EFUSI PLEURA
A. KONSEP TEORI
1. DEFINISI EFUSI PLEURA
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis
dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis
danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 2012).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5
sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2014).
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane,
2000). Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price &
Wilson 2015).
2. EPIDEMIOLOGI
Bakteri pneumonia serta keganasan adalah penyebab utama dan sering
untuk eksudat. Efusi pleura pada anak-anak umumnya kebanyakan adalah
infeksi (50-70% efusi parapneumonik), gagal jantung kongestif adalah
penyebab yang lebih sedikit (5- 15%) dan keganasan adalah kasus yang
jarang. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada
sekitar 50-60 % penderita keganasan pleura primer atau metastatic.
Sementara 5 % kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai
efusi pleura dan sekitar 5 % penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura (Reader, 2014).
3. ETIOLOGI
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragis
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis),
syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor,
ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi
unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang
spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral
ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung
kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus
systemic, tumor dan tuberkolosis (Hidayat, 2013).
4. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam
rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan
hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H 2O. Akumulasi cairan pleura dapat
terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita
hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses
keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat
kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis
paru (Alsagaf H, Mukti A, 2015, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas
dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1)
penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang
menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi
sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga
pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga
memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap
penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura,
yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein
plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc,
2014, 623-624).
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada
ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara
perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. Kondisi efusi pleura
yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas. Gagal
nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen
(Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50
mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah (Widodo, 2014).
5. PATHWAY (Terlampir)
6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang muncul (Terney, 2012 dan Tucker, 2015) adalah
a. Sesak Nafas
b. Nyeri dada
c. Kesulitan bernafas
d. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
e. Keletihan
f. Batuk
7. PEMERIKSAAN FISIK
Deviasi trakhea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleura yang signifikan mungkin akan ditemukan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland, yaitu daerah
yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga
Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum
kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan
ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Pemeriksaan fisik per sistem:
a. Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra
lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung
meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas
atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical
penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux.
Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi
atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda
auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah
lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-
kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf
H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 2014,79)
b. Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi
untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa
adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas
jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi
untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
c. Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain
itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan,
adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit
perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga
apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa
padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika
urinarta, tumor).
d. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau
comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
e. Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada
kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
f. Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya
lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis
akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa
mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture
kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi
seseorang.
(Manuaba, 2013).
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari
lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat
berasal dari luar atau dari dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit
membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi
karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi
lateral dekubitus.
b. CT – SCAN
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya
tumor paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang
meliputi :
menentukan adanya tumor dan ukurannya
mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus,
mediatinum dan pembuluh darah besar
mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk
menuntun tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi
pengobatan, mendeteksi kekambuhan dan CT planing radiasi.
c. Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
d. Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space,
peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit
pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.
e. Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara
lain :
1) Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif
Positif
10. KOMPLIKASI
Menurut (Mansjoer, 2015), komplikasi efusi pleura yaitu:
Infeksi
Fibrosis paru
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas, mucosa sekret berlebihan.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi
yang ditandai dengan dispnea dan penggunaan otot aksesorius pernapasan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik ditandai dengan
mengkomunikasikan nyeri secara verbal
4. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh
primer (cairan tubuh statis), prosedur invasiv
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan
7. Cemas berhubungan dengan status kesehatan
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Evaluasi
1 Bersihan jalan nafas NOC Label: NIC Label: S:
tidak efektif b.d Respiratory status: Airway Airway Management Pasien mengatakan
penyumbatan saluran patency 1. Buka jalan napas, dengan 1. Menyediakan jalan nafas yang lancar
nafas oleh sputum Setelah diberikan asuhan mengangkat dagu atau napas yang adekuat O:
yang ditandai dengan keperawatan …x24 jam, jalan dengan teknik kepada RR: 18 x/menit, ronchi
produksi suputum (+), napas pasien paten dengan mendorong rahang pasien/meluruskan (-), otot bantu
ronchi (+) criteria hasil: 2. Posisikan pasien untuk saluran nafas pernafasan (-)
RR (respiratory rate) 12- memaximalkan aliran 2. Mencegah jalan nafas A:
20 x/menit (5) nafas yang tersumbat Tujuan Tercapai penuh
Irama pernapasan 3. Hilangkan secret dengan 3. Menghilangkan P:
normal (5) batuk efektif atau dengan sumbatan berupa Pertahankan kondisi
Kedalaman inspirasi (5) suction secret yang dapat pasien
4. Monitor status respirasi mengganggu jalan
dan oksigenasi nafas.
5. Posisikan pasien untuk 4. Mencegah terjadinya
meringankan dyspnea hipoksia
2 Pola napas tidak Setelah diberikan asuhan NIC Label: Airway management S:
efektif berhubungan keperawatan selama ... x 24 Airway management 1. Membantu memperbaiki Klien mengatakan
dengan sindrom jam, pola napas klien normal 1. Posisikan klien untuk status ventilasi klien sesaknya sudah
hipoventilasi yang memaksimalkan proses 2. Mengeluarkan skret yang
ditandai dengan dengan kriteria hasil: ventilasi susah keluar dari slauran berkurang
dispnea dan NOC label: 2. Instruksikan klien untuk pernapasan O:
penggunaan otot Respiratory Status: batuk efektif 3. Melatih otot-otot RR Tn. Ibnu 18
aksesorius pernapasan Ventilation 3. Ajarkan teknik napas pernapasan klien x/menit
RR Klien dalam rentang dalam 4. Memberikan bantuan TD: 100/80 mmHg
normal (12-18 x/menit) 4. Berikan klien oksigen oksigen agar klien tidak S: 37 0C
{5} jika diperlukan mengalami hipoksia Tidak terlihat
Ritme Pernapasan klien 5. Monitor status respirasi 5. Mengetahui lebih dini menggunakan otot
teratur {5} dan oksigenasi klien adanya gangguan aksesori
Kedalaman inspirasi Respiratory monitoring pernapasan pernapasan
normal {5} 1. Monitor respiratory rate, Respiratory monitoring Retraksi Intercostal
Suara perkusi ritme 1. Respiratory rate dan ritme (-)
hiperresonan diseluruh 2. Monitor suara nafas akan berubah jika terjadi A:
lapang paru {5} klien seperti crowing keabnormalan pernapasan Tujuan Tercapai
Keterangan: atau snoring 2. Mengetahui adanya sekret Sebagian
1: Severe deviation from 3. Palpasi untuk ekspansi di dalam paru P:
normal paru 3. Mengetahui adanya Lanjutkan Intervensi
2: Substansial deviation from 4. Monitor dyspnea klien cairam dalam paru
normal dan aktifitas yang 4. Mencegah terjadinya
3: Moderate deviation from meningkatkan dyspnea dispnea ketika
normal 5. Monitor hasil x-ray dada beraktivitas
4: Mild deviation from Mengetahui adanya objek
normal pasien tambahan pada paru
5: No deviation from normal
Vital Sign
Suhu tubuh dalam rentang
normal (36.5-37.5 0C) {5}
Tekanan darah sistolik
(80-120 mmHg)
Tekanan darah diastolik
(60-80 mmHg) {5}
Keterangan:
1: Severe deviation from
normal
2: Substansial deviation from
normal
3: Moderate deviation from
normal
4: Mild deviation from
normal
5: No deviation from normal
3 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan NIC LABEL : Pain 1. Berguna dalam S : Pasien
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 Management pengawasan keefektifan mengatakan nyerinya
agen cedera biologis jam diharapkan level 1. Kaji dan catat kualitas, obat,dan membedakan berkurang, skala
ditandai dengan ketidaknyamanan pasien lokasi dan durasi nyeri. karakteristik nyeri. menjadi 5
mengatakan nyeri berkurang dengan kriteria Gunakan skala nyeri dengan Perubahan pada O : Kecemasan pasien
secara verbal hasil : pasien dari 0 (tidak ada nyeri) karakteristik nyeri tampak berkurang
NOC LABEL : Discomfort – 10 (nyeri paling buruk). menunjukan terjadinya A : Tujuan tercapai
Level 2. Gunakan komunikasi abses atau peritonitis sebagian
- Pasien tidak meringis terapeutik untuk mengetahui 2. Berguna untuk P : Lanjutkan
- Skala nyeri 5 nyeri dan respon pasien mengetahui nyeri dan intervensi
- Pasien tidak tampak terhadap nyerinya respon nyeri pasien
ketakutan, skala 4-5 3. Kaji dengan pasien faktor- 3. Untuk mengetahui
- Pasien tidak tampak cemas, faktor yang dapat aktivitas apa yang dapat
skala 4-5 meningkatkan/mengurangi meningkatkan dan
- Pasien dapt beristirahat nyerinya mengurangi nyeri pasien
dengan cukup, skala 4-5 4. Kaji efek dari pengalaman sehingga perawat dapat
(Skala 1 : severe, skala nyeri terhadap kualitas tidur, menegakan implementasi
2 :substantial, skala 3 : nafsu makan, aktivitas dan dengan benar
moderate, skala 4 : mild, suasana hati 4. Untuk mengetahui
skala 5 : none) 5. Control lingkungan sekitar masalah lain yang
pasien yang dapat ditimbulkan dari nyeri
Setelah diberikan asuhan memberikan respon tidak 5. Untuk meminimalisir
keperawatan selama 2x24 nyaman, misalnya respon ketidaknyamanan
jam diharapkan level temperature ruangan, pasien
ketidaknyamanan pasien 6. Berguna untuk
berkurang dengan kriteria pencahayaan dan kebisingan mengurangi nyeri dan
hasil : 6. Ajarkan tekhnik meminimalisir penggunaan
NOC LABEL : nonfarmakologis, (misalnya terapi farmakologik
Pain control guided imageri, distraksi, 7. Mencegah terjadinya
- Pasien dapat menyebutkan relaksasi, terapi musik, dosis yang berlebihan
faktor yang menyebabkan massage), sebelum, setelah,
nyerinya timbul, skala 4-5 dan jika mungkin selama
- Pasien dapat melaporkan nyeri berlangsung, sebelum
perubahan pada tanda-tanda nyeri meningkat, dan selama
nyeri kepada petugas nyeri berkurang
kesehatan /perawat, skala 4-5 7. Ajarkan tentang
- Pasien dapat melaporkan penggunaan farmakologikal
bagaimana cara mengontrol dalam mengurangi nyeri
nyerinya, skala 4-5
- Pasien menggunakan cara
non-analgesics untuk
mengurangi nyerinya, skala
4-5
- Pasein menggunakan obat
analgesics sesuai
rekomendasi, skala 4-5
(skala 1 : never demonstrated,
skala 2 : rarely demonstrates,
skala 3 : sometimes
demonstrated, skala 4 : often
demonstrated, skala 5 :
consistenlly demonstrated)
4 Risiko Infeksi b.d. Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Infection 1. Untuk mengetahui S: -
prosedur invasif keperawatan selama …x24 Protection adanya tanda dan O: Tidak ditemukan
jam diharapkan tidak ada gejala infeksi adanya tanda-tanda
1. Monitor tanda dan gejala
tanda infeksi dengan criteria 2. Untuk mengetahui infeksi pada daerah
infeksi sistemik dan local
hasil : adanya tanda dan pemasangan tube
2. Inspeksi adanya
gejala infeksi A : Tujuan tercapai
NOC Label : kemerahan/drainase pada
3. Untuk mengurangi total
kulit
- Infection Severity paparan patogen dari P: Pantau kondisi
3. Batasi pengunjung
luar pasien
1. Tidak terdapat drainase 4. Edukasikan px dan
4. Untuk mencegah
purulen keluarga cara
infeksi
menghindari infeksi
2. Tidak terdapat peningkatan
NIC Label : Infection
temperature kulit
Control
3.Keadaan kulit
1. Ajarkan Px dan 1. Mencegah infeksi
disekeliling luka tidak pengunjung mencuci 2. Untuk mengurangi
kemerahan tangan untuk agen infeksi yang dapat
menjaga kesehatan timbul
2. Gunakan "universal 3. Untuk meningkatkan
precaution" imun
3. Anjurkan px 4. Untuk mencegah
perbanyak istirahat adanya infeksi
4. Instruksikan px 5. Untuk memantau
mendapat antibiotik, keadaan luka px secara
jika dibutuhkan regular
5. Ajarkan px dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala
infeksi dan
intruksikan untuk
melapor ke perawat
jikan menemukan
tanda dan gejala
1. Drainase mengikuti
infeksi pada px
gaya gravitasi
2. Mencegah adanya
NIC Label : Tube Care : gelembung udara pada
WSD
Chest 3. Untuk memantau tanda
akumulasi cairan pada
1. Jaga kantong
intrapreural
drainase levelnya di
4. Untuk mencegah
bawah dada
adanya infeksi
2. Monitor adanya
gelembung udara
pada "chest tube
drainage"
3. Observasi tanda
akumulasi cairan
pada intrapreural
4. Ganti
balutan(dressing) di
sekitar pemasangan
WSD setiap 48 - 72
jam bila diperlukan
5 Hipertermi NOC Label: NIC Label: S: Pasien mengatakan
berhubungan dengan Vital sign Fever treatment badannya tidak panas
proses inflamasi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor suhu tubuh 1. Menkaji perkembangan O: Tax: 36,5ᴼC, nadi
ditandai dengan Keperawatan selama ….x24 pasien yang sesuai suhu tubuh pasien dan radial: 88 x/menit, TD
peningkatan suhu jam, Vital sign pasien dalam 2. Selimuti pasien dengan menentukan terapi yang sistolik 90 mmHg
tubuh diatas rentang rentang normal dengan selimut yang sesuai diberikan. A: Tujuan tercapai
normal criteria hasil: 3. Beri obat untuk 2. Memberikan suhu yang penuh
Suhu tubuh dalam mengobati penyebab sesuai dengan suhu P: Pertahankan kondisi
rentang normal (36,5- demam yang sesuai tubuh. pasien
37,5⁰C) (5) 4. Dorong klien untuk 3. Menghilangan factor
Nadi radial dalam rentang meningkatkan intake penyebab dari
80-100 x/menit (5) cairan melalui oral yang hipertermi
Tekanan darah sistolik sesuai. 4. Cairan dapat membantu
80-110 mmHg (5) 5. Beri obat yang tepat proses termoregulasi
untuk mencegah atau dalam tubuh
mengendalikan klien
menggigil
6 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan askep ... NIC: Toleransi aktivitas 1. Memudahkan perawat S:
berhubungan dengan jam Klien dapat menoleransi untuk memberikan KIE Klien mengatakan
1. Tentukan penyebab
ketidakseimbangan aktivitas & melakukan ADL kepada pasien pusing dan sesak
intoleransi aktivitas &
antara suplai oksigen dgn baik 2. Mengetahui aktivitas berkurang ketika
tentukan apakah
dengan kebutuhan Kriteria Hasil: yang dilakukan pasien berjalan dengan jarak
penyebab dari fisik,
Berpartisipasi dalam sehari-hari sehingga pendek
psikis/motivasi
aktivitas fisik dgn TD, bisa digunakan sebagai O:
HR, RR yang sesuai 2. Kaji kesesuaian panduan dalam latihan Klien tidak tampak
Peningkatan toleransi aktivitas&istirahat klien aktivitas secara terengah-engah, RR 22
aktivitas
sehari-hari bertahap x / menit
3. Mengembalikan pola A : tujuan tercapai
3. ↑ aktivitas secara
aktivitas klien dengan sebagian
bertahap, biarkan klien
menyesuaikan pada P:
berpartisipasi dapat
kondisi klien Lanjutkan intervensi
perubahan posisi,
4. Mencegah penekanan
berpindah&perawatan
pada daerah yang
diri
mengalami penonjolan
4. Pastikan klien mengubah dan melihat sejauh
posisi secara bertahap. mana aktivitas yang
Monitor gejala mampu dilakukan oleh
intoleransi aktivitas klien
5. Memudahkan perawat
5. Ketika membantu klien
untuk melihat toleransi
berdiri, observasi gejala
aktivitas yang sudah
intoleransi spt mual,
mampu dan belum
pucat, pusing, gangguan
mampu dilakukan klien
kesadaran&tanda vital
Potter, Patricia A., and Perry, Anne Griffin. 2006. Fundamental Keperawatan. Volume 2.
Jakarta: EGC
Guyton & Hall.2008.Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart).
Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
ansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification :
Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States
of America : Mosby