Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA


STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
RUANG PARU

PEMBIMBING AKADEMIK:

Ns. NURHUSNA, S.Kep., M.Kep

PEMBIMBING KLINIS :

Ns. LIZDA HAYANI, S.Pd, S.Kep

Ns. APNIATI, S.Kep

DISUSUN OLEH :

HENNI RAMADHANI SAFITRI (G1B223032)

KELOMPOK 2

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

A. KONSEP EFUSI PLEURA


1. DEFINISI
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
antara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Huda,
2015).
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul di rongga
pleura yang dapat mneyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya
(Smelzer & Bare, 2017).
Efusi pleura merupakan penumpukan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan pariental, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 185).
Efusi pleura juga didefinisikan sebagai akumulasi cairan pleura akibat
peningkatan kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran
cairan, atau keduanya(Morton etall, 2013, hal. 727). Jadi, efusi pleura
merupakan penumpukan cairan yang abnormal pada rongga pleura yang di
akibatkan karena peningkatan atau penurunan produksi cairan, pengeluaran
cairan, atau keduanya.

2. Anatomi dan Fisiologi Pleura

Gambar 1 pleura (utama,2018)


Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediastinum), dilindungi oleh
struktur tulang selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat disebut
diafragma. Masing-masing paru- paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan
pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam rongga dada. Selaput
yang membungkus paru-paru disebut pleura. Paru- paru terbenam bebas dalam
rongga pleuranya sendiri. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi dua yaitu :
1. Pleura visceral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru.
2. Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru- paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru-
paru dan dinding dada sewaktu ada gesekan bernafas.
Normalnya hanya terdapat 10/20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis sebesar 9
cmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid
menurun (misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung) dan tekanan negatif intrapleura
apabila terjadi atelektasis paru.

3. ETIOLOGI
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan
produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini
disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut, (Morton, 2021) :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab efusi pleura :

a. Infeksi

1) Tuberculosis

2) Pneumonitis

3) Abses paru

4) Periorasi esophagus

5) Abses sufrenik

b. Non infeksi
1) Karsinoma paru
2) Karsinoma pleura primer, sekunder

3) Karsinoma mediastinum

4) Tumor ovarium

5) Bendungan jantunng; gagal jantung, pericarditis konstriktiva

6) Gagal hati

7) Gagal ginjal

8) Hipotiroidisme

9) Kilotoraks

10) Emboli paru

4. KLASIFIKASI
Efusi pleura dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Efusi pleura transudate

Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membrane


pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh factor
sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura seperti

(gagal jantung kongestif, atelektsis, sirosis, sindrom, nefrotik, dan dialysis


peritoneium. (Morton, 2012)

Transudat di sebabkan oleh:

1) Gagal jantung kongestif

2) Sirosis dan asites

3) Peritoneal dialysis

4) Miksedema

5) Atelectasis akut

6) Pericarditis konstriktiva

7) Obstruksi vena kava superior

8) Emboli paru (Taqiyyah, Jauhar, (2013)

Efusi pleura eksudat Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh
kapiler yang rusak dan masuk ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau
kedalam paru terdekat. (Morton, 2012) Eksudat disebabkan oleh :
1) Pneumonia

2) Kanker

3) Empyema

4) Tuberkolosis

5) Infeksi virus, jamur, parasit, rickestia

6) Asbestos

7) Uremia

8) Atelectasis kronik

9) Khilothoraks

10) Reaksi obat

11) Sarcoidosis

12) Infark miocard


5. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Didalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5 ML cairan yang
cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura viseralis dan
parietalis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya
tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan
ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil
lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga posisi cairan
disini mencapai 1 L sehari. Terkumpulnya cairan di rongga pleura di sebut
efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antar produksi dan abrsorbsi
terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan
osmotik, peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Berdasarkan
kejadiannya efusi di bedakan menjadi transudat dan eksudat pleura.
Transudat biasanya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena
disertai peningkatan tekanan hidrostatik dan sirosis hepatik karena tekanan
osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat di sebabkan oleh keganasan
atau infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein
dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah
putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil
sehingga berat jenisnya rendah (Smeltzr & Bare, 2012.Hal. 199).
PATHWAY
6. MANIFESTASI KLINIS

a. Ditemukannya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena


pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak napas.
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebris
(tuberkulosis), banyak keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trchea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlai anan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yag sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melegkung (garis Ellis Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang perkusi redup timpani di
bagian atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinus ke sisi lain, pada
askultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada awal dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura. (Nurarif &
Kusuma, 2016, hal. 186)

7. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

a. Medis

1) WSD (water seal drainage) jika efusi menimbulkan gejala


subyektif seperti nyeri, dispneau dan lina-lain, maka cairan efusi
sebanyak 1-1,2 liter perlu di keluarkan sesegra mungkin untuk mencegah
terjadinya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutnya dilakukan 1 jam kemudian. Pleurodesis
untuk mencegah terjadinya efusi pleura setelah inspirasi.
2) Antibiotika jika terdapat emfisema.

a. Operatif.

b. Keperawatan

Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena


peningkatan asktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen
sehingga dispneu semakin meningkat pula.
c. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan radiologik (rontgen dada).
Pada foto toraks postero anterior posis tegak maka akan di jumpai
gambaran sudut kostofenikus yang tumpul baik dilihat dari depan
maupun dari samping. Dengan jumlah yang besar, cairan yang mengalir
bebas akan menampakkan gambaran mniscuss sign dari foto toraks
postero anterior (Roberts Jr et all, 2014).
b. Ultrasonorgafi dada.
USG toraks dapat mengintifikasi efusi yang terlokalisir, membedakan
cairan dari pelebaran pleura dan dapat membedakan lesi paru antara yang
padat dan yang cair (Roberts Jr et all, 2014).
c. Torakosentes isi/pungsi pleura.Efusi pleura di katakan ganas jikapada
pemeriksaan sitologi cairan pleura di temukan sel-sel keganasan)
(Roberts Jr et all, 2014)..
d. Biopsi pleura.
Biopsi jarum Abram hanya bermakna jika di lakukan didaerah dengan
tingkat kejadian tuberkolosis yang tinggi. Walaupun torakoskopi dan
biopsi jarum dengan tuntunan CT scan dapat di laukan untuk hasil
diagnostik yang lebih akurat (Roberts Jr et all, 2014).
9. KOMPLIKASI

a. Edema paru atau cairan di paru-paru, yang bisa terjadi akibat


pengurasan cairan terlalu cepat selama thoracentesis
b. Jaringan parut di paru-paru

c. Pneumotorax (kolaps paru) sebagai komplikasi thoracentesis

d. Empiema (kumpulan nanah di dalam rongga pleura)

e. Sepsis (infeksi darah) yang terkadang menyebabkan kematian

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan


suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi situasi kesehatan klien. Dasar
utama memberikan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan individu
merupakan tahap pengkajian (nursalam, 2008).
a. Data umum

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,nomor register,


bahasa yang dipakai, status perkawinan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, pendidikan, tanggal MRS, diagnosa medis
b. Alasan masuk rumah sakit/ keluhan utama

Klien dengan effusi pleura akan merasasakan sesak nafas, batuk dan
nyeri pada dada saat bernapas. Kebanyakan effusi pleura bersifat
asimptomatik, gejala yang timbul sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritic, ketika effusi sudah menyebar memungkinkan
timbul dyspnea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan
mengakibatkan napas pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trakea
menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi, dan penurunan
bunyi pernapasan pada sisi yang terkena.
c. Riwayat Kejadian / Riwayat Penyakit Sekarang

Klien dengan efusi pleura akan diawali dengan keluhan batuk,


sesak nafas,nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan
menurun. Agar mempermudah perawat mengkaji keluhan sesak napas,
maka dapat di bedakan sesuai tingkat klasifikasi sesak. Pengkajian
ringkas dengan menggunakan PQRST dapat lebih mempermudah
perawat dalam melengkapi pengkajian.
d. Provoking Incidente

P: apakah ada peritiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas,


apakah sesak napas berkurang apabila istirahat?
Quality of point: seperti apa sesak napas yang di rasakan atau
digambarkan klien. Sifat keluhan (karakter), dalam halm ini perlu di
tanyakan kepada klien apa maksud dari keluhan-keluhanya. Apakah
rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi
atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan
pernapasan?
Region: radiation, relief; dimana rasa berat dalam melakukan
pernapasan? Harus di tunjukan dengan tepat oleh klien.
Serevity (Scale) Of Point: seberapa jauh rasa sesak yang di rasakan
klien, bisa berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesaknapas dan
klien menerangkan seperapa jauhsesak napas mempengaruhi aktivitas
sehari harinya.
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah, bertambah
burukpada malam hari atau siang hari. Sifat mula timbulnya (onset),
tentukan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika
itu juga.Tanyakan apakah timbulgejala secara terus menerus atau
hilang timbul (ntermiten). Tanyakan apa yang sedang di lakukan klien
pada gejala timbul. Lama timbulnya (Durasi), tentukan kapan gejala
tersebut pertama kali di rasakan sebagai "Tidak Biasa" atau "tidak
enak". Tanyakan apakah klien sudah pernah menderita penyakit yang
lama sebelumnya (Muttaqin, 2012).
e. Riwayat Kesehatan Terdahulu

1. Riwayat penyakit sebelumnya Klien dengan efusi pleura terutama


akibat adanya infeksi non pleurabiasanya mempunyai riwayat
penyakit tuberculosis paru.
2. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ditemukan data penyakit yang sama ataupun diturunkan dari


anggota keluarganya yang lain, terkecuali penularan infeksi
tuberculosis yang menjadi faktor penyebab timbulnya efusi pleura.
3. Riwayat Pengobatan

Mengenai obat-obatan yang biasa diminum olehklien pada masa lalu


seperti, Pengobatan untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi
dinding dada bedah plerektomi, dan terapi diuretik.
f. Pengkajian Psiko-sosio-spirutual

Pengakjian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang


memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat
mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas
fisik dan intelektual saat ini.data ini penting untuk menentukan
tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spirituak yang saksama
g. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

a) Kesadaran

Klien dengan efusi pleura biasanya akan mengalami keluhan batuk,


sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan
menurun. (Muttaqin, 2012)
b) Tanda-tanda Vital

Respirasi cenderung mengikat dan klien biasanya dispneu,


suara perkusi redup sampai pekak vocal premitus menurun,
bergantung pada jumlah cairannya, auskultasi suara napas
menurut sampai menghilang. (Somantri, 2012)
2) Mata

I : konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena


hipoksemia) (Andarmoyo, Sulistyo, 2012).
P: Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.

3) Hidung

I : adanya pernafasan cuping hidung (megap-megap, dyspnea),


(Andarmoyo, Sulistyo, 2012).
P: Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.

4) Mulut dan Bibir

I: Membrane mukosa sianpsis (karena penurunan oksigen), bemapas dengan


dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit paru kronik), tidak
ada stomatitis (Andarmoyo, Sulistyo. 2012).
P: Tidak ada pmbesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.

5) Telinga

I : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada alat bantu pendengaran. P: tidak
ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
6) Leher

I: Tidak ada lesi, wama kulit sawo matang, wama kulit merata.

P: Tidak ada pembesaran vena jugularis dan tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid, tidak ada nyeri tekan.
7) Paru-paru

I: Peningkatan frekuensi/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan


otot aksesoris pernapasan pada dada, leher, retraksi intercostals, ekspirasi
abdominal akut, gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila pengembangan
thorak (area yang sakit)
P : Terjadi ketertinggalan gerak antara area yang sakit dengan area yang
sehat. Fremitus menurun (sisi yang terlihat). Pemeriksaan trauma,
penurunan fremitus dilakukan dengan ucapan :a) Anjurkan klien
mengatakan "Tujuh Puluh Tujuh" atau " Sembilan Puluh Sembilan" secara
berulang-ulang
dengan intonasi sama kuat

Dengan menggunakan dua tangan, pemeriksa menempelkan kedua


tangannya kepunggung klien, dan rasakan getaran dari paru kanan dan kiri.
Apakah bergetar sama atau tidak.
P : Bunyi pekak diantara area yang terisi cairan.

A: Bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian yang terkena
Gejala kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah / trauma

Tanda: Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi


interkostal, bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat),
(Padila,2012)
8) Abdomen

I : Tidak ada lesi, warna kulit merata. A Terdengar bising usus 12x/menit.
P : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan. P: tympani
9) Genetalia

I: Tidak ada lesi, rambut pubis merata, tidak ada jaringan parut. P: Tidak
ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran abnormal.
10) Kulit

I : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan. Untuk pengkajian


nutrisi :
a. A (antropometri) meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, lingkar lengan atas, IMT (Indeks Massa Tubuh). Indeks masa tubuh
(IMT) mengukur berat badan yang sesuai dengan tinggi badan dan
memberikan alternatif hubungan antara tinggi badan dan berat badan
klien.Hitung IMT dengan rumus BB (kg) TBXTB Klien dikatakan memiliki
berat badan yang berlebihan jika skor IMT berada antara 25-30.
b. B (Biochemical) meliputi data laboratorium yang abnormal.

c. C (Chemical) meliputi tanda-tanda klinis, turgor kulit, mukosa bibir,


konjungtiva anemis/tidak.
d. D (Diet) meliputi :
1) Nafsu makan,
2) Jenis makanan yang dikonsumsi
3) Frekuensi makanan yang diberikan selama di rumah sakit.
h. Pemeriksaan Diagnostik
1) Sinar X dada: menyatakan akumulasi cairan pada area pleural, dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
2) GDA variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2
kadang-kadang meningkat. PaCO2 mungkin normal menurun, saturasi 02
biasanya menurun.
3) Torakosintesis: menyatakan cairan serisanguinosa (Saferi & Mariza,
2013).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan respons
diri seorang individu, keluarga, krlompok, atau komunitas (Herdman, 2015).
Diagnosis yang sering muncul pada klien efusi pleura meliputi :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas.
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis ( inflamasi,
iskemia, neoplasma)
c. Intoleransi aktifitas

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan oksigenasi
dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018).
No Diagnose Tujuan dan kriteria Intervensi
keperawatan hasil
1. Pola nafas tidak Pola nafas membaik Manajemen jalan napas (I. 01011)
(L. 010044) Observasi
efektif Tujuan: setelah
 Monitor pola nafas
berhubungan
Dilakukan tindakan
(frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
dengan
keperawatan diharapkan
 Monitor bunyi nafas tambahan
deformitas
pola nafas membaik.
(mis. Gurgling, mengi, wheezing ,
dinding dada
Kriteria hasil:
 ronchi kering)
(D. 0005)
a) Dyspnea menurun
Terapeutik
b) Penggunaan otot
 Pertahankan kepatenan jalan
bantu nafas menurun
nafas head-tilt dan chin-lift
c) Pemanjangan fase
(jawthrust jika curiga trauma
ekspirasi menurun
sevikal)
d) Otopnea menurun
 Posisikan semi-fowler atau
e) Pernapasan
fowler
pursed-lip menurun
 Berikan oksigen jika perlu
f) Frekuensi nafas
Edukasi
membaik
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

2. Nyeri akut Tingkat nyeri menurun Manajemen Nyeri (I. 08238)


Observasi
berhubungan (L. 08066)
 Identifikasi skala nyeri
dengan agen Tujuan: setelah
pencedera dilakukan tindakan  Identifikasi lokasi,

fisiologis keperawatan diharapkan karakteristik, durasi, frekuensi,


nyeri menurun. Kriteria kualitas, intensitas
( inflamasi, hasil : nyeri.
iskemia, a) Keluhan nyeri Terapeutik
neoplasma) menurun  Berikan teknik nonfarmakologis
(D.0077) b) Melaporkan nyeri untuk mengurangi rasa nyeri
terkontrol meningkat  Pertimbangan jenis dan
c) Meringis menurun sumber nyeri dalam pemiihan
d) Penggunaan strategi
analgetik menurun  meredakan nyeri
e) Tekanan darah Edukasi
membaik  Anjurkan tekhnik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

3. Intoleransi Toleransi aktivitas Manajemen Energi


(I. 05178)
aktifitas (L. 05047) Observasi
(D.0056) Tujuan : setelah
 Identifkasi gangguan fungsi
dilakukan tindakan
tubuh yang mengakibatkan
keperawaan diharapkan
kelelahan
akitifitas pasien
 Monitor lokasi dan
meningkat Kriteria hasil:
ketidaknyamanan selama
a) Kemudahan melakukan aktifitas
melakukan aktifitas Terapeutik
b) Dyspnea saat
 Sediakan lingkungan nyaman
beraktifitas menurun
dan rendah stimulus (mis.
c) Dspnea setelah Cahaya, suara, kunjungan)
beraktifitas
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
menurun  Melakukan aktvitas secara
d) Perasaan lemah bertahap
menurun
e) Tekanan darah
membaik
f) Frekueni nadi
membaik

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor- faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2008).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnose keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor "kealpaan" yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisis, perencanaan, dan implementasi, intervensi. Meskipun tahap
evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatantetapi tahap ini
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang
telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang di observasi.Diagnosis
juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapanya. Evaluasi
juga diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan
intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif (Nursalam, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Huda dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic Noc. Jakarta: Mediaction

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2008. Proses Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik.

Jakarta: Salemba Medika.


Smeltzer, S. C. Bare, B. G. Hinkle, J. L & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth's Textbook Of Medical Surgical Nursing. 11th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin

Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2012). Keperawatan
Kritis. Jakarta: E
Muttaqin, A. (2012). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem
imunologi. jakarta: salemba medika
Halim H. 2014. Penyakit-Penyakit Pleura. In: Setiati S, et al. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam 1631-1633. Jakarta: Interna Publishing

Morton G.P., Dorrie Fontaine, Craroline M. Hudak, Barbara M. Gallo. 2017,


Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik, Ed. 8, Vol.1, Alih bahasa
oleh Nike Budhi Subekti, Nurwahyu, Eka Anisa Mardella, Pamilih Eko
Karyuni. Jakarta: EGC

Morton G.P. 2012, Keperawatn Kritis, Edisi 2, Jakarta: EGC Nanda,


2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku
Kedokteran : EGC
Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1.
Penerbit Mediaction Jogja. Jogjakarta
Soemantri, Irman. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan
Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Merdeka. Jakarta.

PPNI (2016) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018a) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018b) Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai