Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA
Laporan ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Departemen Medikal Bedah I

Disusun oleh :

Kelompok VI

Aden M Arafah Luthfi Anshori

Eneng Sifa Rahmawati

Fitri Nurlita Siti Samianurroh Mirojuliah

Fuji Sukarsah Yusep Maal Amar

Program Studi Profesi Ners


STIKes KARSA HUSADA GARUT
2018
Laporan Pendahuluan

Efusi Pleura

A. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura. Rongga
pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan
rongga dada. Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang
memisahkan kedua lapisan pleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam
rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung
kolesterol tinggi.
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi
dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat
berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan
produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini
disebabkan oleh : peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limpatik,
peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan tekanan osmotic koloid darah,
peningkatan tekanan negative intrapleura, kerusakan drainase limpatik ruang pleura.
(Morton, 2012).

B. Etioloi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan
produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini
disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut : Peningkatan tekanan pada kapiler
subpleura atau limfatik, peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan tekanan
osmotic koloid darah, peningkatan tekanan negative intrapleura, kerusakan drainase
limfatik ruang pleura. Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti :
1. Infeksi : Tuberculosis, pneumonitis, abses paru, perforasi eshopagus, abses
subfrenik.
2. Noninfeksi : Karsinoma paru, karsinoma pleural, karsinoma mediastinum, tumor
ovarium, bendungan jantung, gagal hati, gagal ginjal, hipotiroidisme, kilotoraks,
emboli paru.

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi


transudat, eksudat dan hemoragis

1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior,
tumor, sindroma meig.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru,
radiasi, penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
4. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-
penyakit dibawah ini : Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark
paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

C. Manifestasi klinis

1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah


cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya
tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura
viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe
sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia
akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan
vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan
eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena
disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic
koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan
infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat
jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya
transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya
sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
2. Ultrasonografi
3. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak),
berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
4. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel
malignan, dan pH.
5. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
6. Water Seal Drainase (WSD) : suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk
mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada, untuk mengembangkan
kembali paru yang kolap dan untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam
rongga dada. Dipasang pada daerah Apikal : Letak selang pada interkosta III mid
klavikula, dimasukkan secara antero lateral untuk mengeluarkan udara dari rongga
pleura. Basal : Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid
aksiller, untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura.

F. Pathway
G. Pengkajian
1. Pengumpulan Data, Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a) Identitas Pasien dan Penanggungjawab
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien dan penanggungjawab.

b) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan efusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

c) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.

d) Riwayat Penyakit Dahulu


Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

e) Riwayat Penyakit Keluarga


Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.

2. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
3. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan
merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.

b) Pola nutrisi dan metabolisme


Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan efusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme
akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan efusi pleura keadaan umumnya
lemah.

c) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik
otot-otot tractus degestivus.

d) Pola aktivitas dan latihan


Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga
akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.

e) Pola tidur dan istirahat


Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

f) Pola hubungan dan peran


Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus
suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami
perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.

g) Pola persepsi dan konsep diri


Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-
tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.

h) Pola sensori dan kognitif


Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan
proses berpikirnya.

i) Pola reproduksi seksual


Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.

j) Pola penanggulangan stress


Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress
dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan
dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

4. Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan
berat badan pasien.

2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea
dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya
bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e
sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty
Abdol, 1994,79).
3) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung
frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus
cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-
35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi
abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).

5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.

6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemeriksaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan
kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

5. Pemeriksaan Penunjang : Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium


a) Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak
bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan
kostofrenikus. Pada efusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300
cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk
memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral
dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit
(Hood Alsagaff, 1990, 786-787).

b) Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui
biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel
ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan
tumor pleura) (Soeparman, 1990, 788).

c) Pemeriksaan Laboratorium Biokimia


Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam efusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan
pleura : Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma. Kadar amilase. Biasanya meningkat
pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).

d) Analisa cairan pleura


 Transudat : Jernih, Kekuningan
 Eksudat : Kuning, Kuning-Kehijauan
 Hilothorax : Putih Seperti Susu
 Empiema : Kental Dan Keruh
 Empiema Anaerob : Berbau Busuk
 Mesotelioma : Sangat Kental Dan Berdarah

e) Perhitungan sel dan sitologi


 Leukosit 25.000 (mm3) : empiema
 Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
 Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
 Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan
jamur
 Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3
cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni.
Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan
keganasan.
 Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
 Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan
dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi
cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis
(Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)

f) Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis,
E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan
terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 %
(Soeparman, 1998: 788).

H. Analisa Data
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga
dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita efusi pleura.
Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.

I. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan efusi
pleura antara lain :
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin
Tucleer, dkk, 1998).
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik
(pemasangan selang dada)
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan
akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara
Engram, 1993).
4. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
5. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
6. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993).
J. Perencanaan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor 1. Dengan
pola pernafasan tindakan keperawatan penyebab. mengidentifikasikan
berhubungan selama 2x24 jam 2. Kaji kualitas, penyebab, kita dapat
dengan Pasien mampu frekuensi dan menentukan jenis
menurunnya mempertahankan kedalaman effusi pleura
ekspansi paru fungsi paru secara pernafasan, sehingga dapat
sekunder normal, dengan laporkan setiap mengambil tindakan
terhadap kriteria hasil : Irama, perubahan yang yang tepat.
penumpukan frekuensi dan terjadi. 2. Dengan mengkaji
cairan dalam kedalaman pernafasan 3. Baringkan pasien kualitas, frekuensi
rongga pleura. dalam batas normal, dalam posisi dan kedalaman
pada pemeriksaan yang nyaman, pernafasan, kita
sinar X dada tidak dalam posisi dapat mengetahui
ditemukan adanya duduk, dengan sejauh mana
akumulasi cairan, kepala tempat perubahan kondisi
bunyi nafas terdengar tidur ditinggikan pasien.
jelas. 60 – 90 derajat. 3. Penurunan
4. Observasi tanda- diafragma
tanda vital (suhu, memperluas daerah
nadi, tekanan dada sehingga
darah, RR dan ekspansi paru bisa
respon pasien). maksimal.
5. Lakukan 4. Peningkatan RR dan
auskultasi suara tachcardi merupakan
nafas tiap 2-4 indikasi adanya
jam. penurunan fungsi
6. Bantu dan paru.
ajarkan pasien 5. Auskultasi dapat
untuk batuk dan menentukan
nafas dalam yang kelainan suara nafas
efektif. pada bagian paru-
7. Kolaborasi paru.
dengan tim medis 6. Menekan daerah
lain untuk yang nyeri ketika
pemberian O2 batuk atau nafas
dan obat-obatan dalam. Penekanan
serta foto thorax. otot-otot dada serta
abdomen membuat
batuk lebih efektif.
7. Pemberian oksigen
dapat menurunkan
beban pernafasan
dan mencegah
terjadinya sianosis
akibat hiponia.
Dengan foto thorax
dapat dimonitor
kemajuan dari
berkurangnya cairan
dan kembalinya
daya kembang paru.
2. Nyeri dada b.d Setelah dilakukan 1. Kaji terhadap
factor-faktor tindakan keperawatan adanya nyeri,
biologis (trauma selama 2x24 jam skala dan
jaringan) dan Nyeri hilang atau intensitas nyeri
factor-faktor fisik berkurang, dengan 2. Ajarkan pada
(pemasangan kriteria hasil : Pasien klien tentang
selang dada) mengatakan nyeri manajemen nyeri
berkurang atau dapat dengan distraksi
dikontrol, Pasien dan relaksasi
tampak tenang 3. Amankan selang
dada untuk
membatasi
gerakan dan
menghindari
iritasi
4. Kaji keefektifan
tindakan
penurunan rasa
nyeri
5. Berikan analgetik
sesuai indikasi
3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Beri motivasi 1. Kebiasaan makan
pemenuhan tindakan keperawatan tentang seseorang
kebutuhan nutrisi selama 2x24 jam pentingnya dipengaruhi oleh
kurang dari kebutuhan nutrisi nutrisi. kesukaannya,
kebutuhan tubuh terpenuhi, dengan 2. Auskultasi suara kebiasaannya,
sehubungan kriteria hasil : bising usus. agama, ekonomi dan
dengan Konsumsi lebih 40 % 3. Lakukan oral pengetahuannya
peningkatan jumlah makanan, hygiene setiap tentang pentingnya
metabolisme berat badan normal hari. Sajikan nutrisi bagi tubuh.
tubuh, penurunan dan hasil laboratorium makanan 2. Bising usus yang
nafsu makan dalam batas normal. semenarik menurun atau
akibat sesak mungkin Beri meningkat
nafas. makanan dalam menunjukkan
porsi kecil tapi adanya gangguan
sering. pada fungsi
4. Kolaborasi pencernaan. Bau
dengan tim gizi mulut yang kurang
dalam pemberian sedap dapat
di’it TKTP mengurangi nafsu
5. Kolaborasi makan.
dengan dokter 3. Penyajian makanan
atau konsultasi yang menarik dapat
untuk melakukan meningkatkan nafsu
pemeriksaan makan Makanan
laboratorium dalam porsi kecil
alabumin dan tidak membutuhkan
pemberian energi, banyak
vitamin dan selingan
suplemen nutrisi memudahkan reflek.
lainnya (zevity, 4. Di’it TKTP sangat
ensure, socal, baik untuk
putmocare) jika kebutuhan
intake diet terus metabolisme dan
menurun lebih 30 pembentukan
% dari antibody karena diet
kebutuhan. TKTP menyediakan
kalori dan semua
asam amino esensial.
5. Peningkatan intake
protein, vitamin dan
mineral dapat
menambah asam
lemak dalam tubuh
4. Cemas atau Setelah dilakukan 1. Berikan posisi 1. Posisi semi fowler
ketakutan tindakan keperawatan yang atau posisi yang
sehubungan selama 2x24 jam menyenangkan menyenangkan akan
dengan adanya klien mampu bagi pasien. memperlancar
ancaman memahami dan Biasanya dengan peredaran O2 dan
kematian yang menerima keadaannya semi fowler. CO2.
dibayangkan sehingga tidak terjadi 2. Jelaskan 2. Klien mampu
(ketidakmampuan kecemasan. Dengan mengenai menerima keadaan
untuk bernafas) kriteria hasil : klien penyakit dan dan mengerti
mampu bernafas diagnosanya. sehingga dapat
secara normal, pasien 3. Ajarkan teknik diajak kerjasama
mampu beradaptasi relaksasi. dalam perawatan.
dengan keadaannya. 4. Bantu dalam 3. Mengurangi
Respon non verbal menggala sumber ketegangan otot dan
klien tampak lebih koping yang ada. kecemasan.
rileks dan santai, 5. Pertahankan 4. Pemanfaatan sumber
nafas teratur dengan hubungan saling koping yang ada
frekuensi 16-24 kali percaya antara secara konstruktif
permenit, nadi 80-100 perawat dan sangat bermanfaat
kali permenit. pasien. dalam mengatasi
6. Kaji faktor yang stress.
menyebabkan 5. Hubungan saling
timbulnya rasa percaya membantu
cemas. proses terapeutik.
7. Bantu pasien 6. Tindakan yang tepat
mengenali dan diperlukan dalam
mengakui rasa mengatasi masalah
cemasnya. yang dihadapi klien
dan membangun
kepercayaan dalam
mengurangi
kecemasan.
7. Rasa cemas
merupakan efek
emosi sehingga
apabila sudah
teridentifikasi
dengan baik,
perasaan yang
mengganggu dapat
diketahui.
5. Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Beri posisi 1. Posisi semi fowler
tidur dan istirahat tindakan keperawatan senyaman atau posisi yang
sehubungan selama 2x24 jam mungkin bagi menyenangkan akan
dengan batuk tidak terjadi gangguan klien. memperlancar
yang menetap pola tidur dan 2. Tentukan peredaran O2 dan
dan nyeri kebutuhan istirahat kebiasaan CO2.
pleuritik. terpenuhi. Dengan motivasi 2. Mengubah pola
kriteria hasil : Klien sebelum tidur yang sudah menjadi
tidak sesak nafas, malam sesuai kebiasaan sebelum
klien dapat tidur dengan tidur akan
dengan nyaman tanpa kebiasaan mengganggu proses
mengalami gangguan, pasien sebelum tidur.
klien dapat tertidur dirawat. 3. Relaksasi dapat
dengan mudah dalam 3. Anjurkan pasien membantu
waktu 30-40 menit untuk latihan mengatasi gangguan
dan pasien beristirahat relaksasi tidur.
atau tidur dalam sebelum tidur. 4. Observasi gejala
waktu 3-8 jam per 4. Observasi kardinal guna
hari. gejala kardinal mengetahui
dan keadaan perubahan terhadap
umum pasien. kondisi pasien.
6. Ketidakmampuan Setelah dilakukan 1. Evaluasi respon 1. Mengetahui sejauh
melaksanakan tindakan keperawatan pasien saat mana kemampuan
aktivitas sehari- selama 2x24 jam beraktivitas, pasien dalam
hari sehubungan klien mampu catat keluhan melakukan aktivitas.
dengan keletihan melaksanakan dan tingkat 2. Memacu pasien
(keadaan fisik aktivitas seoptimal aktivitas serta untuk berlatih secara
yang lemah). mungkin. Dengan adanya aktif dan mandiri.
kriteria hasil : perubahan 3. Memberi
Terpenuhinya tanda-tanda pendidikan pada
aktivitas secara vital. klien dan keluarga
optimal, pasien 2. Bantu klien dalam perawatan
kelihatan segar dan memenuhi selanjutnya.
bersemangat, personel kebutuhannya. 4. Kelemahan suatu
hygiene pasien cukup. 3. Awasi klien saat tanda klien belum
melakukan mampu beraktivitas
aktivitas. secara penuh.
4. Libatkan 5. Istirahat perlu untuk
keluarga dalam menurunkan
perawatan kebutuhan
pasien. metabolisme.
5. Jelaskan pada 6. Aktivitas yang
pasien tentang teratur dan bertahap
perlunya akan membantu
keseimbangan mengembalikan
antara aktivitas pasien pada kondisi
dan istirahat. normal.
6. Motivasi dan
awasi pasien
untuk
melakukan
aktivitas secara
bertahap.
7. Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji patologi 1. Informasi
pengetahuan tindakan keperawatan masalah menurunkan takut
mengenai selama 2x24 jam individu. karena
kondisi, aturan klien dan keluarga 2. Identifikasi ketidaktahuan.
pengobatan tahu mengenai kemungkinan Memberikan
sehubungan kondisi dan aturan kambuh atau pengetahuan dasar
dengan pengobatan. Dengan komplikasi untuk pemahaman
kurangnya kriteria hasil : klien jangka panjang. kondisi dinamik dan
informasi. dan keluarga 3. Kaji ulang tanda pentingnya
menyatakan atau gejala yang intervensi
pemahaman penyebab memerlukan terapeutik.
masalah, klien dan evaluasi medik 2. Penyakit paru yang
keluarga mampu cepat (contoh, ada seperti PPOM
mengidentifikasi nyeri dada tiba- berat, penyakit paru
tanda dan gejala yang tiba, dispena, infeksi dan
memerlukan evaluasi distress keganasan dapat
medik, klien dan pernafasan). meningkatkan
keluarga mengikuti 4. Kaji ulang insiden kambuh.
program pengobatan praktik 3. Berulangnya efusi
dan menunjukkan kesehatan yang pleura memerlukan
perubahan pola hidup baik (contoh, intervensi medik
yang perlu untuk nutrisi baik, untuk mencegah,
mencegah istirahat, menurunkan
terulangnya masalah. latihan). potensial
komplikasi.
4. Mempertahankan
kesehatan umum
meningkatkan
penyembuhan dan
dapat mencegah
kekambuhan.

K. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
dokumentasi intervensi dan respon pasien.
2. Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan
yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

L. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(US. Midar H, dkk, 1989). Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan,
pasien :
1. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
4. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan
aktivitas seperti biasanya.
5. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak
nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang
merawatnya.
6. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
7. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan
dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan
bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga
menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University
Press, Surabaya ; 1995
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2,
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995
Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 1999
Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998
Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ;
1995
Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991
Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar – Dasar Diagnostik Fisik Paru,
Surabaya; 1994
Lismidar,proses keperawatan H,dkk, Proses keperawatan, AUP, 1990
Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF
Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994
B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992
Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990
Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien, Jakarta EGC ; 1998
Soedarsono, Guidelines of Pulmonology, Surabaya ; 2000.

Anda mungkin juga menyukai