Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

“Penerapan Aktivitas Terjadwal Pada Klien Dengan Skizorenia Di Rumah”

MAHASISWA PROGRAM STUDI


PROFESI NERS
TAHUN 2021

Clinical Teacher Clinical Instructure

( ) ( )
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2021/2022

SATUAN ACARA PENYULUHAN


(SAP)

“Penerapan Aktivitas Terjadwal Pada Klien Dengan Skizorenia Di Rumah”

MAHASISWA PROGRAM STUDI


PROFESI NERS
TAHUN 2021

DISUSUN OLEH :
1. Ade Rosita P0 5120421 001
2. Adelia Putri P0 5120421 002
3. Afifah Meizayani P0 5120421 003
4. Ani Astria P0 5120421 005
5. Apriliani Nur Aisiyah P0 5120421 008
6. Aulia Putri Latifah P0 5120421 009
7. Dera Aprianti P0 5120421 011
8. Elwina Dwi Putri P0 5120421 014
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2021/2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Pokok Bahasan : Manfaat aktivitas terjadwal pada klien dengan


skizofrenia
Sasaran : Keluarga pasien yang menjalani rawat jalan
Tempat : Ruang Poli RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu
Waktu : Rabu, 8 September 2021

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pemberian penyuluhan selama 30 menit diharapan
keluarga mampu memahami manfaat aktivitas terjadwal pada klien dengan
skizofrenia
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit keluarga mampu :
a. Keluarga dan Klien diharapkan dapat memahami aktivitas terjadwal pada
pasien skizofrenia dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas.
b. Keluarga dan Klien diharapkan dapat memahami aktivitas terjadwal
dalam mengontrol halusinasi

B. Latar Belakang
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016),
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar,
21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. WHO
menyatakan bahwa jika 10% dari populasi mengalami masalah kesehatan
jiwa maka harus mendapat perhatian karena termaksud rawan kesehatan jiwa.
Masalah gangguan kesehatan jiwa memang sudah menjadi masalah yang
serius dan perlu perhatian khusus. Satu dari empat orang di dunia
mengalami masalah mental atau sekitar 450 juta orang di dunia mengalami
gangguan jiwa, di Indonesia diperkirakan mencapai 264 dari 1000 jiwa
penduduk yang mengalami gangguan jiwa (yosep,2009).
Menurut Kementrian Kesehatan (Kemenkes) hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan, jumlah gangguan jiwa berat atau
dalam istilah medis disebut psikosis / skizofrenia di daerah pedesaan ternyata
lebih tinggi yang mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung
mencapai 18,2%, dibandingkan daerah perkotaan hanya mencapai 10,7%.
Jumlah gangguan skizofrenia yakni psikosis ada sekitar 0,46% dari jumlah
penduduk Indonesia atau sekitar 1.065.000 juta jiwa. Kemudian jumlah
masalah mental emosional yakni depresi dan ansietas sebanyak 11,60% dari
jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 24.708.000 jiwa.
Skizofrenia merupakan penyakit yang mempengaruhi otak dan bentuk
psikosis fungsional yang paling berat, menyebabkan timbulnya
pikiran,persepsi,emosi,gerakan,dan prilaku yang terganggu dan tergolong ke
dalam jenis gangguan mental yang serius (Videbeck,2008:348). Gejala
skizofrenia terbagi menjadi dua bagian yaitu gejala positif atau gejala nyata,
yang mencakup waham, halusinasi,dan disorganisasi pikiran, bicara,dan
prilaku yang tidak teraktur, serta gejala negtaif atau gejala samar seperti afek
datar,tidak memiliki kemauan,dan menarik diri dari masyarakat atau merasa
tidak nyaman” (Videbeck,2008:348). Salah satu gejala utama psikosis
skizofrenia adalah adanya halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana klien biasanya mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi (Muhith, 2015).
Berdasarkan data yang didapatkan di rumah sakit jiwa Sulawesi
Tenggara, jumlah pasien rawat inap pada tahun 2016 mencapai 869 dan di
tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi 892 pasien, terdiri dari
skizofrenia berjumlah 800 pasien, gangguan mental 40 pasien, episode
depresi 29 pasien, gangguan hiperkinetik 9 pasien, sindrom amnestik 4
pasien, gangguan mental 4 pasien, demensia 3 pasien, gangguan psikotik 1
pasien, gangguan anxietas fobik 1 pasien,dan retardasi mental 1 pasien.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Brunelin et al. (2012)
dari50% sampai 70% pasien skizofrenia mengalami gangguan
presepsi sensori halusinasi pendengaran. Klien yang mengalami
halusinasi pendengaran karena pasien tidak mampu mengontrol dan
mengenal halusinasi tersebut. Halusinasi pendengaran biasanya
auskustik dan auditif seperti mendengar bisikan manusia, hewan,
ataupun kejadian alamiah dan suara musik (Maramis, 2009).
Menurut Doengoes, dkk (2008) gangguan skizofrenia dapat menyebabkan
perubahan kemampuan / kesiapan seseorang untuk merawat diri. Penyakit
ini ditandai dengan ketidak mampuan menilai realita, dimana penderita sering
mendengar suara bisikan, berperilaku aneh, dan mempunyai kepercayaan yang
salah yang tidak dapat dikoreksi. Akibatnya, mereka akan mengalami
kemunduran dalam berbagai aspek kehidupan seperti pekerjaan, hubungan
sosial, dan kemampuan merawat diri, yang bisa menyulitkan kehidupan
pribadai, keluarga, maupun kehidupan sosial penderitanya. Buntutnya, mereka
cenderung menggantungkan sebagian besar aspek kehidupannya pada orang
lain (Lilis Trihardani,dkk,2009).
Penelitian Yessy Karmelia (2012) dengan judul Pengaruh TAK Stimulasi
Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Klien Halusinasi
Diruang Cendrawasi RSJ Prof HB Saanin Pada Tahun 2012. Hasilnya tidak
sampai separuh responden dikategorikan mampu mengontrol halusinasi
sebelum pemberian TAK halusinasi stimulasi persepsi. Halusinasi jika tidak
segera diatasi akan menimbulkan beberapa resiko yang berbahaya, diantaranya
perilaku kekerasan yang berakibat sampai pada menciderai diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan (maramis,2005. Dalam Kristiadi,dkk,2015). Pada klien
gangguan jiwa sering terlihat adanya kemunduran yang ditandai dengan
hilangnya motivasi dan tanggung jawab, apatis, menghindar dari kegiatan,
dan hubungan sosial. Kemampuan dasar sering terganggu, seperti activities
of daily living (ADL). Situasi tersebut mengakibatkan klien gangguan jiwa
tidak dapat berperan sesuai dengan harapan lingkungan dimana ia berada.
Klien gangguan jiwa tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri
misalnya kebersihan diri, penampilan dan sosialisasi. Klien seperti ini tentu
akan ditolak oleh keluarga dan masyarakat (Keliat, 1996. Dalam
Trihardani,dkk,2009).
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup (Hidayat, 2012 hlm
228). Kemampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas seperti berdiri,
berjalan, dan bekerja merupakan salah satu dari tanda kesehatan individu
tersebut dimana kemampuan aktivitas seseorang tidak lepas dari adekuatan
sistem persyarafan dan musculoskeletal. Aktivitas fisik yang kurang memadai
dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem musculoskeletal seperti
atrofo otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan
fungsi organ internal lainnya. (Hidayat, 2012 hlm. 229).
Salah satu cara mengontrol halusinasi yang dilatihkan kepada pasien
adalah melakukan aktivitas harian terjadwal. Kegiatan ini dilakukan dengan
tujuan tujuan untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi yaitu dengan
prinsip menyibukkan dirimelakukan aktivitas yang teratur (Yosep, 2011 hlm
124). Prinsip aktivitas terjadwal dimulai dengan manajemen waktu yang
sederhana. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk mengelola
waktu adalah penjadwalan. Inti dari penjadwalan aktivitas adalah kita
membuat rencana pemanfaatan waktu. Menyusun jadwal juga memerlukan
strategi supaya efektif. (Kristiadi,dkk,2015).
Hal ini sangat diperlukan motivasi kepada pasien tentang
pentingnya membuat aktivitas secara terjadwal, menurut (Nursalam &
Efendi, 2008). Motivasi merupakan suatu dorongan dari internal dan
eksternaldari dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya
hasrat atau minat, dorongan atau penghormatan atas dirinya,
lingkungan yang baik, serta kegiatan yang menarik. Adapun aktivitas
adalah suatu tindakan,kegiatan ataupun serangkaian kegiatan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut penulis tertarik
untuk melakukan penulisan karya tulis ilmiah dengan judul penerapan
aktivitas terjadwal pada pasien skizofrenia dalam pemenuhan kebutuhan
aktivitas di ruang Poli Rumah Sakit Khusus Jiwa ( RSKJ ) Soeprapto Provinsi
Bengkulu.
C. Jadwal Kegiatan
1. Tempat pelaksanaan penyuluhan pendidikan kesehatan
Kegiatan penyuluhan kesehatan ini akan dilakukan di Ruang Poli RSKJ
Soeprapto Provinsi Bengkulu
2. Lama pelaksanaan pendidikan kesehatan
Kegiatan penyuluhan kesehatan akan dilaksanakan selama 30 menit
3. Waktu pelaksanaan pendidikan kesehatan
Kegiatan pendidikan kesehatan akan dilaksanakan pada tanggal 8 September
2021, pukul 09.00 WIB

D. Media : lcd, laptop, dan leaflet.

E. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab

F. Pengorganisasian
1. Penyaji :
a. Dera Aprianti
2. Fasilitator :
a. Adelia Putri
b. Aulia Putri Latifah
c. Apriliani Nur Aisiyah
3. Moderator : Afifah Meizayani
4. Notulen : Ani Astria
5. Operator : Ade Rosita
6. Dokumentasi : Elwina Dwi Putri

G.
Setting Tempat

Meja fasilitator

Penyaji

Layar Meja lcd (operator dan Kursi peserta


lcd observer) penyuluhan

H. Langkah Kegiatan Pendidikan Kesehatan


NO TAHAP KEGIATAN WAKTU
1 Persiapan 1. Menyiapkan Audience/peserta 5 menit
2. Menyiapkan Alat dan Media
2 Orientasi 1. Perkenalan 5 menit
2. Menjelaskan tujuan
3. Kontrak waktu
4. Apersepsi dengan cara menggali
pengetahuan tentang pentingnya aktivitas
terjadwal
3. Kerja 1. Menjelaskan materi sesuai topik 10 menit
4. Terminasi 1. Melakukan evaluasi secara subjektif 15 menit
(perasaan keluarga setelah mengikuti
pendidikan kesehatan)
2. Penyaji melakukan evaluasi secara
objektif (perasaan keluarga dan klien
setelah mengikuti pendidikan kesehatan)
3. Penyaji bersama keluarga membuat
rencana tindak lanjut terkait topic
pendidikan kesehatan untuk
mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari
Jumlah 35 menit
waktu

I. EVALUASI PROSES
1. Standart Persiapan
a. Menyiapkan materi penyuluhan
b. Menyiapkan satuan acara penyuluhan
c. Menyiapkan tempat pelaksanaan kegiatan
d. Menyiapkan leaflet dan perangkat lcd
2. Standar Proses
Keluarga pasien dapat bekerja sama saat dilakukan penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
a. Keluarga dan Klien diharapkan dapat memahami aktivitas terjadwal pada
pasien skizofrenia dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas.
b. Keluarga dan Klien diharapkan dapat memahami aktivitas terjadwal
dalam mengontrol halusinasi

Lampiran
MATERI
Penerapan Aktivitas Terjadwal Pada Klien Dengan Skizorenia Di Rumah
1. Pengertian
a. Aktivitas terjadwal
Aktivitas terjadwal adalah aktivitas yang dilakukan oleh pasien
skizofrenia yang mengalami halusinasi pendengaran yang telah terjadwal
dan dibuat berdasarkan kesepakatan bersama perawat dengan pasien dari
bangun pagi sampai tidur malam kembali. Aktivitas terjadwal ini
diobservasi/ dievaluasi setiap hari terhadap kepatuhan pasien dalam
melaksanakan aktivitas terjadwal yang sudah dibuat.
b. Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda
kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti
berdiri, berjalan dan bekerja. Adapun sistem tubuh yang berperan dalam
kebutuhan aktivitas antara lain: tulang, otot dan tendon, ligamen, sistem saraf
dan sendi. Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Latihan
merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk meningkatkan atau
memelihara kebugaran tubuh.

2. Sistem Tubuh Yang Berperan dalam Kebutuhan Aktivitas


a. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot,
fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor
yang bisa dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum
tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.
Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis,
tulang kuboid seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang
seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar
pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang
dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan
diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang dan terpisah
dan lebih elastic pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.
b. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh
bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang,
serta dihubungkan dengan tulang melalui tendon yang bersangkutan,
sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi
kembali.
c. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan
tulang. Ligament bersifat elastic sehingga membantu fleksibilitas sendi dan
mendukung sendi. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas,
oleh karena itu jika terputus kan mengakibatkan ketidakstabilan.
d. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis)
dan sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat).Setiap saraf
memiliki somatic dan otonom. Bagian somatic memiliki fungsi sensorik dan
motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur
tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan
kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang
diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial akan mengakibatkan drop hand
atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.
e. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi
membuat segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar
segmen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis
sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang
berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul
sendi dan berisi cairan synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi
panggul, lutut, dan jenis sendi lain sepertii sindesmosis, sinkondrosis dan
simpisis.(Alimul H. A. Aziz, 2009)

3. Jenis Aktivitas (Mobilitas)


a. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Aktivitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik
volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Pada pasien paraplegi dapat mengalami aktivitas sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan control motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian
ini dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohny terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.(Alimul H. A.
Aziz, 2009)

4. Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas


Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Gaya hidup. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas
seseorang karena berdampak pada perilaku kebiasaan sehari- hari.
b. Proses penyakit/cedera. Proses penyakit dapat mempengaruhi kemmapuan
aktivitas karena dapat mempengaruhi fungsi system tubuh.
c. Kebudayaan. Kemampuan melakukan aktivitas dapat juga dipengaruhi
kebudayaan, contohnya orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh
memiliki kemampuan aktivitas yang kuat, sebaliknya ada orang yang
mengalami gangguan aktivitas (sakit) karena budaya dan adat dilarang
beraktivitas.
d. Tingkat energi. Energi dibutuhkan untuk melakukan aktivitas.
e. Usia dan status perkembangan. Kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak
sejalan dengan perkembangan usia. Intolerensi aktivitas/ penurunan kekuatan
dan stamina, depresi mood dan cemas.(Alimul H, A Aziz. 2012).

5. Pelaksanaan Pemenuhan Aktivitas


a. Aktivitas sehari-hari
Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
meningkatkan fungsi kardiovaskular.
b. Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai
dampak terjadinya imobilitas. Melakukan Postural Drainase Postural
drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
menggunakan gaya berat (gravitasi) dari secret itu sendiri. Postural drainase
dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi
juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis,
sehingga dapat meningkatkan.
c. Fungsi Respirasi.
Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase
lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
d. Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu
dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk
mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-
lain.

6. Jadwal Aktivitas Harian


Jam Kegiatan Harian Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Y T Y T Y T Y T Y T Y T Y T
05:00 1. Sholat subuh

06:00 2. Bersih-bersih
ruangan
06:30 3. Cuci baju
07:00 4. Sarapan
07.10 5. Minum obat
07:30 6. Cuci piring
08:00 7. Senam Pagi
*
08:30 8. Menyapu
09:00 9. Mandi
10:00 10. Santai/
berbicang-
bincang
10:30 11. Makan
selingan
(snack)
11:00 12. Nonton Tv
11:55 13. Minum obat
12:00 14. Sholat
dzuhur
13:00 15. Santai /
berbincang-
bincang
14:00 16. Tidur siang
15:30 17. Sholat ashar
16:00 18. Bercakap-
cakap / Nonton
tv
16:30 19. Makan sore
17:30 20. Cuci piring
18:00 21. Sholat
maghrib
18:50 22. Nonton
Televisi

19: 15 23. Sholat Isya


20:00 24. Tidur
malam
Keterangan :

Y = Ya (dilakukan)
T = Tidak
* = dilakukan setiap hari jumat

Keikutsertaan pasien dalam melakukan aktivitas terjadwal ini memberi

dampak positif sehinggga pasien tidak memiliki waktu luang untuk merespon

suara-suara yang sering pasien dengar (halusinasi). Salah satu cara mengontrol

halusinasi yang dilatihkan pada pasien melakukan aktivitas yang terjadwal.

Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi resiko halusinasi mencul lagi yaitu

dengan perinsip menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur (Yosef,

2011). Prinsip aktivitas terjadwal dimulai dengan manajemen waktu yang

sederhana. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk mengelola waktu

adalah penjadwalan. Inti dari penjadwalan aktivitas adalah kita membuat rencana

pemanfaatan waktu. Menyusun jadwal juga memerlukan strategi supaya efektif.

(Kristiadi,dkk,2015).

DAFTAR REFERENSI

Hastings Diana. (2008). Peran Keluarga Dalam Perawatan Pasien Dengan


Gangguan Jiwa Halusinasi.edisi kedua, Jakarta : EGC

Hamid, Achir Yani. (2010). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Friedman. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori, dan Praktek, Edisi
kelima, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Keliat, budi A. (2010). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC

Maramis, W. F. (2008). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya : Airlangga


University Press.

Stuart.G. W., Sundeen,  (2009). Buku Saku Keperawatan Jiwa.Edisi 5, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai