KONSEP PENYAKIT
A. Definisi Penyakit
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan pariental, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sukender terhadap
penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil
cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura. (Price & Wilson,2006)
B. Manifestasi Klinis
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila
cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gelaja penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang akan
kurang bergerak dalam bernapas, fremitus melemah (raba dan
vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco –
Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura
C. Etiologi
Efusi pleural adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan produksi cairan,
penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan
oleh satu dari lima mekanisme berikut: (Morton,2012)
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpluera atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab efusi pleura
Infeksi
- Tuberculosis
- Pneumonitis
- Abses paru
- Perforasi esophagus
Abses subfrenik
Noninfeksi
- Karsinoma paru
- Karsinoma pleura: primer, sekunder
- Karsinoma mediastinum
- Tumor ovarium
- Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditis kondtriktiva
- Gagal hati
- Gagal ginjal
- Hipotiroidsme
- Kilotoraks
- Emboli paru
Sumber : ilmu bedah dejong hal: 416
Tampilan cairan efusi pleura
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura vicelaris, karena diantara pleura tersebut terdapat
cairan 1-20cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak
teratur . cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antra kedua pleura,
sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa
cairan diproduksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi
tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic kolois pada pleura vicelaris. Cairan
kebanyakan diabsobsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil
diabsorsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel- sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura
tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. keadaan
ini bisa terjadi akrena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm h2o dan
tekanan osmotic koloid sebesar 10cm h2o. Keseimbangan tersebut dapat
terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa
paru.
Terjadinya infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil
mikobakterium tuberkulosa masuk melalui salruan saraf nemuju alveoli,
terjadilah insfeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local) dan juga diikutin
dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional).
Peradangan membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan
akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura
akibat dari tuerkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau
melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya
pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga,
atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkulosa paru adalah
merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan
pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini
biasanya serous, kadang – kadang bisa hemarogik. Dalam setiap ml
cairan pleura bias mengandung leukosit antra 500- 2000. Mula – mula
yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel
limfoit, cairan efusi sangatsedikit mengandung kuman tuberkulosa.
Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis,
tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan beberapa
perubahan fisik antara lain: irama pernapasan tidak teratur, frekuensi
penapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang lebih
cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas
ada perubahan lainnya yang ditimbulkan oleh efussi pleura yang
diakibatkan infeksi tuberkulosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk, dan
berat badan menurun.
E. Klasifikasi
Efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu : (Morton,2012)
F. Pemeriksaan penunjangan
1. Pemeriksaan radiologik (rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan
tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat
pergeseran di mediatinum
2. Ultrasonografi
3. Torakosentesis/ pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna,
biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea
aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan
yang mungkin sero (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus
(piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin
berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang)
4. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, perwarnaan gram,
basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih,
pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase
(LDH), protein), analisis sitologi untuk sel –sel malignan, dan Ph
5. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
G. Penatalaksanaan
1. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan
oksigen karena peningkatan aktivitas akan meningkatan kebutuhan
oksigen sehingga dispneu akan semakin meningkat pula
2. Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala
subjektif seperti nyeri, dispneu, dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak
1- 1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran
cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat
adanya infeksi. Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur
kuman.
4. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain,
diberikan obat ( tertrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang
interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah
cairan terakumulasi kembali.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan merupakan pendekatan ilmiah dalam
menyelesaikan suatu masalah, yang terdiri dari melakukan identifikasi klien
dalam memilih data senjang dan data yang fokus, mampu membuat
diagnosis keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan
tindakan sesuai rencana, serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan
yang telah dilakukan. Adapun tahapan dalam proses keperawatan ini antara
lain pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi keperawatan (Rohmah, 2012).
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan untuk tahap
berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang
terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis
yang diangkat akan menentukan desain perencanaan yang ditetapkan.
Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi mengikuti perencanaan
yang dibuat (Rohmah, 2012).
1. Identitas diri
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama,
umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
2. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya
pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas.
7. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk
menentukan adanya kelainan – kelainan dari suatu sistim atau organ
tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba( palpasi), mengetuk (
perkusi), dan mendengarkan ( auskultasi). (Raylene M
Rospond,2009; Terj D. Lyrawati,2009).
B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
2. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kemampuan ekspansi paru,
kerusakan membrane alveolar – kapiler
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat
sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
5. Nyeri akut b.d proses tindakan drainase
6. Gangguan rasa nyaman b.d batuk yang menetap dan sesak nafas
serta perubahan suasana lingkungan
7. Resiko infeksi b.d tindakan drainase (luka pemasangan WSD)
8. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antra suplai oksigen
dengan kebutuhan, dyspneu setelah beraktifitas
9. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik