Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. X


PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA : HALUSINASI VISUAL

Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Stase Keperawatan Jiwa
Dosen Pembimbing Kelompok I : Riza Arisanty Latifah, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
Alfiany Dzakiah Ri’fat Zaen NIM. 200721019
Diva Noviandari NIM. 200721032
Iin Indriani K NIM. 200721001
Indah Yulinda Pramesti NIM. 200721026
Lu’lu Najihah NIM. 200721028
Listia Agnes Sofyan NIM. 200721027
Mela Nopiyanti NIM. 200721020
Mohammad Jihad Faturrahman NIM. 200721031
Nur Fani Febriyanti NIM. 200721024
Noviani NIM. 200721029
Sumi’ah NIM. 200721023
Tria Utami Damayanti NIM. 200721025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kelompok
dapat menyelesaikan laporan tentang "Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus
Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. X Pasien dengan Gangguan Jiwa : Halusinasi
Visual” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan
yang lurus berupa ajaran Agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta
rahmat bagi seluruh alam semesta.
Kelompok sangat bersyukur karena telah menyelesaikan laporan tugas mata
kuliah Stase Keperawatan Jiwa dengan judul "Laporan Pendahuluan dan Laporan
Kasus Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. X Pasien dengan Gangguan Jiwa :
Halusinasi Visual”. Disamping itu, kelompok mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu saya selama pembuatan laporan ini
berlangsung sehingga terealisasikanlah laporan ini.
Kelompok menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia, apabila ada
kesalahan dari pembaca atau apabila terdapat kesalahan dalam penulisan laporan
ini guna perbaikan dalam pembuatan laporan kami yang selanjutnya.
Akhir kata, semoga laporan ini bermanfaat dan menambah wawasan serta
memperluas pengetahuan bagi kita semua. AminYaRabbal’alamin.

Cirebon, 25 Januari 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat berharga di dalam
kehidupan sehingga peran serta masyarakat diperlukan untuk dapat
meningkatkan derajat kesehatan, begitu pula kesehatan jiwa yang sampai saat
ini masih menjadi permasalahan yang cukup signifikan di dunia termasuk di
Indonesia (Setyani, 2019). Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health
Organization) adalah ketika seseorang merasakan sehat dan bahagia, mampu
untuk menghadapi tantangan hidup, serta dapat menerima kehadiran orang
lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap diri
sendiri dan orang lain (WHO, 2016). Menurut UU No. 18 Tahun 2014
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,
dan mampu memberikan konstribusi untuk komunitasnya.
Orang dengan masalah kejiwaan adalah orang yang mempunyai masalah
fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan atau kualitas hidup
sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah
respon maladaptif dari lingkungan internal dan eksternal, dibuktikan melalui
pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma lokal atau
budaya setempat dan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan dan atau fisik.
Gangguan jiwa ditemukan di semua negara, pada perempuan dan laki-laki,
pada semua tahap kehidupan, orang miskin maupun kaya baik di pedesaan
maupun perkotaan mulai dari yang ringan sampai yang berat (Muhith, 2015).
Data statistik yang didapatkan dari WHO tahun (2016) menyatakan bahwa
sekitar 450 juta orang didunia mengalami gangguan kejiwaan atau gangguan
kesehatan jiwa. Sepertiga diantaranya terjadi di Negara berkembang data yang
ditemukan oleh peneliti di Harvard University dan University College London,
mengatakan penyakit kejiwaan pada tahun 2016 meliputi 32% dari semua jenis
kecacatan disebuah dunia. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya.
Gangguan jiwa sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang serius di
dunia. Menurut WHO (2016) terdapat sekitar 35 juta terkena depresi, 60 juta
orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 45,7 juta terkena
demensia. Menurut Riskesdas 2018 yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia menyimpulkan bahwa prevelensi gangguan
jiwa bervariasi dimana prevalensi rumah tangga dengan ART gangguan jiwa
skizofrenia/psikosis menurut provinsi yang memiliki angka gangguan jiwa
tertinggi adalah provinsi Bali (11%) dan terendah provinsi Kepulauan Riau
(3%). Untuk proporsi rumah tangga yang memiliki ART gangguan jiwa
skizofrenia/psikosis yang pernah dipasung dalam rumah tangga sebanyak
(14%) dan yang tidak sebanyak (86%), sedangkan yang pernah melakukan
pasung tiga bulan terakhir sebanyak (31,5%) dan yang tidak sebanyak (68,5%)
(Riskesdas, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian Musmini (2019) didapatkan hasil bahwa
sebanyak 168 orang dengan presentase 36% yang mengalami halusinasi, 32%
yang mengalami perilaku kekerasan, 4% yang mengalami harga diri rendah,
13% yang mengalami isolasi sosial, 1% yang mengalami waham, dan 5 % yang
mengalami defisit perawatan diri. Berdasarkan uraian tersebut di dapatkan
bahwa halusinasi adalah gangguan jiwa yang prevalensi tertinggi.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan presepsi sensori, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan atau perabaan. Pasien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada. Sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh klien gangguan
jiwa yaitu halusinasi dengar, 20% mengalami halusinasi penglihatan dan 10%
mengalami halusinasi penghidu, pengecap, perabaan. Bentuk halusinasi
pendengaran bisa berupa suara-suara bising atau mendengung, tetapi paling
sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat, bisa juga klien
bersikap mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang yang tidak
berbicara atau pada benda mati. Halusinasi dapat mengancam dan
menakutkan bagi klien walaupun klien lebih jarang melaporkan halusinasi
sebagai pengalaman yang menyenangkan. Mula-mula klien merasakan
halusinasi sebagai pengalaman nyata, tetapi kemudian dalam proses penyakit
tersebut, dia dapat mengakuinya sebagai halusinasi (Muhith A, 2015).
Ketika mengalami halusinasi biasanya klien akan mengalami marah tanpa
sebab, bicara atau tertawa sendiri, ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas,
maka perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi
pelaksanaan yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu
bagian dari pendekatan holistik pada asuhan klien. Peran perawat dalam
menangani halusinasi antara lain melakukan penerapan standar asuhan
keperawatan, terapi aktivitas kelompok, dan melatih keluarga untuk merawat
klien dengan halusinasi. Menurut Keliat, strategi pelaksanaan pada klien
halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan klien
menghardik halusinasi, minum obat dengan teratur, bercakap-cakap dengan
orang lain saat halusinasi muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal untuk
mencegah halusinasi (Afnuhazi, 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas maka kelompok tertarik untuk membuat
laporan yang berjudul “Laporan Pendahualuan dan Laporan Kasus Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi
Visual” di Panti Gramesia Cirebon”.

1.2 Rumusan Masalah


Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan masalah Gangguan Persepsi
Ssensori “Halusinasi Pendengaran” ini maka penulis akan melakukan kajian
lebih lanjut dengan melakukan Asuhan Keperawatan sehingga didapatkan
rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Visual" di Panti
Gramesia Cirebon?”

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Visual” di Panti Gramesia
Cirebon.
2. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Visual”.
2) Mahasiswa mampu melakukan Diagnosa Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Visual”.
3) Mahasiswa mampu melakukan Intervensi Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Visual”.
4) Mahasiswa mampu melakukan Implementasi Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Visual”.
5) Mahasiswa mampu melakukan Evaluasi Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Visual”.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan awal teori dalam memberikan Asuhan Keperawatan secara
kompleks pada Tn X PAsien dengan Gangguan Jiwa : Halusinasi Visual.
2. Manfaat Praktis
1) Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber informasi atau kepustakaan dalam rangka untuk
meningkatkan kualitas pengalaman belajar.
2) Bagi Panti Gramesia
Sebagai masukan untuk Panti dalam memberikan Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Visual”.
3) Bagi Pasien/Keluarga
Sebagai sarana untuk mengontrol Halusinasi Visual yang ada pada
Klien.
4) Bagi Mahasiswa
Informasi dan data tambahan dalam laporan selanjutnya terutama yang
berhubungan dengan Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Visual”.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi Halusinasi


Halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat tentang
sesuatu tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata dan hilangnya
kemampuan manusia untuk membedakan rangsangan internal pikiran dan
rangsangan eksternal (Trimelia, 2011).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduaan tanpa adanya stimulus
yang nyata (Keliat, 2014).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan persepsi sensori: merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan (Muhith, 2015).
Halusinasi pendengaran menurut Nanda Nic-Noc (2015) yaitu seperti
mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam,
memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang
berbahaya). Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber
suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga,
mulut komat-kamit, dan ada gerakan tangan.

2.2 Etiologi Halusinasi


Etiologi halusinasi menurut Yusuf, dkk (2015) antara lain :
1. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stress dan ansietas yang dapat berakhir
dengan ganggguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya
sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2) Faktor Sosial Budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul gangguan seperti delusi dan halusinasi.
3) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal seseorang yang tidak harmonis, serta peran
ganda atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat
berakhir dengan pegingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi
halusinasi.
4) Faktor Biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, perubahan besar,
serta bentuk sel kortikal dan limbic.
5) Faktor Genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia,
serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
1) Stresor Sosial Budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
2) Faktor Biokimia
Penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi.
3) Faktor Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstream dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realistis. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
4) Faktor Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi,
motorik, dan sosial.

2.3 Klasifikasi Halusinasi


Menurut Trimeilia (2011) jenis-jenis halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Halusinasi Pendengaran (Audiotory)
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang
hal yang berbahaya).
2. Halusinasi Penglihatan (Visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau
panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau
menakutkan.
3. Halusinasi Penciuman (Olfactory)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine
atau feses atau bau harum seperti parfum.
4. Halusinasi Pengecapan (Gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti rasa
darah, urine atau feses.
5. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti
merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada
yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk
halus.
6. Halusinasi Sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang di
atas permukaan bumi.
7. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya, meliputi :
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis.
2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai dengan kenyataan.

2.4 Tanda dan Gejala Halusinasi


Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat teramati
sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
1. Halusinasi Penglihatan : melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti
mencari siapa atau apa saja yang sedang dibicarakan, mendengarkan
dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak berbicara atau
pada benda seperti mebel, terlihat percakapan dengan benda mati atau
dengan seseorang yang tidak tampak, dan menggerakan-gerakan mulut
seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
2. Halusinasi Pendengaran : mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara
atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut
komat-kamit, dan ada gerakan tangan.
3. Halusinasi Penciuman : hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang
tidak enak, mengarahkan hidung pada tempat tertentu, dan menutup
hidung.
4. Halusinasi Pengecapan : mengecap, mulut seperti gerakan mengunyah
sesuatu, sering meludah atau muntah.
5. Halusinasi Perabaan : mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba
permukaan kulit, terlihat menggerakkan badan seperti merasakan sesuatu
rabaan.
6. Halusinasi Sinestetik : terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat
seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.
7. Halusinasi Viseral :
1) Depersonalisasi : sering merasa dirinya terpecah dua.
2) Derealisasi : perasaan segala suatu yang dialaminya seperti dalam
mimpi.

2.5 Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Proses pikir 1. Waham,


2. Persepsi akurat terganggu Halusinasi
3. Emosi konsistensi 2. Ilusi 2. Kerusakan
dengan 3. Emosi berlebih proses emosi
pengalaman 4. Perilaku yang 3. Perilaku tidak
4. Perilaku cocok tidak biasa terorganisasi
5. Hubungan sosial 5. Menarik diri 4. Isolasi sosial
humoris

Sumber : Yusuf, dkk (2015)

Keterangan :
1. Respon Adaptif adalah respon yang yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu berupa kemantapan
perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan peristiwa yang penuh di
alami.
4) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan
dengan individu tersebut di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan
yang bertentangan dengan moral.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon Psikososial, meliputi :
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
5) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang
lain.
3. Respon Maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif ini meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang
salah terhadap rangsangan.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi sendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.

2.6 Tahapan Halusinasi


Tahap-tahap halusinasi dimulai dari beberapa tahap, hal ini dapat dipengaruhi
oleh keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan
dari luar. Menurut (Dalami, dkk. 2014), halusinasi terjadi melalui beberapa
tahap, antara lain :
1. Tahap 1 (Sleep Disorder)
Tahap ini merupakan suatu tahap awal sebelum muncul halusinasi.
Individu merasa banyak masalah sehingga ingin menghindar dari orang
lain dan lingkungan karena takut diketahui orang lain bahwa dirinya
banyak masalah (misal: putus cinta, turun jabatan, bercerai, dipenuhi
hutang dan lain-lain). Masalah semakin terasa sulit dihadapi karena
berbagai stressor terakumulasi sedangkan support yang di dapatkan
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sehingga akan
menyebabkan individu tersebut sulit tidur dan akan terbiasa menghayal.
Individu akan menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya
pemecahan masalah.
2. Tahap 2 (Comforting Moderate Level of Anxiety)
Pada tahap ini, halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum
individu menerimanya dengan sesuatu yang alami. Individu mengalami
emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan
berdosa dan ketakutan sehingga individu mencoba untuk memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan dan pada penanganan pikiran untuk
mengurangi kecemasan tersebut. Dalam tahap ini, ada kecendrungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya dan halusinasi ini bersifat sementara.
3. Tahap 3 (Condemning Severe Level of Anxiety)
Di tahap ini halusinasi bersifat menyalahkan dan sering mendatangi klien.
pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan mengalami bias
sehingga pengalaman sensori tersebut mulai bersifat menjijikan dan
menakutkan. Individu mulai merasa kehilangan kendali, tidak mampu
mengontrol dan berusaha untuk menjauhi dirinya dengan objek yang
dipersepsikan individu. Individu akan merasa malu karena pengalaman
sensorinya tersebut dan akhirnya menarik diri dengan orang lain dengan
intensitas waktu yang lama.
4. Tahap 4 (Controling Severe Level of Anxiety)
Di tahap ini, halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi
tidak relavan dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi
penguasa. Halusinasi menjadi lebih menonjol, menguasai, dan mengontrol
individu sehingga mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal
yang datang. Hingga akhirnya individu tersebut menjadi tidak berdaya dan
menyerah untuk melawan halusinasi dan membiarkan halusinasi
menguasai dirinya. Individu mungkin akan mengalami kesepian jika
pengalaman sensori atau halusinasinya tersebut berakhir. Dari sinilah
dimulainya fase gangguan psikotik.
5. Tahap 5 (Concuering Panic Level of Anxiety)
Tahap terakhir ini dimana halusinasi bersifat menaklukan atau menguasai,
halusinasi menjadi lebih rumit dan individu mengalami gangguan dalam
menilai lingkungannya. pengalaman sensorinya menjadi terganggu dan
halusinasi tersebut berubah mengancam, memerintah, dan menakutkan
apabila tidak mengikuti perintahnya sehingga klien mulai terasa
mengancam.
2.7 Dimensi Halusinasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
antara keberadaan nyata dan tidak nyata. Masalah halusinasi berlandaskan
pada hakikat keberadaan seseorang individu sebagai makhluk yang dibangun
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu :
1. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang sama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap kekuatan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan satu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat menagmabil seluruh perhatian klien dan jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dari fase awal dan comforting
klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat
membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
contoh diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi
dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5. Dimensi Spiritual
Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas,
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara
spritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu, karena ia
sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun terasa
hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi
lemah dalam upaya memjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

2.8 Mekanisme Koping Halusinasi


Menurut Dalami, dkk (2014) mekanisme koping adalah perilaku yang
mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi maladaptif meliputi :
1. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali
seperti apa perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
2. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya
untuk menjelaskan kerancuan persepsi).
3. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-
lain. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

2.9 Penatalaksanaan Halusinasi


Menurut Rahayu (2016), penatalaksanaan medis pada klien dengan halusinasi
pendengaran dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Terapi Farmakologi :
1) Haloperidol : klasifikasi sebagai antipsikotik, neuroleptic, butirofenon.
Indikasi : penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian
hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak. Mekanisme
kerja : mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipenuhi
sepenuhnnya, tampak menekan susunan saraf pusat pada tingkat
subkortikal formasi retricular otak, mesenfalon dan batang otak.
Kontraindikasi : hipersensivitas terhadap obat ini pasien depresi SSP
dan sumsum tulang belakang, kerusakan otak subkortikal, penyakit
Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun. Efek samping : sedasi, sakit
kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.
2) Clorpromazin : klasifikasi sebagai antipsikotik, antiemetic. Indikasi :
penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada
gangguan bipolar, gangguan skizofrenia, ansietas dan agitasi, anak
hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik berlebih. Mekanisme
kerja : mekanisme kerja antipsikotik yang tepat belum dipahami
spenuhnya, namun berhubungan dengan efek antidopaminergik.
Antipsikotik dapat menyekat reseptor dipamine postsinaps pada
ganglia basa, hipotalamus, system limbic, batang otak dan medulla.
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau
depresi sumsum tulang, penyakit Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan
jantung, anak usia dibawah 6 tahun dan wanita selama masa kehamilan
dan laktasi. Efek samping : sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia,
pusing, hipertensi, ortostatik, hipotensi, mulut kering, mual dan
muntah.
3) Trihexypenidil (THP) : klasifikasi sebagai antiparkinson. Indikasi :
segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan dengan
obat anti Parkinson. Mekanisme kerja : mengorks ketidakseimbangan
defisiensi dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum,
asetilkolin disekat oleh sinaps untuk menguragi efek kolinergik
berlebihan. Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap obat ini,
glaucoma sudut tertutup, hipertropi prostat pada anak dibawah usia 3
tahun. Efek samping : mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut
kering, mual dan muntah.
2. Terapi Non Farmakologi
1) Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori
Persepsi : Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi. Meliputi : terapi
musik, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi, terapi sosial, dan
terapi lingkungan.
2) Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca koran, bemain catur. Terapi ini merupakan
langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi
setelah dilakukannya seleksi dan ditentukannya program kegiatannya.
3) Peran Serta Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan pasien. Keluarga yang
mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah
perilaku maladatif, menanggulangi perilaku maladaptif, dan
memulihkan perilaku maladaptif ke perilaku adaptif sehingga derajat
kesehatan pasien dapat ditingkatkan secara optimal.
4) Terapi Somatic
Terapi somatik yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
adaptif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi
fisik pasien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien.
5) Terapi Kejang Listrik (ECT)
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi yang diberikan kepada pasien dengan menimbulkan
kejang dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempatkan di pelipis pasien. Terapi ini awalnya untuk menangani
skizofrenia membutuhkan 20-30 kali tetapi biasanya dilaksanakan setiap
2-3 kali sehari dalam seminggu (seminggu 2 kali).
6) Pengekangan atau Pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti
manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki dimana klien
dapat dimobilisasi dengan membalutnya, cara ini dilakukan padda klien
halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya:
marah-marah atau mengamuk.

2.10 Validasi Informasi tentang Halusinasi


Halusinasi benar-benar nyata dirasakan oleh klien yang mengalaminya,
seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan
persepsi tersebut secara nyata. Sama halnya seperti seseorang yang
mendengarkan siaran ramalan cuaca dan tidak lagi meragukan orang yang
berbicara tentang cuaca tersebut. Ketidakmampuan untuk mempersepsikan
stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi
menjadi prioritas untuk segera diatasi. Sangat penting untuk memberi
kesempatan klien untuk menjelaskan tentang halusinasi yang dialaminya
secara leluasa. Perawat membutuhkan kemampuan untuk berbicara tentang
halusinasi karena dengan perbincangan halusinasi dapat menjadi indikator
sejauh mana gejala psikotik klien diatasi. Untuk memfasilitasinya. Klien perlu
dibuat nyaman untuk menceritakan perihal halusinasinya. Klien yang
mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif
ketika mereka menceritakan halusinasinya kepada orang lain. Karenanya
banyak klien kemudian enggan untuk menceritakan pengalaman-pengalaman
aneh halusinasinya.
Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang
lain. Kemampuan untuk bercakap-cakap tentang halusinasi yang dialami oleh
klien sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman
halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian yang
penuh untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi. Perilaku klien
yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya,
apakah halusinasinya merupakan halusinasi pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan, perabaan, kinestetik, cenesthetic. Apakah perawat
mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku halusinasi, maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis
halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang dilakukan
meliputi :
1. Isi Halusinasi, yang dialami oleh klien. Ini dapat dikaji dengan menanyakan
suara siap yang didengar dan apa yang dikatakan berkata jika halusinasi
yang dialami adalah halusinasi dengar. Bentuk bayangan bagaimana yang
dilihat klien bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa
yang dicium jika halusinasinya adalah halusinasi penghidu, rasa apa yang
dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan
tubuh bila mengalami halusinasi perabaan.
2. Waktu dan Frekuensi Halusinasi, ini dapat dikaji dengan menanyakan
kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa hari sekali,
seminggu atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini
penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan
bilamana klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.
3. Situasi dan Kondisi Pencetus Halusinasi, perawat perlu mengidentifikasi
situasi yang dialami klien sebelum mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji
dengan menanyakan kepada klien peristiwa atau kejadian yang dialami
sebelum halusinasi ini muncul. Selain itu perawat juga bisa mengobservasi
apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi untuk memvalidasi
pernyataan klien.
4. Respon Klien, untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah
mempengaruhi klien, bisa dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan
klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulasi halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap
halusinasi.
BAB III
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. X PASIEN DENGAN GANGGUAN


JIWA : HALUSINASI VISUAL

PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA

1. Pengkajian
Ruang Rawat : -
Tanggal dirawat : -

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. X (L / P)
Usia : 30 tahun
No. RM : -
Tanggal Pengkajian : Rabu, 27 Januari 2021
Informan : Tim Keperawatan

II. ALASAN MASUK


Keluarga Tn. X mengatakan klien sering melamun, menyendiri dan selalu
menghindar dari orang lain. Keluarga Tn. X juga mengatakan bahwa Tn. X sering
berbicara, tertawa sendiri dan sering terbayang-bayang rumahnya yang padahal
tidak ada, terkadang marah-marah dan menuntut harta gono-gini. Pada saat dikaji
Tn. X tampak apatis, ia hanya mengatakan pernah tertipu dan seluruh harta dan
rumahnya kandas dibawa lari oleh calo rumah.

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Pernah mengalami
gangguan jiwa di (√) YA ( ) TIDAK
masa lalu ?
Keluarga Tn. X mengatakan bahwa sebelumnya Tn. X mengalami gangguan jiwa
sejak 3 tahun yang lalu. Penyebab gangguan jiwa Tn. X adalah ia hanya mengatakan
pernah tertipu dan seluruh harta dan rumahnya kandas dibawa lari oleh calo rumah.

2. Pengobatan ( ) Berhasil (√) Kurang ( ) Tidak Berhasil


sebelumnya Berhasil
Keluarga Tn. X mengatakan bahwa Tn. X dulu pernah menjanlakan terapi
pengobatan Hexymer 2 mg 1-0-1, Lodomer 2 mg 1-0-1, Clonnek 25 mg 0-0-1 dan
perawatan di RSJ Marzoeki Mahdi di Bogor, setelah 1 tahun perawatan Tn. X
dipulangkan dengan perencanaan selanjutnya rawat jalan, namun selama di rumah
Tn. X jarang meminum obat dan tidak kontrol untuk melakukan psikoterapi yang
direkomendasikan. Sehingga ia direhabilitasi di panti Gramesia.
3. History
Pelaku Usia Korban Usia Saksi Usia

Aniaya Fisik - - - - - -

Aniaya Seksual - - - - - -
Ny. C dan
32 27 29 tahun,
Penolakan Tn. S Tn. X Ny. S
tahun tahun 35 tahun
(Keluarga)
Kekerasan dalam
- - - - - -
rumah tangga
Tindakan Calon 32 27 Tn. Ch
Tn. X 35 tahun
Kriminal Suami tahun tahun (Adik Ipar)
Diagnosa : Halusinasi visual, Isolasi sosial
Keperawatan
4. Adakah anggota
keluarga yang
( ) YA (√) TIDAK
mengalami gangguan
jiwa ?
Hubungan Gejala Riwayat Pengobatan/Perawatan
- - -
Diagnosa : -
Keperawatan
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Keluarga Tn. X mengatakan bahwa dulu Tn. X pernah mengalami gangguan jiwa
sejak Tn. X berusia 30 tahun yang disebabkan karena Tn. X pernah tertipu dan
seluruh hartanya kandas dibawa lari oleh calo rumah. Sejak saat itu Tn. X menjadi
sensitif ketika ia melihat laki-laki berbaju dinas, terkadang marah-marah dan
menuntut harta gono-gini dan bangunan rumahnya. Tn. X juga sempat tertipu oleh
calo rumah yang menyebabkan rumah yang ingin ia bangun disita oleh dinas karena
illegal.

Diagnosa : Isolasi Sosial, Harga Diri Rendah


Keperawatan

IV. FISIK
1. Tanda Vital
120/80
TD : Nadi : 58x/menit RR : 24x/menit
mmHg
2. Antropometri

TB : 172 cm BB : 58 kg

3. Keluhan Fisik
Tn. X mengatakan lemas, sering tidak bisa tidur di malam hari, tidak nafsu makan.
Diagnosa : Insomnia
Keperawatan

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

:
Laki-laki
:
Perempuan
:
Ibu klien
:
Bapak klien
:
Klien
:
Bercerai
:
Meninggal

Salah satu keluarga Tn. X mengatakan bahwa Tn. X merupakan anak ke-3 dari 5
bersaudara. Keluaraga juga mengatakan Tn. X jarang kontrol untuk psikoterapi
dikarenakan semua anggota keluarganya sibuk bekerja, klien juga terkadang tidak
mau dibawa kontrol ke dokter karena tidak mau berhadapan dengan banyak orang,
sehingga proses pengobatan klien tidak terkontrol.

Diagnosa : Halusinasi visual, Isolasi sosial


Keperawatan

2. Konsep Diri
a Gambaran diri : Klien mengakatan bahwa dirinya tidak mau melihat
tubuhnya karena ia merasa dirinya tidak berdaya lagi.
b Identitas : Klien mengatakan sebelumnya ia hidup berkecukupan,
meskipun berpendidikan tinggi ia ramah dan bersyukur
karena bekerja kontraktor, klien juga aktif mengikuti
pengajian dikampung serta akrab dengan tetangga-
tetangganya. Namun sejak sakit ia sering menyendiri,
malu dengan keadaannya dan tidak pernah mengikuti
kegiatan di lingkungan rumahnya.
c Peran : Tn. X merupakan anak ke-3 dari 5 bersaudara, sebelum
direhabilitasi klien di asuh oleh ibunya, klien
menjalankan peran sebagai anak dan saudara bagi kakak
dan adiknya.
d Ideal diri : Tn. X berharap bahwa apa yang menjadi haknya kembali
pada dirinya, keluarganya juga berharap bahwa Tn. X
bisa sembuh seperti sedia kala.
e Harga diri : Tn. X mengatakan bahwa ia merasa tidak berdaya dan
malu untuk berinteraksi dengan orang lain, terkadang ia
juga sering menjadi pusat perhatian orang-orang karena
sering berbicara dan bercerita sendiri jika sedang
kambuh.
Diagnosa : Harga Diri Rendah
Keperawatan

3. Hubungan Sosial
a Orang yang : Tn. X mengatakan bahwa hal yang paling berarti dalam
berarti hidupnya adalah ibunya, ia tidak pernah bercerita
tentang kehidupannya selain kepada ibunya.
b Peran serta dalam : Sebelum penyakit gangguan jiwanya kambuh Tn. X biasa
kegiatan mengikuti kegiatan karang taruna dan pengajian
kelompok / kampung, namun saat ini Tn. X lebih sering menarik diri
masyarakat dari komunitas.
c Hambatan dalam : Sebelum kambuh Tn. X biasa berinteraksi dengan
berhubungan tetangga sekitar, namun sejak kambuh Tn. X cenderung
dengan orang lain menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
lain.
Diagnosa : Isolasi Sosial
Keperawatan

4. Spiritual
a Nilai dan : Tn. X mengatakan bahwa ia beragama islam Keluarga
Keyakinan Tn. X mengatakan bahwa masyarakat sekitar terkadang
acuh pada orang yang gangguan jiwa bahkan ada
beberapa warga yang mengucilkan.
b Kegiatan ibadah : Selama kambuh gangguan jiwanya Tn. X tidak pernah
lagi melakukan kegiatan ibadah dan pengajian di tempat
tinggalnya.
Diagnosa Kep. : Distress Spiritual
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Tidak rapih Penggunaan Cara berpakaian seperti
() ( ) pakaian yang (√) biasanya
tidak sesuai
Penampilan Tn. X dalam berpakaian terlihat seperti biasanya, tampak menutup aurat
meskipun agak kurang rapih.

Diagnosa : -
Keperawatan

2. Pembicaraan
( ) Cepat ( ) Gagap ( ) Keras
(√) Inkoheren (√) Apatis ( ) Lambat
( ) Membisu (√) Tidak dapat memulai pembicaraan
Klien apatis, kurang konsentrasi, dan tidak mau berbicara atau mulai berbicara,
terkadan hilang kontak mata dan sering mengigau atau berbicara sendiri ia
mengatakan bahwa rumahnya disita oleh dinas karena IMB illegal.

Diagnosa : Isolasi Sosial


Keperawatan

3. Aktivitas Motorik
( ) Lesu ( ) Tegang (√) Gelisah
( ) Agitasi ( ) Grimasen ( ) Tremor
( ) TIK ( ) Komplusif
Klien tampak gelisah, selalu menyendiri dan tampak lemas seperti tidak bergairah.

Diagnosa : -
Keperawatan

4. Alam Perasaan
( ) Sedih ( ) Ketakutan (√) Putus asa
( ) Khawatir ( ) Euforia
Klien tampak putus asa, ia mengatakan bahwa tidak berdaya lagi, semuanya yang
menjadi hak untuk kehidupan masa depannya sudah direnggut, ia juga mengatakan
merasa tidak berarti terlebih lagi ketika ia dibentak oleh orang.

Diagnosa : -
Keperawatan

5. Afek
( ) Datar ( ) Tumpul (√) Labil ( ) Tidak sesuai
Klien juga tampak labil, cenderung moody, terkadang ia hanya mau melakukan
sesuatu sesuai dengan perasaannya.
Diagnosa : -
Keperawatan

6. Interaksi selama wawancara


( ) Bermusuhan (√) Tidak ( ) Mudah tersinggung
kooperatif
(√) Kontak mata ( ) Defensif ( ) Curiga
Pada saat diwawancarai klien tidak kooperatif, apatis terkadang sering menghindar
dan pergi sendiri, dan ketika sedang berbicara klien sering kehilangan kontak mata,
Diagnosa : Isolasi Sosial
Keperawatan

7. Persepsi
(√) Penglihatan ( ) Pendengaran ( ) Penciuman
( ) Pengecapan ( ) Peraba
Klien memiliki masalah persepsi atau halusinasi. Ia sering melihat rumahnya ingin
disita oleh dinas sehingga rumahnya ia bungkus dengan plastik namun setelah
disiram air rumahnya hilang seketika, setelah itu emosi klien mendadak labil terlebih
ketika melihat orang berpakaian dinas. Halusinasi visual klien dirasakan pagi, siang
dan malam dengan durasi 20 menit.

Diagnosa : Halusinasi visual


Keperawatan

8. Proses berpikir
( ) Sirkumtansial ( ) Tangensial ( ) Kehilangan asosiasi
(√) Flight of ideas ( ) Blocking ( ) Pengulangan pembicaraan
( ) Preservasi
Pada saat berkomunikasi klien terkdang berbicara meloncat pindah dari satu topik
ket topik yang lain atau tidak sesuai dengan topik pembicaraan.

Diagnosa : -
Keperawatan

9. Isi pikiran
(√) Obsesi ( ) Fobia ( ) Hiperkondria
(√) Dispersonalisasi ( ) Ide yang terkait ( ) Pikiran magis
Waham
( ) Agama ( ) Somatik ( ) Kebesaran
( ) Nihilistik ( ) Curiga ( ) Sisip piker
( ) Siar piker ( ) Kontrol piker
Klien sering mengingat kejadian di masalalu saat bangunan rumahnya disita, ia
mengakatan sudah berusaha melupakan tapi sering muncul tiba-tiba. Klien tampak
kebingungan tidak bergairah dan terkadang merasa aneh ketika melihat orang-orang
sekitar lingkugan rumahnya.

Diagnosa Kep. : Halusinasi visual, Isolasi Sosial


10. Tingkat kesadaran
(√) Bingung ( ) Sedasi ( ) Stupor
( ) Disorientasi
( ) Waktu ( ) Tempat ( ) Orang
Klien tampak kebingungan, apatis, sering melamun dan mendadak heran karena
rumahnya hilang seketika.

Diagnosa : -
Keperawatan

11. Memori
Gangguan daya ingat Gangguan daya ingat jangka pendek
() ()
jangka panjang
Gangguan daya ingat Konfabulasi
() (√)
saat ini
Pada saat dilakukan wawancara klien terkadang berbicara yang tidak sesuai topik
pembicaraan, mengada-ada dan terkadang merasa curiga. Hal ini dibenarkan oleh
pihak keluarga Tn. X.

Diagnosa : -
Keperawatan

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung


(√) Mudah beralih (√) Tidak mampu berkonsentrasi
( ) Tidak mampu berhitung sederhana
Tingkat konsentrasi kadang klien mudah beralih, tidak dapat fokus pada saat
diwawancarai ataupun saat berintraksi dengan keluarganya, kehilangan kontak mata
dan terkadang gestur tubuh berubah menjadi defensive. Klien masih mampu
berhitung sederhana meskipun agak susah untuk dilatih.

Diagnosa : -
Keperawatan

13. Kemampuan penilaian


(√) Gangguan ringan ( ) Gangguan bermakna
Klien dapat mengambil keputusan sendiri meskipun dibantu keluarganya seperti
mengingatkan jadwal kontrol, terapi dan minum obat, melakukan aktivitas sehari-
hari meskipun terkadang klien agak susah dan cenderung moody.

Diagnosa : -
Keperawatan

14. Daya tilik diri (Self Insight)


Mengingkari penyakit
() (√) Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
yang diderita
Klien sering terlihat berbicara sendiri, ia mengatakan bahwa keadaannya seperti ini
karena ulah dari calo rumah yang tidak bertanggung jawab dan keluarganya yang
acuh dengan keadaannya dan tidak mau merawatnya.
Diagnosa : -
Keperawatan

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
(√) Bantuan minimal ( ) Bantuan total

2. BAB/BAK
(√) Bantuan minimal () Bantuan total

3. Mandi
(√) Bantuan minimal () Bantuan total

4. Berpakaian/Berhias
(√) Bantuan minimal () Bantuan total

5. Kebersihan diri
(√) Bantuan minimal ( ) Bantuan Total
Aktivitas harian Tn. X sebagian dibantu oleh keluarganya seperti jadwal makan dan
minum obat Tn. X serta memfasilitasi kebutuhan kebersihan diri klien, untuk
BAK/BAB dan mandi klien biasa melakukan sendiri termasuk juga berpakaian dan
berhias diri.

Diagnosa : -
Keperawatan

6. Istirahat dan tidur


( ) Tidur siang Lama, s/d
(√) Tidur malam Lama, 02.00 s/d 05.00
Kegiatan sebelum Melamun, dan biasanya menyendiri di tempat yang sepi
(√)
/sesudah tidur

7. Penggunaan obat
( ) Bantuan minimal (√) Bantuan total

8. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjutan ( ) Ya ( ) Tidak
System pendukung ( ) Ya ( ) Tidak

9. Kegiatan di dalam rumah


Menyiapkan ( ) Ya (√) Tidak
makanan
Menjaga kerapihan (√) Ya ( ) Tidak
rumah
Mencuci pakaian (√) Ya ( ) Tidak

10. Kegiatan di luar rumah


Belanja ( ) Ya (√) Tidak
Transportasi ( ) Ya (√) Tidak
Lainnya ;
Membantu
(√) Ya ( ) Tidak
mengerjakan
kerjaan rumah
Diagnosa : Insomnia
Keperawatan

VIII. MEKANISME KOPING


Adaptif Maladaptif
Berbicara dengan Minum alcohol
(√) ()
orang lain
Mampu menyelesaikan Reaksi lambat/berlebihan
() (√)
masalah
(√) Teknik relaksasi () Bekerja berlebihan
( ) Aktivitas konstruksi (√) Menghindar
( ) Olahraga () Mencederai diri
Lainnya …….. Lainnya (terkadang tidak mau meminum
obat secara rutin, kabur dari rumah, keluar
() (√)
rumah di tengah malam tanpa sebab yang
jelas)
Diagnosa : Halusinasi Visual
Keperawatan

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


(√) Masalah dengan dukungan kelompok, (spesifik)
Klien terkadang merasa malu dan dikucilkan dari tetangganya, ia juga merasa
tidak ada yang peduli pada kondisinya.

(√) Masalah hubungan dengan lingkungan, (spesifik)


Klien tidak mau berinteraksi dilingkungan, ia biasa menyendiri di tempat yang
sepi, terkadang ia merasa tidak nyaman ketika berada dikerumunan

() Masalah dengan pendidikan, (spesifik)


(Tidak ada masalah dengan pendidikan)

(√) Masalah dengan pekerjaan, (spesifik)


Klien terkadang dibentak dan dimarahi ketika ia tidak mengerjakan pekerjaan
dengan benar, sehingga ia sering depresi dan menyendiri.

(√) Masalah dengan perumahan, (spesifik)


Klien tidak mau tinggal satu atap dengan keluarganya, ia merasa bahwa
rumahnya tidak mau dikuasai oleh orang lain. Klien juga pernah kabur dari
rumah namun ditemukan oleh warga setempat dan dipulangkan kembali.

(√) Masalah ekonomi, (spesifik)


Klien terkadang merasa hidupnya susah, dan curiga pada orang-orang di
rumahnya, ia mengatakan rumahnya diambil sama orang dinas.

(√) Masalah dengan pelayanan kesehatan, (spesifik)


Keluarga klien mengatakan Tn. X kadang tidak mau pergi ke pelayanan
kesehatan untuk konsultasi masalah kejiawaannya, klien merasa bahwa ia
menjadi pusat perhatian orang banyak.

() Masalah lainnya, (spesifik)

Diagnosa : Isoalasi Sosial


Keperawatan

X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


(√) Penyakit Jiwa (√) Sistem Pendukung
(√) Faktor Presipitasi (√) Penyakit Fisik
(√) Koping (√) Obat-obatan
( ) Lainnya
Diagnosa : -
Keperawatan

XI. ASPEK MEDIK


1. Diagnosa Medik : Halusinasi Visual
2. Terapi Medik : Hexymer 2 mg 1-0-1,
Lodomer 2 mg 1-0-1,
Clonnek 25 mg 0-0-1

2. Analisa Data
No Data Fokus Diagnosa Keperawatan
1 Ds : Gangguan Persepsi Sensori :
- Klien mengatakan sering melihat Halusinasi Penglihatan
rumahnya ingin disita oleh dinas
sehingga rumahnya ia bungkus dengan
plastik namun setelah disiram air
rumahnya hilang seketika
- Klien mengatakan halusinasi visual
dirasakan pagi, siang dan malam
Do :
- Emosi klien tampak mendadak labil
terlebih ketika melihat orang
berpakaian dinas
- klien tampak lemas
- klien tampak kebingungan
- klien sering menyendiri
- pandangan mata klien kosong dan
mudah beralih
- klien tampak tertawa dan berbicara
sendiri
- isi pikir dispersonalisasi, obsesi
- proses pikir cenderung flight of idea
- konfabulasi
- reaksi lambat, cenderung menghindar,
koping maladaptif

2 Ds : Isolasi sosial
- Keluarga mengatakan sebelum
penyakit gangguan jiwanya kambuh
Tn. X biasa mengikuti pengajian
kampung, namun saat ini Tn. X lebih
sering menarik diri dari komunitas.
- Keluarga mengatakan sebelum kambuh
Tn. X biasa berinteraksi dengan
tetangga sekitar, namun sejak kambuh
Tn. X cenderung menyendiri dan tidak
mau berinteraksi dengan orang lain.
Do :
- Klien tampak menarik diri
- Klien tidak mau berinteraksi dengan
orang lain
- Konfabulasi
- Proses pikir cenderung flight of idea
- reaksi lambat, cenderung menghindar,
koping maladaptif
- isi pikir dispersonalisasi, obsesi

3 Ds : Harga diri rendah


- Tn. X mengatakan bahwa ia merasa
tidak berdaya dan malu untuk
berinteraksi dengan orang lain,
terkadang ia juga sering menjadi pusat
perhatian orang-orang karena sering
berbicara dan bercerita sendiri jika
sedang kambuh.
- Tn. X merupakan anak ke-3 dari 5
bersaudara, sebelum direhabilitasi klien
di asuh oleh ibunya, klien menjalankan
peran sebagai anak dan saudara bagi
kakak dan adiknya.
- Tn. X berharap bahwa apa yang
menjadi haknya kembali pada dirinya,
keluarganya juga berharap bahwa Tn. X
bisa sembuh seperti sedia kala.
Do :
- Afek labil
- Aktivitas motorik ; klien tampak gelisah
- Alam perasaan ; klien tampak putus asa
- Respon apatis
- Tidak mau memulai pembicaraan
- Saat diwawancarai klien kehilangan
kontak mata, tidak kooperatif

4 Ds : Insomnia
- Tn. X mengatakan lemas, sering tidak
bisa tidur di malam hari, tidak nafsu
makan.
- Keluarga Tn. X mengatakan bahwa Tn.
X sering tidak tidur di malam hari
biasanya ia tidur mulai dari jam 02.00
s/d jam 05.00, terkadang Tn. X sering
keluar ditengah malam sendiri.
Do :
- Aktivitas motorik ; klien tampak gelisah
- Alam perasaan ; klien tampak putus asa
- Kegiatan sebelum dan sesudah bangun
tidur ; melamun, dan biasanya
menyendiri di tempat yang sepi
- Keadaan fisik klien tampak lemas dan
pucat
- TD 1200/80 mmHg
- RR 24x/menit (cepat dangkal)
- Nadi 58x/menit (lambat dalam)

5 Ds : Distress spiritual
- Tn. X mengatakan bahwa ia beragama
islam Keluarga Tn. X mengatakan
bahwa masyarakat sekitar terkadang
acuh pada orang yang gangguan jiwa
bahkan ada beberapa warga yang
mengucilkan.
Do :
- Selama kambuh gangguan jiwanya Tn.
X tidak pernah lagi melakukan kegiatan
ibadah dan pengajian di tempat
tinggalnya.
- Afek labil
- Aktivitas motorik ; klien tampak gelisah
- Alam perasaan ; klien tampak putus asa
- Respon apatis
- Konfabulasi
- Tampak kebingungan
- Saat diwawancarai klien kehilangan
kontak mata, tidak kooperatif
- Proses berpikir cenderung flight of
ideas
- Dispersonalisasi (+)
- Isi pikiran lebih cenderung obsesi
- Self insight : sering menyalahkan hal-
hal diluar dirinya

3. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Affect


Kekerasan

Resiko gangguan persepsi Core


- Distress spiritual
sensori : Halusinasi Problem
- Insomnia

Gangguan psikososial ;
Isolasi sosial

Gangguan konsep diri :


Harga diri rendah kronik
Causa

Respon koping
maladaptif

Stressor
4. Daftar Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Paraf
1 Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Penglihatan TIM
2 Domain 12. Kelas 3. (00053). Isolasi Sosial b.d Kesulitan Membina TIM
Hubungan
3 Domain 6. Kelas 2. (00119). Harga diri rendah b.d koping TIM
terhadap kehilangan tidak efektif
4 Domain 4. Kelas 1. (00095) Insomnia b.d depresi TIM
5 Domain 10. Kelas 3. (00066). Distress spiritual b.d harga diri TIM
rendah d.d depresi

5. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan NIC Rasional
Kriteria Hasil (NOC)
1 DX 1 (3009). Perawatan (6510). Manajemen - Membina
Psikologis halusinasi hubungan saling
percaya dengan
Setelah dilakukan klien. kontak
proses interaksi - Bina hubungan saling
yang jujur,
selama 2X percaya dengan
pertemuan, singkat, dan
mengemukakan konsisten dengan
diharapkan
halusinansi prinsip komunikasi perawat dapat
penglihatan dapat terapeutik membantu klien
teratasi dan klien membina kembali
mampu mengatasi interaksi penuh
- Ucapkan salam
halusinansi
penglihatan sesuai terapeutik pada klien, percaya dengan
orang lain.
dengan strategi sapa klien dengan
- Dengan
pelaksanaan tindakan ramah baik verbal
keperawatan, dengan mengetahui
kriteria hasil : maupun non-verbal tanda dan gejala
- Pasien dapat halusinasi yang
berkomunikasi - Tanyakan nama muncul, perawat
dengan perawat, lengkap klien dan dapat
keluaraga dan menentukan
orang lain nama panggilan
langkah
- Pasien dapat kesukaan klien
intervensi
menjelaskan
selanjutnya.
frekuensi, waktu,
- Jelaskan tujuan - Memantau
situasi dan kondisi
serta isi dari pertemuan kondisi pasien
halusinasinya dengan cara
- Pasien mampu - Membuat kontrak melakukan
mengontrol observasi secara
halusinasinya topik, waktu dan
rutin
- Pandangan mata tempat setiap kali - Latihan atau
tidak kosong bertemu klien. aktivitas berbasis
- Tidak mudah
beralih realita dapat
- Konfabulasi (-) - Tunjukkan sikap mengalihkan
- Isi pikir terarah, perhatian pasien
dispersonalisasi (-), empati pada klien
saat mengalami
obsesi (-) dan menerima apa
halusinasi
- Proses pikir terarah, adanya
flight of idea (-) - Terapi musik,
- Pasien dapat mendengarkan
mengontrol emosi - Beri perhatian pada murottal dan
klien dan kebutuhan terapi zikir dapat
dasarnya. mengalihkan
halusinasi
- Diskusikan dengan dengan merespon
kemampuan
klien tentang
otak, dan
penyebab halusinasi merubah
(waktu, situasi dan frekuensi otak ke
kondisi, isi dan alpha-tetha. Pada
frekuensi) fase ini akan
menstimulasi sel
- Observasi perilaku otak mensekresi
pasien yang endorphin,
serotonin dan
menunjukkan
katekolamin 3
halusinasi regulasi hormone
ini dapat
- Libatkan pasien membuat pasien
dalam aktivitas dan menjadi lebih
rutinitas berbasis berkonsentrasi
realitas yang dapat dan relaks (M.
Aisyah, Jumaini
mengalihkan
& Safri, 2019)
perhatian dari - Mengekspresikan
halusinasi (bercakap- perasaan dapat
cakap, menghardik membantu pasien
halusinasi) memahami situasi
dan perilaku
- Latih pasien sehingga
mengurangi
melakukan terapi
frekuensi
aktivitas (terapi
negative, emosi
musik, yang
mendengarkan mengganggu dan
murottal, berdzikir) mengurangi
penurunan
- Dorong pasien untuk motivasi.
mengekspresikan - Meningkatkan
perasaannya dengan pengetahuan
tepat keluarga tentang
penyebab
- Berikan penjelasan halusinasi dan
cara merawat
pada keluarga
pasien dengan
tentang halusinasi
halusinasi
yang dialami pasien - Terapi farmakolgi
dapat membantu
- Diskusikan dengan kesembuhan
keluarga tentang cara pasien.
merawat pasien
dengan halusinasi

- Berikan motivasi
pada klien dan
keluaga.

- Kolaborasi dengan
dokter pemeberian
obat antipsikotik
secara konsisten
sesuai kebutuhan.

2 DX 2 (1503). (5100). - Membina


Keterlibatan Sosial Peningkatan hubungan saling
Sosialisasi percaya dengan
Setelah dilakukan klien. kontak
proses interaksi
yang jujur,
selama 2X - Bina hubungan saling
pertemuan, singkat, dan
percaya dengan konsisten dengan
diharapkan masalah
isolasi sosial dapat mengemukakan perawat dapat
teratasi, klien dapat prinsip komunikasi membantu klien
berinteraksi dengan terapeutik membina kembali
orang lain dan klien interaksi penuh
mampu sesuai percaya dengan
dengan strategi - Ucapkan salam
orang lain.
pelaksanaan tindakan terapeutik pada klien,
- Dengan
keperawatan, dengan sapa klien dengan
kriteria hasil : mengetahui
ramah baik verbal tanda dan gejala
maupun non-verbal isolasi sosial yang
- Klien tampak ceria
muncul, perawat
- Klien dapat
- Tanyakan nama dapat
menyebutkan
menentukan
minimal satu lengkap klien dan
penyebab dari nama panggilan langkah
isolasi sosial kesukaan klien intervensi
- Klien mau selanjutnya.
berinteraksi dan - Perbedaan
- Jelaskan tujuan
berkenalan dengan seputar manfaat
pertemuan
orang lain, teman hubugan sosial
dekat dan keluarga. dan kerugian
- Ada kontak mata, - Membuat kontrak isolasi sosial
konsetrasi terjaga topik, waktu dan membantu klien
- Klien bersedia tempat setiap kali mengidentifi kasi
mengungkapkan bertemu klien. apa yang terjadi
perasaannya pada dirinya,
- Klien bersedia sehingga dapat
mengungkapkan - Tunjukkan sikap diambil langkah
permasalahannya. empati pada klien untuk mengatasi
- Keluarga dapat dan menerima apa masalah ini.
menjelaskan adanya - Penguatan dapat
penyebab isolasi membantu
sosial - Beri perhatian pada meningkatkan
- Keluarga dapat harga diri klien
klien dan kebutuhan
menerapkan cara - Dengan
merawat klien dasarnya. kehadiran orang
dengan isolasi sosial yang tepat dapat
- Diskusikan dengan dipercaya
klien tentang memberi klien
penyebab isolasi rasa aman dan
sosial dan tidak mau terlindungi
bergaul dengan orang - Terapi perilaku
lain kognitif dapat
meningkatkan
- Observasi perilaku kemampuan
klien ketika interaksi pasien,
berhubungan sosial merubah cara
berpikir paisen,
- Latih pasien memahami situasi
melakukan terapi dan perilaku
kognitif (berinteraksi sehingga
dengan lingkungan mengurangi
sosialnya) frekuensi
 Jelaskan pada klien negative, emosi
cara berinteraksi yang
dengan orang lain mengganggu dan
 Berikan contoh cara mengurangi
berbicara dengan penurunan
orang lain motivasi
 Beri kesempatan (Alifariki. L. O,
kepada klien untuk Kusnan Adius,
memperhatikan cara 2019)
berinteraksi dengan - Setelah dapat
orang lain yang berinteraksi
dilakukan dengan orang
dihadapan perawat lain dan memberi
 Bantu klien kesempatan klien
berinteraksi dengan dalam mengikuti
salah satu orang aktifitas
terdekat atau kelompok, klien
keluarganya merasa lebih
 Tingkatkan jumlah berguna dan rasa
interaksi dengan percaya diri klien
orang lain bila klien dapat tumbuh
sudah menunjukkan kembali.
progress yang bagus - Ketika klien
 Latih klien merasa dirinya
bercakap-cakap lebih baik dan
dengan anggota mempunyai
keluarga saat makna, interaksi
melakukan kegiatan sosial dengan
harian dan kegiatan orang lain dapat
rumah tangga ditingkatkan
- Dukungan dari
- Berikan dorongan keluarga
terus menerus agar merupakan
klien dapat bagian penting
meningkatkan dari rehabilitasi
kemampuan klien
berinteraksinya. - Membantu klien
dalam
- Diskusikan meningkatkan
pentingnya peran perasaan kembali
serta keluarga sebagai dan keterlibatan
system pendukung dalam perawatan
utama untuk kesehatan
mengatasi perilaku
isolasi sosial

- Latih keluarga cara


merawat klien
dengan isolasi sosial

- Berikan motivasi
pada keluarga agar
membantu klien
untuk bersosialisasi

- Kolaborasi dengan
dokter pemeberian
obat antipsikotik
secara konsisten
sesuai kebutuhan.

3 DX 3 (1205). (5400). - Membina


Harga diri Peningkatan harga hubungan saling
diri percaya dengan
Setelah dilakukan Klien. kontak
tindakan yang jujur,
- Bina hubungan saling
keperawatan selama singkat, dan
2x diharapkan pasien percaya dengan konsisten dengan
dapat mengenali mengemukakan perawat dapat
aspek positif dan prinsip komunikasi membantu klien
kemampuan yang terapeutik membina kembali
dimilikinya, klien rasa percaya diri
dapat mengenal klien
- Identifikasi
identitas diri, citra
permasalahan yang di
diri dan memiliki - Mengetahui
kepercayaan diri hadapi klien tanda dan gejala
yang kuat, dengan harga diri rendah
kriteria hasil : - Identifkasi yang muncul,
- Klien tampak ceria kemampuan dan sehingga perawat
- Ada kontak mata, aspek positif yang dapat
konsetrasi terjaga menentukan
dimiliki klien
- Klien bersedia langkah
mengungkapkan intervensi
- Bantu pasien menilai selanjutnya.
perasaannya
kemampuan dirinya
- Klien bersedia
mengungkapkan - Pengenalan aspek
permasalahannya - Bantu pasien melatih positif dan
- Klien mampu kemampuan yang kemampuan diri
mengenali aspek klien merupakan
dimilikinya
positif dalam suatu penguatan
dirinya yang dapat
- Berikan pasien untuk meningkatakan
- Klien mampu
mengungkapkan rasa percaya diri
mengenali
kemampuan dan perasaannya dan harga diri
kelebihan yang klien
dimilikinya - Berikan pujian pada
- Keluarga dapat - Penegatahuan
pasien sewajarnya
menjelaskan keluarga tentang
masalah yang atas pencapaiannya masalah kejiwaan
dihadapi pasien yang diderita
- Keluarga dapat - Diskusikan pasien dapat
mengetahui cara membantu
pentingnya peran
merawat pasien mempercepat
serta keluarga sebagai
dengan harga diri proses pemulihan
rendah system pendukung pasien
utama untuk
mengatasi masalah - Dukungan dari
pasien keluarga
merupakan
bagian penting
- Latih keluarga cara
dari rehabilitasi
merawat pasien klien
dengan harga diri
rendah

- Berikan motivasi
pada keluarga dalam
merawat pasien
dengan harga diri
rendah

4 DX 4 (0004). Tidur (1850). Peningkatan - Masalah tidur


Tidur pasien dapat
Setelah dilakukan diatasi dengan
tindakan - Tentukan pola mempertahankan
keperawatan selama tidur/aktivitas pasien dan menjaga pola
2x, diharapkan tidur pasien
masalah insomnia - Monitor dan catat - Memperhatikan
pasien dapat teratasi pola tidur pasien dan faktor-faktor
dengan kriteria hasil : jumlah jam tidur yang
- Tanda vital dalam menyebabkan
rentang normal: - Monitor pola tidur ketidaknyamana
TD 120/80 mmHg pasien dan catat pada saat tidur.
P 60 – 100x/menit kondisi fisik dan - Rasa nyeri,
RR 12 – 20x/menit keadaan yang ansietas, dispneu,
- Tidak ada menggangu tidur kebisingan dan
kebisingan (nyeri, ansietas, kebersihan
- Pasien dapat tidur dispneu dll) tempat tidur
dengan tenang perlu
- Tidak ada gangguan - Sediakan lingkungan diperhatikan
tidur yang nyaman untuk
- Ekpresi klien saat (kebersihan tempat meningkatkan
bangun tidur tidur, hindari rasa nyaman
tampak bugar kebisingan, pasien.
pencahayaan, suhu) - Konsumsi cairan
yang berlebih
- Anjurkan pasien sebelum tidur
untuk tidak dapat
mengkonsumsi cairan meningkatkan
yang berebihan di frekuensi
malam hari berkemih yang
menyebabkan
- Berikan terapi ternganggunya
murrotal proses tidur
- Terapi
- Ajarkan pasien mendengarkan
latihan relaksasi otot murotal dapat
autogenic untuk menstimulasi
memancing tidur. system limbic,
amigdala dan
cortex cerebris
dengan
mengubah
frekuensi
gelombang otak
ke stase alpha
dan tetha. Pada
stase ini tubuh
akn melepaskan
beberapa hormon
dan
neurotransmitter
seperti
endorphine,
katekolamin dan
serotonin yang
dapat
meningkatkan
rasa nyaman,
menurunkan
level kecemasan
(Hidayat, S &
Mumpuningtyas
D. E, 2018).
5 DX 5 (2001). Kesehatan (5420). Dukungan - Membina
Spiritual Spiritual hubungan saling
percaya dengan
Setelah dilakukan - Bina hubungan saling Klien. kontak
tindakan percaya dengan klien yang jujur,
keperawatan selama singkat, dan
2x, diharapkan - Identifikasi faktor konsisten dengan
spiritualitas pasein penyebab gangguan perawat dapat
dapat ditingkatkan spiritual pada klien membantu klien
dengan kriteria hasil ; membina kembali
- Konsentrasi klien - Bantu pasien rasa percaya diri
meningkat mengungkapkan klien.
- Klien tampak ceria pikiran dan perasaan
- Klien tidak terhadap spiritual - Mengetahui
kebigungan yang diyakininya penyebab
- Klien tidak merasa gangguan
putus asa - Bantu klien spiritual dapat
- Afeksi klien tidak mengembangkan skill memantu
labil untuk mengatasi perawat
- Klien mampu perubahan spiritual menyusun
membina hubungan dalam kehidupan strategi tindakan
saling percaya yang tepat untuk
- Klien mampu - Fasilitasi pasien pasien
mengungkapkan dengan alat-alat
penyebab masalah ibadah dengan cara - Mengidentifikasi
spiritual manipulasi isi pikiran dan
- Klien dapat lingkungan sesuai perasaan pasien
mengungkapkan keyakinan yang terhadap
perasaan dan dianut klien kemampuan
pikiran tentang spiritualnya
spiritual yang - Fasilitasi klien untuk sehingga perawat
diyakininya menjalankan ibadah dapat
- Klien mampu sendiri atau dengan mengetahui inti
mengatasi masalah orang lain permasalahannya
atau penyakit atau dan dapat
perubahan spiritual - Bantu pasien untuk dengan mudah
dalam kehidupan ikut serta dalam menentukan
- Klien aktif kegiatan keagamaan strategi tindakan
melakukan kegiatan selanjutnya
spiritual dan - Bantu pasien
keagamaan. mengevaluasi - Fasilitas alat-alat
perasaan setelah ibadah seperti
melakukan kegiatan tempat ibadah
ibadah atau kegiatan yang memadai
spiritual lainnya. dapat
menstimulasi
- Kolaborasi dengan pasien untuk
psikiatri untuk mengikuti
dilakukan terapi kegiatan ibadah
mindfulness
- Keikutsertaan
pasien dalam
kegiatan
keagamaan dapat
menurunkan
tingkat stress,
membuat pasien
menjadi lebih
tenang

- Ungkapan
perasaan pasien
dapat dijadikan
system
pendukung
untuk
memotivasi
pasien
melakukan
kegiatan
keagamaan

- Terapi
mindfulness
dapat
merangsang
kemampuan sel
otak, merubah
frekuensi
gelombang di
otak dan
mensekresi
serotonin,
katekolamin, dan
endorphin yang
dapat membuat
pasien menjadi
lebih tenang
6. Strategi Pelaksanaan Tindakan Pada Klien dengan Isolasi Sosial
Tindakan Keperawatan
No Diagnosa
Pasien Keluarga
1. Gangguan SP 1 SP 1
persepsi 1. Mengidentifikasi halusinasi 1. Mendiskusikan masalah yg
sensori : pendengaran pada pasien dirasakan pasien keluarga
Halusinasi
meliputi isi, frekuensi, dalam merawat pasien
visual
waktu terjadi, situasi, 2. Menjelaskan pengertian,
pencetus, perasaan, dan tanda dan gejala halusinasi
respon pasien terhadap yang dialami pasien beserta
halusinasi proses terjadinya dan jenis
2. Melatih paasien cara halusinasi pasien
mengontrol halusinasi 3. Menjelaskan cara-cara
dengan cara menghardik merawat pasien halusinasi
“anjurkan pasien menutup
SP 2
telinga dan berkata suara-
1. Mengevaluasi kegiatan
suara pergilah, kamu tidak
keluarga dalam merawat
nyata”
atau melatih dan
3. Membantu pasien
menghardik halusinasi
memasukkan dalam jadwal
2. Menjelaskan cara bercakap-
kegiatan harian pasien
cakap dan melakukan
kegiatan untuk mengontrol
SP 2
halusinasi
1. Mengevaluasi latihan pasien
3. Melatih dan meluangkan
dalam mengontrol dan
waktu bercakap-cakap
menghardik halusinasi
dengan pasien terutama
2. Melaatih pasien cara
saat halusinasi
mengontrol halusinasi
4. Membantu keluarga
dengan bercakap-cakap
masukan dalam jadwal
“menganjurkan pasien
kegiatan harian pasien
untuk melakukan
komunikasi dengan teman SP 3
yang ada di panti pada saat 1. Mengevaluasi kegiatan
suara tersebut datang” keluarga dalam merawat
3. Membantu psien atau melatih pasien,
memasukkan dalam jadwal menghardik, dan bercakap-
kegiatan harian pasien cakap, dan beri pujian
2. Melatih keluarga cara
SP 3 merawat pasien dengan
1. Mengevaluasi latihan mengontrol halusinasi
mengontrol halusinasi,
menghardik, dan bercakap- melalui kegiatan sehari-hari
cakap dengan teman panti 3. Membantu keluarga
pada saat suara-suara masukan dalam jadwal
tersebut datang kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien untuk
SP 4
melakukan aktivitas yang
1. Mengevaluasi kegiatan
disukai (menggambar,
keluarga dalam merawat
mendengarkan music,
atau melatih, menghardik,
mendengarkan murrotal,
bercakap-cakap, melakukan
beryanyi, dll)
aktivitas sehari-hari dan
3. Membantu pasien
beri pujian
memasukkan dalam jadwal
2. Menjelaskan pada keluarga
kegiatan harian pasien
pentingnya minum obat
secara teratur
SP 4
3. Membantu keluarga
1. Mengevaluasi latihan
masukan dalam jadwal
mengontrol halusinasi
kegiatan harian pasien
2. Menganjurkan pasien
minum obat secara teratur
dengan prinsip 6B (benar
obat, benar pasien, benar
dosis yang diberikan, benar
waktu ooemberian, benar
rute pemberian, dan benar
pendokumentasian)
3. Membantu pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian pasien

2. Isolasi sosial SP 1 SP 1
1. Membina hubungan saling 1. Mengidentifikasi masalah
percaya dengan yang dihadapi keluarga
menggunakan salam dalam menghadapi pasien
terapeutik isolasi sosial
2. Mengidentifikasi penyebab 2. Menjelaskan pada keluarga
isolasi sosial tentang konsep dasar isolasi
sosial seperti pengertian,
3. Mengidentifikasi
tanda dan gejala yang
keuntungan berteman dialami pasien beserta
4. Mengidentifikasi kerugian faktor penyebab dan proses
tidak mempunyai teman terjadinya masalah isolasi
sosial
5. Membimbing pasien 3. Menjelaskan pada
memasukan kedalam jadwal keluarga cara merawat
harian pasien isolasi sosial.
4. Membuat RTL untuk
SP 2 keluarga dalam merawat
1. Mengevaluasi masalah pasien isolasi sosial
sebelumnya, dan
memberikan pujian pada SP 2
pasien atas perkembangan 1. Mengevaluasi kemampuan
yang telah dicapainya dan pengetahuan keluarga
2. Melatih pasien cara sesuai dengan SP 1
berkenalan dengan orang 2. Melatih keluarga
yang pertama (perawat) mempraktekkan cara
merawat pasien dengan
3. Menganjurkan pasien isolasi sosial
memasukan kegiatan 3. Melatih keluarga
latihan kedalam jadwal melakukan cara merawat
hariannya. langsung pada pasien
dengan isolasi sosial
SP 3 4. Membuat RTL untuk
1. Mengevaluasi kegiatan keluarga dalam merawat
pasien isolasi sosial
sebelumnya, yaitu cara
berkenalan dengan satu
SP 3
orang (perawat) 1. Mengevaluasi kemampuan
2. Melatih pasien cara keluarga sesuai dengan SP 2
berkenalan dengan orang 2. Melatih keluarga membuat
kedua (pasien lain) jadwal kegiatan harian
pasien selama dirumah
3. Menganjurkan pasien seperti jadwal minum obat,
memasukkan kegitan berinteraksi dengan
latihan kedalam jadwal keluarga dan orang
hariannya. terdekat di lingkungan
rumah.
3. Membuat RTL untuk
SP 4 keluarga dalam merawat
1. Mengevaluasi kegiatan pasien isolasi sosial
sebelumnya (SP 1, SP 2)
yaitu cara berkenalan SP 4
1. Mengevaluasi kemampuan
dengan orang kedua keluarga sesuai dengan SP 3
(pasien). 2. Menjelaskan pada keluarga
2. Memberikan kesempatan dalam melakukan discharge
pada pasien berkenalan dan planning pada pasien secara
konsisten dan rencana
bercakap-cakap dengan dua follow up pasien setelah
orang atau lebih. pulang
3. Melatih pasien membuat
kegiatan dengan kelompok.
4. Menganjurkan pasien untuk
memasukan kedalam jadwal
kegiatan hariannya.

3. Harga diri SP 1 SP 1
rendah 1. Membina hubungan saling 1. Mendiskusikan masalah
percaya dengan teknik yang dihadapi keluarga
komunikasi terapeutik dalam merawat pasien
2. Mengidentifikasi 2. Menjelaskan pada keluarga
kemampuan dan aspek tentang pengertian, tanda
positif yang dimiliki pasien dan gejala harga diri rendah
3. Membantu pasien menilai serta faktor penyebab dan
kemampuan pasien yang proses terjadinya masalah
masih dapat digunakan tersebut
4. Membantu pasien memilih 3. Menjelaskan pada keluarga
kegiatan yang akan dilatih cara merawat pasien
sesuai dengan kemampuan dengan harga diri rendah
pasien 4. Membuat RTL untuk
5. Melatih pasien sesuai keluarga dalam merawat
dengan kemampuan yang pasien harga diri rendah
dipilih : merapikan kamar,
menyapu halaman SP 2
6. Memberikan pujian yang 1. Melatih keluarga
wajar terhadap keberhasilan mempraktekan cara
dan progress latihan pasien merawat pasien dengan
7. Menganjurkan pasien untuk harga diri rendah
memasukan kedalam jadwal 2. Melatih kelurga
kegiatan hariannya. menerapkan secara
langsung cara merawat
SP 2 pasien dengan harga diri
1. Mengevaluasi jadwal rendah
kegiatan harian pasien 3. Membuat RTL untuk
2. Melatih pasien kemampuan keluarga dalam merawat
yang kedua ; menyiram pasien harga diri rendah
tanaman.
3. Menganjurkan pasien untuk SP 3
memasukkan kedalam 1. Mengevaluasi kemampuan
jadwal kegiatan hariannya. keluarga sesuai dengan
tindakan SP 2
2. Membantu keluarga
membuat jadwal kegiatan
harian pasien selama
dirumah seperti jadwal
minum obat (discharge
planning)
3. Menjelaskan pada keluarga
dalam melakukan discharge
planning pada pasien secara
konsisten dan rencana
follow up pasien setelah
pulang

4. Insomnia SP 1 SP 1
1. Menentukan pola tidur 1. Membantu keluarga
/aktivitas pasien mengidentifikasi masalah
2. Mengidentifikasi faktor insomnia
penyebab insomnia pada 2. Membantu keluarga
pasien mengetahui proses
3. Memfasilitasi pasien terjadinya insomnia yang
lingkungan yang nyaman dihadapi pasien
(kebersihan tempat tidur, 3. Membuat RTL pada
hindari kebisingan, keluarga dalam merawat
pencahayaan, suhu) pasien dengan insomnia

SP 2 SP 2
1. Melatih pasien untuk tidak 1. Melatih keluarga tetang
mengkonsumsi banyak cara merawat pasien yang
cairan di malam hari mengalami masalah
2. Melatih pasien teknik insomnia
relaksasi otot autogenic
untuk memancing tidur.
3. Menganjurkan pasien untuk
mendengarkan murrotal
sebelum tidur
5. Distress SP 1 SP 1
spiritual 1. Membina hubungan saling 1. Membantu keluarga
percaya dengan pasien mengidentifikasi masalah
2. Mengidentifikasi faktor yang dihadapi dalam
penyebab gangguan merawat pasien
spiritual pada pasien 2. Membantu keluarga
3. Membantu pasien mengetahui proses
mengungkapkan perasaan terjadinya masalah spiritual
dan pikiran terhadap yang dihadapi pasien
spiritual yang diyakininya 3. Membuat RTL pada
4. Membantu klien keluarga dalam merawat
mengembangkan skill untuk pasien dengan masalah
mengatasi perubahan spiritual
spiritual dalam kehidupan
SP 2 SP 2
1. Memfasilitasi pasien dengan 1. Melakukan rujuakan pada
alat-alat ibadah yang sesuai tokoh agama
keyakinan atau agama yang 2. Melatih keluarga tetang
dianut oleh pasien cara merawat pasien yang
2. Memfasilitasi klien untuk mengalami masalah
menjalankan ibadah sendiri spiritual
atau dengan orang lain
3. Membantu pasien untuk
ikut serta dalam kegiatan
keagamaan
4. Membuat rencana tindak
lanjut terapi mindfulness
dengan psikiatri.

7. Evaluasi Keperawatan
No Tanggal Diagnosa Evaluasi
1 Kamis, Gangguan persepsi S;
28/01/21 sensori : Halusinasi - Klien mengatakan masih sering
visual melihat bayangan rumahnya yang
disita oleh dinas
- Klien mengatakan halusinasi visual
yang dirasakan sudah jarang terjadi
- Klien mengatakan sudah tahu cara
menghardik halusinasinya
- Keluarga klien mengatakan bahwa
ia sudah tahu tentang masalah
halusinasi yang diderta klien dan
keluarga juga tahu cara merawat
pasien halusinasi

O;
- Klien mampu mengontrol emosi,
meskipun masih labil
- Klien masih tampak lemas
- Inkoherens (+) meskipun sudah
jarang terjadi
- Klien sudah mau berinteraksi
- Klien sudah mampu berkonsentrasi
dan fokus meskipun terkadang
hilang kontak mata dan mudah
beralih
- Klien sudah jarang tertawa atau
berbicara sendiri
- Isi pikir dispersonalisasi, obsesi
- Proses pikir cenderung flight of idea
- Konfabulasi
- Reaksi masih lambat, cenderung
menghindar, koping masih
maladaptif meskipun sudah
mampu melakukan relaksasi
- Klien sudah mulai minum obat
secara teratur
- Keluarga melakukan discharge
planning yang sudah dibuat
bersama perawat
- Keluarga mengaplikasikan strategi
pelaksanaan yang disusun perawat
- Keluarga tampak memberikan
motivasi pada klien

A;
Masalah halusinasi visual klien belum
sepenuhnya teratasi.

P;
Tetap lakukan evaluasi SP 1 dan
berikan RTL sesuai dengan SP 2, SP 3
dan SP 4, lanjutkan intervensi.

2 Kamis, Domain 12. Kelas 3. S;


28/01/21 (00053). Isolasi sosial - Keluarga mengatakan Tn. X sudah
b.d sumber personal mau berinteraksi dengan keluarga
tidak adekuat dan orang di lingkungan sekitar
meskipun masih harus diarahakan
- Tn. X mengatakan ia merasa lebih
baik dan senang bisa berinteraksi
dengan orang lain dan melakukan
aktivitas harian
- Keluarga mengatakan sudah tahu
cara merawat pasien isolasi sosial

O;
- Klien tampak kooperatif dan sediki-
sedikit sudah mau berbicara
dengan orang lain
- Afek masih labil
- Saat diwawancarai klien tampak
berusaha fokus,
- Proses berpikir sudah terarah
meskipun terkadang masih flight of
ideas
- Dispersonalisasi (+), meskipun
sudah jarang terjadi
- Isi pikiran masih cenderung obsesi
- Klien sudah mulai minum obat
secara teratur
- Keluarga melakukan discharge
planning yang sudah dibuat
bersama perawat
- Keluarga mengaplikasikan strategi
pelaksanaan yang disusun perawat
- Keluarga tampak memberikan
motivasi pada klien

A;
Masalah isolasi sosial klien belum
sepenuhnya teratasi.

P;
Tetap lakukan evaluasi SP 1 dan
berikan RTL sesuai dengan SP 2, SP 3
dan SP 4, lanjutkan intervensi.

3 Kamis, Domain 6. Kelas 2. S;


28/01/21 (00119). Harga diri - Keluarga Tn. X mengatakan bahwa
rendah b.d koping Tn. X merasa sudah sedikit percaya
terhadap kehilangan diri dan sudah mau berinteraksi
tidak efektif dengan orang lain meskipun
terkadang lupa dengan orang
sekitar.
- Keluarga mengatakan bahwa ia
sudah tahu cara merawat pasien
dengan harga diri rendah
- Keluarga klien mengatakan klien
sudah mau melakukan kegiatan di
rumahnya seperti merapihkan
pakaian, menyapu, mencuci
meskipun dibantu oleh keluarga.

O;
- Klien sudah mulai percaya diri
meskipun masih malu-malu
- Afek terkadang masih labil
- Aktivitas motorik ; klien terkdang
masih tampak gelisah
- Alam perasaan ; klien masih
tampak agak sedikit putus asa
- Dispersonalisasi (+), meskipun
jarang terjadi
- Klien sudah mau memulai
pembicaraan
- Saat diwawancarai klien berusaha
untuk fokus dan kooperatif
- Keluarga tampak memotivasi
dengan ikut serta dalam kegiatan
harian pasien yang sudah di
jadwalkan
- Keluarga melakukan discharge
planning yang sudah dibuat
bersama perawat

A;
Masalah harga diri rendah belum
sepenuhnya teratasi.

P;
Tetap lakukan evaluasi dan RTL,
lanjutkan intervensi : ulang SP1 dan
lakukan evaluasi SP1, jika SP1 sudah
terpenuhi lakukan SP2

4 Kamis, Domain 4. Kelas 1. S;


28/01/21 (00095) Insomnia b.d - Klien mengatakan sudah bisa
depresi tertidur nyenyak dimalam hari,
merasa relax dan sudah jarng
terbangun di malam hari.
- Klien mengatakan sudah bisa tidur
siang meskipun hanya 1 jam
- Klien mengatakan mulai tertidur
dimalam hari pukul 22.00 – 05.00
O;
- TD 120/80 mmHg
- Nadi 72x/menit
- 18x/menit
- Aktivitas motorik ; klien terlihat
sedikit gelisah
- Alam perasaan ; klien masih terlihat
sedikit putus asa
- Kegiatan sebelum dan sesudah
bangun tidur ; mendengarkan
murotal
- Keadaan fisik klien masih tampak
lemas
- Klien sudah mulai rutin minum
obat

A;
Masalah insomnia pasien masih belum
sepenuhnya teratasi.

P;
Tetap lakukan RTL sesuai dengan SP 1
dan 2, lanjutkan intervensi

5 Kamis, Domain 10. Kelas 3. S;


28/01/21 (00066). Distress - Tn. X mengatakan bahwa ia
spiritual b.d harga beragama Islam
diri rendah d.d - Keluarga Tn. X mengatakan bahwa
depresi Tn. X sudah sedikit menerima
sebagian hartanya yang ditipu
orang, ia berusaha untuk besabar.
- Keluarga Tn. X mengatakan sudah
tahu cara merawat dan memenuhi
kebutuhan spiritual Tn. X

O;
- Klien sudah mau mengikuti
kegiatan keagamaan seperti
mendengarkan cermah dan
murotal.
- Afek terkadang masih labil
- Aktivitas motorik ; klien masih
tampak gelisah
- Alam perasaan ; klien terlihat
sedikit putus asa
- Tampak sedikit kebingungan
- Saat diwawancarai klien fokus, dan
kooperatif
- Proses berpikir masih cenderung
flight of ideas
- Dispersonalisasi (+), meskipun
sudah jarang terjadi
- Isi pikiran lebih cenderung obsesi
- Klien sudah jarang menyalahkan
hal-hal diluar dirinya
A;
Masalah distress spiritual pasien masih
belum teratasi.

P;
Tetap lakukan evaluasi pada SP 1 dan
RTL, lanjutkan intervensi : jika SP 1
terpenuhi, lakukan SP 2, libatkan tokoh
agama disekitar rumah untuk
melakukan tindakan

1 Jum’at, Gangguan persepsi S;


29/01/21 sensori ; Halusinasi - Klien mengatakan masih sering
visual melihat bayangan rumahnya yang
disita oleh dinas
- Klien mengatakan halusinasi visual
yang dirasakan sudah jarang terjadi
- Klien mengatakan sudah tahu cara
menghardik halusinasinya
- Keluarga klien mengatakan bahwa
ia sudah tahu tentang masalah
halusinasi yang diderta klien dan
keluarga juga tahu cara merawat
pasien halusinasi

O;
- Klien mampu mengontrol emosi,
meskipun masih labil
- Klien fisik klien bugar
- Inkoherens (+) meskipun sudah
jarang terjadi
- Klien sudah mau berinteraksi
- Klien sudah mampu berkonsentrasi
dan fokus meskipun terkadang
mudah beralih
- Klien sudah jarang tertawa atau
berbicara sendiri
- Isi pikir sudah lebih baik dan
terarah, dispersonalisasi – obsesi
sudah jarang terjadi
- Proses pikir sudah terarah
meskipun terkadang flight of idea
- Konfabulasi (-)
- Klien mampu melakukan relaksasi
dan aktif pada kegiatan yang
terjadwal
- Klien sudah mulai minum obat
secara teratur
- Klien sudah mampu menghardik
halusinasinya
- Keluarga melakukan discharge
planning yang sudah dibuat
bersama perawat
- Keluarga mengaplikasikan strategi
pelaksanaan yang disusun perawat
- Keluarga tampak memberikan
motivasi pada klien

A;
Masalah halusinasi visual klien belum
sepenuhnya teratasi.

P;
Tetap lakukan evaluasi kegiatan SP 1,
SP 2, SP 3 dan SP 4, jelaskan RTL,
lanjutkan intervensi : lakukan evaluasi
strategi pelaksanaan, jika sudah
terpenuhi monitor strategi
pelaksanaan secara konsisten hingga
pasien dan keluarga mandiri.

2 Jum’at, Domain 12. Kelas 3. S;


29/01/21 (00053). Isolasi sosial - Keluarga Tn. X mengatakan klien
b.d sumber personal sudah jarang melamun atau
tidak adekuat menyendiri dan sudah memulai
berbicara dengan orang lain.
- Keluarga mengatakan Tn. X sudah
mau berinteraksi dengan keluarga
dan orang di lingkungan sekitar
meskipun masih harus diarahakan
- Tn. X mengatakan ia merasa lebih
baik dan senang bisa berinteraksi
dengan orang lain dan melakukan
aktivitas harian
- Keluarga mengatakan sudah tahu
cara merawat pasien isolasi sosial

O;
- Klien tampak kooperatif dan sudah
mau berbicara dengan orang lain
disekitar rumahnya
- Afek sudah bagus meskipun
terkadang labil
- Saat diwawancarai klien tampak
berusaha fokus,
- Proses berpikir sudah sedikit
terarah namun seketika masih flight
of ideas
- Dispersonalisasi (-)
- Klien sudah mulai minum obat
secara teratur
- Klien tampak melakukan aktivitas
harian di luar rumah
- Keluarga melakukan discharge
planning yang sudah dibuat
bersama perawat
- Keluarga mengaplikasikan strategi
pelaksanaan yang disusun perawat
- Keluarga tampak memberikan
motivasi pada klien

A;
Masalah isolasi sosial klien belum
sepenuhnya teratasi.

P;
Tetap lakukan evaluasi kegiatan SP 1,
SP 2, SP 3 dan SP 4, jelaskan RTL,
lanjutkan intervensi : lakukan evaluasi
strategi pelaksanaan, jika sudah
terpenuhi monitor strategi
pelaksanaan secara konsisten hingga
pasien dan keluarga mandiri.

3 Jum’at, Domain 6. Kelas 2. S;


29/01/21 (00119). Harga diri - Keluarga Tn. X mengatakan bahwa
rendah b.d koping Tn. X merasa sudah sedikit percaya
terhadap kehilangan diri dan sudah mau berinteraksi
tidak efektif dengan orang lain meskipun
terkadang lupa dengan orang
sekitar.
- Keluarga mengatakan bahwa ia
sudah tahu cara merawat pasien
dengan harga diri rendah
- Keluarga klien mengatakan klien
sudah mau melakukan kegiatan di
rumahnya seperti merapihkan
pakaian, menyapu, mencuci
meskipun dibantu oleh keluarga.

O;
- Klien sudah mulai percaya diri
meskipun masih malu-malu
- Afek sudah bagus meskipun
terkadang masih labil
- Aktivitas motorik ; Klien tampak
bersemangat
- Dispersonalisasi (-)
- Klien sudah mau memulai
pembicaraan
- Saat diwawancarai klien berusaha
untuk fokus dan kooperatif
- Aktivitas motorik ; klien terkadang
masih tampak gelisah
- Alam perasaan ; klien masih
tampak agak sedih dan sedikit
putus asa
- Proses berpikir sudah terarah
- Keluarga tampak memotivasi
dengan ikut serta dalam kegiatan
harian pasien yang sudah di
jadwalkan
- Keluarga melakukan discharge
planning yang sudah dibuat
bersama perawat

A;
Masalah harga diri rendah sebagian
sudah teratasi.

P;
Tetap lakukan evaluasi kegiatan SP 1
dan RTL, lanjutkan intervensi : ulang
SP 2, lakukan evaluasi 2, jika sudah
terpenuhi monitor strategi
pelaksanaan secara konsisten hingga
pasien dan keluarga mandiri.

4 Jum’at, Domain 4. Kelas 1. S;


29/01/21 (00095) Insomnia b.d - Klien mengatakan sudah bisa
depresi tertidur nyenyak dimalam hari,
merasa relax dan sudah jarng
terbangun di malam hari.
- Klien mengatakan sudah bisa tidur
siang meskipun hanya 1 jam
- Klien mengatakan mulai tertidur
dimalam hari pukul 22.00 – 05.00
dan sudah tidak mengkonsumsi
banyak cairan di malam hari
O;
- TD 120/80 mmHg
- Nadi 68x/menit
- 16x/menit
- Aktivitas motorik ; klien terlihat
sedikit gelisah
- Alam perasaan ; klien masih terlihat
sedikit bersemangat
- Kegiatan sebelum dan sesudah
bangun tidur ; mendengarkan
murotal
- Keadaan fisik klien tampak bugar
- Klien sudah mulai rutin minum
obat

A;
Masalah insomnia pasien sudah
teratasi.

P;
Tetap lakukan pemantauan RTL sesuai
dengan SP 1 dan 2 secara konsisiten.

5 Jum’at, Domain 10. Kelas 3. S;


29/01/21 (00066). Distress - Tn. X mengatakan bahwa ia
spiritual b.d harga beragama Islam
diri rendah d.d - Keluarga Tn. X mengatakan bahwa
depresi Tn. X sudah sedikit menerima
sebagian hartanya yang ditipu
orang, ia berusaha untuk besabar.
- Keluarga Tn. X mengatakan sudah
tahu cara merawat dan memenuhi
kebutuhan spiritual Tn. X

O;
- Klien sudah mau mengikuti
kegiatan keagamaan seperti
mendengarkan cermah dan
murotal.
- Klien sudah mau belajar sholat
- Afek terkadang masih labil
- Aktivitas motorik ; klien masih
tampak gelisah
- Alam perasaan ; klien terlihat
sedikit bersemangat
- Tampa kebingungan
- Saat diwawancarai klien fokus, dan
kooperatif
- Proses berpikir sudah terarah
- Isi pikiran terkadang masih obsesi
namun klien berusaha melupakan
kejadian dimasa lalunya
- Klie sudah jarang menyalahkan hal-
hal diluar dirinya
A;
Masalah distress spiritual pasien
sebagian sudah teratasi.

P;
Tetap lakukan pemantauan RTL sesuai
dengan SP 1 dan 2, libatkan tokoh
agama disekitar rumah untuk
melakukan tindakan
REVIEW JURNAL KEPERAWATAN JIWA

1. Efektivitas terapi murottal al-qur’an terhadap skor halusinasi pasien halusinasi


P : Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh klien di
(Patient/population) Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau di Ruang
Siak, Kuantan, Kampar, Indragiri, Sebayang, dan
Rokan dengan teknik pengambilan sampel purposive
sampling. Penelitian ini dimulai dari bulan Februari-
Juni 2018.
I (Intervention) : - Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam
keperawatan jiwa karena bertujuan untuk
mengembangkan pola gaya atau kepribadian
secara bertahap. Salah satu terapi modalitas
adalah terapi psikoreligius. Berdasarkan riset
menunjukkan bahwa terapi psikoreligius mampu
mencegah dan melindungi kejiwaan,
meningkatkan proses adaptasi, mengurangi
kejiwaan, dan penyembuhan (Yosep & Sutini,
2016).
- Terapi psikoreligius biasanya menggunakan Al-
Qur’an. Kesembuhan dengan menggunakan Al-
Qur’an dapat dilakukan dengan cara
membacanya, berdekatan maupun
mendengarkannya (Yazid, 2008).
- Terapi mendengarakan murrotal Al-Qur’an ini
dilakukan pada pasien halusinasi dalam 2 kali
seminggu dan intervensi sesuai SOP yaitu strategi
pelaksanaan pada pasien halusinasi.
C (Comparison) : Penelitian ini sesuai dengan penelitian Faradisi &
Aktifah (2018) terjadi perubahan yang signifikan
sebelum dan sesudah terapi murotal pada pasien
halusinasi. Suara melodi dari terapi Al-Qur’an
mempuyai efek terapeutik yang bisa digunakan
untuk mengatasi masalah emosional, kognitif, dan
sosial individu. Hal ini dikarenakan ketika seseorang
mendengarkan pembacaan Al-Qur’an maka akan
terjadi peningkatan gelombang alpha diotak
sehingga dapat menimbulkan relaksasi dan
ketenangan.
O (Outcome) : Intervensi terapi murottal Al-Qur’an menunjukkan
hasil yang signifikan terhadap penurunan skor
halusinasi. Hasil Uji Independent sample T test
didapatkan p value (0,000) < (α=0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan
efektivitas terapi murottal Al-Qur’an terhadap skor
halusinasi pada pasien halusinasi.
T (Times) : Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa
Tampan Provinsi Riau pada bulan Januari-Juni 2019

2. Pengaruh Terapi Perilaku Kognitif Terhadap Tingkat Kemampuan Interaksi


Sosial Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa
P : Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien
(Patient/population) isolasi sosial di ruang rawat inap rumah sakit
provinsi sulawesi tenggara sebanyak 115 orang.
Sedangkan untuk sampel nya adalah sebagian pasien
isolasi sosial di ruang rawat inap RSJ provinsi
sulawesi tenggara berjumlah 16 orang.
I (Intervention) : - Menurut Epigee terapi kognisi merupakan terapi
yang didasari dari gabungan beberapa terapi yang
dirancang untuk merubah cara berfikir dan
memahami situasi dan perilaku sehingga
mengurangi frekuensi negatif, emosi yang
menganggu dan mengurangi penurunan motivasi
terutama dalam melakukan interaksi sosial.
(epigee, 2009)
- Tujuan terapi kognisi adalah untuk meningkatkan
interaksi sosial yang didasari beberapa terapi yang
dirancang untuk merubah cara berfikir dan
memahami situasi dan perilaku sehingga
mengurangi frekuensi negatif, emosi yang
menganggu dan mengurangi penurunan motivas.
(Dunn BD, 2009)
- Dalam penelitian ada pre dan post test tanpa
kelompok kontrol yakni sampel diberikan terapi
perilaku kognitif. Kelompok terapi perilaku
kognitif dilakukan pre test (O1). Setelah
mendapatkan perlakukan dilakukan post tets (O2)
(Arikunto, S, 2010).
- Pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan kuesioner. Variabel kemampuan
interaksi sosial memiliki kategori mampu dan
tidak mampu yang diukur dengan saat
berinteraksi menggunakan kalimat yang jelas, saat
berinteraksi suara dapat terdengar oleh lawan
bicara, menyampaikan kritik atau perasaan tidak
senang kepada orang lain, Saat berinteraksi
berfokus dalam pembicaraan, saat berinteraksi
akan bertanya jika ada kalimat yang tidak
dimengerti.
C (Comparison) : Penelitian ini sejalan dengan penelitian Renidayati
tentang pengaruh Sosial Skills Training (SST) pada
klien isolasi sosial bahwa terdapat peningkatan
kemampuan kognitif dan kemampuan perilaku pada
kelompok yang mengikuti SST dan yang tidak
mengikuti SST, dimana pada kelompok yang
mengikuti SST mengalami peningkatan kemampuan
kognitif dan perilaku yang lebih tinggi dibandingkan
kelompok yang tidak mengikuti SST.
Hal ini dikarenakan penerapan terapi perilaku
kognitif dapat menurunkan gejala negatif yang akan
menjadi positif serta fungsi sosial yang baik dan
menunjukan efek yang menetap setelah pengobatan
berakhir, dibandingkan dengan perawatan rutin saja,
karena dengan terapi perilaku kognitif klien dapat
membantu klien melakukan perilaku dan pikiran
yang positif.
O (Outcome) : Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum
perlakuan terapi perilaku kognitif terhadap tingkat
kemampuan interaksi sosial nilai mean sebesar nilai
34,8958 dan setelah perlakuan terapi perilaku
kognitif terhadap tingkat kemampuan interaksi
sosial nilai mean sebesar 54,1667. Hasil analisis uji t
test dependen diperoleh nilai t hitung = 6,839 dengan
p value 0,000 < α 0,05 yang artinya bahwa ada
pengaruh terapi perilaku kognitif terhadap tingkat
kemampuan interaksi sosial di Ruang rawat inap RSJ
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2018.
T (Times) : Penelitian ini dilaksanakan di Ruang rawat inap RSJ
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2018.

3. Pengaruh Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Psien Halusinasi di RSJD dr. Arif
Zainudin Surakarta
P : Populasi dalam penelitian ini pasien halusinasi di
(Patient/population) RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta. Penelitian ini
menggunakan 8 pasien sebanyak 6 pasien berusia
antara 25 - 45 tahun yang dilakukan pada tanggal 30
Maret – 12 April 2017.
I (Intervention) : Peneliti memberikan tindakan Dzikir ketika pasien
mendengar suara-suara palsu, melihat sesuatu,
ketika waktu luang, dan ketika paisen selesai
melaksanakan sholat wajib. Responden
mengucapkan lafal dzikir Subhanallah,
Alhamdullilah, Allahuakbar, Lailaha illallah,
bismilahirohmanirohim. Peneliti memilih tindakan
aktifitas berbasis realita yang dapat mengalihkan
halusinasi dengan dzikir seperti yang dikemukakan
oleh Bulechek, Butcher, Dochterman (2016) yaitu
untuk mengalihkan halusinasi yang dialami oleh
pasien peneliti menggunakan tekhnik pengalihan
dengan cara dzikir agar responden dapat
mengalihkan halusinasi yang dialami sehingga
pasien merasakan ketentraman jiwa.
C (Comparison) : Menurut Fatihuddin (2010) dzikir adalah menjaga
dalam ingatan agar selalu ingat kepada Allah ta‟ala.
Dzikir dapat menyehatkan tubuh: hidup orang
shaleh lebih ceria, tenang, dan seolah-olah tanpa
masalah, karena setiap masalah disikapi dengan
konsep takwa. Fungsi dari dzikir antara lain dapat
mensucikan hati dan jiwa: berdzikir dapat
mengingatkan kita kepada Allah dan hanya
kepadaNya kita meminta pertolongan. Karena segala
bentuk masalah adalah dari-Nya, dan dengan
berdzikir dapat mengingatkan kita agar selalu
berfikir positif. Menurut Sulahyuningsih (2016)
terapi religius berdzikir efektif meningkatkan
kemampuan mengontrol halusinasi. Dengan
berdzikir hati seseorang akan lebih tentram dan
menurunkan gejala psikiatrik. Religius mampu
mencegah dan melindungi dari penyakit kejiwaan,
mengurangi penderitaan, dan meningkatkan proses
adaptasi.
O (Outcome) : Intervensi memberikan terapi psikoreligi berdzikir
pada pasien halusinasi menunjukkan hasil bahwa
sebesar 5 dari 8 responden mengatakan halusinasi
berkurang setelah melakukan dzikir, dan 3 dari 8
responden mengatakan masih mendengar halusinasi
setelah melakukan dzikir. Adapun kesimpulan: dari
terapi psikoreligi adalah berdzikir efektif untuk
mengurangi halusinasi.
T (Times) : Penelitian ini dilaksanakan di RSJD dr. Arif Zainudin
Surakarta pada tanggal 30 Maret – 12 April 2017.

4. Efektivitas Terapi Music Klasik Terhadap Penurunan Tanda Dan Gejala Pada
Pasien Halusinasi
P : Populasi dalam penelitian ini adalah adalah pasien
(Patient/population) jiwa dengan masalah keperawatan Gangguan Sensori
Presepsi: Halusinasi yang rawat di ruang rawat inap
di Merak, Perkutut dan Elang RSJ dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta dengan jumlah 30 pasien, dilakukan
selama 14 hari pada tanggal 27 Desember 2015 - 09
januari 2016.
I (Intervention) : Semua responden tersebut diberikan terapi musik
klasik secara bersamaan di ruangan masing-masing
responden yaitu selama 10 menit. Terapi musik
sangat mudah diterima organ pendengaran dan
kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan ke
bagian otak yang memproses emosi yaitu sistem
limbik. Pada sistem limbik di dalam otak terdapat
neurotransmitter yang mengatur mengenai stres,
ansietas, dan beberapa gangguan terkait ansietas.
Musik dapat mempengaruhi imajinasi, intelegensi,
dan memori, serta dapat mempengaruhi hipofisis di
otak untuk melepaskan endorphin. Musik klasik
Mozart mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan
dan presepsi spasial. Pada gelombang otak,
gelombang alfa mencirikan perasaan ketenangan dan
kesadaran yang gelombangnya mulai 8 - 13 Hz.
Semakin lambat gelombang otak, semakin santai,
puas, dan damailah perasaan kita, jika seseorang
melamun atau merasa dirinya berada dalam suasana
hati yang emosional atau tidak terfokus, musik klasik
dapat membantu memperkuat kesadaran dan
meningkatkan organisasi metal seseorang jika
didengarkan selama sepuluh hingga lima belas
menit.
C (Comparison) : Gangguan halusinasi dapat diatasi dengan terapi
farmakologi dan nonfarmakologi. Salah satu terapi
nonfarmakologi yang efektif adalah mendengarkan
musik. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati
penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran
seseorang. Ketika musik diterapkan menjadi sebuah
terapi, musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan
memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial
dan spritual. Menurut Gold, dkk (2005) melakukan
penelitian mengenai efektifitas terapi musik sebagai
terapi tambahan pada pasien skizofrenia. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terapi musik
yang diberikan sebagai terapi tambahan dapat
membantu meningkatkan kondisi mental pasien
skizofrenia. menurut Wayan Candra (2013) mengenai
pengaruh terapi musik klasik terhadap perubahan
gejala perilaku agresif pada pasien skizoprenia
memperoleh hasil penelitian bahwa perilaku agresif
pasien skizofrenia sebelum diberikan terapi musik
sebagian besar yaitu sebanyak 11 orang (73,3%)
dalam katagori sedang. Perilaku agresif pasien
skizofrenia setelah diberikan terapi musik sebagian
besar yaitu sebanyak 12 orang (80%) dalam katagori
ringan. Dari perspektif filsafat, musik diartikan
sebagai bahasa nurani yang menghubungkan
pemahaman dan pengertian antar manusia pada
sudut-sudut ruang dan waktu dimana pun kita
berada. Oleh karena itu Nietzsche, seorang filsuf
Jerman, meyakini bahwa musik tidak diragukan
dapat memberikan kontribusi yang positif bagi
kehidupan manusia.
O (Outcome) : Intervensi memberikan terapi nonfarmakologi
mendengarkan musik pada pasien halusinasi
menunjukkan hasil analisa statistik menunjukkan p
value sebesar 0,000 artinya terdapat efektivitas
pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan
tanda dan gejala halusinasi.
T (Times) : Penelitian ini dilaksanakan di RSJ dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta dengan jumlah 30 pasien, dilakukan
selama 14 hari pada tanggal 27 Desember 2015 - 09
januari 2016.

Sumber :
Safari., Jumaini., & Aisyah. (2019). Efektivitas Terapi Murottal Al-Qur’an Terhadap Skor
Halusinasi Pasien Halusinasi. JOM FKp. 6(1). [141 - 148]
Alifariki, & adius. (2019). Pengaruh Terapi Perilaku Kognitif Terhadap Tingkat
Kemampuan Interaksi Sosial Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa. Riset Informasi
Kesehatan. 8(2). [109-116] Dermawan,
Deden. (2017). Pengaruh Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi di RSJD dr.
Arif Zainudin Surakarta. Media Publikasi Penelitian. 15(1). [70-74]
Agustina., & Wuri, T. W. (2017). Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan
Tanda Dan Gejala Pada Pasien Halusinasi. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia.
7(1). [189-196]
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, R. (2015). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Gosyen Publishing.

Dalami E, dkk. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV.
Trans Info Media.

Keliat, B. A. (2014). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Kemenkes, RI (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta:


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Muhith, A (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi). Yogyakara: ANDI.

Musmini, S (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan
Terintegrasi dengan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja Samarinda. Karya
Tulis Ilmiah. Samarinda.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta:
EGC.

Rahayu, D.R. (2016). Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi dengan
pasien Ny. S di ruang Bima Instalasi Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
Universitas Muahammadiyah: Purwokerto.

Republik Indonesia. (2014). Undang-undang Republik Indonesia No.18 Tahun 2014


Tentang Kesehatan Jiwa. http://peraturan.go.id/uu/nomor-18- tahun-2014.html.

Setiawan, R.I. (2017). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien Skizofrenia Simplek dengan
masalah Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Pendengaran” di Ruang Flamboyan
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Karya Tulis Ilmiah : Studi Kasus. Surabaya.

Styani, S.D (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien Halusinasi Pendengaran
Terintegrasi dengan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Juanda. Karya Tulis
Ilmiah. Samarinda.

Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Media.

WHO. (2016). The World Health Report: 2016: Mental Health: New Understanding : New
Hope. www.who.int/whr/2012/en/.

Yusuf, A.H, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai