Anda di halaman 1dari 91

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

RESIKO GANGGUAN JIWA DAN GANGGUAN JIWA

KOORDINATOR MK:
DOSEN PEMBIMBING:
DISUSUN OLEH :

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM
JAMBI 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ANSIETAS

A. Konsep Dasar Ansietas


1. Difinisi Ansietas
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir, takut yang tidak jelas atau
tidak nyaman seakan-akanterjadi sesuatu yang mengancam. Ansietas adalah
perasaan tidak nyaman atau khawatir yang samar disertai respons otonom
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui individu): perasaan takut
yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adany abahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi anacaman (NANDA, 2018
dalam Keliat, 2019).
atau tidak nyaman seakan-akan akan terjadi sesuatu yang dirasakan
sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan
penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya, sedangkan ansietas
adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat, 2019). Ansietas
merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang spesifik
sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada
sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala
otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Pieter,dkk,2011)
Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menhadapi ancaman
(PPNI, 2016). Ansietas merupakan perasaan tidak tenang yang samar–samar
karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons (penyebab
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) (Yusuf, Fitryasari, & Tristiana,
2019).
Stuart (2012) mendefinisikan ansietas sebagai perasaan tidak tenang yang
samar–samar karena ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai dengan
ketidakpastian, ketidakberdayaan, isolasi, dan ketidakamanan. Perasaan takut
dan tidak menentu dapat mendatangkan sinyal peringatan tentang bahaya yang
akan datang dan membuat individu untuk siap mengambil tindakan menghadapi
ancaman. Adanya tuntutan, persaingan, serta bencana yang terjadi dalam
kehidupan dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologi.
Salah satu dampak kesehatan psikologi yaitu ansietas atau kecemasan (Sutejo,
2019).

2. Tanda dan Gejala


Menurut Keliat (2019) Tanda gejala ansietas sebagi berikut ini:
Tabel 1
Gejala dan Tanda Mayor Ansietas
Subyektif Objektif
1. Mengeluh sakit kepala 1. Gelisah
2. Mengeluh tidak nafsu makan 2. Tampak tegang
3. Merasa lemas dan khawatir 3. sulit tidur
4. gangguan pencernaan

Tabel 2
Gejala dan Tanda Minor Ansietas
Subyektif Objektif
1. Mengeluh takut 1. Gemetar
2. Mengeluh cepat lelah 2. Menangis
3. Merasa tidak berdaya 3. Sulit tidur dan tidak lelap
4. Sulit konsentrasi
Sumber : (Keliat, 2019)

Menurut SDKI (2016) tanda dan gejala ansietas sebagi berikut ini:
Tabel 1
Gejala dan Tanda Mayor Ansietas
Subyektif Objektif
1. Merasa bingung 1. Tampak gelisah
2. Merasa khawatir dengan akibat dari 2. Tampak tegang
kondisi yang dihadapi 3. sulit tidur
3. Sulit berkonsentrasi

Tabel 2
Gejala dan Tanda Minor Ansietas
Subyektif Objektif
1. Mengeluh pusing 1. Frekuensi napas meningkat
2. Anoreksia 2. Frekuensi nadi meningkat
3. Palpitasi 3. Tekanan darah meningkat
4. Merasa tidak berdaya 4. Diaphoresis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu

Sumber : (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonsia, 2016)

3. Rentang Respon Tingkat Ansietas


Rentang respon individu terhadap ansietas berfluktuasi antara respon adaptif
dan maladaptif seperti pada gambar :
Gambar 1 Rentang Respon Tingkat Ansietas

Adaptif
Maladaptif

Antisipatif ringan sedang berat panik


Sumber : (Stuart, G.W, Buku Saku Keperawatan Jiwa, 2013)
4. Tingkat Kecemasan
Menurut Donsu (2017) adapun tingkat ansietas adalah :
a. Ansietas ringan (Mild Anxiety), berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya.
b. Ansietas sedang (Moderate Anxiety), memusatkan perhatian pada hal – hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain. Perhatian seseorang
menjadi selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah lewat
arahan dari orang lain.
c. Ansietas berat (Severe Anxiety), kecemasan berat ditandai lewat sempitnya
persepsi seseorang. Selain itu, memiliki perhatian terpusat pada hal yang
spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal – hal lain, di mana semua
perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan.
d. Panik, setiap seseorang memiliki kepanikan. Hanya saja, kesadaran dan
kepanikan itu memiliki kadarnya masing –masing. Kepanikan muncul
disebabkan karena kehilangan kendali diri dan detail perhatian kurang.
Ketidakmampuan melakukan apapun meskipun dengan perintah menambah
tingkat kepanikan seseorang.
5. Etiologi
Menurut Keliat (2019), penyebab ansietas adalah:
a. Perubahan status kesehatan
b. Hospitalisasi
c. Ancaman terhadap kematian
d. Bencana
Stuart & Suddent (2014) menyatakan bahwa ansietas dapat diekspresikan
secara langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping yang
dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas yaitu :
a. Faktor Predisposisi:
1) Faktor Psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian Id dan superego. Id mewakili dorongan
insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-
norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan
dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Faktor Interpersonal, bahwa ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik.
Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami
perkembangan ansietas yang berat.
3) Faktor Perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya
terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara
gangguan ansietas dengan depresi.
5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
khusus untuk benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan
neuroregulatory inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang
berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan
ansietas. Selain itu, kesehatan umum individu dan riwayat ansietas
pada keluarga memiliki efek nyata sbagai predisposisi ansietas.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya
menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stressor.
b. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor
pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori:
1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologi yang
akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan indentitas, harga
diri, dan fungsi social yang terintegrasi pada individu.
6. Kondisi klinis terkait
a. Penyakit fisik: Diabetes melitus, stroke, hipertensi dan kanker
b. Penyakit kronis progresif: kanker
c. Penyakit akut
d. Postpartum
e. Rencana operasi
7. Pohon Masalah

Core Problem
Gangguan perilaku : kecemasan
Risiko mencederai diri sendiri,

Koping individu tak efektif


orang lain dan lingkungan

Stressor
Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Gangguan perilaku : kecemasan
c. Koping individu tak efektif

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menhadapi ancaman
(PPNI, 2016). Adapun data pengkajian ansietas sebagai berikut ini:
a. Tanda dan gejala mayor pada subyek ansietas
1) Data Subyektif : a) Merasa bingung, dan subyektif, Merasa khawatir
dengan akibat dari kondisi yang dihadapi Sulit berkonsentrasi
2) Data Objektif: Tampak gelisah Tampak tegang Sulit tidur
b. Tanda dan gejala minor pada subyek ansietas
1) Data Subyektif: Mengeluh pusing, b) Anoreksa, Palpitasi, Merasa
tidak berdaya
2) Data Objektif:
a) Frekuensi nafas meningkat
b) Frekuensi nadi meningkat
c) Tekanan darah meningkat
d) Diaforesis
e) Tremor
f) Muka tampak pucat
g) Suara bergetar
h) Kontak mata buruk
i) Sering berkemih
j) Berorientasi pada masa lalu
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proeses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun pontensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga
dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).
Menurut Keliat, 2019 diagnosa ansietas. SDKI DPP PPNI (2016),
rumusan diagnosa ansietas yaitu : Problem : Ansietas, Etiologi : Harga diri
rendah , Simptom : Merasa bingung, merasa khawatir, sulit berkonsentrasi,
tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur. Diagnosa keperawatan: Ansietas
3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan merupakan desain spesifik dari intervensi
yang disusun untuk membantu subyek dan mencapai kriteria hasil. Intervensi
keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan. Intervensi disusun berdasarkan komponen
penyebab dari diagnosis keperawatan (PPNI, 2018).
Tujuan Asuhan keperawatan menurut Keliat (2019) adalah:
a. Kognitif, klien mampu:
1) Mengenal pengertian, penyebab, tanda dan gejala, akibat dan proses
terjadinya ansietas
2) Mengetahui cara mengatasi ansietas

b. Psikomotor, klien mampu mengatasi ansietas dengan:


1) Melakukan latihan relaksasi tarik nafas dalam
2) Melakukan latihan distraksi
3) Melakukan latihan hipnotis lima jari
4) Melakukan kegiatan spiritual
c. Afektif, klien mampu:
1) Merasakan manfaaat dari latihan yang dilakukan
2) Membedakan perasaan sebelum dan sesudah latihan
Tujuan keperawatan menurut Keliat (2019) adalah:

a. Tindakan pada klien:


1) Kaji tanda dan gejala ansietas dan kemampuan klien dalam mengurangi
ansietas
2) Jelaskan proses terjadinya ansietas
3) Latih cara mengatasi ansietas
a) Tarik nafas dalam
b) Distraksi: bercakap-cakap hal positif dll
c) Hipnotis lima jari yang fokus pada hal positif
(1) Jempol dan telunjuk disatukan dan bayangkan saat badan sehat
(2) Jempol dan jari tengah disatukan dan bayangkan oraang yang
peduli dan sayang pada saudara
(3) Jempol dan jari manis disatukan dan bayangkan saat saudara
mendapatkan pujian dan prestasi
(4) Jempol dan kelingking disatukan dan bayangkan tempat yang
paling saudara sukai
d) Kegiatan spiritual
4) Bantu klien untuk melakukan latihan sesuai jadwal kegiatan
b. Tindakan pada keluarga
1) Kaji masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien yang
mengalami ansietas
2) Jelaskan pengertian penyebab, tanda dan gejala dan proses terjadinya
ansietas serta mengambil keputusan merawat klien
3) Latih keluarga cara merawat dan membimbing klien mengatasi ansietas
sesuai dengan arahan keperawatan yang telah diberikan kepada klien
4) Latihan keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung perawatan ansietas klien
5) Diskusikan tanda dan gejala ansietas yang memerlukan rujukan segera
serta menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara
teratur
c. Tindakan kolaborasi
1) Kolaborasi dengan dokter
1. Melakukan komunikasi dengn dokter menggunakan ISBAR dan
TBaK
2. Memberikan terapi dokter (obat) kepada klien: Edukasi 8 benar
prinsip pemberian obat dengan menggunakan konsep sfety
pemberian obat.
2) Kolaborasi dengan psikiater sesuai dengan kebutuhan

4. Discahrge Planning
1. Menjelaskan rencana persiapan pasca-rawat dirumah untuk memandirikan
klien
2. Menjelaskan rencana tindak lanjut perawatan dan pengobatan
3. Melakuakn rujukan ke fasilitas kesehatan
5. Evaluasi
1. Penurunan tanda dan gejala
2. Peningkatan kemampuan klien mengatasi ansietas
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan ansietas
6. Rencana tinda lanjut2
1. Rujuk klien dan keluarga ke fasilitas praktik mandiri perawat spesiali
keperawatan jiwa
2. Rujuk klien ke case menajer
3. Rujuk klien dan keluarga kepada kelompok pendukung.
DAFTAR PUSTAKA

Donsu, J. D. T. (2017). Psikologi Keperawatan : Aspek - Aspek Psikologi, Konsep


Dasar Psikologi, Teori Prilaku Manusia (1st ed.). Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.

Keliat, B.A. ( 2019). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC

Pieter,dkk. (2011). Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan . Jakarta Kencana


Prenada Media Group
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Sutejo. (2019). Keperawatan Jiwa : Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan
Jiwa Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN CITRA TUBUH

A. Pengertian

Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas seseorang terhadap

tubuhnya yang diakibatkan oleh perubahan struktur, ukuran, bentuk, dan fungsi

tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan. Konfusi dalm gambaran mental

tentang diri-fisik individu (Keliat et.al, 2019).

B. Penyebab

Menurut Keliat et.al (2019) penyebab gangguan citra tubuh adalah:

1. Perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit

2. Perubahan struktur akibat luka, operasi, dan proses penyakit

3. Perubahan bentuk tubuh akibat tindakan, seperti pemasangan infus, oksigen,

chateter, dll

4. Perubahan pandangan terhadap penampilan tubuh

C. Rentang Respon

1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang kosnep diri yang positif dengan

latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima

2. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif


dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif

dari dirinya

3. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif

dan merasa lebih rendah dari orang lain.

4. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek- aspek

identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial

kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.

5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri

sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta

tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

D. Tanda dan gejala

Mayor

Subjektif:

1. Menolak perubahan/ kehilangan tubuh

2. Perasaan negatif tentang tubuh

Objektif :

1. Kehilangan bagian tubuh

2. Fungsi dan struktur tubuh berubah

3. Menghindari melihat dan/atau menyentuhtubuh yang berubah

4. Menyembunyikan bagian tubuh yang berubah

Minor

Subjektif:

1. Pandangan pada tubuh berubah (mis. Penampilan struktur, fungsi)


2. Takut pada reaksi orang lain

3. Preokupasi pada perubahan/ kehilangan

Objektif:

1. Hubungan sosial berubah (menarik diri)

2. Respons non verbal pada perubahan dan persepsi tubuh

3. Trauma terhadap bagian tubuh yang tidak berfungsi

E. Kondisi klinis terkait

1. Mastektomi

2. Amputasi

3. Jerawat

4. Luk bakar

5. Obesitas

6. Kehamilan

7. Stroke

F. Tujuan Asuhan keperawatan

1. Kognitif, klien mampu:

a. Mengenal bagian tubuh yang sehat dan yang terganggu/sakit

b. Mengatahui cara mengatasi gangguan citra tubuh

2. Psikomotor, klien mampu:

a. Mengafirmasi bagian tubuh yang sehat

b. Melatih dan menggunakan bagian tubuh yang sehat

c. Merawat dan melatih bagian tubuh yang terganggu

3. Afektif, klien mampu:

a. Mengevaluasi manfaat yang telah di rasakan dari bagian tubuh yang terganggu
b. Mengevaluasi manfaat bagian tubuh yang masih sehat

c. Merasakan manfaat latihan pada bagian tubu yang terganggu

G. Pohon Masalah

Harga Diri Rendah

Gangguan Citra Tubuh

Penyakit Fisik

H. Masalah Keperawatan yang Mungkin Terjadi

1) Gangguan Citra Tubuh : Perubahan bentuk tubuh

2) Harga Diri Rendah

3) Penyakit Fisik

I. Data yang Perlu Dikaji

Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji


Gangguan Citra Tubuh Subyektif :

a. Menolak perubahan anggota

tubuh saat ini, misalnya tidak puas

dengan hasil operasi.

b. Mengatakan hal negatif tentang

anggota tubuhnya yang tidak

berfungsi.
c. Menolak berinteraksi dengan

orang lain.

d. Mengungkapkan keinginan yang

terlalu tinggi terhadap bagian

tubuh yang terganggu.

e. Sering mengulang-ulang

mengatakan kehilangan yang

terjadi.

f. Merasa asing terhadap bagian

tubuh yang hilang.

Obyektif :

a. Perubahan anggota tubuh baik

bentuk maupun fungsi.

b. Menyembunyikan atau

memamerkan bagian tubuh yang

terganggu.

c. Menolak melihat bagian tubuh.

d. Menolak menyentuh bagian

tubuh.

Aktifitas sosial menurun.

B. Diagnosa Keperawatan

Gangguan Citra Tubuh


J. Tindakan keperawatan pada klien

1. Kaji

a. Bagian tubuh yang terganggu dan bagian tubuh yang sehat

b. Tanda dan gejala gangguan citra tubuh dan kemampuan klien dalam

mengatasi gangguan citra tubuh

2. Jelaskan proses terjadinya gangguan citra tubuh

3. Diskusikan persepsi, perasaan, dan harapan klien terhadap citra tubuhnya

4. Latih klien menggunakan bagian tubuh yang sehat

a. Diskusikan bagian tubuh yang sehat

b. Latih menggunakan tubuh yang sehat

c. Latih afirmasi bagian tubuh yang sehat

5. Latih klien merawat dan melatih bagian tubuh yang terganggu

a. Diskusikan dengan klien manfaat yang telah dirasakan dari bagian tubuh

yang terganggu pada saat sehat

b. Motivasi klien melihat dan mengatur bagian tubuh yang terganggu

c. Latih pasien meninngkatkan citra tubuh bagian tubuh yang terganggu:

Menyesuaikan pakaian, pakai alat bantu, kosmetik dan tencana protesa

6. Motivasi klien melakukan latihan sesuai jadwal dan beri pujian

7. Motivasi klien melakukan kegiatan sosial

k. Tindakan Keperawatan pada keluarga :

1) Jelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi

pada pasien.

2) Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi masalah gangguan citra

tubuh.
3) Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien :

a) Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien di

rumah.

b) Memfasilitasi interaksi di rumah.

c) Melaksanakan kegiatan di rumah dan sosial.

d) Memberikan pujian atas kegiatan yang telah dilakukan pasien.

4) Bersama keluarga susun tindakan yang akan dilakukan keluarga dalam

gangguan citra tubuh.

5) Beri pujian yang realistis terhadap keberhasilan keluaga

L. Tindakan kolaborasi

3. Melakukan komunikasi dengn dokter menggunakan ISBAR dan TBaK

4. Memberikan terapi dokter (obat) kepada klien: Edukasi 8 benar prinsip

pemberian obat dengan menggunakan konsep sfety pemberian obat.

5. Mengobservasi manfaat dan efek samping obat

M. Evaluasi

4. Penurunan tanda dan gejala

5. Peningkatan kemampuan klien mengendalikan perasaan gangguan citra tubuh

6. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien

N. Rencana tinda lanjut

4. Rujuk klien dan keluarga ke fasilitas praktik mandiri perawat spesialis

keperawatan jiwa

5. Rujuk klien ke case menajer

6. Rujuk klien dan keluarga kepada kelompok pendukung.


DAFTAR PUSTAKA

Aprilyadi, Nadi. 2013. Askep Jiwa Gangguan Konsep Diri.

Juwita, Elvi. 2013. Laporan Pendahuluan Gangguan Citra Tubuh.

Keliat, dkk (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Editor penyelaras, Monica Ester. Jakarta:
EGC

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPUTUSASAAN

A. Pengertian

Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang

melihat keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia

dan tidak dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (Keliat,2019).

Penyebab

1. Stres jangka panjang

2. Kehilangan kepercayaan pada kekuata spiritual

3. Kehilangan kepercayaan pada nilai-nilai penting

4. Pembatasan aktivitas jangka panjang

5. Isolasi sosial

B. Tanda dan Gejala

Sedangkan menurut, Keliat, Dkk (2019) adalah:

1. Mayor ( harus ada)

Subjektif

a. Mengungkapkan keputusasaan

b. Mengungkapkan isi pembicaraan yang pesimis “ saya tidak bisa”

c. Kurang dapat berkonsentrasi

d. Mengungkapkan bingung

Objektif

a. Berprilaku pasif
b. Kontak mata kurang

c. Perubahan pola tidur

d. Porsi makan tidak habis

e. Kurang bicara

Minor

Subjektif

a. Sulit tidur

b. Selera makan menurun

c. Mengungkapkan keragu-raguan

d. Mengungkapkan frustrasi

Objektif

a. Afek datar

b. Kurang inisiatif

c. Meninggalkan lawan bicara

d. Mengangkat bahu sebagai respons pada lawan bicara

e. Perawatan diri kurang

f. Sulit membuat keputusan

Kondisi klinis terkait

a. Penyakit kronis (DM, Hipertensi, stroke, TBC)

b. Penyakit terminal (kanker)

c. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan

d. Kondisi fisik terus menurun


C. Pohon masalah Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan (Akibat)

Keputusasaan (Core Problem)

Harga diri rendah (Penyebab)

D. Tujuan Asuhan Keperawatan

1. Kognitif, klien mampu:

a. Mengetahui perubahan/penurunan kondisi fisik

b. Mengetahui pengertian, tanda gejala, penyebab dan akibat dari

keputusasaan

c. Mengetahui cara mengatasi keputusasaan

2. Psikomotor, klien mampu:

a. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki

b. Mengidentifikasi sistem pendukung yang tersedia

c. Melatih hubungan sosial dengan sistem pendukung

d. Melatih kegiatan hidup sehari-hari

3. Afektif, klien mampu:

a. Merasakan manfaat latihan yang dilakukan

b. Merasa optimis dan bahagia

E. Tindakan keperawatan pada klien

1. Kaji tanda dan gejala keputusasaan

2. Jelaskan proses tejadinya keputusasaan


3. Diskusikan dukungan klien:

a. Kemampuan yang dimiliki

b. Sistem pendukung yang dimiliki

c. Harapan kehidupan

4. Latih hubungan sosial dengan lingkungan:

a. Bercakap-cakap dengan sistem pendukung

b. Bercakap-cakap dengan lingkungan

5. Latih melakukan kegiatan sehari-hari

a. Memenuhi kebutuhan makan

b. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur

c. Merawat diri: kebersihan diri

d. Melakukan kegiatan spiritual

6. Latih membangun harapan yang realistis

a. Diskusikan harapan dan keinginan masa depan

b. Bantu klien membuat rencana mencapai harapan secara bertahap

7. Berikan motivasi dan pujian atas keberhasilan klien

F. Tindakan kolaborasi

6. Melakukan komunikasi dengn dokter menggunakan ISBAR dan TBaK

7. Memberikan terapi dokter (obat) kepada klien: Edukasi 8 benar prinsip

pemberian obat dengan menggunakan konsep sfety pemberian obat.

8. Mengobservasi manfaat dan efek samping obat

G. Discahrge Planning

4. Menjelaskan rencana persiapan pasca-rawat dirumah untuk

memandirikan klien

5. Menjelaskan rencana tindak lanjut perawatan dan pengobatan


6. Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan

H. Evaluasi

7. Penurunan tanda dan gejala

8. Peningkatan kemampuan klien mengendalikan perasaan keputusasaan

9. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan

keputusasaan

I. Rencana tinda lanjut

7. Rujuk klien dan keluarga ke fasilitas praktik mandiri perawat spesialis

keperawatan jiwa

8. Rujuk klien ke case menajer

9. Rujuk klien dan keluarga kepada kelompok pendukung.


DAFTAR PUSTAKA

Keliat, dkk (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Editor penyelaras, Monica Ester.
Jakarta: EGC

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL

A. Pengertian Harga Diri Rendah

Harga diri rendah situasional yaitu munculnya persepsi negatif tentang

makna diri sebagai respons terhadap situasi saat ini (Keliat, 2019). Menurut

Damaiyanti (2012) harga diri rendah ada secara situasional dan kronik, yaitu :

1. Situasional, yaitu terjadi terutama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,

kecelakaan, dicerai suami atau istri, perasaan malu karena sesuatu

(korban pemerkosaan).

2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri yang berlangsung lama yaitu

sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang negatif.

Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap

dirinya. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang

kronik atau pada klien gangguan jiwa.

B. Penyebab Harga Diri Rendah

Harga diri rendah disebabkan karena adanya ketidakefektifan koping

individu akibat kurangnya umpan balik yang positif. Penyebab harga diri

rendah juga dapat terjadi pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi

pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja

keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.

Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan.

Menurut NANDA (2015) faktor yang mempengaruhi harga diri rendah

meliputi faktor Predisposisi dan faktor Presipitasi yaitu :

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi penolakan

dari orang tua, seperti tidak dikasih pujian, dan sikap orang tua yang

terlalu mengekang, sehingga anak menjadi frustasi dan merasa tidak

berguna lagi serta merasa rendah diri.

b. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah juga meliputi ideal diri

seperti dituntut untuk selalu berhasil dantidak boleh berbuat salah,

sehingga anak kehilangan rasa percaya diri.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal

misalnya ada salah satu anggota yang mengalami gangguan mental

sehingga keluarga merasa malu dan rendah diri. Pengalaman traumatik

juga dapat menimbulkan harga diri rendah seperti penganiayaan seksual,

kecelakaan yang menyebabkan seseorang dirawat di rumah sakit dengan

pemasangan alat bantu yang tidak nyaman baginya. Respon terhadap

trauma umumnya akan mengubah arti trauma dan kopingnya menjadi

represi dan denial.

Menurut SDKI (2016) Penyebab Harga diri rendah situasional yaitu:

1. Perubahan pada citra tubuh

2. Perubahan peran sosial

3. Ketidakadekuatan pemahaman

4. Perilaku tidak konsisten dengan nilai

5. Kegagalan hidup berulang

6. Riwayat kehilangan

7. Riwayat penolakan

8. Transisi perkembangan
C. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah

Menurut Keliat (2019) Gejala dan Tanda Mayor Harga diri rendah

situasional yaitu:

Subjektif

1. Menilai diri negatif (mis. tidak berguna, tidak tertolong)

2. Merasa malu/bersalah

3. Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri

4. Melebih-lebihkan penilaian positif tentang diri sendiri

  Objektif

1. Berbicara pelan dan lirih

2. Menolak berinteraksi dengan orang lain

3. Berjalan menunduk

4. Postur tubuh menunduk

Menurut Keliat (2019) Gejala dan Tanda Mayor Harga diri rendah

situasional yaitu:

Subjektif

1. Sulit berkonsentrasi 

Objektif

1. Kontak mata kurang

2. Lesu dan tidak bergairah

3. Pasif

4. Tidak mampu membuat keputusan

Rentang Respon

Respon individu terhadap konsep dirinya dimulai dari respon adaptif dan
maladaptif. Menurut Keliat dalam Ade Herman (2011) rentang respon

digambarkan sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon

Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan

Depersonalisasi Positif Rendah IdentitasDiri

Gambar rentang Respon adaptif dan maladaptif

Sumber : Keliat dalam Ade Herman (2011)

Keterangan :

1. Aktualisasi diri : Pernyataan konsep diri positif dengan pengalaman sukses.

2. Konsep diri positif : Mempunyai pengalaman positif dalam perwujudan

dirinya.

3. Harga diri rendah : Perasaan yang negatif pada diri sendiri, hilangnya percaya

diri, tidak berharga lagi, tidak berdaya, dan pesimis.

4. Keracunan identitas : Kegagalan seseorang untuk mengintegrasikan berbagai

identifikasi masa anak-anak.

5. inpersonalisasi : Perasaan sulit membedakan diri sendiri dan merasa tidak

nyata dan asing.


D. Proses Terjadinya Masalah

Harga diri seseorang didapatkan dari diri sendiri dan orang lain.

Gangguan harga diri rendah akan terjadi ketika perlakuan orang lain

mengancam dirinya. Tingkat harga diri seseorang berada dalam tingkat

tinggi sampai rendah. Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi maka

dapat beradaptasi dengan lingkungan secara efektif, sedangkan jika seseorang

memiliki harga diri yang rendah maka lingkungan yang dilihat akan terasa

mengancam bagi dirinya.

Penyebab harga diri rendah juga dapat terjadi pada masa kecil sering

disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai

masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan

tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau

pergaulan.

Seseorang yang berada pada situasi stressor berusaha

menyelesaikannya tapi tidak tuntas serta ditambah pikiran tidak mampu atau

merasa gagal menjalankan fungsi dan peran itu bisa disebut dengan kondisi

harga diri rendah situasional, jika pada situasi tersebut lingkungan tidak

mendukung positif dan justru menyalahkan secara terus menerus maka akan

mengakibatkan harga diri rendah kronis.


E. Pohon Masalah

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Effect Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial

Core Problem
Harga Diri Rendah
situasional

Causa Ketidakefektifan mekanisme koping

Gambar 2.2. Pohon Masalah Harga Diri Rendah


menurut Ade Herman 2011.

Masalah keperawatan yang dapat diambil dari pohon masalah diatas

adalah :

1. Ketidakefektifan mekanisme koping

2. Harga diri rendah.

3. Isolasi sosial.

4. Perubahan persepsi sensori : halusinasi

5. Resiko tinggi perilaku kekerasan.

F. Penatalaksanaan

Menurut NANDA 2015 terapi yang dapat diberikan pada penderita

Harga Diri Rendah yaitu :


1. Psikoterapi

Terapi ini digunakan untuk mendorong klien bersosialisasi lagi dengan

orang lain. Tujuannya agar klien tidak menyendiri lagi karena jika klien

menarik diri, klien dapat membentuk kebiasaan yang buruk lagi.

2. Therapy aktivitas kelompok

Terapi aktivitas kelompok sangat relevan untuk dilakukan pada klien

harga diri rendah. Terapi aktivitas kelompok ini dilakukan dengan

menggunakan stimulasi atau diskusi untuk mengetahui pengalaman

atau perasaan yang dirasakan saat ini dan untuk membentuk

kesepakatan persepsi atau penyelesaian masalah.

Menurut Keliat (2019) Kondisi Klinis Terkait Harga diri rendah situasional

yaitu

1. Cedera traumatis

2. Pembedahan

3. Kehamilan

4. Kondisi baru terdiagnosis (mis.diabetes melitus)

5. Stroke

6. Penyalahgunaan zat

7. Demensia

8. Pengalaman tidak menyenangkan


G. Tujuan Asuhan keperawatan

Tujuan Asuhan keperawatan menurut Keliat (2019) adalah:

d. Kognitif, klien mampu:

3) Mengenal pengertian, penyebab, tanda dan gejala, akibat dari harga

diri rendah situasional

4) Mengetahui kemampuann yang dimilki dan dan dapat dilakukan

5) Mengetahui cara mengatasi harga diri rendah situasional

e. Psikomotor, klien mampu:

5) Memilih kemampuan yang dilakukan

6) Melatih kemampuan yang dipilih

7) Menyusu rencana kegiatan sesuai dengan kondisi kesehatan

f. Afektif, klien mampu:

3) Merasakan manfaaat dari latihan yang dilakukan

4) Memilih aspek positif dan makna kehidupannya

Tindakan keperawatan menurut Keliat (2019) adalah:

d. Tindakan pada klien:

1) Kaji tanda dan gejala HDRS

2) Jelaskan proses terjadinya HDRS

3) Latih cara meningkatkan HDR klien

e) Membuat daftar aspek positif

f) Menilai aspek positif

g) Memilih aspek positif positif

h) Melaih apek positif

i) Membuat rencana kegiatan


DAFTAR PUSTAKA

Donsu, J. D. T. (2017). Psikologi Keperawatan : Aspek - Aspek Psikologi, Konsep


Dasar Psikologi, Teori Prilaku Manusia (1st ed.). Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.

Keliat, B.A. ( 2019). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC

Pieter,dkk. (2011). Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan . Jakarta Kencana


Prenada Media Group
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Sutejo. (2019). Keperawatan Jiwa : Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan


Kesehatan Jiwa Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
LAPORAN PENDAHULUAN
KETIDAKBERDAYAAN

A. Pengertian
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa
perilaku atau tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa
hasil yang diharapkan atau tidak akan membawa perubahan hasil seperti
yang diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi
atau mengendalikan situasi yang akan terjadi (NANDA, 2011). Menurut
Wilkinson (2007) ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang
bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna,
kurang penggendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang
baru saja terjadi. Sedangkan menurut Carpenito-Moyet (2007)
ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang individu atau
kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.
Keputusasaan berbeda dengan ketidakberdayaan. Dalam hal ini, individu
yang putus asa tidak melihat adanya solusi untuk mengatasi masalahnya
atau jalan untuk mencapai keinginannnya, bahkan ia sangat merasa ingin
memegang kendali atas hidupnnya. Individu yang tidak berdaya mungkin
melihat alternative atau jawaban untuk masalahnya, tetapi tidak mampu
berbuat apa pun karena persepsi tentang control dan sumber yang ada.
Ketidakberdayaan yang berkepanjangan bisa menyebabkan
keputusasaan.

B. Rentang Respon
1. Perilaku Adaptif dan Maladaftif
Perilaku Adaptif merupakan Tingkah laku yang sesuai dengan
tuntutan lingkungan. Tingkah laku disesuaikan dengan lingkungan.
Sesuai dengan norma-norma dan adata istiadat yang berlaku
dilingkungan dan masayarakat tersebut. Sedangkan Perilaku
Maladaptif Merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan
lingkungan, tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku serta
tidak sesuai dengan adat istiadat yang ada dalam lingkungan
masyarakat setempat.
Respon adaftif Respon Maladaftif

Harapan Kesempatan Ketidakpastian Bahaya Tidak Bedaya Putus Asa

a. Harapan
Harapan akan mempengaruhi respons psikologis terhadap
penyakit fisik. Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan
berakhir dengan penggunaan mekanisme koping yang tidak
adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak adekuat dapat
menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
b. Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak
mampu memahami kejadian yang terjadi. Hal ini akan
mempengaruhi kemmapuan individu mengkaji situasi dan
memperkirakan upaya yang akan dilakukan. Ketidakpastian
menjadi berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.
c. Putus asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan
harapan hampa, kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya
bunuh diri.
2. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala (batasan karakteristik) (Townsend, 1998):
a. Ekspresi verbal dari tidak adanya kontrol atau pengaruh atau
situasi, hasil atau perawatan diri.
b. Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau pengambilan
keputusan saat kesempatan diberikan.
c. Mengekspresikan keragu-raguan yang berkenaan dengan pelaksanaan
peran.
d. Segan mengekspresikan perasaan sebenarnya, takut diasingkan dari
pengasuh.
e. Apatis dan pasif
f. Ketergantungan pada orang lain yang dapat menghasilkan lekas
tersinggung, kebencian, marah, dan rasa bersalah.

Pohon Masalah

Harga Diri Rendah

Ketidakberdayaan

Disfungsi Proses Berduka


Kurangnya Umpan Balik
Umpan Balik Negatif yang Konsisten

3. Faktor Presdiposisi dan Faktor Prespitasi


a. Faktor predisposisi
1) Biologis :
1. Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang
tua menderita gangguan jiwa)
2. Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat
adiktif) dan Pengalaman penggunaan zat terlarang
3. Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general
chek up, tanggal terakhir periksa)
4. Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang
mengganggu pelaksana aktivitas harian pasien
5. Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan
balita sampai kejang-kejang atau pernah mengalami
riwayat trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus
frontal, temporal dan limbic.
6. Riwayat menderita penyakit yang secara progresif
menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis
multipel, kanker terminal atau AIDS

2) Psikologis :
1. Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat
tinggal
2. Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai
kemampuan komunikasi verbal yang kurang atau kurang
dapat mengekspresikan perasaan terkait dengan
penyakitnya atau kondisi dirinya
3. Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang
secara progresif menimbulkan ketidakmampuan,
misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS
4. Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah
dicapai)
5. Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan
kehidupannya yang sekarang
6. Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja
yang terlalu otoriter atau terlalu melindungi/menyayangi
7. Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten
selama tahap perkembangan balita hingga remaja, kurang
minat dalam mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-
hari
8. Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban
maupun sebagai saksi
9. Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan
emosi, mudah cemas, rasa takut akan tidak diakui, gaya
hidup tidak berdaya
10. Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
3) Sosial budaya :
1. Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
2. Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai
kecenderungan yang sama untuk mengalami
ketidakberdayaan tergantung dari peran yang dijalankan
dalam kehidupannya
3. Pendidikan rendah
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses
penuaan (misalnya: pensiun, defisit memori, defisit
motorik, status finansial atau orang terdekat yang
berlangsung lebih dari 6 bulan)
5. Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai
kontrol (misalnya kontrol lokus internal)

6. Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan


dengan orang lain, tidak mampu berpartisipasi dalam
sosial kemasyarakatan secara aktif, enggan bergaul dan
kadang menghindar dari orang lain
7. Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
8. Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif
maupun secara pasif.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi
ketidakberdyaan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal.
Kondisi internal dimana pasien kurang dapat menerima
perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal
biasanya keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau
mengakui keberadaannya yang sekarang terkait dengan
perubahan fisik dan perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi
kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat
bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan, dengan jumlah
stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang berat. Hal
tersebut dapat menstimulasi ketidakberdayaan bahkan
memperberat kondisi ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan faktor presiptasi
timbulnya ketidakberdayaan adalah sebagai berikut :
a) Biologis :
1. Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu,
Program pengobatan yang terkait dengan penyakitnya
(misalnya jangka panjang, sulit dan kompeks) (proses
intoksifikasi dan rehabilitasi).
2. Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
3. Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang
menimbulkan kejang atau trauma kepala yang menimbulkan
lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic
4. Terdapat gangguan sistem endokrin
5. Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
6. Mengalami gangguan tidur atau istirahat
7. Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan
gender
8. Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan
b) Psikologis :
1. Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2. Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan
aktivitas sosial yang berdampak pada keputusasaan.
3. Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor,
nyeri, kehilangan pekerjaan.
4. Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena
ketidakmampuan melakukan tanggungjawab peran.
5. Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan
orang lain.
c) Sosial budaya :
1. Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi
kesehatan atau kehidupannya yang sekarang.
2. Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga
(berada dalam lingkungan perawatan kesehatan).
3. Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun
penyebab yang lain
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses
penuaan (misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik,
status finansial atau orang terdekat yang berlangsung dalam 6
bulan terakhir)
5. Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
6. Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan
keyakinannya dan ketidakmampuan berpartisipasi dalam
kegiatan sosial di masyarakat

C. Pengkajian
Data-data yang biasa ditampilkan pada pasien dengan ketidakberdayaan
adalah mengatakan secara verbal ketidakmampuan mengendalikan atau
memengaruhi situasi.
1. Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
2. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.
3. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat kesempatan
diberikan.
4. Segan mengekspresikan perasaan yang sebenarnya.
5. Apatis, pasif.
6. Ekspresi muka murung.
7. Bicara dengan lambat.
8. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
9. Tidur berlebihan.
10. Menghindari orang lain.

D. Analisa Data
Pengelompokan Data
a. Data Subyektif
1. Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai
kemampuan mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
2. Mengungkapakan tidak dapat menghasilkan sesuatu
3. Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap
ketidakmampuan untuk melakukan tugas atau aktivitas
sebelumnya
4. Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran
5. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri
b. Data Obyektif
1. Ketidak mampuan untuk mencari informasi tentang perawatan
2. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan
kesempatan
3. Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya
4. Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan
iritabilitas, ketidaksukaan,marah, dan rasa bersalah
5. Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan
orang lain ketika mendapat perlawanan
6. Apatis dan pasif
7. Ekspresi muka murung
8. Bicara dengan gerakan lambat
9. Tidur berlebihan
10. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan
11. Menghindari orang lain
E. Diagnosa Keperawatan
KETIDAKBERDAYAAN

F. Intervensi Keperawatan
a. Intervensi
Untuk
Klien
1. Tujuan umum
Klien mampu mengatasi rasa ketidakbeerdayaan yang dialaminyaa
2. Tujuan khusus
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengenali dan mengekspresikan emosinya
c. Modifikasi pola kognitif yang negative
d. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
berkenan dengan perawatanya sendiri
e. Klien termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistis
b. Intervensi Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar klien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali
bertemu dengan klien
2. Bantu klien mengenali dan mengekspresikan emosinya
a. Lakukan pendekatan yang hangat, bersifat empati,
tunjukan respons emosional dan menerima klien apa adanya.
b. Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi
diri perawat sendiri (misalnya rasa marah, frustasi, dan
simpati )
c. Sediahkan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang
sifatnyaa suportif, beri waktu klien untuk berespon
d. Gunakan teknik komunikasi terapeutik terbuka, eksplorasi, dan
klarifikasi
e. Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya dan
identifikasi area-area situasi kehidupannya yang tidak berada
dalam kemampuannya untuk mengontrol

f. Bantu klien untuk mengidentifikasi factor-faktor yang


dapat berpengaruh terhadap ketidakberdayaan
g. Diskusi tentang masalah yang dihadapi klien tanpa
memintanya untuk menyimpulkan
3. Bantu klien memodifikasi pola kognitif yang negative
a. Identifikasi pemikiran yang negative dan bantu untuk
menurunkan melalui interupsi atau substitusi
b. Bantu klien untuk meningkatkan pemikiran yang positif
c. Efaluasi ketepatan persepsi, logika, dan kesimpulan yang dibuat
klien
d. Identifikasi persepsi klien yang tidak tepat,
penyimpangan dan pendapatannya yang
tidak rasional
e. Kurang penilaian klien yang negative terhadap dirinya
f. Bantu klien untuk menyadari nilai yang dimilikinya batu
perilakunya atau perubahan yang terjadi
4. Bantu klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
berkenaan dengan keperawatanya sendiri
a. Libatkan klien dalam menetapkan tujuan-tujuan perawatan
yang ingin dicapai. Motivasi klien untuk membuat jadwal
aktifitas perawatan dirinya
b. Berikan klien prifasi sesuai yang dibutuhkan
c. Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang dibuat
dan jika klien berhasil melakukan kegiatan atau penampilan
yang bagus. Motivasi untuk mempertahankan penampilan/
kegiatan tersebut
5. Memotivasi klien untuk aktif mencapai tujuan yang realistis
a. Diskusikan dengan klien pilihan yang realistis dalam
perawaatan, berikan penjelasan untuk pilihan ini. Bantu klien
untuk menetapkan tujuan yang realistic. Fokuskan kegiatan
pada saat ini bukan pada kegiatan masa lalu.
b. Bantu klien mengidentifikasi area-area situasi kehidupan
yang dapat dikontrolnya. Dukung kekuatan-kekuatan diri
yang dapat diidentifikasi klien
c. Identifikasi cara-cara yang dapat dicapaai oleh klien. Dorong
untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas tersebut dan
berikan penguatan positif untuk partisipasi dan pencapainnya.

d. Dorong kemandirian, tetapi bantu klien jika tidak melakukan.


Libaatkan klien daalaam membuatan keputusan tentang
rutinitas keperawatan. Jelaskan alasan setiap perubahan
perencanaan perawatan kepada klien.
e. Adakan suatu konferensi multi disiplin untuk mendiskusikan
dan mengembangkan perawatan rutin klien.

c. Intervensi Untuk Keluarga


1. Tujuan
a. Keluarga mampu mengenal masalah ketidakberdayaan pada
anggota keluarganya.
b. Keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah
ketidakberdayaan
c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga
yang mengalami ketidakberdayaan
d. Keluarga mampu mempraktikkan cara merawat
pasien dengan ketidakberdayaan
e. Keluarga mampu merujuk anggota keluarga yang
mengalami ketidakberdayaan
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar keluarga merasa aman dan nyaman
saat berinteraksi.
1. Mengucapkan salam terapiutik
2. Berjabat tangan
3. Menjelaskan tujuan interaksi
4. Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu
keluarga
b. Bantu keluarga mengenal masalah ketidakberdayaan yang
dialami oleh anggota keluarganya :
1. Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian
ketidakberdayaan
2. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala
ketidakberdayaan.
c. Diskusikan dan memotivasi keluarga cara merawat anggota
keluarga dengan ketidakberdayaan melalui aktivitas yang
dapat meningkatkan kemampuan klien untuk mengatasi rasa
ketidakberdayaan:
1. Membuat klien mengekspresikan emosinya
2. Membantu klien memodifikasi pola kognitif yang negative
3. Membantu klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
4. Memotivasi klien untuk mencapai tujuan yang realistic
d. Diskusikan dengan keluarga tentang kondisi-kondisi
dimana pasien harus dirujuk kefasilitas kesehatan dan
bagaimana cara merujuknya
DAFTRA PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik


Klinis.

Ed.9. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi


Akitivitas Kelompok. Jakarta: EGC.

Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Townsend, M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan


pada Keperawatan Psikiatri. Ed.3. Jakarta: EGC.

Wahyu, Purwaningsih, Ina Karlina. 2009. Asuhan


Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika Press.
LAPORAN PENDAHULUAN
KOPING TIDAK EFEKTIF

A. DEFINISI
Ketidakmampuan untuk membuat penilaian valid tentang stressor.
Ketidakadekuatan pilihan respons yng dilakukan. Dan atau keidakampuan
untuk menggunakan sumber daya yang tersedia (Keliat, 2019).
Koping individu tidak efektif merupakan ketidakmampuan menilai dan
merespons stressor dan / atau ketidakmampuan menggunakan sumber-sumber
yang ada untuk mengatasi masalah.

B. ETIOLOGI
Penyebab meurut PPNI (2016) adalah
1. Ketidakpercayaan kemampuan diri mengatasi masalah
2. Ketidakadekuatan sisitem pendukung
3. Ketidakadekuatan sistem koping
4. Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan
5. Ketidakcukupan persiapan untuk menghadapi stresor
6. Disfungsi sistem keluarga
7. Krisis situasional
8. Krisis maturasional
9. Kerentanan personalitas

C. Tanda dan Gejala


Koping individu tidak efektif menurut PPNI (2016) dapat
disebabkan karena adanya :
1. Ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri mengatasi masalah
2. Ketidakadekuatan sistem pendukung
3. Ketidakadekuatan strategi koping
4. Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan
5. Ketidakcukupan persiapan untuk menghadapi stressor
6. Disfungsi sistem keluarga
7. Krisis situasional
8. Krisis maturasional
9. Kerentanan personalitas
10. Ketidakpastian

D. Tanda dan Gejala


Menurut Keliat (2019) tanda mayor ketidakefektifan koping adalah:
Subjektif:
1. Mengeluh tidak mampu mengatasi situasi kehidupan
2. Ketidakmampuan meminta bantuan
3. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
Objektif:
1. Keletihan
2. Sering saakit
3. Perubahan pola tidur
Menurut Keliat (2019) tanda minor ketidakefektifan koping adalah:
Subjektif:
1. Perubahan konsentrasi
2. Perubahan komunikasi
Objektif
1. Pasif
2. Tidak mampu mengikuti informasi/edukasi
3. Perilaku destruktif

E. RENTANG RESPON
rentang respon mekanisme koping dapat digambarkan sebagai berikut :

Adaptif Maladaptif
Jadi, karakteristik mekanisme koping adalah sebagai berikut :

1. Menurut (Friedman dalam Carpenito, 2000), Adaptif jika memebuhi


kriteria sebagai berikut :
a. Dapat menceritakan secara verbal tentang perasaannya
b. Mengembangkan tujuan realistis
c. Dapat mengidentifikasi sumber koping
d. Dapat menimbulkan mekanisme koping yang efektif
e. Mengidentifikasi alternatif strategi
f. Memilih strategi yang tepat
g. Menerima dukungan

2. Maladaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut :


a. Merasa tidak mampu untuk menyelesaikan masalah secara efektif
b. Tidak mampu menyelesaikan masalah secara efektif
c. Perasaan lemas, takut, marah, irritable, tegang, gangguan
fisiologis adanya stress kehidupan
d. Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar

F. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
- Adanya riwayat ansietas dalam keluarga, ada komponen genetic
yang sedang dan dihubungkan dengan fobia sosial dan depresi mayor
- Ada riwayat gangguan status nutrisi (kurus, obesitas) atau
anoreksia dan tidak ada perbaikan nutrisi, BB tidak ideal
- Paparan terhadap racun, sindrom alcohol saat janin masih di dalam
kandungan
- Riwayat kesehatan secara umum, misalnya menderita penyakit kronis
yang membutuhkan perawatan diri yang kompleks
- Ada riwayat sering menderita sakit
- Adanya efek samping pengobatan kemoterapi dan radiasi yang
menyebabkan perubahan penampilan, misalnya rambut rontok,
penurunan BB
- Ada riwayat penyalahgunaan agens kimia (obat antikolinergik,
nikotin, kafein, kokain, steroid, atau halusinogen, alcohol, narkotik
dan sedative-hipnotik)
- Sensitifitas biologi : mengkonsumsi zat yang mengubah mood, tumor
(otak, kimiawi tubuh, retardasi mental) yaitu :
 Secara anatomi : gangguan pada sistem limbic, thalamus,
korteks frontal
 Sistem neurokimia : GABA mengalami defisiensi relative atau
ketidakseimbangan. Norephinefrin terlalu aktif atau kurang
aktif di bagian otak yang berkaitan dengan ansietas. Serotonin
kekurangan atau ketidakseimbangan.

b. Psikologis
- Intelegensi rendah sehingga sulit memahami sebuah informasi
- Ketidakmampuan mengungkapkan perasaan secara efektif atau
ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal
- Self control :
 Ketidakmampuan untuk mengubah energy yang adaptif
 Tingkat kemampuan mempersepsikan stimulus dan control diri
yang rendah
 Kesempatan yang tidak adekuat untuk menyiagakan
diriterhadap stressor
- Pengalaman yang kurang baik tentang kondisi kesehatannya sehingga
mengalami ketidakpastian
- Mengalami gangguan pengelihatan dan pendengaran yang
menyulitkan untuk melakukan interaksi atau komunikasi dengan
orang lain atau membantu anggota keluarga yang sakit. Kesulitaan
melakukan komunikasi verbal akibat pemasangan NGT,ETT,
trakeostomi dalam jangka panjang
- Pengalaman masa lalu tidak menyenangkan : ada riwayat penggunaan
zat, retardasi mental, tumor otak yang menyebabkan perubahan afek
atau mood
- Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, misalnya perceraian
atau perpisahan, penjara, disersi, KDRT, permerkosaan, gagal
sekolah, kehilangan pekerjaan yang menimbulkan perasaan sedih dan
putus asa, kehilangan orang yang dicintai, penculikan, perampokan,
kehamilan di luar nikah, perselingkuhan.
- Menderita penyakit yang menyebabkan kehilangan anggota tubuh, dan
kerusakan bentuk tubuh sekunder akibat trauma yang menyebabkan
perubahan integritas tubuh, misalnya harga diri rendah, gangguan citra
tubuh, gangguan peran dan ideal diri yang tidak realistis serta
kerancuan identitas
- Sumber psikologi yang adekuat yang dapat mengancam konsep diri :
tingkat percaya diri yang kurang adekuat dalam kemampuan
mengatasi masalah, harga diri rendh, ketidakberdayaan, kelakuan
negative tentang diri yang berlebihan, model peran yang negative
- Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan selama fase
perkembangan awal, misalnya :
 Metode disiplin yang tidak konsisten
 Takut kegagalan
 Trauma masa kanak-kanak
 Orang tua dengan penyalahgunaan obat-obatan terlarang
 Penolakan orang tua
 Keterampilan sosial yang buruk
 Penolakan sebaya
- Moral : tinggal di lingkungan dengan kelebihan beban sensori
misalnya lingkungan perindustrian, urbanisasi, urbanisasi (padat
penduduk, polusi udara, aktivitas yang berlebihan)
- Motivasi : kurangnya penghargaan dari orang lain pada masa
perkembangan yang terjadi secara berulang, kurangnya dukungan
sosialdan dari dukungan diri sendiri sehingga menyebabkan
kurangnya motivasi dalam menerima respons dari luar
- Kepribadian : mudah cemas. Ketidakmampuan mengatasi kecemasan
dengan cara yang memadai cenderung menguatkan pertahanan
sehingga memudahkan penggunaan mekanisme pertahanan yang
tidak adaptif, individu mempunyai
kerentanan yang tinggi, kepribadian narsistik, menghindar, obsesif
kompulsif, dependen
- Pertahanan psikologis : adanya konflik antara 2 elemen kepribadian
(Iid dan superego)

c. Sosial Budaya
- Usia : tidak dapat menjalankan tugas perkembangan dengan baik
terutama remaja dan dewasa awal
- Gender / Jenis Kelamin : perbedaan gender dalam strategi koping
(wanita lebih banyak daripada pria 2:1)
- Pekerjaan : bekerja tidak tetap, tidak mempunyai pekerjaan, tidak
mandiri dalam ekonomi, beban kerja yang terlalu tinggi
- Penghasilan / Pendapatan : kurang mencukupi untuk kebutuhan
sehari-hari (sumber yang tersedia tidak adekuat), kemiskinan dan
ketidakcukupan keuangan
- Pengalaman Sosial : krisis situasi yang terjadi akibat stressor yang
dialaminya, tinggal di lingkungan bencana alam, perang, pekerjaan
musiman/pekerja pendatang, relokasi, kehilangan orang terdekat
karena kematian
- Latar belakang budaya : adanya konflik yang berkaitan dengan budaya
misalnya hubungan seks pranikah dan aborsi
- Status sosial : penurunan penggunaan dukungan sosial yang ada dan
sumber pendukung yang tersedia tidak adekuat akibat karakteristik
hubungan, tinggal di panti asuhan, rumah orang tua angkat, relokasi.
Harus tinggal di panti asuhan, institusi pendidikan, institusional,
penjara. Belum bisa memisahkan diri dari autokritas keluarga
- Agama dan keyakinan : kurang mengamalkan ajaran agama dan
keyakinannya / mempunyai religi dan nilai agama yang buruk
- Keikutsertaan dalam politik : sebagai pengurus atau post power
syndrome
- Peran sosial : kurang mampu menjalankan perannya untuk
berpartisipasi lingkungan tempat tinggal dan kesulitan membina
hubungan interpersonal dengan orang lain

2. Faktor Precipitasi
a. Nature
 Biologis :
- Adanya penyakit akut yang mempengaruhi fungsi tubuh
sehingga mengalami gangguan kemampuan untuk memenuhi
tanggungjawab peran, kehilangan salah satu anggota tubuhnya
- Kesehatan secara umum, misalnya : di diagnose menderita
penyakit kronis yang mmbutuhkan perawatan diri yang
kompleks, tindakan operasi yang menyebabkan kerusakan
anggota tubuh
- Adanya efek samping pengobatan kemoterapi dan radiasi yang
menyebabkan perubahan penampilan, misalnya : rambut
rontok, penurunan BB
- Status gizi, misalnya BB tidak ideal atau terlalu gemuk sebagai
akibat dari peningkatan asupan makanan sebagai respon dari
stress
- Adanya kelainan kongenital : tuli atau buta
- Adanya perubahan fisik akibat penuaan
- Sensitifitas biologi : mengkonsumsi zat yang mengubah mood,
tumor (otak, kimiawi tubuh, retardasi mental)
 Psikologis :
- Ketidakmampuan dalam melakukan penilaian terhadap
ancaman yang terjadi yang disebabkan karena kurangnya
kemampuan memahami (intelegensi yang rendah)
- Adanya perubahan pola komunikasi yang biasa sehingga tidak
mampu melepaskan tekanan atau ketegangan yang dialami
akibat stressor yang datang
- Pengalaman masa lalu tidak menyenangkan : penggunaan zat,
retardasi mental, tumor otak yang menyebabkan perubahan afek
atau mood
- Pengalaman yang kurang baik tentang kondisi kesehatannya
sehingga mngalami ketidakpastian
- Sumber psikologis yang tidak adekuat yang dapat mengancam
konsep diri : tingkat percaya diri yang kurang adekuat dalam
kemampuan mengatasi masalah, harga diri rendah,
ketidakberdayaan, keyakinan negative tentang diri yang
berlebihan, model peran yang negative.
- Menderita penyakit yang menyebabkan kehilangan anggota
tubuh dan kerusakan bentuk tubuh sekunder akibat trauma yang
menyebabkan perubahan integritas tubuh, misalnya harga diri
rendah, gangguan citra tubuh, gangguan peran dan ideal diri
yang tidak realistis serta kerancuan identitas
- Tindakan operasi yang menyebabkan kerusakan anggota tubuh
yang berdampak pada perubahan citra tubuh
 Sosial budaya
- Usia : Krisis maturasional
- Gender : jenis kelamin perempuan lebih beresiko mengalami
kegagalan menjalankan peran
- Pendidikan : kebutuhan pendidikan, putus sekolah, gagal sekolah
- Penghasilan / pendapatan : kurang mencukupi kebutuhan
sehari-hari (sumber yang tersedia tidak adekuat), kemiskinan
dan ketidakcukupan keuangan, adanya perubahan status
fiansial
- Pekerjaan : pilihan karir, tidak tetap, pengangguran atau baru
terkena PHK, turun jabatan, memasuki masa pension
- Status sosial : penurunan penggunaan sukungan sosial yang ada
dan sumber pendukung yang tersedia tidak adekuat. Perpisahan
dengan keluarga karena harus di rawat di rumah sakit atau
perawatan panti
- Harus tinggal di panti asuhan, institusi pendidikan, instusional,
penjara
- Adanya perubahan tempat tinggal
- Latar belakang budaya : adanya konflik yang berkaitan dengan
budaya misalnya hubungan seks pranikah dan aborsi
- Keikutsertaan partai politik dan organisasi : aktif mengikuti
kegiatan politik dan organisasi atau post power sindrom
- Pengalaman sosial : krisis situasi yang terjadi akibat stressor
yang dialaminya, tinggal di lingkungan bencana alam, perang,
pekerjaan musiman / pekerja pendatang, relokasi, kehilangan
orang dekat karena kematian
- Peran sosial : keterlibatan individu dalam kegiatan sosial di
masyarakat yang kurang
-
G. Tujuan Asuhan keperawatan
4. Kognitif, klien mampu:
c. Mengetahui perubhan kondisi kesehatan dan kemampuannya mengatasi
perubahan
d. Mengetahui pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta akibat dari
ketidakefektifan koping
e. Mengetahui cara mengatasi ketidakefektifan koping
5. Psikomotor, klien mampu:
d. Mengatasi masalah secara bertahap
e. Mengguakan sumber daa/ sistem pendukung dalaam
mengatasi masalah
6. Afektif, klien mampu:
d. Merasakan mafaat latihan yang dilakukan
e. Mengembangkan koping yang efektif
f. Merasakan manfaat sistem pendukung
H. Tindakan keperawatan pada klien
A. Kaji Tanda dan gejala ketidakfektifan koping
B. Jelaskan proses terjadinya ketidakfektifan koping
C. Diskusikan koping /cara mengahadapi masalah pada masa lalu
D. Latih menggunkan upaya menyelesaikan masalah saat ini menggunakan
cara lama dan cara baru
E. Latih menggunakan sistem pendukung yang teratur
F. Beri motivasi dan pujian atas keberhasilan mengatasi masalah
I. Tindakan kolaborasi
9. Melakukan komunikasi dengn dokter menggunakan ISBAR dan TBaK
10. Memberikan terapi dokter (obat) kepada klien: Edukasi 8 benar prinsip
pemberian obat dengan menggunakan konsep sfety pemberian obat.
11. Mengobservasi manfaat dan efek samping obat
J. Evaluasi
10. Penurunan tanda dan gejala
11. Peningkatan kemampuan klien mengendalikan perasaan
12. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien
K. Rencana tindak lanjut
10. Rujuk klien dan keluarga ke fasilitas praktik mandiri perawat spesialis
keperawatan jiwa
11. Rujuk klien ke case menajer
12. Rujuk klien dan keluarga kepada kelompok pendukung.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, dkk (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Editor penyelaras, Monica Ester.
Jakarta: EGC

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat
sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Keliat,
2019).

2. Tanda dan Gejala


Menurut Keliat, 2019 data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui
observasi atau wawancara tentang perilaku berikut ini:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan.

Data ini sesuai dengan format pengkajian untuk masalah perilaku kekerasan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan ditetapkan sesuai dengan data yang didapat, dan saat ini tidak
melakukan perilaku kekerasan tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan
belum mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan tersebut.

RISIKO PERILAKU KEKERASAN

C. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya
4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukannya
5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol
perilaku kekerasannya
6) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

b. Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya adalah:
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu
3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
5) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah secara:
a) verbal
b) terhadap orang lain
c) terhadap diri sendiri
d) terhadap lingkungan
6) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
7) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara:
a) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
b) Obat
c) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
d) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:
a) Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
b) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
9) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
a) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan
baik
b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
10) Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:
a) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
b) Buat jadwal latihan sholat, berdoa
11) Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
a) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti minum obat
b) Susun jadwal minum obat secara teratur
12) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. ( 2019). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC


LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH KRONIK

1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (Keliat, 2019)
2. Tanda dan Gejala
Menurut Keliat, (2019) Berikut ini adalah tanda dan gejala harga diri rendah :
 Mengkritik diri sendiri
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Penurunan produktifitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri

Selain data diatas, saudara dapat juga mengamati penampilan seseorang


dengan harga diri rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri,
berpakaian tidak rapih, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara,
lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada suara lemah.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data diatas, yang didapat melalui observasi, wawancara atau
pemeriksaan fisik bahkan melalui sumber sekunder, maka perawat dapat
menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien sebagai berikut:

Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah

4. TINDAKAN KEPERAWATAN
Langkah kita selanjutnya untuk mengatasi masalah pasien dengan harga diri
rendah adalah menetapkan beberapa tindakan keperawatan.
1. Tindakan keperawatan pada pasien :
a. Tujuan :
1) Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
2) Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
3) Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
4) Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
5) Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih

a. Tindakan keperawatan :
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih
dimiliki pasien.
Untuk membantu pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek
positif yang masih dimilikinya , perawat dapat :
 Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, di rumah,
dalam keluarga dan lingkungan adanya keluarga dan lingkungan
terdekat pasien.
 Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu
dengan pasien penilaian yang negatif.
2) Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Untuk tindakan tersebut, saudara dapat :
 Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat
digunakan saat ini.
 Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
 Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif

3) Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih


Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
 Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan
sehari-hari.
 Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat pasien lakukan
secara mandiri, mana kegiatan yang memerlukan bantuan minimal
dari keluarga dan kegiatan apa saja yang perlu batuan penuh dari
keluarga atau lingkungan terdekat pasien. Berikan contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang dapat dilakukan pasien. Susun bersama
pasien dan buat daftar kegiatan sehari-hari pasien.
4) Melatih kemampuan yang dipilih pasien
Untuk tindakan keperawatan tersebut saudara dapat melakukan:
 Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan yang dipilih
 Bersama pasien memperagakan kegiatan yang ditetapkan
 Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat
dilakukan pasien.
5) Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
Untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan tersebut, saudara dapat
melakukan hal-hal berikut :
 Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan
 Beri pujian atas kegiatan/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap
hari
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap kegiatan
 Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah pelaksanaan
kegiatan
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. ( 2019). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC


LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

1. Pengkajian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya (Keliat, 2019). Berdasarkan besarnya
kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku
bunuh diri, yaitu:
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena
saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih /
marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal
negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah
b. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk
mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat
untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan
rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

Berdasarkan jenis-jenis bunuh diri diatas dapat dilihat data-data yang harus
dikaji pada tiap jenisnya.
Setelah melakukan pengkajian, saudara dapat merumuskan diagnosa
keperawatan berdasarkan tingkat risiko dilakukannya bunuh diri (lihat pembagian
tiga macam perilaku bunuh diri pada halaman sebelumnya).
Jika ditemukan data bahwa pasien menunjukkan isyarat bunuh diri, masalah
keperawatan yang mungkin muncul adalah: Harga diri rendah. Bila saudara telah
merumuskan masalah ini, maka tindakan keperawatan yang paling utama
dilakukan adalah meningkatkan harga diri pasien (selengkapnya lihat modul harga
diri rendah).

2. Diagnosa Keperawatan
Jika ditemukan data bahwa pasien memberikan ancaman atau mencoba
bunuh diri, masalah keperawatan yang mungkin muncul :

Risiko bunuh diri

Bila saudara telah merumuskan masalah ini, maka saudara perlu segera melakukan
tindakan keperawatan untuk melindungi pasien.

3. Tindakan Keperawatan
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Risiko Bunuh Diri
1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
b. Tindakan : Melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka
saudara dapat melakukan tindakan berikut:
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat
yang aman
2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas,
tali pinggang)
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat
4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. ( 2019). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC


LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

1. Pengkajian Pasien Halusinasi


Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada (Keliat, 2019).
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu saudara dapatkan adalah:
a. Jenis halusinasi:
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data obyektif dan subyektifnya. Data
objektif dapat Saudara kaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien,
sedangkan data subjektif dapat Saudara kaji dengan melakukan wawancara
dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi
pasien.

Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi Bicara atau tertawa Mendengar suara-suara
Dengar/suara sendiri atau kegaduhan.
Marah-marah tanpa sebab Mendengar suara yang
Menyedengkan telinga ke mengajak bercakap-cakap.
arah tertentu Mendengar suara
Menutup telinga menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar,
Penglihatan tertentu bentuk geometris, bentuk
Ketakutan pada sesuatu kartoon, melihat hantu
yang tidak jelas. atau monster
Halusinasi Menghidu seperti sedang Membaui bau-bauan
Penghidu membaui bau-bauan seperti bau darah, urin,
tertentu. feses, kadang-kadang bau
Menutup hidung. itu menyenangkan.
Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti
Pengecapan Muntah darah, urin atau feses
Halusinasi Menggaruk-garuk Mengatakan ada serangga
Perabaan permukaan kulit di permukaan kulit
Merasa seperti tersengat
listrik

b. Isi halusinasi
Data tentang isi halusinasi dapat saudara ketahui dari hasil pengkajian
tentang jenis halusinasi (lihat nomor 1 diatas).
c. Waktu, frekwensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi,
siang, sore atau malam? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya
apakah terus-menerus atau hanya sekali-kali? Situasi terjadinya apakah kalau
sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal ini dilakukan untuk
menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari
situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut
dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi
dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.

d. Respons halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul.
Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan
saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau
orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi
perilaku pasien saat halusinasi timbul.

2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan data subyektif dan obyektif yang
ditemukan pada pasien
Gangguan sensori persepsi: halusinasi …………..

3. Tindakan Keperawatan Pasien Halusinasi


1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
a. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
b. Tindakan Keperawatan
1) Membantu pasien mengenali halusinasi.
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi Saudara dapat melakukannya
dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,
situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat
halusinasi muncul
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi Saudara dapat melatih pasien empat cara yang sudah
terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi:
a) Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih
untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
 Menjelaskan cara menghardik halusinasi
 Memperagakan cara menghardik
 Meminta pasien memperagakan ulang
 Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien

b) Bercakap-cakap dengan orang lain


Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi
distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah
satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain.

c) Melakukan aktivitas yang terjadwal


Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas
secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang
sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang
mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan
cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam,
tujuh hari dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut:
 Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
 Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
 Melatih pasien melakukan aktivitas
 Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah
dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai
tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
 Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif.

d) Menggunakan obat secara teratur


Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien
gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat
sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan
terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit.
Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan
berkelanjutan.

Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:


 Jelaskan guna obat
 Jelaskan akibat bila putus obat
 Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
 Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
(benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar
dosis)
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. ( 2019). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC


LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO WAHAM

1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara
kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, 2019).

2. Tanda dan Gejala waham adalah :


Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi terhadap
perilaku berikut ini:
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “Saya
punya tambang emas”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mecederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai
kenyataan.
Contoh: “Saya tahu..seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan
Contoh: “Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari”
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang
penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya sakit kanker”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan
bahwa ia terserang kanker.

e. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Ini khan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”

Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat saudara gunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :

Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan dan menetap?
Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien cemas
secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya aneh dan tidak
nyata?
Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar tubuhnya?
Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain?
Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang lain atau
kekuatan dari luar?
Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya atau
yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?

Selama pengkajian saudara harus mendengarkan dan memperhatikan semua


informasi yang diberikan oleh pasien tentang wahamnya.

Untuk mempertahankan hubungan saling percaya yang telah terbina jangan


menyangkal, menolak, atau menerima keyakinan pasien.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data yang diperoleh ditetapkan diagnosa
keperawatan:

GANGGUAN PROSES PIKIR: WAHAM

D. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan
1) Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
2) Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
3) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
4) Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
b. Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya
Sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham, saudara harus
membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya adalah:
a). Mengucapkan salam terapeutik
b). Berjabat tangan
c). Menjelaskan tujuan interaksi
d). Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien.
2) Bantu orientasi realita
a) Tidak mendukung atau membantah waham pasien
b) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
c) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
d) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya
dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal
sampai pasien berhenti membicarakannya
e) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai
dengan realitas.
3) Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak
terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan
marah.
4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional pasien
5) Berdikusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
6) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki
7) Berdiskusi tentang obat yang diminum
8) Melatih minum obat yang benar
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. ( 2019). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC


LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2019).

Untuk mengkaji pasien isolasi sosial Saudara dapat menggunakan wawancara dan
observasi kepada pasien dan keluarga.

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
 Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
 Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
 Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
 Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
 Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
 Pasien merasa tidak berguna
 Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat Saudara tanyakan pada waktu wawancara


untuk mendapatkan data subyektif:
 Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga
atau tetangga)?
 Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya siapa teman dekat itu?
 Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?
 Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya?
 Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
 Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dengan orang
sekitarnya?
 Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?
 Apakah pernah ada perasaan ragu untuk bisa melanjutkan kehidupan?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi:
 Tidak memiliki teman dekat
 Menarik diri
 Tidak komunikatif
 Tindakan berulang dan tidak bermakna
 Asyik dengan pikirannya sendiri
 Tak ada kontak mata
 Tampak sedih, afek tumpul

C. Diagnosa Keperawatan

Isolasi Sosial

D. Tindakan Keperawatan

1.Tindakan keperawatan untuk pasien.


a. Tujuan: Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu
1) Membina hubungan saling percaya
2) Menyadari penyebab isolasi sosial
3) Berinteraksi dengan orang lain

b. Tindakan Keperawatan
1) Membina Hubungan Saling Percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya, adalah :
 Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
 Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan
yang Saudara sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien
 Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
 Buat kontrak asuhan: apa yang Saudara akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
 Jelaskan bahwa Saudara akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
 Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
 Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan

Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial


kadang-kadang perlu waktu yang lama dan interaksi yang singkat dan
sering, karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain.
Untuk itu Saudara sebagai perawat harus konsisten bersikap terapeutik
kepada pasien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa
dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila
pasien sudah percaya dengan Saudara program asuhan keperawatan lebih
mungkin dilaksanakan.

2) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial


Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai berikut :
 Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
berinteraksi dengan orang lain
 Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain
3) Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain
Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien memiliki
banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
4) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan
Dilakukan dengan cara:
 Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung
diri dan tidak bergaul dengan orang lain
 Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap
kesehatan fisik pasien
5). Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

Saudara tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam


berinteraksi dengan orang lain, karena kebiasaan tersebut telah
terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu Saudara dapat
melatih pasien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pasien hanya akan
akrab dengan Saudara pada awalnya, tetapi setelah itu Saudara harus
membiasakan pasien untuk bisa berinteraksi secara bertahap dengan
orang-orang di sekitarnya.

Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat Saudara lakukan sebagai
berikut:
 Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan
orang lain yang dilakukan di hadapan Saudara
 Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien,
perawat atau keluarga)
 Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
 Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh pasien.
 Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi
dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan
keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar
pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. ( 2019). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC


LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan
toileting {Buang Air Besar (BAB)/Buang Air Kecil(BAK)} secara mandiri
(Keliat, 2019).

Untuk mengetahui apakah pasien mengalami masalah kurang perawatan diri


maka tanda dan gejala dapat diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu:
 Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
 Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
 Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
 Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAK
tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB/BAK

Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data yang didapat ditetapkan diagnosa keperawatan :

Kurang Perawatan Diri : - Kebersihan diri


- Berdandan
- Makan
- Eliminasi (BAB/BAK)

Tindakan keperawatan

1. Tindakan keperawatan untuk pasien


a. Tujuan:
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri

b. Tindakan keperawatan
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri Saudara dapat
melakukan tanapan tindakan yang meliputi:
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

2) Melatih pasien berdandan/berhias


Saudara sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien
laki-laki tentu harus dibedakan dengan wanita.
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur

Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :


a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
Untuk melatih makan pasien Saudara dapat melakukan tahapan
sebagai berikut:
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri


Saudara dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai
tahapan berikut:
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. ( 2019). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai