibakteri pada patogen yang rentan.


Ciprofloxacin bisa digunakan untuk infeksi di saluran napas, kulit, jaringan lunak,
telinga, tulang, sendi, saluran cerna, saluran kemih, genital, anthrax, cystic
fibrosis, dan infeksi mata.
 Kontraindikasi ciprofloxacin terutama pada pasien yang memiliki riwayat
hipersensitivitas, riwayat gangguan irama jantung seperti prolongasi QT interval,
riwayat penyakit myasthenia gravis, dan penggunaan bersamaan dengan
tizanidine. Peringatan penggunaan obat adalah terkait potensi risiko terjadinya
efek samping tendinitis, ruptur tendon, neuropati perifer, dan eksaserbasi
myasthenia gravis.
 Efek samping ciprofloxacin yang perlu diwaspadai adalah tendinitis, ruptur
tendon Achilles, neuropati perifer, dan eksaserbasi myasthenia gravis. Efek
samping berat tersebut pernah dilaporkan walaupun insidensinya cukup jarang.
Ciprofloxacin memiliki interaksi obat dengan teofilin, warfarin, antidiabetes,
phenytoin, methotrexate, siklosporin, dan produk yang mengandung logam
multivalen seperti antasida.
24. LEVOFLOXACIN

 Indikasi dan dosis levofloxacin harus disesuaikan apabila terdapat gangguan


fungsi ginjal. Pada anak, obat ini hanya dipakai pada keadaan tertentu saja.
Pemakaian levofloxacin sesuai indikasinya
 Levofloxacin kontraindikasi pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap
levofloxacin atau kuinolon golongan lainnya.

 Berbagai efek samping dan interaksi obat harus diperhatikan pada penggunaan
levofloxacin.
25. Antasida

 Indikasi antasida yang utama adalah pada kasus gastroesophageal refluks


disease (GERD). Penggunaan antasida diutamakan pada kasus GERD intermiten
dengan gejala heartburn.
 Kontraindikasi dan peringatan antasida terutama pada pasien dengan riwayat
hipersensitivitas pada kandungan antasida. Pasien dengan gagal ginjal berat tidak
disarankan mengonsumsi antasida yang mengandung natrium karena dapat
mempengaruhi tekanan darah.
 Efek samping antasida yang dapat muncul meliputi konstipasi, diare, mual,
muntah dan anoreksia. Efek samping terjadi terutama pada penggunaan obat
dalam jangka waktu lama dan tidak terkontrol. Efek samping antasida yang
muncul juga dapat berbeda tergantung oleh kandungannya.
26. Bacitracin

 Indikasi bacitracin sediaan topikal adalah untuk mengatasi infeksi kulit


superfisial. Bacitracin injeksi hanya digunakan pada kasus bayi yang mengalami
pneumonia atau empiema pleura akibat Staphylococcus. Sediaan injeksi tidak ada
di Indonesia dan telah ditarik dari peredaran oleh FDA Amerika Serikat.
 Kontraindikasi bacitracin adalah adanya riwayat hipersensitivitas terhadap
bacitracin dan komponen lain dalam sediaan. Peringatan diperlukan terkait risiko
nefrotoksisitas akibat bacitracin.
 Efek samping bacitracin yang perlu diwaspadai adalah nefrotoksisitas. FDA
Amerika Serikat telah memasukkan risiko gagal ginjal akibat penggunaan
bacitracin sistemik dalam black box warning. Interaksi obat dengan
aminoglikosida dan polymyxin sistemik akan meningkatkan risiko gangguan
ginjal.
27. Dimenhidrinat

 Indikasi dimenhydrinate atau dimenhidrinat adalah untuk tatalaksana dan


pencegahan vertigo, motion sickness, penyakit Meniere, dan hiperemesis
gravidarum. Dimenhydrinate juga dapat digunakan untuk mengurangi gejala
alergi misalnya pada rhinitis alergi dan urtikaria.
 Kontraindikasi dimenhydrinate atau dimenhidrinat adalah penggunaan pada
neonatus dan riwayat hipersensitivitas dengan obat ini atau komponennya.
Peringatan pada pengguna obat ini adalah untuk tidak mengemudikan kendaraan
atau mengoperasikan alat berat.
 Efek samping dimenhydrinate atau dimenhidrinat yang paling banyak dilaporkan
adalah rasa mengantuk. Interaksi dengan obat antidepresan dapat menyebabkan
peningkatan efek sedasi.
28. Gentamicin

 Indikasi gentamicin adalah pada infeksi mata, otitis eksterna, infeksi saluran
kemih, dan infeksi kulit.
 Kontraindikasi gentamicin adalah pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas
terhadap aminoglikosida. Hati-hati penggunaan gentamicin pada individu dengan
gangguan fungsi ginjal dan perforasi membran timpani.
 Efek samping gentamicin yang pernah dilaporkan antara lain adalah efek
ototoksik, neurotoksik, serta nefrotoksik.

29. Attapulgite
 Indikasi attapulgite adalah untuk diare akut dan keracunan makanan. Dosis obat
dibedakan berdasarkan usia.
 Kontraindikasi attapulgite di antaranya pada diare infeksius dan disentri.
Peringatan untuk tidak menggunakan obat secara jangka panjang dan tidak
memberikannya pada anak di bawah 3 tahun.
 Efek samping attapulgite berupa efek samping umum pada sistem gastrointestinal
atau sistem saraf, misalnya konstipasi dan nyeri kepala. Interaksi obat di
antaranya dengan obat antiHIV dan clindamycin.

30. Entecavir

 Indikasi entecavir adalah untuk terapi hepatitis B kronik pada orang dewasa dan
pada anak-anak berusia ≥2 tahun, yang memiliki bukti replikasi virus aktif dan
salah satu dari bukti elevasi transaminase persisten atau bukti penyakit aktif
secara histologis.
 Kontraindikasi entecavir adalah pasien dengan hipersensitivitas terhadap
entecavir atau komponen dalam formulasinya. Peringatan penggunaan meliputi
penggunaan pada pasien dengan penyakit liver, penurunan fungsi ginjal, dan
koinfeksi HIV.
 efek samping entecavir adalah hepatotoksisitas, mual, muntah, pusing, dan rasa
lemah. Interaksi obat dapat terjadi pada penggunaan bersama obat yang
mengganggu fungsi ginjal, di mana terjadi peningkatan konsentrasi kedua jenis
obat.

31. Laktulosa
 Indikasi utama laktulosa (lactulose) adalah untuk terapi konstipasi. Namun, obat
ini juga bisa digunakan untuk terapi ensefalopati hepatikum. Dosis laktulosa yang
diberikan bervariasi tergantung pada indikasi yang dituju dan pada usia pasien.
 Kontraindikasi dan peringatan laktulosa (lactulose) umumnya berhubungan
dengan kandungan galaktosa dan laktosa dalam obat tersebut. Obat ini sebaiknya
tidak diberi untuk pasien galaktosemia.
 Efek samping laktulosa (lactulose) umumnya berupa efek samping
gastrointestinal, seperti nyeri perut dan kolik abdomen. Interaksi obat laktulosa
berupa penurunan efek terapi atau peningkatan risiko efek samping dari obat lain.

32. Amitriptyline

 Indikasi amitriptyline adalah pengobatan depresi pada dewasa, nyeri neuropatik


pada dewasa, profilaksis dari tension type headache kronis pada dewasa,
profilaksis migraine pada dewasa, dan tata laksana eneuresis nokturnal pada anak.
 Kontraindikasi dari amitriptyline adalah pasien yang hipersensitif terhadap
amitriptyline dan penggunaan bersamaan dengan antidepresan monoamine
oxidase inhibitor (MAOI). Peringatan diperlukan terkait peningkatan risiko bunuh
diri.
 Efek samping amitriptyline yang berbahaya adalah peningkatan keinginan bunuh
diri pada penggunaan sebagai antidepresan dan risiko sindrom serotonin. Interaksi
obat yang berbahaya adalah dengan obat yang dapat memperpanjang interval QT,
seperti kuinidin dan procainamide.

33. Kalium
 Indikasi kalium klorida adalah pada kasus hipokalemia. Kadar kalium normal
pada dewasa adalah 3,5–5,1 mEq/L, sedangkan kadar kalium normal untuk anak
adalah 3,4–4,7 mEq/L.
 Penggunaan kalium klorida kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat
hipersensitivitas terhadap sediaan kalium dan pada pasien hiperkalemia.
Penggunaan kalium klorida perlu diperhatikan pada pasien dengan gangguan
ginjal, gangguan jantung, dan individu yang memiliki risiko mengalami
hiperkalemia.
 Kalium klorida memiliki efek samping berupa hiperkalemia jika pemberian
terlalu cepat atau melebihi dosis terapeutik. Hiperkalemia dapat menyebabkan
aritmia jantung yang berujung pada kematian.

34. Ketoprofen

 Indikasi ketoprofen untuk tata laksana osteoarthritis, rheumatoid arthritis,


dismenore, serta manajemen nyeri akut telah disetujui oleh Food and Drugs
Administration (FDA), sesuai indikasi. Terdapat penyesuaian dosis pada populasi
pasien geriatri, maupun pasien dengan gangguan renal dan hepar.
 Kontraindikasi ketoprofen absolut adalah pasien yang mengalami reaksi
hipersensitivitas terhadap ketoprofen, aspirin, atau anti-inflamasi non steroid
(OAINS) lainnya. Food and Drugs Administration (FDA) memberikan black box
warning terhadap penggunaan ketoprofen terkait kemungkinan risiko gangguan
kardiovaskuler dan gastrointestinal.
 Efek samping dan interaksi obat ketoprofen yang berpotensi fatal tetapi jarang
adalah infark miokard, stroke, perdarahan gastrointestinal berat, serta terjadinya
bronkospasme.
35. benzoyl peroxide

 Indikasi benzoyl peroxide adalah untuk tata laksana acne vulgaris dan rosacea.
Dosis benzoyl peroxide dapat disesuaikan dengan tingkat keparahan manifestasi
klinis yang dialami pasien.
 Kontraindikasi benzoyl peroxide adalah pada pasien dengan hipersensitivitas
terhadap obat ini atau komponen lain sediaan. Peringatan diperlukan terkait risiko
efek samping reaksi alergi dan iritasi berat, meskipun efek samping ini jarang
terjadi.
 Benzoyl peroxida dapat menyebabkan efek samping seperti kulit kering,
kemerahan, dan fotosensitivitas. Reaksi hipersensitivitas yang berat juga pernah
dilaporkan. Interaksi obat dapat terjadi dengan tretinoin dan isotretinoin.
36. Teofilin

 Indikasi teofilin adalah pada penanganan dan pencegahan


bronkospasme reversible yang berhubungan dengan asthma bronkial dan penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK). Perlu diketahui bahwa penggunaan teofilin sudah
tidak disarankan lagi oleh pedoman klinis terkini.
 Kontraindikasi teofilin adalah pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas
terhadap teofilin dan komponen lain dalam sediaan obat. Peringatan penggunaan
teofilin diperlukan terkait risiko eksaserbasi pada pasien dengan ulkus peptikum
aktif dan kejang.
 Efek samping teofilin umumnya ringan jika konsentrasi puncak serum kurang dari
20 mcg/mL. Efek samping umumnya bersifat transien dan serupa dengan efek
samping kafein, misalnya mual, muntah, sakit kepala, dan insomnia
37. Dexmedetomidine
 Indikasi dexmedetomidine atau deksmedetomidin awalnya adalah sebagai sedasi
sampai dengan 24 jam pada pasien ICU yang menggunakan ventilasi mekanik.
Namun, kemudian dexmedetomidine diizinkan untuk digunakan sebagai sedasi
pada pasien yang tidak terintubasi, sebelum dan/atau selama pembedahan dan
tindakan lain.
 Kontraindikasi penggunaan dexmedetomidine atau deksmedetomidin adalah pada
pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini. Penggunaan perlu
peringatan khusus pada ibu hamil dan menyusui, pasien dengan gangguan fungsi
hati dan ginjal, serta penggunaan pada anak-anak.
 Efek samping dexmedetomidine atau deksmedetomidin di antaranya hipotensi,
hipertensi, bradikardi, mual, mual, mulut kering, dan hipoksia. Dexmedetomidine
berinteraksi dengan obat anestetik, hipnotik, opioid, dan sedatif lainnya.
38. Lidocaine

 Indikasi dan dosis lidocaine atau lidokain dapat berbeda bergantung pada sediaan
yang digunakan, akan tetapi umumnya digunakan untuk tujuan anestesi lokal atau
regional. Lidokain juga dapat diberikan sebagai agen antiaritmia dalam
manajemen aritmia ventrikel.
 Kontraindikasi lidocaine adalah pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap
komponen obat ini, serta pada kondisi adanya hipovolemia, complete heart block,
sindrom Adam-Stokes, dan sindrom Wolff-Parkinson-White. Peringatan
penggunaan lidocaine harus berhati-hati pada pasien dengan kelainan hepar,
kehamilan, dan pasien menyusui.
 Efek samping lidocaine dapat terjadi di hampir seluruh sistem organ, termasuk
sistem saraf pusat dan kardiovaskular. Interaksi obat lidocaine dapat
menyebabkan peningkatan maupun penurunan konsentrasi dan efek lidocaine
maupun obat yang berinteraksi.
39. Desfluran
 Indikasi desfluran yang disetujui oleh FDA adalah induksi dan pemeliharaan
anestesi pada orang dewasa. Pada pasien anak, desfluran digunakan sebagai
pemeliharaan anestesi yang terintubasi dan telah mendapat induksi anestesi
dengan agen selain desfluran.
 Kontraindikasi desfluran adalah penggunaan pada anak yang tidak diintubasi.
Sementara, peringatan khusus adalah penggunaan desfluran pada kondisi
hiperkalemia.
 Efek samping desfluran dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular, respirasi,
neurologi, neuromuskular, dan dapat mencetuskan malignant hyperthermia, yang
dipengaruhi oleh dosis, konsentrasi absolut, dan kecepatan peningkatan
konsentrasi. Desfluran berinteraksi dengan obat-obat muscle relaxant.
40. Metronidazole

 Indikasi metronidazole adalah untuk terapi infeksi bakteri anaerob dan protozoa,
seperti pada trikomoniasis, giardiasis, dan amebiasis.
 Kontraindikasi metronidazole adalah hipersensitivitas terhadap obat, kehamilan
trimester pertama, dan penggunaan bersama disulfiram maupun alkohol.
Peringatan terkait penggunaan metronidazole meliputi adanya risiko karsinogenik
menurut hewan coba, serta risiko efek samping neurologis berat yang permanen.
 Efek samping utama metronidazole yang sering terjadi adalah kebingungan
(confusion), neuropati perifer, parageusia, mual, muntah, dan diare. Interaksi obat
dapat terjadi pada penggunaan metronidazole bersama obat lain.
41. Dextroamphetamine
 Indikasi dextroamphetamine (d-amfetamin atau dexamfetamine) yang telah
disetujui adalah narkolepsi dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).
Obat ini tidak disarankan penggunaannya pada pasien berusia kurang dari 6 tahun.
Konsumsi obat disarankan pada pagi hari, tidak pada sore atau malam hari karena
dapat menimbulkan insomnia.
 Kontraindikasi dextroamphetamine (d-amfetamin atau dexamfetamine) salah
satunya adalah pada pasien yang diketahui memiliki hipersensitivitas atau
idiosinkrasi terhadap amfetamin dan pasien yang memiliki kelainan jantung atau
riwayat penyalahgunaan zat.
 Efek samping dextroamphetamine, dikenal juga dengan d-amfetamin atau
dexamfetamine, yang perlu diperhatikan adalah risiko kardiovaskular, mulai dari
peningkatan tekanan darah hingga kematian jantung mendadak.
42. Lansoprazole

 Indikasi lansoprazole adalah untuk terapi ulkus gaster, ulkus duodenum, dan
GERD atau gastroesophageal reflux disease. Lansoprazole juga dapat dipakai
untuk terapi sindrom Zollinger-Ellison. Dosis lansoprazole yang diberikan akan
bervariasi tergantung pada indikasinya.
 Kontraindikasi lansoprazole adalah riwayat hipersensitivitas terhadap
lansoprazole atau agen proton pump inhibitor lainnya. Selain itu, lansoprazole
juga tidak boleh diberikan bersama produk yang mengandung rilpivirine.
 Efek samping lansoprazole yang sering dilaporkan adalah nyeri perut, konstipasi,
dan nyeri kepala.
43. Lorazepam
 Indikasi lorazepam adalah sebagai anti kejang, antiansietas, dan anti agitasi akut.
Lorazepam juga dapat digunakan sebagai premedikasi operatif. Penyesuaian dosis
lorazepam perlu dilakukan jika diberikan secara intravena dan intramuskular
dengan memberikan setengah dari dosis normal.
 Kontraindikasi lorazepam adalah pada pasien dengan hipersensitivitas pada
komponen obat ini, serta beberapa keadaan lain seperti glaukoma akut sudut
sempit. Perhatian khusus harus diberikan pada pasien menyusui, pasien dengan
depresi, gangguan pernapasan, gangguan ginjal, dan gangguan hepar.
 Efek samping lorazepam yang sering adalah gangguan kesadaran karena efek
sedasinya. Overdosis obat ini dapat menyebabkan toksisitas berupa depresi
saluran pernapasan dan sistem saraf pusat.
44. Thiopental

 Indikasi thiopental sodium atau pentotal adalah untuk prosedur sedasi saat induksi
anestesi, terapi status konvulsi, dan upaya untuk menurunkan tekanan intrakranial.
Thiopental juga juga digunakan untuk pengobatan insomnia.
 Kontraindikasi absolut penggunaan thiopental sodium atau pentotal adalah
hipersensitivitas terhadap golongan barbiturat. Selain itu, obat ini tidak
direkomendasikan untuk penderita penyakit porfiria dan status asmatikus.
 Efek samping thiopental sodium atau pentotal yang paling sering ditemukan
adalah depresi napas dan hipotensi. Salah satu interaksi obat yang dapat
meningkatkan risiko depresi napas dan hipotensi adalah penggunaan bersama
ketamin.
45. Alprazolam
 Indikasi alprazolam adalah untuk gangguan cemas menyeluruh dan gangguan
panik dengan atau tanpa agorafobia. Alprazolam juga dapat dipertimbangkan
pemberiannya pada pasien depresi. Alprazolam tidak disarankan untuk diberikan
pada anak-anak <18 tahun.
 Alprazolam dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitivitas alprazolam
maupun golongan benzodiazepine lainnya. Konsumsi bersamaan dengan
penghambat kuat sitokrom P450 3A (CYP3A) lainnya, seperti ketoconazole dan
itraconazole, juga dikontraindikasikan, kecuali ritonavir. Hati-hati pada
pemberian alprazolam jangka panjang, karena memiliki potensi penyalahgunaan.
 Efek samping alprazolam terutama berkaitan dengan depresi sistem saraf pusat,
seperti mengantuk, gangguan memori, dan keseimbangan. Interaksi obat dengan
alprazolam dapat meningkatkan konsentrasi obat dalam serum dan risiko efek
samping.
46. Propiltiurasil

 Indikasi propiltiurasil (PTU) adalah pada pasien dengan hipertiroid


akibat Grave’s disease atau struma multinodular toksik. PTU juga dapat
digunakan untuk mengatasi gejala hipertiroid sebelum pasien dilkukan
tiroidektomi total.
 Kontraindikasi propiltiourasil (PTU) adalah pada pasien yang memiliki riwayat
hipersensitivitas terhadap kandungan atau komponen obat. Pasien dengan riwayat
gangguan hepar atau berisiko mengalami supresi sumsum tulang memerlukan
perhatian khusus selama menggunakan PTU.
 Efek samping utama dari propiltiourasil (PTU) adalah gangguan pada hepar,
agranulositosis, dan vaskulitis. Efek samping ini dapat mengancam jiwa sehingga
perlu diawasi tanda dan gejalanya pada awal pemberian PTU.
47. Carvedilol
 indikasi dan dosis pemberian carvedilol / karvedilol berbeda-beda tergantung
kondisi yang menyertai. Secara umum, dosis awal carvedilol adalah 3.125 mg 2
kali sehari dengan dosis maksimal 25-50 mg, dua kali sehari.
 Kontraindikasi dan peringatan penggunaan carvedilol, atau disebut sebagai
karvedilol, terutama untuk pasien dengan kelainan paru seperti asthma bronkial
atau kelainan jantung seperti atrioventricular block (AV block) derajat 2 dan 3.
Peringatan untuk tidak menghentikan konsumsi carvedilol secara tiba-tiba karena
dapat memicu berbagai komplikasi, seperti infark miokard, angina pektoris, badai
tiroid, aritmia, dan hipertensi.
 Efek samping carvedilol (karvedilol) yang paling sering adalah hiperglikemia,
hipotensi, dan bradikardia. Interaksi obat carvedilol paling sering terjadi dengan
obat-obat antidiabetes, obat antihipertensi, atau obat kardiovaskular lainnya.
48. Duloxetine

 Indikasi penggunaan duloxetine adalah pada gangguan depresi mayor, gangguan


cemas menyeluruh, fibromyalgia, nyeri muskuloskeletal kronik, dan neuropati
perifer diabetik. Pada pasien yang berusia di bawah 18 tahun, duloxetine dapat
digunakan untuk gangguan cemas menyeluruh dan fibromyalgia.
 Kontraindikasi penggunaan duloxetine adalah pada pasien yang memiliki riwayat
hipersensitivitas terhadap duloxetine atau komponen penyusunnya. Selain itu,
kontraindikasi duloxetine adalah pada penggunaan bersamaan dengan monoamine
oxidase inhibitor (MAOI) seperti selegiline dan pasien dengan glaukoma sudut
tertutup yang tidak terkontrol.
 Efek samping duloxetine dapat berupa efek samping berat, seperti tercetusnya
mania atau hipomania, sindrom serotonin, dan hepatotoksisitas. Sedangkan efek
samping lain yang lebih sering ditemukan adalah nausea, mulut kering, dan sakit
kepala.
49. Imipramine
 Indikasi imipramine adalah untuk menghilangkan gejala depresi dan sebagai
terapi tambahan sementara dalam mengurangi enuresis pada anak usia 6 tahun ke
atas.
 Kontraindikasi dari imipramine adalah pasien yang hipersensitif terhadap
imipramine dan penggunaan bersamaan atau dalam 14 hari setelah menghentikan
atau memulai terapi dengan antidepresan monoamine oxidase inhibitor (MAOI)
seperti selegiline dan phenelzine.
 Efek samping dari imipramine dapat berupa pandangan kabur, konstipasi,
takikardia, kebingungan, mulut kering, retensi urine, delirium, dan glaukoma
sudut tertutup.
50. Selegiline

 Indikasi selegiline adalah untuk penatalaksanaan penyakit Parkinson. Obat ini


dapat digunakan sebagai monoterapi pada fase awal penyakit Parkinson dan terapi
adjuvan bersama levodopa. Dosis selegiline yang umumnya diberikan adalah 10
mg/hari.
 Kontraindikasi selegiline adalah pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap
obat ini dan pasien yang sedang menggunakan petidin dan obat selective
serotonin reuptake inhibitors (SSRI).
 Efek samping selegiline dapat berupa gangguan tidur, kebingungan, halusinasi,
mulut kering, gerakan abnormal, vertigo, sakit kepala, dan hipotensi postural.
Interaksi obat selegiline dapat terjadi pada penggunaan bersama petidin,
moclobemide, dan golongan antidepresan trisiklik.
51. Scopolamine

 indikasi scopolamine atau hyosin digunakan untuk penanganan mual dan muntah
terkait mabuk perjalanan (motion sickness) dan pasca operasi. Dosis yang
digunakan bisa mulai dari 10 mg untuk pasien anak-anak, dan 20 mg untuk pasien
dewasa.
 Kontraindikasi scopolamine atau hyosin adalah penggunaan pada pasien yang
memiliki riwayat alergi atau hipersensitivitas terhadap alkaloid belladonna, serta
tidak boleh diberikan untuk penderita glaukoma sudut tertutup. Peringatan
scopolamine bila diberikan pada pasien lansia, retensi urine, penyakit
kardiovaskular, obstruksi saluran cerna, gangguan hati dan ginjal, porfiria, hamil,
dan menyusui.
 efek samping scopolamine atau hyosin misalnya mengantuk, mulut kering,
pusing, penglihatan kabur, kesulitan buang air kecil, dan takikardia.
52. Phenelzine

 Indikasi phenelzine adalah untuk tata laksana depresi pada orang dewasa,
khususnya pada orang yang resisten terhadap antidepresan jenis lain. Dosis
phenelzine dapat dititrasi sesuai respons pasien terhadap pengobatan.
 Kontraindikasi phenelzine adalah pasien dengan pheochromocytoma, gagal
jantung kongestif, gangguan liver, dan gangguan ginjal. Perhatian khusus perlu
diberikan pada pasien dengan riwayat percobaan bunuh diri, pasien dengan
epilepsi, diskrasia darah, porfiria, diabetes, dan pasien yang mengonsumsi
diuretik.
 Phenelzine bisa menimbulkan berbagai efek samping yang berkaitan dengan
reseptor gamma-aminobutyric acid (GABA), melatonin, serta epinefrin. Selain
itu, interaksi obat juga dapat terjadi antara phenelzine dan beberapa obat lain,
khususnya obat yang bersifat serotonergik.
53. Apixaban

 Indikasi apixaban adalah pada berbagai kelainan tromboemboli, serta mengurangi


risiko stroke pada atrial fibrilasi non–valvular. Apixaban juga bisa digunakan
sebagai tromboprofilaksis setelah replacement surgery panggul atau lutut, serta
pengobatan dan pencegahan rekurensi deep vein thrombosis (DVT) dan emboli
paru.
 Kontraindikasi apixaban adalah pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas
terhadap obat ini atau komponennya, serta pada pasien dengan perdarahan
patologis aktif. Peringatan penggunaan apixaban adalah tidak boleh dilakukan
penghentian prematur karena malah akan meningkatkan risiko kejadian
tromboemboli.
 Efek samping apixaban yang perlu diperhatikan adalah perdarahan, sedangkan
interaksi obat dengan antikoagulan lain dapat meningkatkan risiko efek samping
perdarahan ini.
54. prothrombin complex concentrate

 Indikasi prothrombin complex concentrate (PCC) adalah untuk terapi defisiensi


faktor koagulasi dan pembalikan efek antikoagulasi obat antikoagulan, dengan
dosis yang berbeda berdasarkan indikasinya.
 Kontraindikasi pemberian prothrombin complex concentrate (PCC) adalah
riwayat penyakit tromboemboli. Peringatan pada pasien bahwa obat ini dapat
meningkatkan risiko kejadian tromboemboli.
 Efek samping prothrombin complex concentrate (PCC) mulai dari gangguan
gastrointestinal ringan hingga reaksi anafilaksis. Interaksi PCC dengan obat lain
dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan efek obat.
55. betaxoloI

 Indikasi betaxolol dalam bentuk tetes mata adalah sebagai terapi untuk tekanan
bola mata yang tinggi, yang sering ditemukan pada glaukoma dan hipertensi
okuli.
 Kontraindikasi dari penggunaan betaxolol adalah pasien dengan kondisi
hipersensitivitas, sinus bradikardi, syok kardiogenik, atau gagal jantung.
Sedangkan peringatan perlu diperhatikan pada beberapa populasi khusus seperti
pasien dengan gangguan vaskular, restriksi fungsi paru, diabetes mellitus,
gangguan fungsi tiroid, insufisiensi serebrovaskular, dan perencanaan
pembedahan.
 Efek samping betaxolol secara umum ringan, terutama saat penggunaan tetes
mata dan sesuai dosis standar. Beberapa efek samping yang dapat terjadi adalah
rasa tidak nyaman, nyeri, atau gatal pada mata, serta pandangan kabur, dan
fotofobia.
56. Fluorouracil

 Indikasi fluorouracil atau 5-fluorourasil adalah agen kemoterapi untuk berbagai


jenis tumor solid multipel, seperti kanker payudara dan keganasan saluran cerna.
Rata-rata pasien akan mendapat 6 siklus kemoterapi dengan fluorouracil.
 Kontraindikasi pemberian fluorouracil atau 5-fluorourasil kepada pasien dalam
masa kehamilan trisemester pertama, riwayat hipersensitivitas, dan
defisiensi dihydropyrimidine dehydrogenase (DPD).
 Efek samping fluorouracil atau 5-fluorourasil yang paling sering adalah alopesia,
diare, stomatitis, dan dermatitis. Interaksi obat fluorouracil yang harus dihindari
adalah yang dapat meningkatkan efek toksisitas fluorouracil, seperti pemberian
bersama dengan flucytosine dan capecitabine.
57. Digoxin

 Indikasi digoxin adalah untuk penyakit gagal jantung dan atrial fibrilasi. Dosis
digoxin oral untuk loading dose adalah 10–15 μg/kg dan 8–12 μg/kg pada
pemberian intravena. Loading dose diberikan dalam dosis terbagi.
 Kontraindikasi digoxin adalah pada pasien dengan fibrilasi ventrikel dan riwayat
hipersensitivitas terhadap digoxin atau digitalis lainnya. Peringatan penggunaan
pada pasien dengan kondisi medis tertentu, misalnya infark miokard atau
atrioventrikular blok.
 fek samping digoxin yang paling sering dijumpai adalah gejala kardiovaskular,
seperti aritmia, yang dapat berakibat fatal.
58. Dextrose

 Indikasi dextrose atau dekstrosa adalah sebagai tata laksana dan pencegahan
hipoglikemia, nutrisi parenteral dan rehidrasi, serta sebagai pelarut dari produk
obat lain. Dosis pemberian dextrose bergantung pada usia, berat badan, dan
kondisi klinis dari pasien. Jika dextrose digunakan sebagai pelarut, dosis
pemberian serta kecepatan ditentukan oleh obat yang dilarutkan.
 Kontraindikasi pemberian dextrose atau dekstrosa adalah pada pasien dengan
hipersensitivitas terhadap dextrose, riwayat trauma kepala, dehidrasi berat, serta
pada pemberian bersamaan dengan preparat darah.
 Efek samping dari dextrose atau dextrosa dapat berupa gangguan elektrolit, yaitu
hiponatremia dan hipokalemia, hiperglikemia, maupun reaksi lokal di tempat
pemberian suntikan. Interaksi obat dari dextrose juga perlu diperhatikan pada
pemberian bersama produk darah, obat dengan efek menyerupai vasopressin, dan
digoxin.
59. Ticagrelor

 Indikasi utama ticagrelor yaitu sebagai obat antiplatelet untuk mencegah


terbentuknya trombus dan komplikasi yang muncul setelah terbentuk trombus,
seperti pada sindrom koroner akut, penyakit arteri koroner, dan transient ischemic
attack.
 Kontraindikasi penggunaan ticagrelor adalah pada pasien hipersensitivitas dan
perdarahan aktif. Peringatan penggunaan ticagrelor diperlukan pada pasien yang
memiliki gangguan fungsi hepar dan risiko perdarahan.
 Efek samping ticagrelor yang sering muncul yaitu sesak dan perdarahan.
Perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan subdermal atau subkutan,
perdarahan saluran cerna, dan perdarahan saluran kemih.
60. Liraglutide

 Indikasi utama liraglutide adalah untuk mencapai kontrol glikemik pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 yang tidak berhasil mencapai kontrol glikemik setelah
menjalankan terapi antidiabetes oral dan/atau insulin, manajemen diet, dan
olahraga. Dosis liraglutide yang diberikan pada tahap awal umumnya adalah 0,6
mg per hari selama 1 minggu.
 Kontraindikasi liraglutide adalah riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini dan
riwayat karsinoma tiroid medullary pada diri sendiri maupun keluarga. Selain itu,
obat ini juga tidak dianjurkan untuk pasien sindrom neoplasia endokrin multipel
tipe 2 (MEN-2).
 efek samping liraglutide adalah mual, muntah, dispepsia, diare, konstipasi, sakit
kepala, dan fatigue. Selain itu, obat ini bisa menimbulkan infeksi saluran
pernapasan atas dan reaksi alergi.
61. Diltiazem

 Indikasi diltiazem adalah untuk penatalaksanaan hipertensi, angina pektoris, dan


aritmia. Dosis diltiazem untuk masing-masing indikasi berbeda-beda, berdasarkan
bentuk sediaan. Penyesuaian dosis perlu dilakukan pada pasien geriatri, dengan
menggunakan dosis inisial sebesar dosis terendah berdasarkan rekomendasi dosis
dewasa.
 kontraindikasi diltiazem, antara lain pada sick sinus syndrome yang tidak
menggunakan alat pacu jantung dan pada infark miokard akut. Peringatan
penggunaan diberikan pada pasien dengan gangguan hepar dan ginjal, serta terkait
risiko hipotensi.
 Efek samping diltiazem yang umum terjadi adalah edema perifer, bradikardia,
hipotensi, sakit kepala dan fatigue. Interaksi obat dapat terjadi antara diltiazem
dengan propanolol atau digoxin yang dapat meningkatkan efek samping
diltiazem.
62. Allopurinol

 Indikasi obat allopurinol adalah penyakit gout primer, gout sekunder, peningkatan
asam urat terkait pengobatan kanker, dan pada pasien dengan kalkuli kalsium
oksalat. Dosis yang digunakan mulai dari 100 mg dan dapat ditingkatkan secara
berkala hingga mencapai 800 mg/hari.
 Kontraindikasi obat allopurinol adalah hipersensitivitas. Peringatan obat
allopurinol adalah penggunaan harus dihentikan segera setelah muncul reaksi
alergi, seperti ruam.[6] Allopurinol dikontraindikasikan pada pasien dengan
varian genetik human leukocyte antigen (HLA) B*5801.
 Efek samping allopurinol adalah peningkatan insidensi serangan gout akut, ruam
kulit, gejala gastrointestinal, dan hipersensitivitas. Interaksi obat allopurinol dapat
terjadi dengan azathioprine dan 6-mercaptopurine.
63. Remdesivir

 indikasi remdesivir adalah untuk terapi COVID-19 yang memerlukan rawat inap
pada pasien dewasa dan anak berusia 12 tahun atau lebih dengan berat minimal 40
kg. Remdesivir juga telah disetujui penggunaannya pada anak berusia 28 hari atau
lebih dan berat minimal 3 kg dengan hasil tes positif SARS-CoV-2 yang dirawat
inap atau mengalami COVID-19 derajat ringan sedang dan berisiko tinggi
mengalami progresi menjadi COVID-19 berat.
 Kontraindikasi remdesivir adalah pada pasien yang memiliki hipersensitivitas
terhadap remdesivir. Peringatan khusus diperlukan pada penderita COVID-19
dengan gangguan ginjal sedang sampai berat. Perlu dilakukan pemeriksaan fungsi
ginjal dan fungsi hati sebelum pemberian remdesivir.
 Efek samping remdesivir berupa diare, peningkatan enzim hepar, acute kidney
injury, pneumothorax, acute respiratory distress syndrome, hipernatremia,
demam, syok septik, hematuria, dan delirium.
64. Mesna

 Indikasi mesna adalah untuk profilaksis sistitis hemoragik akibat kemoterapi


dengan ifosfamide atau siklofosfamid dosis tinggi. Dosis mesna akan tergantung
pada dosis ifosfamide atau dosis siklofosfamid yang digunakan dan juga
tergantung pada usia pasien yang menerima pengobatan.
 Kontraindikasi pemberian mesna adalah hipersensitivitas terhadap mesna atau
terhadap komponen thiol dan benzyl alcohol. Peringatan untuk penggunaan mesna
terutama perlu diperhatikan pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan pada
neonatus prematur karena dapat memberikan efek samping signifikan.
 Efek samping mesna paling sering terjadi pada sistem pencernaan, sistem saraf,
dan kulit. Interaksi obat mesna terutama berupa penurunan efek beberapa obat
lain seperti anisindione, dicumarol, dan warfarin.

65. Doxorubicin

 Indikasi doxorubicin adalah sebagai agen kemoterapi untuk kanker payudara,


limfoma Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, leukemia limfoblastik akut, leukemia
mieloblastik akut, dan beberapa kanker lain. Dosis doxorubicin yang dibutuhkan
bervariasi tergantung jenis kanker yang ditangani. Hingga saat ini tidak ada
rekomendasi perbedaan dosis berdasarkan usia pasien.
 Kontraindikasi penggunaan doxorubicin adalah riwayat reaksi hipersensitivitas
pada penggunaan sebelumnya, adanya gangguan jantung, atau gangguan hepar.
Peringatan khusus selama penggunaan doxorubicin adalah terkait risiko
kardiomiopati, keganasan sekunder, nekrosis jaringan, dan mielosupresi.
 Efek samping doxorubicin yang signifikan adalah toksisitas jantung, mielosupresi
berat, peningkatan risiko keganasan sekunder, dan nekrosis jaringan akibat
ekstravasasi. Interaksi doxorubicin dengan beberapa obat lainnya dapat
menyebabkan peningkatan atau penurunan konsentrasi plasma doxorubicin.
66. Docetaxel

 Indikasi docetaxel di antaranya untuk kanker payudara metastase dan non-small-


cell lung cancer dengan dosis yang direkomendasikan adalah 100 mg/m2
diberikan selama 1 jam pemakaian secara infus, setiap 3 minggu sebanyak 4–6
siklus.
 Kontraindikasi docetaxel di antaranya pada pasien dengan nilai bilirubin, serum
glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT), serum glutamic pyruvic
transaminase (SGPT), alkali fosfatase, dan transaminase di atas normal.
Peringatan untuk menyesuaikan ulang dosis docetaxel pada pasien yang
mengalami reaksi alergi, seperti eritema pada ekstremitas atau edema yang diikuti
dengan deskuamasi.
 Efek samping yang paling umum terjadi pada penggunaan docetaxel adalah
retensi cairan yang menyebabkan edema perifer. Interaksi dengan inhibitor poten
CYP3A4 akan menyebabkan biotransformasi docetaxel terganggu, sehingga
penggunaan bersamaan tidak direkomendasikan.
67. Fexofenadine

 Indikasi fexofenadine adalah untuk penatalaksanaan alergi, misalnya rhinitis


alergi dan urtikaria. Dosis fexofenadine yang digunakan perlu disesuaikan dengan
indikasi dan usia pasien yang menerima obat.
 Kontraindikasi fexofenadine adalah riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini.
Selain itu, peringatan khusus juga perlu diberikan kepada pasien dengan
gangguan ginjal yang akan menggunakan obat ini. Dosis obat biasanya perlu
dikurangi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
 Efek samping fexofenadine umumnya bersifat ringan, seperti sakit kepala, pusing,
dan mual. Interaksi obat dapat terjadi pada penggunaan fexofenadine bersama
antasida, carbamazepine, eritromisin, atau ketoconazole.

68. Pseudoephedrine

 Indikasi Pseudoephedrine adalah untuk meringankan gejala kongesti sinus dan


nasal. Pseudoephedrine banyak digunakan untuk common cold, rhinitis alergi,
atau kondisi lain termasuk berbagai infeksi saluran pernapasan atas.
 Kontraindikasi pseudoephedrine adalah pasien dengan riwayat hipersensitivitas
terhadap obat ini, serta kondisi klinis lain yang dapat memburuk dengan efek
simpatomimetik. Kondisi klinis tersebut seperti penyakit kardiovaskular seperti
hipertensi berat atau penyakit arteri koroner.

 Efek samping pseudoephedrine dapat berupa reaksi alergi, palpitasi, glaukoma,


dan mulut kering. Interaksi obat yang fatal dapat terjadi jika digunakan
bersama monoamine oxidase inhibitors (MAOI).

69. Cetirizine

 Indikasi Cetirizine, atau yang juga ditulis sebagai setirizin dapat diindikasikan
untuk mengatasi gejala reaksi alergi dengan dosis dewasa 5-10 mg per oral, sekali
sehari.
 Kontraindikasi cetirizine, atau yang juga dikenal sebagai setirizin, adalah pada
seseorang yang memiliki riwayat hipersensitivitas dengan obat ini. Peringatan
pada pengguna obat ini untuk tidak mengemudikan kendaraan, atau
mengoperasikan mesin karena risiko efek samping sedasi.
 Efek samping Penggunaan cetirizine, atau setirizin, umumnya memberikan efek
samping yang minimal, berupa mulut kering.

70. Rivaroxaban

 Indikasi rivaroxaban adalah obat antikoagulan yang bekerja sebagai inhibitor dari
faktor Xa. Rivaroxaban diindikasikan sebagai terapi preventif stroke emboli pada
pasien dengan atrial fibrilasi nonvalvular, terapi dan pencegahan deep vein
thrombosis dan emboli paru berulang, terapi profilaksis sebelum operasi hip/knee
replacement, serta terapi preventif aterotrombotik pada pasien dengan faktor
risiko kardiovaskular yang tinggi.
 Kontraindikasi rivaroxaban ditentukan berdasarkan perdarahan aktif maupun
risiko kejadian perdarahan seperti ulkus gastrointestinal dan riwayat
hipersensitivitas. Peringatan utama pada penggunaan rivaroxaban terutama terkait
efeknya sebagai antikoagulan, interaksi obat, dan metabolismenya.
 Efek samping rivaroxaban yang perlu diwaspadai adalah perdarahan, di mana
interaksi obat dengan inhibitor kuat CYP3A4 dapat meningkatkan risiko ini.
71. Sertraline

 Indikasi utama penggunaan sertraline adalah sebagai pengobatan lini pertama


terhadap gangguan depresi berat pada dewasa. The Food and Drug
Administration (FDA) juga sudah menyetujui indikasi lain dari pengobatan
sertraline, diantaranya sebagai pengobatan pada gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan panik, gangguan stress pasca trauma, gangguan kecemasan sosial, dan
gangguan disforia premenstrual.
 Kontraindikasi penggunaan sertraline adalah pada pasien yang hipersensitif
terhadap sertraline dan penggunaan bersamaan dengan antidepresan Monoamine
Oxidase Inhibitors (MAOI) seperti selegiline. Peringatan penggunaan sertraline
terkait pemakaiannya pada pasien anak dan remaja karena peningkatan risiko
bunuh diri.
 Efek samping dari sertraline yang banyak dikeluhkan adalah efek terhadap saluran
pencernaan dan sistem saraf pusat. Interaksi obat sertraline dengan antidepresan
lain berbahaya karena risiko tinggi terjadi sindrom serotonin.
72. Tranylcypromine

 indikasi tranylcypromine adalah untuk pasien dengan depresi atau major


depressive disorder (MDD). Dosis awal tranylcypromine yang umum diberikan
adalah 10 mg/kali sebanyak dua kali per hari pada orang dewasa. Dosis kemudian
dapat disesuaikan dengan respons pasien. Pemberian pada anak-anak tidak
dianjurkan.
 Kontraindikasi tranylcypromine adalah hipersensitivitas, skizofrenia, porfiria,
penyakit serebrovaskular, penyakit kardiovaskular berat, pheochromocytoma,
dikariasia darah, hipertiroid, dan kerusakan hepar.
 Efek samping tranylcypromine yang dapat bersifat fatal adalah krisis hipertensi
yang mungkin timbul akibat konsumsi makanan atau minuman yang kaya
tyramine.
73. Loratadine

 Indikasi dan dosis loratadine untuk mengatasi gejala yang berhubungan dengan
respon alergi dan dimediasi oleh histamin seperti pada kondisi rhinitis alergi dan
urtikaria. Antihistamin generasi kedua tidak diindikasikan untuk pasien dengan
gejala common cold karena tidak memiliki efek antikolinergik yang signifikan.
 Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitivitas pada loratadine
atau komponen yang terkandung dalam obat.
 Efek samping loratadine yang paling sering adalah sakit kepala. Penurunan
kesadaran sebagai efek samping loratadine jarang ditemukan karena loratadine
adalah antihistamin generasi kedua.
74. Nitrogliserin

 Indikasi nitrogliserin adalah untuk mengurangi gejala serangan akut atau untuk
profilaksis akut angina pektoris yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner.
 Nitrogliserin memiliki beberapa kontraindikasi penggunaan, salah satunya adalah
pada pasien dengan riwayat alergi terhadap obat ini atau komponennya.
Penggunaan nitrogliserin harus berhati-hati pada pasien hipotiroidisme dan
malnutrisi.
 Nitrogliserin memiliki beberapa efek samping seperti hipotensi, sakit kepala, dan
mual muntah.
75. Methylergometrine

 Indikasi methylergometrine atau methylergonovine adalah untuk mencegah dan


menata laksana perdarahan postpartum akibat subinvolusi uterus dan inersia
uterus, mencegah atonia uterus setelah caesarean section, dan mengontrol
perdarahan akibat abortus. Obat ini tidak digunakan untuk anak-anak.
 Kontraindikasi utama methylergometrine atau methylergonovine adalah pada
kehamilan karena efeknya sebagai uterotonika. Peringatan penggunaan
methylergometrine yang perlu diperhatikan adalah cara injeksi, yang harus
dilakukan secara lambat sekitar 60 detik untuk menghindari efek samping
hipertensi yang dapat muncul mendadak.
 Efek samping methylergometrine atau methylergonovine dapat berupa hipertensi,
sakit kepala, pusing, mual, dan muntah. Interaksi obat bisa terjadi pada pemakaian
bersama obat inhibitor CYP3A4, yang meningkatkan konsentrasi
methylergometrine, sehingga meningkatkan risiko hipertensi dan vasokonstriksi
perifer.
LITERATUR

DR.Dr riawati MmeDPH, alomedika


DR.shofa nisrina luthfiyani, alomedika
DR.Alvi Muldani, alomedika
DR. novita mawar harini Sp.FK, alomedika
DR. karina sutanto,alomedika
DR. bunga saridewi, alomedika
DR. naila fariq alfiani, alomedika
DR. meyke liechandra, alomedika
DR. steven johanes adrian, alomedika
DR. reni widyastuti, alomedika
DR. audrey amily sunita, alomedika
DR. queen sugih ariyani,alomedika
DR. giovanni gilberta, alomedika
DR. putri kumala sari, alomedika
DR.william sumoro, alomedika
DR.novita, alomedika
DR.tannesa audrey wihardji, alomedika
DR. agnes noveria tjouwardi, alomedika

Anda mungkin juga menyukai