JUDUL:
Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Tanpa
pertolongan- Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW., yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Praktik di Rumah Sakit Jiwa tentang “ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA
KLIEN Ny. D DENGAN MASALAH UTAMA GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI KEPULAUAN
BANGKA BELITUNG TAHUN 2022 ”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya terima kasih kepada semua
pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya. Oleh karena itu, kritik serta saran
dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat, sekian dan terimakasih.
Kelompok 3
ii
iii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut Kemenkes (2011) masalah kesehatan jiwa adalah masalah yang sangat
mempengaruhi produktifitas dan kualitas kesehatan perorangan maupun masyarakat yang
tidak mungkin ditanggulangi oleh satu sektor saja, tetapi perlu kerjasama multi sektor.
Menurut Anna (2011) Federasi Dunia untuk Kesehatan Jiwa mencanangkan seruan untuk
mendorong investasi di bidang kesehatan jiwa. Di Indonesia, masalah gangguan
kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan dan depresi pada orang dewasa secara
nasional mencapai 11,6 persen. Menurut Marasmis (2004) dalam masyarakat umum
skizofrenia terdapat 0,2 – 0,8% dan retradasi mental 1 – 3%. WHO melaporkan bahwa 5
– 15% anak-anak antara 3 - 15 tahun mengalami gangguan jiwa yang persintent dan
mengganggu hubungan sosial. Bila kira-kira 40% penduduk negara kita ialah anak-anak
dibawah 15 tahun (di negara yang sudah berkembang kira-kira 25%), dapat
digambarkan besarnya masalah (ambil saja 5% dari 40% dari katakan saja 120 juta
penduduk, maka di negara kita terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak-anak yang
mengalami gangguan jiwa). Tidak sedikit dari gangguan jiwa akibat gangguan organik
pada otak.
Gangguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran
berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala
gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi
serta dijumpai daya nilai realitas yang terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-
perilaku aneh (bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh
penduduk di suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) pada
usia 15-35 tahun. Menurut Stuart (2007) karakteristik halusinasi pendengaran yaitu
mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang
sederhana sampai suara orang bicara mengenai pasien, untuk menyelesaikan percakapan
antara dua orang atau lebih tentang pasien yang berhalusinasi. Jenis lain termasuk pikiran
yang dapat didengar yaitu pasien mendengar suara orang sedang membicarakan apa yang
dipikirkan oleh pasien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
1
2
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016, 25% dari penduduk
dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan jiwa
berat. Di Indonesia rata – rata penderita gangguan jiwa berat misal halusinasi, ilusi,
waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh.Data yang
dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 menyebutkan
bahwa diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kejiwaan, dari
tingkat ringan hingga berat. Sebaliknya, Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah
penderita gangguan jiwa berat sebesar 2,5 Juta jiwa, yang diambil dari data RSJ se-
Indonesia. Prevalensi skizofrenia di Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima perseribu
penduduk. Bila diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang akan terdapat
gangguan jiwa dengan skizofrenia kurang lebih 660 ribu sampai satu juta orang. Hal
ini merupakan angka yang cukup besar serta perlu penanganan yang serius, (Upoyo dan
Suryanto, 2008).
Klien dengan Schizofrenia memiliki 5 (lima) gejala positif dan salah satu
gejala yang paling umum muncul adalah halusinasi penglihatan dan halusinasi
pendengaran. Klien dengan halusinasi pendengaran dan penglihatan seringkali mendengar
suara-suara dan melihat suatu objek yang langsung ditunjukkan pada klien dan biasanya
isi suara dan objek yang dilihat tersebut tidak menyenangkan, bersifat menghina dan
menuduh. Hal ini menyebabkan klien tidak tenang, gelisah, merasa tidak aman, dan
akhirnya menimbulkan kekerasan yang berkepanjangan (Stuart, 2007) Gangguan persepsi
yang paling sering terjadi adalah halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan atau
perubahan persepsi dimana klien mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Suatu penerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indera tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu.
(Maramis, 2005). Penderita gangguan jiwa di Indonesia tercatat meningkat berdasarkan
hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018. Peningkatan ini terungkap dari kenaikan
prevalensi rumah tangga yang memiliki orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di
Indonesia. Ada peningkatan jumlah menjadi 7 per mil rumah tangga. Artinya per 1.000
rumah tangga terdapat 7 rumah tangga yang ada ODGJ, sehingga jumlahnya diperkirakan
sekitar 450 ribu ODGJ berat. UU no. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa pasal 1
menjelaskan bahwa kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan social sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,
dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
2
3
Studi Pendahuluan tanggal 14 Juni 2022 Berdasarkan hasil pencatatan Rekam
Medik (RM) Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungailiat tahun 2022, ditemukan masalah
keperawatan pada klien rawat inap dan rawat jalan secara umum dengan Skizofrenia.
Data diatas didapatkan masalah gangguan persepsi sensori : halusinasi di Rumah
Sakit Jiwa daerah Sungailiat menempati posisi pertama dan bertanggung jawab dalam
meningkatkan derajat kemampuan jiwa klien seperti membina hubungan saling percaya,
mengenali halusinasinya, dan cara menghardik halusinasi. Berdasarkan hal tersebut kami
tertarik untuk mengangkat masalah gangguan persepsi sensori : halusinasi menjadi
masalah keperawatan utama dalam penyusunan Studi kasus, dan sekaligus ingin
mengetahui sejauh mana dalam proses keperawatan gangguan persepsi sensori :
halusinasi.
2. Tujuan
A. Tujuan umum
B. Tujuan khusus
3
4
C. Manfaat
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat Praktisi
Hasil dari studi kasus ini dapat digunakan sebagai tambahan dan
referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan pada klien
dengan gangguan jiwa.
3. Bagi perawat
Hasil studi kasus ini dapat dijadikan dasar informasi dan pertmbangan
untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam meningkatkan
pelayanan perawatan pada klien gangguan persepsi sensori halusinasi.
4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi
yang disebabkan stimulus yangsebenarnya itu tidak ada (Sutejo, 2017). Halusinasi adalah
persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, sehingga klien
menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar
(Stuart dalam Azizah, 2016). Berdasarkan pengertian halusnasi itu dapat diartikan
bahwa, halusinasi adalah gangguan respon yang diakibatkan oleh stimulus atau
rangsangan yangmembuat klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
5
6
Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi
Maladaptif
Adaptif
Pikiran kadang
Gangguan proses
Pikiran logis menyimpang
pikir : waham
Persepsi akurat
Ilusi Halusinasi
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percayapada lingkungannya
3. Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin dan dopamine.
4. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
6
7
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari
dari alam nyata menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangatberpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya seorang
individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi,yaitu:
1. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan tidur
dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi.
Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan menakutkan. Klien tida sanggup
menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego.
Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan,namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan comforting
menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat membahayakan. Klien halusinasi
lebih asyik dengan halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5. Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas
tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien halusinasi dalam setiap
bangun merasa hampadan tidak jelas tujuan hidupnya.
7
8
4. Jenis Halusinasi
Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari beberapa jenis
dengan karakteristik tertentu, diantaranya
a. Halusinasi pendengaran (audotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara
orang. Biasanya mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi pengelihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometric, gambar kartun, panorama yang luas dan bayangan yang
menakutkan.
8
9
e. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
f. Cepat berubah pikiran
g. Alur pikiran kacau
h. Respon yang tidak sesuai
i. Menarik diri
j. Sering melamun
6. Fase Halusinasi
Menurut stuart dan laraia dalam Prabowo, 2014 menunjukan tahapan terjadinya
halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase mempunyai karakteristik yang berbeda yaitu:
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, dan takut
serta mencoba untuk berfokus pada pkiran yangmenyenangkan untuk
meredakan ansietas disini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, gerakan
mata cepat,dan asyik sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali
dan mencoba jaga jarak dengan sumber yang dipersepsikan sehingga timbul
peningkatan tanda-tanda vital.
c. Fase III
Pasien menghentikan perlawanan halusinasi dan menyerah pada halusinasi.
Disini pasien sukar berhubungan dengan orang lain, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain, dan kondisi sangat menegangkan terutama berhubungan
dengan orang lain.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri dan tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1
orang.
7. Terapi Psikofarmakologi
Klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi salah satu penatalaksanaanya
yaitu dengan pemberian terapi psikofarmakologi. Menurut (Sadock, B & Sadock,
V,2010) obat-obatan antipsikotik yang digunakan yaitu:
9
10
Tabel 1.2 Terapi Farmakologis
PhenotiazineAlifatik
Chlorpromazine 300-800
Triflupromazin 100-150
Promazine 40-800
Piperazine
Prochlorperazine 40-150
Perfenazine 8-40
Trifluperazine 6-20
Acetophenazine 1-20
Piperidine
Thioridazine 200-700
Mesoridazine 75-300
Thioxanthenes
Chlorprothixene 50-400
Thiothixene 6-30
Loxapine 60-100
Molindone 50-100
Butyrophenones
Haloperidole 6-20
Diphenylbutylpiperidine
Pimozide 1-10
10
11
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
11
12
Selanjutnya dalam pengkajian memerlukan data berkaitan dengan pengkajian
wawancara menurut (Yosep, 2014) yaitu
a. Jenis Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui jenis dari halusinasi yang diderita oleh klien.
b. Isi Halusinasi
Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk mengetahui halusinasi yang
dialami klien.
c. Waktu Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui kapan saja halusinasi itu mncul
d. Frekuensi Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui berapasering halusinasi itu muncul pada klien.
e. Situasi Munculnya Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui klien ketika munculnya halusinasi itu.
f. Respon terhadap Halusinasi
Data yang didapatan melalui wawancara ini ditujukan untuk mengetahui respon
halusinasi dari klien dan dampa dari halusinasi itu.
2. Diagnosa Keperawatan
Core problem
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi
causa
Distres spiritual
12
13
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan halusinasi
menurut (Yosep, 2014) yaitu:
a. Resiko Perilaku Kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori halusinasi
c. Isolasi Sosial
3. Rencana Keperawatan
Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi memiliki tujuan yaitu klien mampu mengelola dan
meningkatkan respon, perilaku pada perubahan persepsi terhadap stimulus (SLKI, 2019)
dan kriteria hasil:
a. Perilaku halusinasi klien: menurun (1) – meningkat (5)
b. Verbalisasi panca indera klien merasakan sesuatu: menurun (1) –meningkat (5)
c. Distorsi sensori klien: menurun (1) – meningkat (5)
d. Perilaku melamun: menurun (1) – meningkat (5)
e. Perilaku mondar-mandir klien: menurun (1) – meningkat (5)
f. Konsentrasi klien terhadap sesuatu: meningkat (1) – menurun (5)
g. Orientasi terhadap lingkungan: meningkat (1) – menurun (5)
Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018), tindakan
yang dapat dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi antara
lain:
a. Observasi
1) Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
2) Monitor sesuai aktivitas sehari-hari
3) Monitor isi, frekuensi, waktu halusinasi
b. Teraupetik
1) Ciptakan lingkungan yang aman
2) Diskusikan respons terhadap munculnya halusinasi
3) Hindarkan perdebatan tentang halusinasi
4) Bantu klien membuat jadwal aktivitas
c. Edukasi
1) Berikan informasi tentang halusinasi
2) Anjurkan memonitor sendiri terjadinya halusinasi
3) Anjurkan bercakap-cakap dengan orang lain yang dipercaya
13
14
4) Ajarkan klien mengontrol halusinasi
5) Jelaskan tentang aktivitas terjadwal
6) Anjurkan melakukan aktivitas terjadwal
7) Berikan dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan anti ansietas
2) Libatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien
3) Libatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang
telah disusun. Menurut Azizah (2015) dan Keliat (2011) Implementasi dilakukan pada
klien dan keluarga klien yang dilakukan di rumah. Semua pelaksanaan yang akan
dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi ditujukan untuk
mencapai hasil maksimal.
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menciptakan lingkungan yang aman
c. Memonitor isi, frekuensi, waktu halusinasi yang dialaminya
d. Mendiskusikan respon klien terhadap halusinasi
e. Mengajarkan klien mengontrol halusinasi
f. Menganjurkan klien mengontrol halusinasi dengan menerapkan aktifitas terjadwal
g. Menjelaskan tentang aktivitas terjadwal
h. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
i. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
j. Membantu klien membuat jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih.
k. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan penguatan terhadap
perilaku pasien yang positif
l. Menjelaskan klien menggunakan obat secara teratur
m. Melibatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien
n. Melibatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal klien
o. Melibatkan keluarga dalam memantau pelaksanaan aktivitas terjadwal
14
15
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah suatu proses dalam keperawatan untuk menilai hasil
dari implementasi keperawatan. Menurut Keliat (2011) evaluasi keperawatan diperoleh
dengan cara wawancara ataupun melihat respon subjektif atau objektif klien.
a. Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mempertahankan lingkungan yang aman
3. Klien mampu mengenal isi, halusinasinya
4. Klien mampu mengontrol halusinasinya dengan melakukan aktivitas
terjadwal dengan baik
5. Klien mampu menerapkan aktivitas terjadwal yang sudah disusun dengan
baik
6. Klien mampu menggunakan obat secara rutin
15
16
mengurangi risiko munculnya kembali halusinasi adalah dengan menyibukkan diri
dengan aktivitas yang teratur (Keliat, 2011). Dengan beraktivitas secara terjadwal,
klien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali
mencetuskan halusinasi. Untuk itu klien yang mengalami halusinasi dapat dibantu
unuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun
pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. Setiap kegiatan yang dilatih
dimasukan kedalam jadwal kegiatan pasien sampai tidak ditemukan waktu luang.
Menurut Djunaedi & Yitnamurti dalam Mashito (2016) aktivitas terjadwal
membantu menstimulasi pasien melalui kegiatan atau aktivitas yang disenangi
pasien halusinasi untuk mengisi waktu luang. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengalihkan perhatian pasien dari halusinasinya, sehingga pikirannya teralih untuk
kegiatan yang disenangi dan dapat memberi kebahagiaan. Kegiatan yang dilakukan
dapat berupa kegiatan yang bersifat aktivitas sehari-hari seperti menyapu,
membersihkan tempat tidur, senam, atau kegiatanlain yang disukai klien.
16
17
tidur malam.
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan terhadap
perilaku pasien yang positif.
Tahapan ini akan dilakukan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui dalam
melakukan setiap kegiatan harian yang dilakukan secara baik dan benar agar
halusinasi tidak muncul lagi, dalam hal ini mendiskusikan melakukan aktivitas
terjadwal akan lebih ditekankan lagi untuk memperkuat ativitas yang positif.
17
18
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
I. IDENTITAS
a. Identitas Klien
Nama : Ny.D
Umur : 34 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. H
18
19
dengan alasan klien tidak mau di suruh minum obat oleh bibinya. Klien juga
mengatakan, klien memukul bibinya dikarenakan mendengar bisikan yang
menyuruhnya untuk memukul bibinya.
IV. FISIK
a. Tanda - tanda vital
TD : 110/92 mmhg N : 88 x / menit
S : 36,6 c RR : 20 x /menit
b. Ukuran badan
TB : 160 cm BB : 71,9 kg
19
20
V. PSIKOSOSIAL
a. Genogram
b. Konsep diri
1. Citra tubuh : Klien mengatakan kurang menyukai tubuhnya karena
memiliki banyak bekas luka tapi hal itu tidak mengurangi harga diri klien
2. Identitas diri : Klien mengatakan senang dan bersyukur menjadi seorang
perempuan
3. Peran diri : Klien mengatakan dirumah ia senang menyapu, mencuci
piring, memasak dan klien mampu mengerjakannya.
4. ideal diri : Klien mengatakan memiliki harapan agar mempunyai
pekerjaan dan segera sembuh.
5. Harga Diri : Klien mengatakan tidak ada hambatan dalam hubungan
dengan orang lain
c. Hubungan sosial
1. Klien mengatakan orang terdekat dengannya yaitu ibunya, ibunya adalah
orang yang berarti dalam hidupnya.
20
21
2. Klien mengatakan pernah mengikuti kelompok pengajian
3. Klien mengatakan ia mengikuti pengajian 2x seminggu.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
d. Spritual
1. Nilai dan keyakinan : Klien meyakini ajaran agama islam akan sholat dan
berdoa
2. Kegiatan ibadah : Klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit jiwa
klien tidak pernah sholat dengan alasan bahwa orang sakit tidak boleh sholat,
klien mengatakan mengetahui cara sholat.
Masalah keperawatan : Distres Spiritual
21
22
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
i. Isi pikir: klien tidak mengalami gangguan pada isi pikir dan tidak ada waham,
fobia dan obsesi, tidak depersonalisasi
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
j. Tingkat kesadaran : tingkat kesadaran umum klien baik, klien sadar sedang
berada dimana dan klien mampu mengenal orang lain.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
k. Memori: klien mampu mengingat dengan baik, jangka pendek jangka panjang dan
saat ini. Klien ingat dia diantar sama siapa ke RSJD ini, klien mengingat menu
makanan tadi pagi.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung: klien mampu berkonsentrasi tetapi mudah
beralih jika melihat objek seperti makanan, klien mampu berhitung 6×6=36
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
m. Kemampuan penilaian: klien mengambil keputusan yang sederhana antara
memilih mandi atau makan dahulu dan klien memilih mandi dengan alasan agar
tidak bau.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
n. Daya tilik diri: klien menyadari bahwa dirinya mengalami penyakit gangguan
jiwa.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
22
23
d. Klien mengatakan klien tidak mempunyai pekerjaan.
e. Klien mengatakan ia tinggal bersama ibu dan bibinya.
f. Klien mengatakan tidak ada maslah dengan pelayanan kesehatan.
IX. PENGETAHUAN
X. ASPEK MEDIK
Terapi Medik
23
24
XI. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori
2. Distress spiritual
3. Resiko perilaku kekerasan
24
25
DO :
3. DS : Distress spiritual
DO :
Distress spiritual
25
26
XIV. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS
1. Gangguan persepsi sensori (halusinasi) bd penyalahgunaan zat
2. Resiko perilaku kekerasan bd halusinasi
3. Distress spiritual bd kejadian hidup yang tidak diharapkan
26
27
No. Diagnosa keperawatan Tujuan & kriteria hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
27
28
mendengar suara menyuruh lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat mengontol
Kolaborasi
28
29
pendengaran)
07.00 1. Memonitor perilaku yang mengindikasikan S: - mengatakan tidak mendengar suara bisikan lagi
b.d
halusinasi
penyalahgunaan - klien mengatakan sudah dapat mengontrol
Respon: klien tampak melamun
zat suara bisikan
2. Memonitor isi halusinasi
07.10
Respon: klien mengatakan mendengar bisikan
O: - klien mulai berbicara dan berinteraksi dengan
yang menyuruhnya melakukan sesuatu
perawat
“bunuh suster"
3. Memepertahankan lingkungan yang aman - Klien tampak bernyanyi dan
Respon:klien dan lingkungan aman mendengarkan music
07.20
4. Mendiskusikan perasaan dan respon terhadap - Kien tampak mondar – mandir
29
30
halusinasi
Respon: klien mengatakan kesal dengan A: masalah gps belum teratasi
bisikan yang ia dengar,dan menghilangkan
08.00 P: intervensi dilanjutkan
suara bisikan dengan mengatakan “pergi-
pergi, kamu suara palsu saya tidak mau 1. Monitor perilaku yang mengindikasikan
dengar" halusinasi
5. Menghindari perdebatan tentang validasi 2. Monitor isi halusinasi
halusinasi 3. Diskusikan perasaan dan respon terhadap
08.05
Respon: tidak berdebat tentang validasi halusinasi
halusinasi dengan klien 4. Anjurkan melaksanakan distraksi
6. menganjurkan bicara pada orang yang mendengarkan musiks
dipercaya untuk memberi dukungan dan 5. Kolaborasi pemberian obat
umpan balik korektif
08.30 Respon: klien mengatakan sekarang belum
ada orang yang dapat dipercaya untuk ia
cerita. Dan menganjurkan klien unruk
bercerita pada perawat
7. Menganjurkan melaksanakan diatraksi
mendengarkan musik
Respon:klien teralihkan dari mendengarkan
08.40
musik dengan musik
8. Mengkolaborasikan pemberian obat
30
31
31
32
halusinasi
4. Menganjurkan melaksanakan diatraksi 2. monitor isi halusinasi
mendengarkan musik 3. diskusikan perasaan dan respon terhadap
08.05 Respon: ketika diputarkan musik klien halusinasi
mendengarkan dan bernyanyi 4. Anjurkan melaksanakan distraksi
5. Mengkolaborasikan pemberian obat mendengarkan musik
13.00 Respon: klien tampak minum obat 5. kolaborasi pemberian obat
32
33
bisikan tersebut
08.30 A: masalah gps belum teratasi
4. Menganjurkan melaksanakan diatraksi
mendengarkan musik P: intervensi dilanjutkan
Respon:ketika diputarkan musik klien
13.00 mendengarkan dan bernyanyi 1. Monitor perilaku yang mengindikasikan
5. Mengkolaborasikan pemberian obat halusinasi
Respon: klien tampak minum obat 2. Monitor isi halusinasi
3. Diskusikan perasaan dan respon terhadap
halusinasi
4. Anjurkan melaksanakan distraksi
mendengarkan musik
5. Kolaborasi pemberian obat
33
34
Respon: klien mengatakan sudah tidak suara bisikan dengan cara menghardik dan
mendengar suara-suara bisikan lagi mengalihkan perhatian dengan menyanyi
3. Mendiskusikan perasaan dan respon
08.00 O: - Klien tampak bernyanyi dan mendengarkan
terhadap halusinasi
Respon: klien mengatakan jika mendengar music
34
35
sensori
(halusinasi 07.30 1. Memonitor perilaku yang mengindikasikan
pendengaran) halusinasi
S: - klien mengatakan tidak mendengar suara bisikan
b.d Respon: klien tampak mondar-mandir.
lagi
penyalahgunaa 07.40 2. Memonitor isi halusinasi
n zat Respon: klien mengatakan sudah tidak - klien mengatakan sudah dapat mengontrol suara
mendengar suara-suara bisikan lagi bisikan dengan cara menghardik dan
3. Mendiskusikan perasaan dan respon mengalihkan perhatian dengan menyanyi
08.00
terhadap halusinasi
Respon: klien mengatakan jika mendengar O: - Klien tampak bernyanyi dan mendengarkan
suara bisikan klien akan menghardik music
08.30 bisikan tersebut
- Klien tampak mondar – mandir
4. Menganjurkan melaksanakan diatraksi
mendengarkan musik
A: masalah gps belum teratasi
Respon:ketika diputarkan musik klien
mendengarkan dan bernyanyi P: intervensi dilanjutkan
13.00 5. Mengkolaborasikan pemberian obat
Respon: klien tampak minum obat 1. Monitor perilaku yang mengindikasikan
halusinasi
2. Monitor isi halusinasi
3. Diskusikan perasaan dan respon terhadap
halusinasi
35
36
36
37
37
38
38
39
BAB IV
PEMBAHASAN
1. PENGKAJIAN
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan tindakan keperawatan
dengan pemberian edukasi mengontrol halusinasi pada klien halusinasi
pendengaran. Pembahasan menyangkut analisis hasil penerapan terapi generalis
terhadap masalah keperawatan halusinasi pendengaran. Tindakan keperawatan
didasarkan pada pengkajian dan diagnosis keperawatan yang dijabarkan sebagai
berikut :
Tahap pengkajian pada klien halusinasi dilakukan interaksi perawat-klien
melalui komunikasi terapeutik untuk mengumpulkan data dan informasi tentang
status kesehatan klien. Pada proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan
adalah jenis dan isi halusinasi, waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan
halusinasi, respons terhadap halusinasi (Keliat dkk, 2016).
Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu
dari pasien dan perawat ruangan. Maka penulis melakukan pendekatan kepada
pasien pasien melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka membantu pasien
untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada pasien.
Adapun upaya tersebut yaitu:
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada klien
agar klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
39
40
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Fadhillah, 2017).
Diagnosa yang muncul pada kasus Ny.D yang meliputi: halusinasi, risiko
perilaku kekerasan, distres spiritual. Dari hal tersebut di atas dapat dilihat terjadi
kesamaan antara teori dan kasus. Dimana semua diagnosa pada teori muncul pada
Ny.D
3. INTERVENSI
4. IMPLEMENTASI
Implementasi atau disebut tindakan keperawatan merupakan rangkaian
perilaku atau aktivitas yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas
observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi (Fadhillah, 2018). Pada tahap
implementasi, penulis hanya mengatasi 1 masalah keperawatan yakni: diagnosa
keperawatan halusinasi. Pada diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori
halusinasi dilakukan strategi pertemuan yaitu mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu
terjadi, perasaan, respon halusinasi. Kemudian strategi pertemuan yang dilakukan
yaitu latihan mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, mengendalikan dengan
bercakap-cakap kepada orang lain, klien harus bersama sama dengan orang lain
tidak boleh sendirian, menyusun jadwal kegiatan bersama-sama dengan klien,
mengajarkan dan melatih Ny. D cara minum obat yang teratur.
40
41
5. EVALUASI
41
42
BAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dari hasil pengkajian didapatkan data keluhan utama pasien yaitu mendengar suara-
suara yang menyuruhnya untuk melakukan sesuatu, kadang berupa hal yang jahat.Diagnosa
yang muncul pada kasus yaitu : distres spiritual sebagai Causa, gangguan persepsi sensori :
halusinasi sebagai Core problem, dan resiko perilaku kekerasan sebagai Affect. Dalam
diagnosa keperawatan jiwa hanya ada satu diagnosa keperawatan yaitu bisa diambil sebagai
etiologi diagnosa prioritas yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. SARAN
Saran Teoritis
Disarankan bagi penulis lain agar lebih teliti lagi dalam melakukan pengkajian dan
dapat mengkaji lebih dalam mengenai kasus Gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran
Saran Praktisi
1. Bagi Klien
Mendapat pengalaman serta dapat menerapkan apa yang telah dipelajari dalam
penanganan kasus jiwa yang dialami dengan kasus nyata dalam pelaksanaan
keperawatan.seperti cara untuk mengendalikan halusinasinya.
42
43
2. Bagi Institusi pendidikan
Hasil dari studi kasus ini dapat digunakan sebagai tambahan dan referensi untuk
meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa.
3. Bagi perawat
Hasil studi kasus ini dapat dijadikan dasar informasi dan pertmbangan untuk menambah
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam meningkatkan pelayanan perawatan pada
klien gangguan persepsi sensori: Halusinasi.
43
44
DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Keliat,dkk.(2009). Model Praktik Keperwatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC
Carolina. 2006. gangguan persepsi sensori halusinasi. Jakarta : FIK UI Iyus, Yosep.2010.
keperawatan jiwa.Jakarta : Refika Aditama
Undang-Undang No 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa Kemenkes RI, 2010, Riset
Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta : Balitbang KemenskesRI
Rohmah. (2012). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
44