FARMAKOLOGI
TINGKAT IA
2023/2024
1. Paracetamol
Indikasi paracetamol adalah untuk meredakan gejala demam dan nyeri pada
berbagai penyakit seperti demam dengue, tifoid, dan infeksi saluran kemih.
Kontraindikasi paracetamol adalah pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas
dan penyakit hepar aktif derajat berat. Paracetamol tidak dapat digunakan pada
pasien yang memiliki hipersensitivitas terhadap paracetamol dan penyakit hepar
aktif derajat berat.
Efek samping pada paracetamol dapat dikelompokkan berdasarkan sistem organ.
Efek samping yang sering ditemukan adalah gangguan pada hepar. Hal ini
ditemukan pada 1 – 10% penggunaan paracetamol. Pada sistem gastrointestinal,
mual dan muntah dapat ditemukan sampai 15%. Efek samping lain seperti nyeri
perut, diare, konstipasi, dispepsia juga dapat ditemukan.
2. Amoxcilin
Indikasi aspirin atau asam asetilsalisilat adalah sebagai analgesik dan antipiretik,
serta sebagai antiagregasi platelet pada kasus penyakit jantung koroner, stroke,
dan transient ischemic attack (TIA). Dosis berbeda tergantung indikasi.
Kontraindikasi aspirin atau asam asetilsalisilat adalah pada pasien dengan
hipersensitivitas terhadap obat ini. Peringatan diperlukan terkait risiko sindrom
Reye jika aspirin digunakan pada anak dan remaja.
Efek samping aspirin atau asam asetilsalisilat yang sering dilaporkan adalah
gangguan saluran cerna. Selain itu, pada penggunaan dengan dosis lebih besar
perlu diwaspadai efek samping perdarahan. Interaksi obat dengan aspirin dapat
terjadi jika digunakan bersama dengan warfarin, phenytoin, sulfonilurea seperti
glibenclamide, dan antihipertensi seperti captopril.
4. Ibuprofen
Indikasi ibuprofen adalah untuk manajemen nyeri, demam serta sebagai obat anti
inflamasi untuk berbagai penyakit seperti rheumatoid
arthritis, osteoarthritis, juvenile rheumatoid arthritis.
Kontraindikasi ibuprofen jika terdapat riwayat reaksi hipersensitivitas terhadap
obat ini atau obat antiinflamasi nonsteroid lainnya. Peringatan pemberian untuk
menghindari penggunaan obat ini pada pasien asma, infark miokard, atau orang
dengan faktor risiko kejadian kardiovaskular
Efek samping yang umum terjadi akibat penggunaan ibuprofen umumnya berupa
gangguan gastrointestinal, nyeri ulu hati, dan mual. Pasien berusia 65 tahun ke
atas berisiko lebih tinggi untuk mengalami efek samping kejadian gangguan
saluran cerna serius, sehingga penggunaannya perlu pemantauan khusus.
5. Naproxen
7. Diclofenac
Indikasi piroxicam yang telah disetujui FDA antara lain untuk mengurangi tanda
dan gejala osteoarthritis dan rheumatoid arthritis namun bukan sebagai terapi lini
pertama. Meski begitu piroxicam juga digunakan sebagai obat off-label untuk
gout.
Kontraindikasi penggunaan piroxicam antara lain riwayat hipersensitivitas
terhadap piroxicam, tukak atau perdarahan lambung, bronkospasme, polip hidung
dan angioedema atau urtikaria apabila diberikan asetosal atau obat antiinflamasi
non steroid (OAINS) lain. Peringatan black box warning dari FDA diberikan
terkait risiko kardiovaskular seperti gagal jantung dan stroke, gastrointestinal,
serta beberapa kondisi lainnya.
Efek samping umum piroxicam berupa edema, anoreksia, nyeri abdominal,
konstipasi, diare, flatulensi, mual, muntah, dizziness, nyeri kepala, vertigo,
pruritus, rash, dan tinitus. Selain itu, piroxicam juga memiliki interaksi dengan
beberapa obat-obatan yang dapat meningkatkan efek nefrotoksisitasnya seperti
ACE inhibitor, ARB, dan beta blocker.
9. Meloxicam
Indikasi utama penggunaan ketorolac adalah untuk mengatasi nyeri akut dan
digunakan dalam jangka pendek (<5 hari). Selain itu, ketorolac juga dapat diberikan
intra/post operatif pada kanker, dan migrain.
Kontraindikasi pemakaian ketorolac, antara lain pada pasien dengan hipersensitivitas
terdapat ketorolac, riwayat perdarahan gastrointestinal, dan perdarahan
serebrovaskular aktif. Durasi maksimal penggunaan ketorolac, bentuk sediaan
apapun, adalah 5 hari.
Ketorolac memiliki beberapa efek samping, antara lain pusing, mual, sakit kepala,
iritasi lambung, dan perforasi atau perdarahan pada saluran cerna. Penggunaan
ketorolac bersamaan dengan aspirin atau antikoagulan lain dapat meningkatkan risiko
perdarahan saluran cerna.
11. Asam mefenamat
Indikasi asam mefenamat adalah nyeri akut derajat ringan–sedang dan dismenore.
Asam mefenamat diindikasikan pada populasi berusia ≥14 tahun dengan lama
penggunaan tidak lebih dari 7 hari.
Kontraindikasi penggunaan asam mefenamat adalah hipersensitivitas, riwayat
ulkus peptikum atau perdarahan saluran cerna, reaksi alergi, dan penggunaan pada
pasien yang menjalani coronary artery bypass graft (CABG).
Efek samping asam mefenamat yang utama dan berbahaya adalah reaksi
anafilaksis, perdarahan saluran cerna, gagal ginjal, efek samping hematologi, dan
kardiovaskular. Interaksi obat bisa terjadi dengan obat antihipertensi, aspirin,
diuretik, lithium, dan methotrexate.
12. Metamizole
Indikasi dan dosis metamizole adalah nyeri berat seperti pada nyeri setelah
operasi dan nyeri kolik renal, yang diakibatkan oleh batu ginjal.
Kontraindikasi dan peringatan metamizole adalah pada pasien yang memiliki
riwayat hipersensitivitas terhadap metamizole, diskrasia darah, dan gangguan
fungsi susmsum tulang. Jika terjadi neutropenia, metamizole harus segera
dihentikan.
Efek samping dan interaksi obat metamizole dapat terjadi walau relatif jarang,
seperti agranulositosis dan anemia aplastik. Interaksi metamizole dengan
beberapa jenis obat, seperti sulfonilurea, dapat meningkatkan risiko hipoglikemia.
13. Diklofenak
Indikasi codeine atau kodein adalah untuk meredakan nyeri ringan hingga sedang
dan untuk menangani batuk kering yang disertai nyeri. Dosis codeine yang
digunakan adalah dosis terapeutik minimal yang paling aman dan berdurasi paling
singkat karena obat ini berisiko menyebabkan penyalahgunaan dan adiksi opiat.
Kontraindikasi codeine atau kodein adalah depresi pernapasan, anak usia <12 tahun,
anak usia <18 tahun yang baru saja menjalani tonsilektomi atau adenoidektomi, dan
asma bronkial. Label peringatan obat ini menegaskan risiko terhadap pasien lansia,
pasien berat badan kurang, pasien difabel, pasien hipotensi berat, atau pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan kesadaran.
fek samping codeine atau kodein yang terutama perlu diwaspadai adalah adiksi opiat
dan depresi pernapasan. Interaksi obat terjadi bila codeine dikonsumsi dengan obat
lain yang dimetabolisme jalur CYP2D6, seperti amiodarone, simetidin, dan
metoclopramide.
16. Penisilin
Indikasi cefadroxil adalah untuk infeksi kulit, infeksi saluran kemih, abses
jaringan lunak, selulitis, faringitis, tonsillitis, infeksi telinga, gonorrhea, serta
infeksi pasca operasi.
Kontraindikasi cefadroxil adalah penderita yang mengalami alergi terhadap
golongan obat sefalosporin. Pemberian cefadroxil juga perlu diperhatikan pada
penderita yang memiliki riwayat alergi terhadap golongan penisilin dan
betalaktam.
Efek samping cefadroxil mencakup mual, muntah, diare, dan erupsi obat.
Cefadroxil dapat berinteraksi dengan obat lain, seperti vitamin K, vaksin, diuretik,
dan pil kontrasepsi.
18. Azithromycin
Indikasi azithromycin adalah untuk terapi penyakit infeksi bakteri yang rentan
terhadap azithromycin. Secara klinis, azithromycin dapat digunakan untuk
pneumonia komuniti, otitis media, sinusitis bakterial, faringitis, servisitis,
uretritis, dan berbagai infeksi lainnya.
Kontraindikasi azithromycin antara lain hipersensitivitas terhadap obat, riwayat
ikterus kolestatik atau disfungsi hati setelah konsumsi obat, dan penggunaan
azithromycin bersama pimozide. Peringatan terkait penggunaan azithromycin
meliputi risiko kardiak dan risiko infeksi Clostridium difficile.
Efek samping azithromycin yang sering terjadi adalah diare, mual, dan nyeri
abdomen. Interaksi obat dapat terjadi pada penggunaan azithromycin bersama
obat lain, seperti nelfinavir dan warfarin.
19. PAXLOVID™
Indikasi Paxlovid™ sebagai terapi infeksi virus COVID-19 gejala ringan hingga
sedang telah mendapat Emergency Use Authorization (EUA) dari Food and Drug
Administration (FDA). Paxlovid™, yang terdiri dari nirmatrelvir dan ritonavir,
dikonsumsi setiap 12 jam selama 5 hari.
Salah satu kontraindikasi penggunaan Paxlovid™ adalah pada pasien dengan
hipersensitivitas terhadap Paxlovid™ atau komponen lain dalam obat ini.
Peringatan pada penggunaan Paxlovid™ berkaitan dengan penggunaan bersamaan
dengan obat lain yang klirensnya tergantung CYP3A, seperti simvastatin,
amlodipine, dan amiodarone.
Efek samping yang paling sering terjadi pada pemberian Paxlovid™
adalah dysgeusia dan diare. Terdapat interaksi obat antara Paxlovid™ dengan
berbagai obat yang sering dipakai pada pasien komorbid, yang berisiko menderita
COVID-19 gejala berat. Interaksi obat dapat terjadi dengan simvastatin, kolkisin,
piroxicam, amiodarone, dan clozapine.
20. TETRASIKLIN
Indikasi tetrasiklin atau tetracycline oral adalah sebagai antibiotik spektrum luas
untuk terapi acne vulgaris, sifilis, kolera, brucellosis, dan balantidiasis. Salep
mata tetrasiklin digunakan untuk konjungtivitis bakterialis dan profilaksis
konjungtivitis neonatorum. Dosis tetrasiklin oral untuk penyakit infeksi pada
dewasa umumnya 500 mg, 4 kali sehari.
Kontraindikasi tetrasiklin atau tetracycline adalah pada pasien dengan riwayat
hipersensitivitas terhadap obat ini, juga pada wanita hamil. Peringatan
penggunaan tetrasiklin diberikan atas potensi tetrasiklin mengakibatkan
perubahan warna gigi, menghambat pertumbuhan tulang, serta mengakibatkan
fotosensitivitas dan hipertensi intrakranial.
Efek samping tetrasiklin atau tetracycline terutama sering terjadi pada saluran
gastrointestinal, misalnya nyeri epigastrium, nausea, vomitus, dan anoreksia. Efek
samping lain dapat berupa perubahan warna pada gigi, serta gangguan
pertumbuhan pada anak-anak. Interaksi obat antara tetrasiklin dengan antibiotik,
seperti penicillin, dapat mengganggu efek bakterisidal penicillin.
21. SULFADIAZINE
Berbagai efek samping dan interaksi obat harus diperhatikan pada penggunaan
levofloxacin.
25. Antasida
Indikasi gentamicin adalah pada infeksi mata, otitis eksterna, infeksi saluran
kemih, dan infeksi kulit.
Kontraindikasi gentamicin adalah pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas
terhadap aminoglikosida. Hati-hati penggunaan gentamicin pada individu dengan
gangguan fungsi ginjal dan perforasi membran timpani.
Efek samping gentamicin yang pernah dilaporkan antara lain adalah efek
ototoksik, neurotoksik, serta nefrotoksik.
29. Attapulgite
Indikasi attapulgite adalah untuk diare akut dan keracunan makanan. Dosis obat
dibedakan berdasarkan usia.
Kontraindikasi attapulgite di antaranya pada diare infeksius dan disentri.
Peringatan untuk tidak menggunakan obat secara jangka panjang dan tidak
memberikannya pada anak di bawah 3 tahun.
Efek samping attapulgite berupa efek samping umum pada sistem gastrointestinal
atau sistem saraf, misalnya konstipasi dan nyeri kepala. Interaksi obat di
antaranya dengan obat antiHIV dan clindamycin.
30. Entecavir
Indikasi entecavir adalah untuk terapi hepatitis B kronik pada orang dewasa dan
pada anak-anak berusia ≥2 tahun, yang memiliki bukti replikasi virus aktif dan
salah satu dari bukti elevasi transaminase persisten atau bukti penyakit aktif
secara histologis.
Kontraindikasi entecavir adalah pasien dengan hipersensitivitas terhadap
entecavir atau komponen dalam formulasinya. Peringatan penggunaan meliputi
penggunaan pada pasien dengan penyakit liver, penurunan fungsi ginjal, dan
koinfeksi HIV.
efek samping entecavir adalah hepatotoksisitas, mual, muntah, pusing, dan rasa
lemah. Interaksi obat dapat terjadi pada penggunaan bersama obat yang
mengganggu fungsi ginjal, di mana terjadi peningkatan konsentrasi kedua jenis
obat.
31. Laktulosa
Indikasi utama laktulosa (lactulose) adalah untuk terapi konstipasi. Namun, obat
ini juga bisa digunakan untuk terapi ensefalopati hepatikum. Dosis laktulosa yang
diberikan bervariasi tergantung pada indikasi yang dituju dan pada usia pasien.
Kontraindikasi dan peringatan laktulosa (lactulose) umumnya berhubungan
dengan kandungan galaktosa dan laktosa dalam obat tersebut. Obat ini sebaiknya
tidak diberi untuk pasien galaktosemia.
Efek samping laktulosa (lactulose) umumnya berupa efek samping
gastrointestinal, seperti nyeri perut dan kolik abdomen. Interaksi obat laktulosa
berupa penurunan efek terapi atau peningkatan risiko efek samping dari obat lain.
32. Amitriptyline
33. Kalium
Indikasi kalium klorida adalah pada kasus hipokalemia. Kadar kalium normal
pada dewasa adalah 3,5–5,1 mEq/L, sedangkan kadar kalium normal untuk anak
adalah 3,4–4,7 mEq/L.
Penggunaan kalium klorida kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat
hipersensitivitas terhadap sediaan kalium dan pada pasien hiperkalemia.
Penggunaan kalium klorida perlu diperhatikan pada pasien dengan gangguan
ginjal, gangguan jantung, dan individu yang memiliki risiko mengalami
hiperkalemia.
Kalium klorida memiliki efek samping berupa hiperkalemia jika pemberian
terlalu cepat atau melebihi dosis terapeutik. Hiperkalemia dapat menyebabkan
aritmia jantung yang berujung pada kematian.
34. Ketoprofen
Indikasi benzoyl peroxide adalah untuk tata laksana acne vulgaris dan rosacea.
Dosis benzoyl peroxide dapat disesuaikan dengan tingkat keparahan manifestasi
klinis yang dialami pasien.
Kontraindikasi benzoyl peroxide adalah pada pasien dengan hipersensitivitas
terhadap obat ini atau komponen lain sediaan. Peringatan diperlukan terkait risiko
efek samping reaksi alergi dan iritasi berat, meskipun efek samping ini jarang
terjadi.
Benzoyl peroxida dapat menyebabkan efek samping seperti kulit kering,
kemerahan, dan fotosensitivitas. Reaksi hipersensitivitas yang berat juga pernah
dilaporkan. Interaksi obat dapat terjadi dengan tretinoin dan isotretinoin.
36. Teofilin
Indikasi dan dosis lidocaine atau lidokain dapat berbeda bergantung pada sediaan
yang digunakan, akan tetapi umumnya digunakan untuk tujuan anestesi lokal atau
regional. Lidokain juga dapat diberikan sebagai agen antiaritmia dalam
manajemen aritmia ventrikel.
Kontraindikasi lidocaine adalah pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap
komponen obat ini, serta pada kondisi adanya hipovolemia, complete heart block,
sindrom Adam-Stokes, dan sindrom Wolff-Parkinson-White. Peringatan
penggunaan lidocaine harus berhati-hati pada pasien dengan kelainan hepar,
kehamilan, dan pasien menyusui.
Efek samping lidocaine dapat terjadi di hampir seluruh sistem organ, termasuk
sistem saraf pusat dan kardiovaskular. Interaksi obat lidocaine dapat
menyebabkan peningkatan maupun penurunan konsentrasi dan efek lidocaine
maupun obat yang berinteraksi.
39. Desfluran
Indikasi desfluran yang disetujui oleh FDA adalah induksi dan pemeliharaan
anestesi pada orang dewasa. Pada pasien anak, desfluran digunakan sebagai
pemeliharaan anestesi yang terintubasi dan telah mendapat induksi anestesi
dengan agen selain desfluran.
Kontraindikasi desfluran adalah penggunaan pada anak yang tidak diintubasi.
Sementara, peringatan khusus adalah penggunaan desfluran pada kondisi
hiperkalemia.
Efek samping desfluran dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular, respirasi,
neurologi, neuromuskular, dan dapat mencetuskan malignant hyperthermia, yang
dipengaruhi oleh dosis, konsentrasi absolut, dan kecepatan peningkatan
konsentrasi. Desfluran berinteraksi dengan obat-obat muscle relaxant.
40. Metronidazole
Indikasi metronidazole adalah untuk terapi infeksi bakteri anaerob dan protozoa,
seperti pada trikomoniasis, giardiasis, dan amebiasis.
Kontraindikasi metronidazole adalah hipersensitivitas terhadap obat, kehamilan
trimester pertama, dan penggunaan bersama disulfiram maupun alkohol.
Peringatan terkait penggunaan metronidazole meliputi adanya risiko karsinogenik
menurut hewan coba, serta risiko efek samping neurologis berat yang permanen.
Efek samping utama metronidazole yang sering terjadi adalah kebingungan
(confusion), neuropati perifer, parageusia, mual, muntah, dan diare. Interaksi obat
dapat terjadi pada penggunaan metronidazole bersama obat lain.
41. Dextroamphetamine
Indikasi dextroamphetamine (d-amfetamin atau dexamfetamine) yang telah
disetujui adalah narkolepsi dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).
Obat ini tidak disarankan penggunaannya pada pasien berusia kurang dari 6 tahun.
Konsumsi obat disarankan pada pagi hari, tidak pada sore atau malam hari karena
dapat menimbulkan insomnia.
Kontraindikasi dextroamphetamine (d-amfetamin atau dexamfetamine) salah
satunya adalah pada pasien yang diketahui memiliki hipersensitivitas atau
idiosinkrasi terhadap amfetamin dan pasien yang memiliki kelainan jantung atau
riwayat penyalahgunaan zat.
Efek samping dextroamphetamine, dikenal juga dengan d-amfetamin atau
dexamfetamine, yang perlu diperhatikan adalah risiko kardiovaskular, mulai dari
peningkatan tekanan darah hingga kematian jantung mendadak.
42. Lansoprazole
Indikasi lansoprazole adalah untuk terapi ulkus gaster, ulkus duodenum, dan
GERD atau gastroesophageal reflux disease. Lansoprazole juga dapat dipakai
untuk terapi sindrom Zollinger-Ellison. Dosis lansoprazole yang diberikan akan
bervariasi tergantung pada indikasinya.
Kontraindikasi lansoprazole adalah riwayat hipersensitivitas terhadap
lansoprazole atau agen proton pump inhibitor lainnya. Selain itu, lansoprazole
juga tidak boleh diberikan bersama produk yang mengandung rilpivirine.
Efek samping lansoprazole yang sering dilaporkan adalah nyeri perut, konstipasi,
dan nyeri kepala.
43. Lorazepam
Indikasi lorazepam adalah sebagai anti kejang, antiansietas, dan anti agitasi akut.
Lorazepam juga dapat digunakan sebagai premedikasi operatif. Penyesuaian dosis
lorazepam perlu dilakukan jika diberikan secara intravena dan intramuskular
dengan memberikan setengah dari dosis normal.
Kontraindikasi lorazepam adalah pada pasien dengan hipersensitivitas pada
komponen obat ini, serta beberapa keadaan lain seperti glaukoma akut sudut
sempit. Perhatian khusus harus diberikan pada pasien menyusui, pasien dengan
depresi, gangguan pernapasan, gangguan ginjal, dan gangguan hepar.
Efek samping lorazepam yang sering adalah gangguan kesadaran karena efek
sedasinya. Overdosis obat ini dapat menyebabkan toksisitas berupa depresi
saluran pernapasan dan sistem saraf pusat.
44. Thiopental
Indikasi thiopental sodium atau pentotal adalah untuk prosedur sedasi saat induksi
anestesi, terapi status konvulsi, dan upaya untuk menurunkan tekanan intrakranial.
Thiopental juga juga digunakan untuk pengobatan insomnia.
Kontraindikasi absolut penggunaan thiopental sodium atau pentotal adalah
hipersensitivitas terhadap golongan barbiturat. Selain itu, obat ini tidak
direkomendasikan untuk penderita penyakit porfiria dan status asmatikus.
Efek samping thiopental sodium atau pentotal yang paling sering ditemukan
adalah depresi napas dan hipotensi. Salah satu interaksi obat yang dapat
meningkatkan risiko depresi napas dan hipotensi adalah penggunaan bersama
ketamin.
45. Alprazolam
Indikasi alprazolam adalah untuk gangguan cemas menyeluruh dan gangguan
panik dengan atau tanpa agorafobia. Alprazolam juga dapat dipertimbangkan
pemberiannya pada pasien depresi. Alprazolam tidak disarankan untuk diberikan
pada anak-anak <18 tahun.
Alprazolam dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitivitas alprazolam
maupun golongan benzodiazepine lainnya. Konsumsi bersamaan dengan
penghambat kuat sitokrom P450 3A (CYP3A) lainnya, seperti ketoconazole dan
itraconazole, juga dikontraindikasikan, kecuali ritonavir. Hati-hati pada
pemberian alprazolam jangka panjang, karena memiliki potensi penyalahgunaan.
Efek samping alprazolam terutama berkaitan dengan depresi sistem saraf pusat,
seperti mengantuk, gangguan memori, dan keseimbangan. Interaksi obat dengan
alprazolam dapat meningkatkan konsentrasi obat dalam serum dan risiko efek
samping.
46. Propiltiurasil
indikasi scopolamine atau hyosin digunakan untuk penanganan mual dan muntah
terkait mabuk perjalanan (motion sickness) dan pasca operasi. Dosis yang
digunakan bisa mulai dari 10 mg untuk pasien anak-anak, dan 20 mg untuk pasien
dewasa.
Kontraindikasi scopolamine atau hyosin adalah penggunaan pada pasien yang
memiliki riwayat alergi atau hipersensitivitas terhadap alkaloid belladonna, serta
tidak boleh diberikan untuk penderita glaukoma sudut tertutup. Peringatan
scopolamine bila diberikan pada pasien lansia, retensi urine, penyakit
kardiovaskular, obstruksi saluran cerna, gangguan hati dan ginjal, porfiria, hamil,
dan menyusui.
efek samping scopolamine atau hyosin misalnya mengantuk, mulut kering,
pusing, penglihatan kabur, kesulitan buang air kecil, dan takikardia.
52. Phenelzine
Indikasi phenelzine adalah untuk tata laksana depresi pada orang dewasa,
khususnya pada orang yang resisten terhadap antidepresan jenis lain. Dosis
phenelzine dapat dititrasi sesuai respons pasien terhadap pengobatan.
Kontraindikasi phenelzine adalah pasien dengan pheochromocytoma, gagal
jantung kongestif, gangguan liver, dan gangguan ginjal. Perhatian khusus perlu
diberikan pada pasien dengan riwayat percobaan bunuh diri, pasien dengan
epilepsi, diskrasia darah, porfiria, diabetes, dan pasien yang mengonsumsi
diuretik.
Phenelzine bisa menimbulkan berbagai efek samping yang berkaitan dengan
reseptor gamma-aminobutyric acid (GABA), melatonin, serta epinefrin. Selain
itu, interaksi obat juga dapat terjadi antara phenelzine dan beberapa obat lain,
khususnya obat yang bersifat serotonergik.
53. Apixaban
Indikasi betaxolol dalam bentuk tetes mata adalah sebagai terapi untuk tekanan
bola mata yang tinggi, yang sering ditemukan pada glaukoma dan hipertensi
okuli.
Kontraindikasi dari penggunaan betaxolol adalah pasien dengan kondisi
hipersensitivitas, sinus bradikardi, syok kardiogenik, atau gagal jantung.
Sedangkan peringatan perlu diperhatikan pada beberapa populasi khusus seperti
pasien dengan gangguan vaskular, restriksi fungsi paru, diabetes mellitus,
gangguan fungsi tiroid, insufisiensi serebrovaskular, dan perencanaan
pembedahan.
Efek samping betaxolol secara umum ringan, terutama saat penggunaan tetes
mata dan sesuai dosis standar. Beberapa efek samping yang dapat terjadi adalah
rasa tidak nyaman, nyeri, atau gatal pada mata, serta pandangan kabur, dan
fotofobia.
56. Fluorouracil
Indikasi digoxin adalah untuk penyakit gagal jantung dan atrial fibrilasi. Dosis
digoxin oral untuk loading dose adalah 10–15 μg/kg dan 8–12 μg/kg pada
pemberian intravena. Loading dose diberikan dalam dosis terbagi.
Kontraindikasi digoxin adalah pada pasien dengan fibrilasi ventrikel dan riwayat
hipersensitivitas terhadap digoxin atau digitalis lainnya. Peringatan penggunaan
pada pasien dengan kondisi medis tertentu, misalnya infark miokard atau
atrioventrikular blok.
fek samping digoxin yang paling sering dijumpai adalah gejala kardiovaskular,
seperti aritmia, yang dapat berakibat fatal.
58. Dextrose
Indikasi dextrose atau dekstrosa adalah sebagai tata laksana dan pencegahan
hipoglikemia, nutrisi parenteral dan rehidrasi, serta sebagai pelarut dari produk
obat lain. Dosis pemberian dextrose bergantung pada usia, berat badan, dan
kondisi klinis dari pasien. Jika dextrose digunakan sebagai pelarut, dosis
pemberian serta kecepatan ditentukan oleh obat yang dilarutkan.
Kontraindikasi pemberian dextrose atau dekstrosa adalah pada pasien dengan
hipersensitivitas terhadap dextrose, riwayat trauma kepala, dehidrasi berat, serta
pada pemberian bersamaan dengan preparat darah.
Efek samping dari dextrose atau dextrosa dapat berupa gangguan elektrolit, yaitu
hiponatremia dan hipokalemia, hiperglikemia, maupun reaksi lokal di tempat
pemberian suntikan. Interaksi obat dari dextrose juga perlu diperhatikan pada
pemberian bersama produk darah, obat dengan efek menyerupai vasopressin, dan
digoxin.
59. Ticagrelor
Indikasi utama liraglutide adalah untuk mencapai kontrol glikemik pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 yang tidak berhasil mencapai kontrol glikemik setelah
menjalankan terapi antidiabetes oral dan/atau insulin, manajemen diet, dan
olahraga. Dosis liraglutide yang diberikan pada tahap awal umumnya adalah 0,6
mg per hari selama 1 minggu.
Kontraindikasi liraglutide adalah riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini dan
riwayat karsinoma tiroid medullary pada diri sendiri maupun keluarga. Selain itu,
obat ini juga tidak dianjurkan untuk pasien sindrom neoplasia endokrin multipel
tipe 2 (MEN-2).
efek samping liraglutide adalah mual, muntah, dispepsia, diare, konstipasi, sakit
kepala, dan fatigue. Selain itu, obat ini bisa menimbulkan infeksi saluran
pernapasan atas dan reaksi alergi.
61. Diltiazem
Indikasi obat allopurinol adalah penyakit gout primer, gout sekunder, peningkatan
asam urat terkait pengobatan kanker, dan pada pasien dengan kalkuli kalsium
oksalat. Dosis yang digunakan mulai dari 100 mg dan dapat ditingkatkan secara
berkala hingga mencapai 800 mg/hari.
Kontraindikasi obat allopurinol adalah hipersensitivitas. Peringatan obat
allopurinol adalah penggunaan harus dihentikan segera setelah muncul reaksi
alergi, seperti ruam.[6] Allopurinol dikontraindikasikan pada pasien dengan
varian genetik human leukocyte antigen (HLA) B*5801.
Efek samping allopurinol adalah peningkatan insidensi serangan gout akut, ruam
kulit, gejala gastrointestinal, dan hipersensitivitas. Interaksi obat allopurinol dapat
terjadi dengan azathioprine dan 6-mercaptopurine.
63. Remdesivir
indikasi remdesivir adalah untuk terapi COVID-19 yang memerlukan rawat inap
pada pasien dewasa dan anak berusia 12 tahun atau lebih dengan berat minimal 40
kg. Remdesivir juga telah disetujui penggunaannya pada anak berusia 28 hari atau
lebih dan berat minimal 3 kg dengan hasil tes positif SARS-CoV-2 yang dirawat
inap atau mengalami COVID-19 derajat ringan sedang dan berisiko tinggi
mengalami progresi menjadi COVID-19 berat.
Kontraindikasi remdesivir adalah pada pasien yang memiliki hipersensitivitas
terhadap remdesivir. Peringatan khusus diperlukan pada penderita COVID-19
dengan gangguan ginjal sedang sampai berat. Perlu dilakukan pemeriksaan fungsi
ginjal dan fungsi hati sebelum pemberian remdesivir.
Efek samping remdesivir berupa diare, peningkatan enzim hepar, acute kidney
injury, pneumothorax, acute respiratory distress syndrome, hipernatremia,
demam, syok septik, hematuria, dan delirium.
64. Mesna
65. Doxorubicin
68. Pseudoephedrine
69. Cetirizine
Indikasi Cetirizine, atau yang juga ditulis sebagai setirizin dapat diindikasikan
untuk mengatasi gejala reaksi alergi dengan dosis dewasa 5-10 mg per oral, sekali
sehari.
Kontraindikasi cetirizine, atau yang juga dikenal sebagai setirizin, adalah pada
seseorang yang memiliki riwayat hipersensitivitas dengan obat ini. Peringatan
pada pengguna obat ini untuk tidak mengemudikan kendaraan, atau
mengoperasikan mesin karena risiko efek samping sedasi.
Efek samping Penggunaan cetirizine, atau setirizin, umumnya memberikan efek
samping yang minimal, berupa mulut kering.
70. Rivaroxaban
Indikasi rivaroxaban adalah obat antikoagulan yang bekerja sebagai inhibitor dari
faktor Xa. Rivaroxaban diindikasikan sebagai terapi preventif stroke emboli pada
pasien dengan atrial fibrilasi nonvalvular, terapi dan pencegahan deep vein
thrombosis dan emboli paru berulang, terapi profilaksis sebelum operasi hip/knee
replacement, serta terapi preventif aterotrombotik pada pasien dengan faktor
risiko kardiovaskular yang tinggi.
Kontraindikasi rivaroxaban ditentukan berdasarkan perdarahan aktif maupun
risiko kejadian perdarahan seperti ulkus gastrointestinal dan riwayat
hipersensitivitas. Peringatan utama pada penggunaan rivaroxaban terutama terkait
efeknya sebagai antikoagulan, interaksi obat, dan metabolismenya.
Efek samping rivaroxaban yang perlu diwaspadai adalah perdarahan, di mana
interaksi obat dengan inhibitor kuat CYP3A4 dapat meningkatkan risiko ini.
71. Sertraline
Indikasi dan dosis loratadine untuk mengatasi gejala yang berhubungan dengan
respon alergi dan dimediasi oleh histamin seperti pada kondisi rhinitis alergi dan
urtikaria. Antihistamin generasi kedua tidak diindikasikan untuk pasien dengan
gejala common cold karena tidak memiliki efek antikolinergik yang signifikan.
Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitivitas pada loratadine
atau komponen yang terkandung dalam obat.
Efek samping loratadine yang paling sering adalah sakit kepala. Penurunan
kesadaran sebagai efek samping loratadine jarang ditemukan karena loratadine
adalah antihistamin generasi kedua.
74. Nitrogliserin
Indikasi nitrogliserin adalah untuk mengurangi gejala serangan akut atau untuk
profilaksis akut angina pektoris yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner.
Nitrogliserin memiliki beberapa kontraindikasi penggunaan, salah satunya adalah
pada pasien dengan riwayat alergi terhadap obat ini atau komponennya.
Penggunaan nitrogliserin harus berhati-hati pada pasien hipotiroidisme dan
malnutrisi.
Nitrogliserin memiliki beberapa efek samping seperti hipotensi, sakit kepala, dan
mual muntah.
75. Methylergometrine