Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn.

A DENGAN

GANGGUAN ISOLASI SOSIAL

ARTIKEL JURNAL

Guna Melengkapi Tugas untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Wiwik Sriani.,M.Pd

Disusun oleh :

Yulia Vichi Olivia

2022000221

1B

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA


MADIUN

2022
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn.A DENGAN

GANGGUAN ISOLASI SOSIAL

ABSTRAK

Latar Belakang : Isolasi merupakan salah satu masalah yang terjadi pada klien dengan
gangguan jiwa dimana kondisi ketika seseorang mengalami penurunan atau bahkan tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain dan sekitarnya. Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak
membawa perubahan dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan
individu baik positif maupun negatif dapata mempengaruhi keseimbangan. Keadaan ini sangat
besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan meningkatkan jumlah
pasien gangguan jiwa fisik, mental dan sosial atau status kesehatan seseorang sejalan dengan
perkembangan teknologi dapat dikatakan makin banyak masalah yang harus dihadapi dan diatasi
seseorang serta sulit tercapainya kesejahteraan hidup.

Tujuan : Membantunya penerapan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan gangguan
isolasi sosial. Penulis menggunakan metode diskripsi, adapun sampelnya adalah Tn. A.
Sedangkan proses pengumpulan datanya dengan cara wawancara, observasi, dan mengecek data
status klien.

Hasil : Dilakukan pengkajian selama lima hari, diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. A
adalah resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi dan gangguan isolasi sosial. Setelah
dilakukan pelaksanaan asuhan keperawatan selama lima hari sesuai rencana tindakan
keperawatan klien mampu berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi, klien
dapat membina hubungan saling percaya, klien mampu melaksanakan interaksi sosial secara
bertahap.

Kesimpulan : Berdasarkan hasil penulisan tersebut maka penulis menyimpulkan saat


memberikan asuhan keperawatan pada pasien sangat perlu dilakukan pendekatan secara terus
menerus agar pasien tidak mengalami halusinasi.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn.A DENGAN

GANGGUAN ISOLASI SOSIAL

ABSTRACT

Background of study: Isolation is one of the problems that occur in clients with mental
disorders where the condition is when a person experiences a decline or is even unable to interact
with other people and their surroundings. The development of the culture of society has brought
many changes in terms of human life. Every change in an individual's life situation, both positive
and negative, can affect the balance. This situation has a very big influence on a person's mental
health, which means that it will increase the number of patients with physical, mental and social
mental disorders or a person's health status in line with technological developments, it can be
said that there are more problems that must be faced and overcome by someone and it is difficult
to achieve welfare.
Goals: To assist the implementation of mental nursing care in patients with social isolation
disorders. The author uses the method of description, while the sample is Mr. A. While the data
collection process by means of interviews, observations, and checking client status data.
Results: An assessment was carried out for five days, the nursing diagnoses that appeared on Mr.
A is the risk of altered sensory perception: hallucinations and impaired social isolation. After
implementing nursing care for five days according to the nursing action plan, the client is able to
interact with others so that hallucinations do not occur, the client can build a trusting
relationship, the client is able to carry out social interactions gradually.
Conclusion: Based on the results of these writings, the authors conclude when providing nursing
care to patients, it is very necessary to carry out a continuous approach so that patients do not
experience hallucinations.
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Isolasi sosial Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain. Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan dalam segi
kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik positif maupun negatif
dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental dan sosial atau status kesehatan seseorang
sejalan dengan perkembangan teknologi dapat dikatakan makin banyak masalah yang harus
dihadapi dan diatasi seseorang serta sulit tercapainya kesejahteraan hidup.

Pada klien isolasi sosial (Menarik diri) seringkali disebabkan karena klien merasa dirinya
rendah, merasa ditolak dengan orang lain, merasa tidak berguna sehingga perasaan malu timbul
ketika akan berinteraksi dengan orang lain. Perilaku menutup diri dari orang lain juga dapat
menyebabkan intoleransi aktivitas yang bisa mempengaruhi pada ketidakmampuan untuk
melakukan perawatan secara mandiri. Apabila keadaan individu dengan isolasi sosial tidak tepat
dalam penanganan maka akan timbul risiko perubahan sensori persepsi seperti halusinasi, resiko
mencederai diri sendiri, orang lain, bahkan lingkungan sekitar.

Beberapa masalah yang terindentifikasi yang dialami oleh keluarga dengan gangguan jiwa
yaitu keluarga mengalami tekanan berat selama tinggal dengan orang gangguan jiwa. Keluarga
sebagian besar waktunya merawat dan memberikan dukungan sosial demi kondisi yang lebih
baik untuk anggota keluarga yang sakit. Kaluarga juga dapat berdampak pada timbulnya rasa
malu, hingga penarikan diri secara sosial, selain itu biaya perawatan yang tinggi serta perubahan
peran dan tanggung jawab antar anggota keluarga menimbulkan dinamika perubahan peran. Hal
ini dapat berpengaruh pada kondisi kesehatan keluarga, menimbulkan kecemasan hingga depresi,
dan akhirnya dapat menjadikan keluarga tersebut mengalami ketidakberdayaan dalam merawat
klien.
Isolasi sosial disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami pasien. Perasaan
tidak berharga menyebabkan pasien semakin sulit dalam berhubungan dengan orang lain.
Akibatnya pasien mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap
penampilan dan kebersihan diri sehingga timbulnya defisit perawatan diri. Pasien semakin
tenggelam dalam tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan
atau realita, sehingga berakibat lanjut timbulnya halusinasi dan resiko perilaku kekerasan. Dalam
mengatasi masalah menarik diri pada pasien dengan isolasi sosial dapat diberikan penanganan
yaitu dengan terapi modalitas. Salah satu terapi yang dapat diberikan yaitu terapi aktivitas
kelompok sosialisasi (TAKS). Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan pasien melakukan interaksi sosial atau hubungan sosial untuk
diterapkan sehari-hari. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) terdiri dari 7 sesi, salah
satunya yaitu sesi 2 yang bertujuan untuk melatih kemampuanberkenalan pasien dengan orang
lain. Berdasarkan penelitian Saswati (2018) didapatkan kemampuan sosialisasi pasien dalam
pemberian TAKS terdapat perbedaan dan peningkatan yang signifikan. Pasien yang belum
mendapatkan TAKS belum terlatih untuk membina hubungan interpersonal, sedangkan pasien
isolasi sosial yang telah mendapatkan TAKS dapat meningkatkan kemampuan dalam
bersosialisasi.

Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan
meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa Menurut penelitian yang telah dilakukan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) (2007) di berbagai negara menunjukkan, sebesar 20-30 % pasien yang
datang ke pelayanan kesehatan dasar menunjukkan gejala gangguan jiwa. Bentuk yang paling
sering adalah kecemasan dan depresi. Berdasarkan grafik kunjungan pasien rawat jalan di rumah
sakit jiwa seluruh indonesia tercatat sejak 2005 hingga 2009 pasien bertambah. Pada 2005
tercatat ada 9.841 pasien. Pada 2006 menjadi 11.675 pasien. Setahun kemudian, tercatat ada
14.064 pasien. Pada 2008 ada 17.822 pasien. Sedangkan pada 2009, meningkat lagi menjadi
19.936 pasien.

Berdasarkan arsip Rekam Medik RSJD Surakarta, didapatkan data dari bulan Januari-
Maret 2012 tercatat jumlah pasien rawat inap 698 orang, dan terdiri dari pasien dengan
halusinasi 324 orang, perilaku kekerasan 147 orang, isolasi sosial: menarik diri 112 orang, harga
diri rendah 90 orang, dan defisit perawatan diri 25 orang Berdasarkan hal-hal di atas penulis
tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang gangguan isolasi sosial, menarik diri dalam sebuah
karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.A Dengan Gangguan
Isolasi Ssosial. “

TUJUAN PENULIS

1. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. A dengan gangguan isolasi sosial
menarik diri di Ruang Maespati Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
2. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan jiwa isolasi sosial menarik diri
3. Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa
isolasi sosial menarik diri
4. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa isolasi sosial
menarik diri
5. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa isolasi sosial
menarik diri Melakukan evaluasi tindakan pada klien dengan gangguan jiwa isolasi sosial
menarik diri
TUJUAN TEORI

A. Pengertian
Menarik diri adalah suatu sikap di mana idividu menghindari diri dari interaksi dengan
orang lain .Individu merasa bahwa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan
untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dinifestasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang
lain.

Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhdap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.

B. Etiologi
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Untuk membina klien dengan gangguan
hubungan sosial menarik diri digunakan pendekatan proses keperawatan. Tahap pertama adalah
pengkajian yang meliputi:
1. Faktor predisposisi
a. Faktor Biologis
b. Faktor perkembangan
c. Fakor Sosial Budaya
2. Faktor Presipitasi
a. Stresor Sosial Budaya
b. Stresor Psikologis

C. Tanda dan Gejala


Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial menarik diri akan ditemukan
data objektif meliputi apatis (acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi
sedih), tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi menurun atau tidak ada.
Klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat, menyendiri. Klien terlihat
memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan, tidak atau kurang sadar dengan
lingkungan sekitarnya, pemasukan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feces,
aktivitas menurun, kurang energy, harga diri rendah, menolak berhubungan dengan orang lain.
TUJUAN KASUS

A. Pengkajian Umum Pasien

Pengkajian di lakukan pada tanggal 04 Mei 2012, jam 08.00WIB di ruang Maespati Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta dengan data sebagai berikut:

1. Identitas

a. Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Umur : 40 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – Laki

Alamat : Sragen

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Nn. V

Umur : 38 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Sragen

2. Riwayat Kesehatan

Sebelum masuk rumah sakit, klien 3 hari mengamuk, teriak –teriak,, dan klien pernah
dirawat di RSJD Surakarta dan keluhan yang sama. Keluarganya dulu sudah pernah melakukan
pengobatan ke rumah sakit jiwa tetapi pengobatan kurang berhasil.
1. Analisa Data
Dari pengkajian data pada tanggal 04 Mei 2012, maka dapat dibuat analisa data sebagai
berikut :

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. Data Subyektif : Isolasi Sosial : Menarik diri Resiko tinggi
Klien mengatakan sering perubahan persepsi
menyendiri dan jarang sensori :
bergaul dengan orang halusinasi

Data Obyektif :
a. Klien tampak masih
ngalamun di tempat tidur
b. Klien kadang senyum
sendiri

2 Data Subyektif : Gangguan konsep Isolasi sosial:


a. Klien mengatakan suka diri : harga diri rendah menarik diri
diam dan menyendiri di
tempat tidurnya.
b. Klien susah untuk
memulai pembicaraan.
Klien mengatakan
apabila klien tidak
ditanya klien tidak mau
memulai pembicaraan
terlebih dahulu dan
jawaban klien saat
ditanya klien menjawab
secara singkat.
Data Obyektif :
a. kontak mata kurang
b. klien kadang menunduk
c. klien menjawab
pertanyaan secara
singkat

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko gangguan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan gangguan isolasi
sosial: menarik diri.
b. Gangguan isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
PEMBAHASAN

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi


kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Kaliat, 2006).
Setelah dilakukan pengkajian tanggal 04 Mei 2012 pada Tn. A maka didapatkan analisa
data yaitu : analisa pertama yang penulis peroleh adalah data subyektif: klien mengatakan lebih
suka menyendiri, klien jarang berbicara dan sering menyendiri, sedangkan data obyektifnya; afek
tumpul, klien juga terlihat sering menyendiri, sering melamun.
Berdasarkan data-data yang ditunjukkan Tn. A sudah cukup mewakili batasan karakteristik
pada konsep dasar, maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan resiko gangguan persepsi
sensori: halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial: menarik diri.
Adapun sedikit kendala bagi penulis melakukan tindakan karena klien tidak mau
mengungkapkan perasaanya penyebab menarik diri dari lingkungan/kelompok, sehingga penulis
harus terus memotivasi klien agar mampu mengungkapkan perasaanya sehingga pada hari ke dua
klien mau mengungkapkan penyebab menarik diri setelah berhubungan dengan orang lain.
diagnosa keperawatan pertama yaitu gangguan resiko persepsi sensori halusinasi
berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri tidak dapat dilakukan karena selama penulis
melakukan tindakan asuhan keperawatan keluarga klien tidak ada yang menjenguk, pentingnya
peran serta keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat dipandang dari berbagai segi. keluarga
merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpesonal dengan lingkunganya dan
keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan
nilai, keyakinan, sikap, dan perilaku.
Diagnosa keperawatan kedua tidak dapat dilakukan karena waktu praktek yang tidak
mencukupi sehingga penulis melakukan pendelegasian pada perawat ruangan Maespati untuk
melanjutkan proses keperawatan pada Tn. A. agar asuhan keperawatan yang penulis terapkan
pada klien terdapat kesinambungan, sehingga asuhan keperawatan tersebut dapat
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. A dengan gangguan interaksi sosial
menarik diri, maka dapat disimpulkan :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan isolasi sosial menarik
diri perlu dilakukan pendekatan secara terus menerus.
2. Dalam memberikan perawatan pada klien menarik diri, perlu diajarkan sosialisasi secara
bertahap dan terapi aktifitas kelompok untuk meningkatkan interaksi dan sosialisasi klien.
3. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan menarik diri,
pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem pendukung yang mengerti
keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu perawat atau petugas kesehatan juga
membutuhkan kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan dan membina
kerjasama dalam memberi perawatan pada pasien.

B. SARAN
Dari beberapa simpulan di atas penulis dapat memberikan beberapa saran yaitu sebagai
berikut :
1. Bagi perawat Hendaknya dalam merawat klien dengan isolasi sosial menarik diri
dilakukan secara itensif dengan melakukan interaksi yang singkat tapi sering sehingga
masalah– masalah yang dialami klien menarik diri dapat teratasi dengan baik.
2. Bagi klien dan keluarga Hendaknya sering berlatih dan melaksanakan interaksi sosial
secara bertahap, serta perlunya pemahaman keluarga tentang perawatan klien dengan
isolasi sosial menarik diri dirumah secara tepat agar klien selalu dapat berinteraksi dengan
orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta :
TIM
Erlinafsiah. 2010. Modal Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info Media.
Fitria N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperaewatan (LP&SP). Jakarta :
Salemba Medika.
Keliat dan Akemat. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Kusumawati F dan Hartono Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.
Nasir, Abdul dan, Abdul, Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan jiwa,
Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika.
Sjafriani, Ririn. 2010. Gawat, Penderita Gangguan Jiwa Terus Bertambah.
http://www.republika.co.id . Diakses tanggal 23 Mei 2012, jam 19.00WIB
Stuart, Gail.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi V. Jakarta: EGC.
Walujani, M. Atika, 2007. Pelayanan Sensitif Budaya. http://www.prakarsarakyat.org . Diakses
tanggal 23 mei 2012, jam 19.00 WIB.
Yosep I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refia Aditama.
https://jurnal.stikes-aisyiyah
palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/812#:~:text=Abstract,dengan%20orang%20lain
%20dan%20sekitarnya

Anda mungkin juga menyukai