Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ASMA

Dosen Pengampu : Elni, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Intan Mirnawati 20010027

Resita 20010040

Yona sandika 20010055

Akademi Keperawatan Pangkalpinang


Oktober 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “ASMA”
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin. Terlepas dari semua itu,
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “ASMA” ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Pangkalpinang, 2 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................ i

Kata Pengantar .......................................................................................................... ii

Daftar Isi .................................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2

1.3 Tujuan Masalah ...................................................................................................... 2

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan ..................................................................... 3

2.2 Definisi Penyakit Asma ........................................................................................ 10

2.3 Etiologi Asma ..................................................................................................... 10

2.4 Patofisiologi dan Pathway Asma .......................................................................... 10

2.5 Klasifikasi Asma .................................................................................................. 12

2.6 Manifestasi Klinis Asma ...................................................................................... 12

2.7 Komplikasi ........................................................................................................... 13

2.8 Penatalaksanaan ................................................................................................... 13

2.9 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................ 14

3.0 Konsep Asuhan Keperawatan Asma ..................................................................... 14

BAB III : PENUTUP ................................................................................................ 25

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 25

3.2 Saran .................................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan yang banyak dijumpai
pada anak-anak maupun dewasa. Menurut global initiative for asthma (GINA) tahun
2015, asma didefinisikan sebagai “ suatu penyakit yang heterogen, yang dikarakteristik
oleh adanya inflamasi kronis pada saluran pernafasan. Hal ini ditentukan oleh adanya
riwayat gejala gangguan pernafasan seperti mengi, nafas terengah- engah, dada terasa
berat/tertekan, dan batuk, yang bervariasi waktu dan intensitasnya, diikuti dengan
keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi”, (Kementrian Kesehatan RI, 2017)
Asma adalah penyakit gangguan pernapasan yang dapatmenyerang anak-anak
hingga orang dewasa, tetapipenyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak.Menurut
para ahli, prevalensi asma akan terusmeningkat. Sekitar 100 - 150 juta penduduk
duniaterserang asma dengan penambahan 180.000 setiaptahunnya. (Dharmayanti &
Hapsari, 2015)
Angka kejadian asma bervariasi diberbagai negara, tetapi terlihat kecendrungan
bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakang ini obat-obatan
asma banyak dikembangkan. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam world
health report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4 % dari
seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari infeksi paru 7,2 %, PPOK
(Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberkulosis 3,0%, kanker paru/trakea/bronkus
2,1 %. Dan asma 0,3%. (Infodatin, 2017)
Asma kambuh seperti debu, bulu binatang, perubahan cuaca, dll. Serta selalu
berikan masker pada anak dan kenakan pakaian yang hangat pada anak, saat cuaca yang
dingin agar anak tidak terjadinya kekambuhan asma pada anak.
Upaya yang dilakukan dalam menurunkan angka kejadian asma dengan menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan, hindari merokok dan asap rokok serta asap
korbondiaksoda, hindari binatang yang mempunyai bulu yang halus dan menjaga pola
makan agar tidak terjadinya obesitas, karena obesitas juga merupakan faktor resiko
terjadinya asma pada individu.
Peran perawat untuk merawat pasien dengan Asma adalah melalui pendekatan
proses keperawatan. Asuhan keperawatan yang diberikan melalui pengkajian, diagnosa

1
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan. Perawat juga perlu memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien dan
keluarga untuk tetap menjaga kesehatan, menyarankan kepada pasien dan keluarga agar
tetap tabah, sabar, dan berdoa agar diberikan kesembuhan, serta keluarga dapat merawat
pasien dirumah dengan mengikuti semua anjuran dokter dan perawat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pernafasan?
2. Apa definisi penyakit asma?
3. Apa etiologi penyakit asma?
4. Bagaimana patofisiologi dan pathway penyakit asma?
5. Apa saja klasifikasi penyakit asma?
6. Apa saja manifestasi klinis penyakit asma?
7. Apa komplikasi penyakit asma?
8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit asma?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit asma?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan penyakit asma?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk megetahui anatomi fisiologi sistem pernafasan
2. Untuk mengetahui definisi penyakit asma
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit asma
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway penyakit asma
5. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit asma
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit asma
7. Untuk mengetahui komplikasi penyakit asma
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit asma
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjanag penyakit asmaa
10. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit asma

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Menurut drs. H. Syaifuddin (2013), respirasi adalah suatu peristiwa ketika tubuh
kekurangan oksigen (O2) dan O2 yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi) melalui
organ pernapasan. Pada keadaan tertentu tubuh kelebihan karbon dioksida (CO2), maka
tubuh berusaha untuk mengeluarkan kelebihan tersebut dengan menghembuskan napas
(ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antara O2 dan CO2 di dalam tubuh.
Mohamad Judha (2016) menyebutkan bagian dari sistem respirasi sebagai berikut:
1. Saluran napas bagian atas, pada bagian ini udara yang masuk ke rongga hidung akan
dihangatkan, disaring, dan dilembapkan. Bulu hidung berfungsi menyaring udara
yang dihirup, mukosa hidung berfungsi sebagai pelembap dan penyesuaian suhu udara
dengan suhu tubuh.
2. Saluran napas bagian bawah, bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran
bagian atas ke alveoli. Sebelum masuk ke dalam alveoli, udara akan masuk pada
bagian bronkus kanan dan kiri melewati percabangan bronkus yang disebut carina.
3. Alveoli, pada alveoli terjadi pertukaran gas antara O2 dan CO2 di mana CO2 sisa hasil
metabolisme akan ditukar Oksigen dari udara luar 14
4. Sirkulasi paru. Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena
meninggalkan paru.
5. Paru.
Secara umum paru terbagi menjadi paru kanan dan kiri, masing-masing paru memiliki
jumlah lobus (segmen paru), pada masing-masing paru memiliki selaput atau dinding
pembatas yang terbentuk dari dua selaput serosa, yang meliputi dinding dalam rongga
dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau disebut pleura
viseralis. Pada rongga dan dinding dada merupakan pompa muskuloskeletal yang
mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi.

3
Sumber : https://www.myrightspot.com/2018/11/organ-organ-penting-dalam-

sistem-pernapasan-manusia.html diakses tanggal 2 Oktober 2021

Saluran pernapasan secara umum terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut ini:
(Syaifuddin, 2010)

1. Hidung

Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernapasan (respirasi)
dan indra penciuman (pembau). Bentuk dan struktur hidung menyerupai piramid atau
kerucut dengan alasnya pada prosesus palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis
palatum. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem pernapasan, melalui rongga
hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi
rambutrambut halus yang mencegah masuknya benda-benda asing yang mengganggu
proses pernapasan.

Bagian-bagian dari hidung meliputi: (Syaifuddin, 2010)

a. Batang hidung: Dinding depan hidung yang dibentuk oleh ossa nasalis

b. Cuping hidung: Bagian bawah dinding lateral hidung yang dibentuk oleh tulang rawan

c. Septum nasi: Dinding yang membatasi dua rongga hidung

d. Dinding lateral rongga hidung (kavum nasi)

Fungsi hidung dalam proses pernapasan maliputi:

4
a. Udara dihangatkan, oleh permukaan konka dan septum nasalis setelah melewati faring,
suhu lebih kurang 36°C.

b. Udara dilembapkan. Sejumlah besar udara yang melewati hidung bila mencapai faring
kelembapannya lebih kurang 75%.

c. Kotoran disaring oleh bulu-bulu hidung. Partikel di rongga disaring oleh rambut
vestibular, lapisan mukosiliar, dan lisozim (protein dalam air mata). Fungsi ini
dinamakan fungsi air conditioning jalan napas atas.

d. Penciuman. Pada pernapasan biasa 5-10% udara pernapasan melalui celah olfaktori.
Dalam menghirup udara dengan keras, 20% udara pernapasan melalui celah olfaktori.

2. Faring

Faring (tekak) adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus antara basis
kranii dan vertebrae servikalis VI.

Daerah faring dibagi atas tiga bagian: (Syaifuddin, 2010)

a. Nasofaring

Bagian faring terdapat di dorsal kavum nasi berhubungan dengan kavum nasi melalui
konka dinding lateral dibentuk oleh otot M. tensor vili palatini, M. levator vili palatini
yang membentuk palatum mole, dan M. konstriktor peringis superior. Bagian lateral
dinding nasofaring terdapat dua lubang yaitu lubang osteum faring di antara nasofaring
dan orofaring dibatasi istimus faringis yang dapat mencegah makanan dan minuman
masuk ke rongga hidung waktu menelan, dan lubang medial (tuba faringeotimpanika
eustachii). Pembesaran tonsil 18 faring akan memperkecil konka, menyebabkan
gangguan bernapas melalui hidung atau keluhan tuli. Menurut Kyle dan Carman
(2019), pada usia sekolah awal, anak cenderung mengalami pembesaran jaringan tonsil
dan adenoid walaupun tidak sedang sakit. Hal tersebut dapat mengakibatkan
peningkatan insidensi obstruksi jalan napas.

b. Orofaring

Orofaring mempunyai dua hubungan yaitu: (Syaifuddin, 2010)

1) Ventral dengan kavum oris, melalui batas istimus fausium. Terdiri dari palatum
mole, arkus glosopalatinus dekstra, arkus glosopalatinus sinistra, dan dorsum lingua.

5
Di antara kedua arkus terdapat jaringan limfoid yaitu tonsil palatina atau amandel
yang terdapat di dalam suatu lekuk yang disebut fossa tonsilaris. Tonsil palatina
penting untuk mencegah masuknya kuman melalui rongga mulut ke faring. Radiks
lingua merupakan lanjutan dari dorsum lingua, merupakan dinding ventral orofaring.
Kauda radiks lingua terletak pada tulang rawan, dihubungkan dengan epiglotis oleh
tiga lipatan yaitu dua plika glosoepiglotika lateralis dan satu plika glosoepiglotika
mediana. Di antara lipatan ini terletak bagian cekung yang disebut valekula
epiglotika.

2) Kaudal terhadap radiks lingua. Terdapat lubang yang merupakan batas antara laring
dan faring, terdapat suatu lipatan antara faring dan epiglotis yang merupakan batas
antara oral dan faring.

c. Laringofaring

Laringofaring mempunyai hubungan dengan laring melalui mulut laring yaitu aditus
laringues. Dinding depan laringofaring terdapat plika laring-epiglotika. Lekuk ini
mempunyai dinding medial dan lateral. Kedua dinding bersatu di daerah ventral.

Fungsi faring adalah memproduksi suara yang dihasilkan oleh pita suara. Lipatan-
lipatan vokal memproduksi suara melalui jalan udara, glotis, serta lipatan produksi
gelombang suara. Ketegangan dari pita suara dikontol oleh otot kerangka dibawah kontrol
korteks.

3. Laring

Laring atau pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi
dengan otot, membran, jaringan ikat, dan ligamentum. Sebelah atas pintu masuk laring
membentuk tepi epiglotis, lipatan dari epiglotis aritenoid dan pita interaritenoid, dan
sebelah bawah membentuk tepi bawah kartilago krikoid. Tepi tulang dari pita suara asli
kiri dan kanan membatasi daerah epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis dan bagian
bawah disebut subglotis. Fungsi laring adalah vokalisasi yaitu berbicara 20 melibatkan
sistem respirasi yang meliputi pusat khusus pengaturan bicara dalam korteks serebri, pusat
respirasi di dalam batang otak, dan artikulasi serta struktur resonansi dari mulut dan
rongga hidung (Syaifuddin, 2010).

6
4. Trakea

Trakea (batang tenggorok) adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang
dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak di antara
vertebra servikalis VI sampai ke tepi bawah kartilago krikoidea vertebra torakalis V
(Syaifuddin, 2010). Jalan napas anak sangat komplain sehingga lebih rentan mengalami
kolaps dinamis jika terdapat obstruksi jalan napas. Otot yang menyokong jalan napas
kurang fungsional jika dibandingkan dengan otot pada orang dewasa. Anak memiliki
banyak jaringan lunak yang mengelilingi trake dan membran mukosa yang melapisi jalan
napas kurang melekat sempurna jika dibandingkan dengan orang dewasa. Ini
meningkatkan risiko edema dan obstruksi jalan napas (Kyle dan Carman, 2019).

Gambar 2.2 Anatomi Laring dan Trakea

Sumber: https://kelasngonlen.wordpress.com diakses tanggal 2 Oktober 2021

5. Bronkus

Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama seperti trakea
dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan ke bawah ke arah
tampuk paru.

Bronkus prinsipalis terdiri dari dua bagian: (Syaifuddin, 2010)

a. Bronkus prinsipalis dekstra Pada waktu masuk ke hilus bercabang tiga menjadi bronkus
lobaris medius, bronkus lobaris inferior, dan bronkus lobaris superior. Di atas terdapat
V. Azigos dan di bawahnya A. Pulmonalis Dekstra.

7
b. Bronkus prinsipalis sinistra Lebih sempit dan lebih panjang serta lebih horizontal
dibanding bronkus dekstra. Berjalan ke bawah aorta dan di depan esofagus, masuk ke
hilus pulmonalis kiri bercabang menjadi dua bagian yaitu bronkus lobaris superior dan
bronkus lobaris inferior.

Menurut Syaifuddin (2010) bronkus lobaris atau bronkioli (cabang bronkus)


merupakan cabang yang lebih kecil dari bronkus. Pada ujung bronkioli terdapat
gelembung paru atau alveoli. Pernapasan bronkiolus membuka dengan cara memperluas
ruangan pembuluh alveoli tempat terjadinya pertukaran udara antara 22 oksigen dan
karbon dioksida. Kyle dan Carman (2019) mengemukakan bahwa diameter bronkus dan
bronkiolus bayi dan anak lebih sempit dibandingkan individu dewasa sehingga anak
berisiko lebih tinggi mengalami obstruksi jalan napas bawah. Obstruksi jalan napas bawah
saat ekshalasi sering kali terjadi akibat bronkiolitis atau asma atau disebabkan oleh
aspirasi benda asing ke dalam jalan napas bawah.

6. Pulmo

Menurut Syaifuddin (2010), pulmo (paru) adalah salah satu organ sistem pernapasan
yang berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura viseralis.
Kedua paru sangat lunak, elastis, dan berada dalam rongga torak. Sifatnya ringan dan
terapung di dalam air. Paru berwarna biru keabu-abuan dan berbintik-bintik karena
partikel-partikel debu yang masuk termakan oleh fagosit.

Fasies kostalis yang konveks berhubungan dengan dinding dada dan fasies
mediastinalis yang konkaf membentuk perikardium. Sekitar pertengahan permukaan kiri
terdapat hilus pulmonalis suatu lekukan tempat bronkus, pembuluh darah, dan saraf masuk
ke paru membentuk radiks pulmonalis. Dengan adanya insisura atau fisura pada
permukaan, paru dapat dibagi atas beberapa lobus. Letak insisura dan lobus diperlukan
dalam penentuan diagnosis (Syaifuddin, 2010).

Pada paru kiri terdapat suatu insisura yaitu insisura obligus. Insisura ini membagi paru
kiri atas dua lobus yaitu lobus superior (bagian yang terletak di atas dan di depan insisura)
dan lobus inferior (bagian yang terletak di bawah dan di belakang insisura). Pada paru
kanan terdapat dua insisura yaitu insisura obliqua (interlobularis primer) dan insisura
horizontal (interlobularis sekunder). Insisura obliqua memisahkan lobus inferior dari lobus
medius dan lobus superior. Insisura horizontal memisahkan lobus medius dari lobus
superior (Syaifuddin, 2010).

8
Gambar 2.3 Anatomi Sistem Pernapasan

Sumber: https://docnesia.com/id/anatomi-fisiologi-respirasi/ diakses tanggal 2 Oktober


2021

Pleura adalah suatu membran serosa yang halus, membentuk suatu kantong tempat
paru berada. Ada dua buah, kiri dan kanan yang masing-masing tidak berhubungan. Pleura
mempunyai dua lapisan: (Syaifuddin, 2010)

a. Lapisan dalam pleura viseralis: lapisan pleura yang langsung berhubungan dengan paru
dan memasuki fisura paru, memisahkan lobus-lobus dari paru.

b. Lapisan permukaan disebut permukaan parietalis: pleura yang berhubungan dengan


fasia endotorasika, merupakan permukaan dalam dari dinding toraks. Sesuai letaknya,
pleura parietalis ada empat bagian yaitu pleura kostalis, pars servikalis, pleura
diafragmatika, dan pleura mediastinalis.

Menurut Kyle dan Carman (2019), setelah lahir, pertumbuhan alveoli melambat hingga
usia 3 bulan dan kemudian maju pesat hingga anak usia 7 atau 8 tahun. Pada saat tersebut,
alveoli mencapai jumlah yang sama dengan alveoli pada orang dewasa yaitu sekitar 300
juta. Sebagian besar jaringan paru adalah alveoli, yang juga merupakan area utama
pertukaran gas. Oksigen bergerak dari udara alveoli ke dalam darah, sementara karbon
dioksida bergerak dari dalam darah ke dalam udara alveoli. Semakin sedikit jumlah

9
alveoli, terutama pada bayi prematur dan/atau bayi yang masih kecil, semakin tinggi risiko
mereka 25 mengalami hipoksemia (penurunan konsentrasi oksigen di dalam daerah arteri)
dan retensi karbon dioksida.

2.2 Definisi

Asma adalah proses riversibel obstruksi pernapasan yang dikarak- teristikan dengan
periode buruk dan remisi di mana bronkhi- al mengalami spasme yang mengobstruksi
jalan napas (Speer, 1999). Asthma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD)
adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan napas secara riversibel yang ditandai dengan
bronchospasme, inflamasi, dan peningkatan reaksi jalan napas terhadap berbagai
stimulan (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001). Asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi
kronik pada jalan napas, beberapa sel berperan secara fakta, yaitu sel mast, eosinofil dan
limfosit-T.

2.3 Etiologi

Asma biasanya terjadi akibat trakea dan bronkus yang hiperresponsif terhadap iritan.
Alergi terhadap iritan dapat mempengaruhi tingkat keparahan asma. Berikut merupakan
uritan berdasarkan sumbernya:

1. Faktor ekstrinsik; latihan berlebih atau alergi terhadap binatang berbulu, debu,
jamur, polusi, asap rokok, infeksi virus, asap, parfum, jenis makanan tertentu
(terutama zat yang di tambah- kan ke dalam makanan) dan perubahan cepat suhu
ruangan.
2. Faktor intrinsik; sakit, stres, atau fatigue yang juga mentriger, dan temperatur yang
ekstrim.

2.4 Patofisiologi dan Pathway


Patofisiologi
Dalam kerentanan anak, inflamasi menyebabkan episode kekam- buhan wheezing,
sesak, kesesakan dada dan batuk, terutama sekali pada malam dan atau pada pagi hari
sekali. Pada peristiwa ini biasanya dihubungkan dengan batasan aliran udara yang ber-
variasi atau obstruksi jalan napas. Keadaan ini juga dapat kembali pulih dengan tiba-tiba
atau dengan pengobatan.

10
Pathway

Triger stimuli Alergen,


infeksi, polusi udara.
Latihan, dan udara dingin
Limfosit T dalam
mukosa bronkhial

Peningkatan sirkulasi
lg.E
Limfokin (ECF) -Makrofag alveolar

Aktivitas sel mast -Neutrofil, eosinofil;,


Peningkatan eosinofil limfosit T
(pelepasan dasar protein
utama?

Kerusakan epithelium Fase awal (segera) Fase lambat (6-8 jam


jalan napas Pelepasan histamine setelah fase awal)
(reversible) (infalamasi) Prostaglandin, leukotrin,
platelet, tromboksan

-Peningkatan sekresi Hipertropi -Peningkatan


mukus otot halus kontraksi otot
halus(bronkhokon
-Peningkatan
striksi)
permiabilitas
vascular(edema mucosal) Obstruksi -Peningkatan
jalan napas permiabilitas
-Peningkatan kontraksi
vascular(edema
otot
mucosal)
halus(bronkhokonstriksi)
Fibrosis
submukosal
terjadi

Pelepasan post
ganglionik/acetylcholine

Vagus

Aktifitas sistem
saraf
parasimpatik
11
2.5 Klasifikasi

Klasifikasi asma mencakup empat kategori antara lain:

1. Mild intermitent (ringan intermiten), dimana kondisi klien asma ringan yang
sebentar.
2. Mild persistent, dimana kondisi klien dengan asma ringan yang terus menerus atau
menetap.
3. Moderate persistent, dimana kondisi klien dengan asma sedang yang terus menerus
atau menetap.
4. Severe persistent, dimana kandisi klien dengan asma berat yang terus menerus atau
menetap.

2.6 Manifestasi klinis

Penderita asma biasanya keluhan bisa dirasakan pada saat serangan. Tanda dan
gejala yang jelas terlihat pada saat serangan adalah sesak nafas. Sesak nafas ini sangat
menyiksa anak, anak akan terlihat gelisah, cemas, labil, dan kadang-kadang bisa terjadi
perubahan tingkat kesadaran. Jika anak kita ajak berkomunikasi, anak akan terlihat sulit
berbicara, dan akan menjawab sepatah dua patah kata.

Gejala lain yang bisa kita lihat adalah takipnea, takikardi, orthopnea disertai
wheezing, diaphoresis, dan bisa juga muncul nyeri abdomen karena penggunaan otot
abdomen dalam pernapasan. Gejala diperberat apabila mengalami dyspnea dengan lama
ekspirasi: penggunaan otot-otot asesori pernapasan, cuping hidung, retraksi dada dan
stridor. Keadaan tersebut menandakan adanya pneumonia, disertai batuk berdahak dan
demam tinggi. Pada saat serangan seperti ini pasien tidak toleran terhadap aktivitas, baik
makan, bermain, berjalan bahkan berbicara.

1. Tanda klasik asma yaitu dyspnea, wheezing, dan batuk.


2. Peningkatan frekuensi napas.
3. Rasa tidak nyaman atau iritasi dan berkurangnya waktu istirahat.
4. Keluhan sakit kepala, rasa lelah atau perasaan sesak dada.
5. Batuk nonproduktif yang disebabkan edema bronkhial.
6. Gejala umum asma; batuk.

12
7. Hiperresonan saat perkusi.

2.7 Komplikasi

Apabila penderita asma tidak segera mendapat pertolongan yang cepat dan tepat,
maka akan timbul komplikasi yang bisa membahayakan kondisi pasien, diantaranya
adalah terjadinya status asmatikus, gangguan asam basa, gagal napas, bronkhiolitis,
hipoksemia, pneumonia, pneumothoraks, emphysema, chronic persistent bronkhitis,
atelektasis dan bahkan kematian.

1. Pneumothoraks
2. Gagal jantung
3. Infeksi pernapasan
4. Kesulitan emosional
5. Kematian

2.8 Penataklasanaan
1. Pemberian terapi kortikosteroid.
Kortikostreroid diberikan untuk mengatasi inflamasi yang biasa digunakan untuk
mengobati obstruksi aliran udara reversibel dan mengontrol gejala-gejala serta
mengurangi hiperreaktivitas pada asma kronik. Kortikosteroid diberikan melalui
parenteral, oral, atau aerosol. Obat antiinflamasi nonsteroid seperti Cromolyn
sodium diberikan untuk memblok reaksi cepat dan lambat terhadap alergi yang
menstabilkan membran sel mast, menghambat aktivasi dan membebaskan mediator
dari eosinofil dan sel epitelium, dan menghambat penyempitan jalan napas akut
setelah mengalami aktifitas, udara dingin kering, dan sulfur dioksida.
2. Pemberian terapi bronkhodilator.
Terapi antikolinergik digunakan untuk mengurangi intrinsik tonus vagal pada jalan
napas dan memblok refleks bronkhokonstriksi yang disebabkan iritasi inhalasi.
3. Peningkatan intake cairan.
4. Pengobatan respirasi seperti batuk, latihan napas dalam, dan fisioterapi dada.
Fisioterapi dada membantu relaksasi fisik dan mental, memperbaiki postur tubuh,
kekuatan otot respirasi, dan pola pernapasan lebih efisien. Fisioterapi dada
dianjurkan dilakukan pada asma akut, kongesti berat atau pneumonia.

13
5. Pengobatan nebulizer diberikan dengan inhalasi.

2.9 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan berdasarkan manifestasi klinis, riwayat,


pemeriksaan fisik dan tes laboratorium.

1. Tes fungsi paru. Spirometri dapath dilakukan pada anak usia 5 atau 6 tahun, dan
setiap anak usia 1-2 tahun dilakukan pengkajian fungsi jalan napas rutin. Dalam
Spirometri akan mendeteksi:
a. Penurunan forced expiratory volume (FEV)
b. Penurunan peak expiratory flow rate (PEFR)
c. Kehilangan forced vital capacity (FVC)
d. Kehilangan inspiratory capacity (IC)

2. Laboratorium darah lengkap, menunjukkan terjadi perubahan Sel darah putih selama
fase asma akut, perubahan sel darah putih lebih dari 12.000/mm3 atau peningkatan
presentasi ikatan sel yang mungkin mengindikasi terjadinya infeksi.

3. X-ray dada. Frontal dan lateral foto x-ray menunjukkan infiltrat dan hiperekspansi
jalan napas dengan peningkatan usuran diameter anteroposterior pada pemeriksaan
fisik, diduga barrel chest.

4. Uji kulit untuk mengidentifikasi alergen spesifik.

3.0 Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian keperawatan
1. Pemeriksaan fisik
a. Kardiovaskuler
- Takikardi.
b. Respirasi
- Karakteristik fisik respirasi kronik meliputi; konfigurasi dada seperti
barrel chest, postur, dan tipe pernapasan.
- Napas pendek.
- Retraksi intercostalis.

14
- Takipnea
- Ronchi.
- Pergerakan cuping hidung.
- Wheezing saat ekspirasi yang lama.
c. Persyarafan
- Gelisah.
- Ansietas.
- Kesulitan tidur.
d. Muskuloskeletal
- Intoleransi aktifitas.
e. Integumen
- Sianosis.
- Pucat.

2. Riwayat waktu sebelum asma, dan faktor presipitasi.


3. Tes dignostik, tes pungsi paru, dan uji kulit.
4. Aktifitas dan konsep diri klien.
5. Persepsi anak dan keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit.
6. Dukungan sosial pada keluarga, kultural atau keyakinan etnik yang mungkin
mempengaruhi aktifitas manajemen diri dan pendekatan edukasi keluarga.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas berhubungan dengan respon alergi dan
inflamasi pada pohon bronkhial.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan konstriksi bronkhial
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan distres
gastrointestinal
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
5. Fatique berhubungan dengan hipoksia
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan memiliki anak dengan sakit
kronik.
7. Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan intake
cairan, kehilangan cairan dan diaporesis.

15
8. Resiko terjadi injuri respirasi: asidosis, ketidakseimbangan elek- trolit
berhubungan dengan hipoventilasi dan dehidrasi.
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi cara perawatan di
rumah.

C. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan respon alergi
dan inflamasi pada pohon bronkhial.
Tujuan: jalan napas kembali efektif.
Kriteria evaluasi:
• Anak mudah bernapas tanpa dypnea.
• Kemampuan beraktifitas meningkat.

Intervensi keperawatan mandiri:


• Batasi aktifitas fisik anak, dan berikan aktifitas yang diperlukan saja.
Rasional: aktifitas anak yang berlebihan akan meningkatkan kebutuhan
oksigen dan metabolik serta mengganggu oksigenasi seluler.
• Gunakan teknik bermain untuk latihan pernapasan pada anak yang muda.
Rasional:latihan pernapasan pada anak dengan menggu- nakan teknik
bermain memperpanjang waktu ekspirasi dan meningkatkan tekanan
ekspirasi.
• Instruksikan anak dan orang tua untuk melakukan latihan pemapasan, batuk,
dan posisi tubuh tegak lurus.
Rasional: meningkatkan pernapasan diafragma, ekspansi paru dan
memperbaiki pergerakan dinding dada untuk kebutuhan oksigenasi.
Mekanisme batuk membersihkan jalan napas alami, dan membantu silia
untuk memper- tahankan kepatenan jalan napas. Posisi tubuh tegak lurus
memudahkan anak batuk.
• Anjurkan latihan fisik yang memerlukan sedikit energi.
Rasional: mencegah terlalu lelah dan menurunkan kon- sumsi oksigen.
• Anjurkan mempertahankan postur tubuh yang baik.
Rasional: postur tubuh yang tepat memfasilitasi proses ventilasi.
• Ajarkan anak dan orang tua pemberian medikasi dan nebu- lizer yang benar.

16
Rasional: keterlibatan anak dan orang tua dalam pemberian medikasi dan
nebulizer meningkatkan kerjasama perawat- klien dan kesiapan anak dan
orang tua selama dilakukan tindakan tersebut.

Intervensi keperawatan kolaborasi:


• Berikan oksigen sesuai order.
Rasional: pemberian oksigen memperbaiki oksigenasi dan membantu
menghilangkan sekresi.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan konstriksi bronkhial.


Tujuan: pertukaran gas meningkat.
Kriteria evaluasi:
• Wheezing dan retraksi berkurang.
• Batuk menurun.
• Warna kulit agak kemerahan.
• Gelisah menurun.
• Waktu pengisian kapiler 3-5 detik.

Intervensi keperawatan mandiri:


• Kaji kecepatan respirasi anak dan auskultasi suara napas.
Rasional: memberikan data untuk mengkaji perubahan pernapasan sebelum
dan sesudah terapi.
• Atur posisi anak dengan posisi yang diberikan fowler tinggi atau duduk
dengan dada ke depan.
Rasional: posisi fowler tinggi meningkatkan ekspansi paru yang
mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gaya gravitasi.
• Lakukan fisioterapi dada 3 atau 4 kali setiap hari.
Rasional: fisioterapi dada merupakan kombinasi postural drainage, perkusi,
vibrasi dada, batuk dan latihan napas dalam, yang membantu menghilangkan
dan mengeluarkan sekret, pengembangan paru kembali dan meningkatkan
penggunaan otot pernapasan yang efisien.
• Anjurkan anak melakukan batuk dan latihan napas dalam setiap 2
jam.Instruksikan anak untuk tarik napas 3 atau 4 kali kemudian batuk sambil
posisi duduk.

17
Rasional: Batuk membantu membersihkan mukus dari paru-paru secara alami
dan napas dalam memperbaiki oksigenasi.Posisi duduk membantu batuk
lebih mudah.
• Bersihkan potensial alergen dari ruang anak.
Rasional: Alergen dapat mentriger serangan asma.
Intervensi keperawatan kolaborasi:
• Berikan bronkhodilator seperti albuterol dan steroid, seperti:
metylprednisolone (solumedrol) atau steroid inhalasi.
Rasional: bronkhodilator merilekskan otot halus bronkhial, dan steroid
mengurangi inflamasi.
• Hisap lendir anak sesuai kebutuhan untuk mengeluarkan mukus dari jalan
napas.
Rasional: hisap lendir membantu mengeluarkan mukus dari jalan napas.
• Berikan oksigen sesuai order.
Rasional: pemberian oksigen memperbaiki oksigenasi dan membantu
menghilangkan sekresi.

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


distres gastro intestinal.
Tujuan: status nutrisi anak adekuat.
Kriteria evaluasi:
• Berat badan dipertahankan atau ditingkatkan.
• Mual dan muntah menurun.
• Anak mengkonsumsi makanan sedikitnya habis 80% setiap kali makan.

Intervensi keperawatan mandiri:


• Hidangkan makan kecil yang disukai anak, frekuensi 5-6 kali/hari.
Rasional: makanan kecil, dan frekuensi makan memerlukan sedikit energi
untuk dicerna dan tidak penuh pada abdomen yang dapat menurunkan
ekspansi paru. Menyediakan makanan yang disukai anak akan membantu
memastikan intake anak adekuat.
• Hindari makanan yang menyebabkan alergi, seperti telur, tepung, dan coklat

Rasional: makanan ini mungkin mentriger serangan alergi pada anak yang
sensitif.

18
• Berikan makanan lunak dan rendah lemak. Gunakan petunjuk warna, seperti
putih adalah warna makanan untuk roti panggang, kentang, puding yang
terbuat dari susu rendah lemak yang cenderung lunak.
Rasional: makanan yang berasa pedas dan makanan tinggi lemak
menyebabkan distres gastro intestinal dan tidak mudah dicerna.
• Lakukan penilaian pada status nutrisi anak seperti berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan, kunjungtiva, indeks massa tubuh, laboratorium darah.
Rasional : Status nutrisi ditentukan dari pemeriksaan fisik dan laboratorium
darah sehingga kebutuhan kalori dapat ditentukan dan mengevaluasi
keadekuatan rencana pemenuhan nutrisi.

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


dan kebutuhan oksigen.
Tujuan: aktifitas anak dapat ditoleransi.
Kriteria evaluasi:
• Anak dapat melakukan aktifitas.
• Anak dapat beristirahat.

Intervensi keperawatan mandiri:


• Berikan waktu istirahat dan tidur yang cukup dan aktifitas yang aman untuk
menghemat suplai oksigen.
Rasional: menghemat suplai oksigen dapat menurunkan kebutuhan
metabolik.
• Anjurkan aktifitas anak yang tepat sesuai kondisi dan kemampuan anak.
Rasional: tubuh anak yang tidak mampu mentoleransi aktifitas yang
dilakukan dengan tepat menyebabkan peningkatan kebutuhan suplai oksigen.

5. Fatigue berhubungan dengan hipoksia.


Tujuan: fatigue berkurang.
Kriteria evaluasi:
• Penurunan agitasi.
• Tidak ada gangguan tidur.

Intervensi keperawatan mandiri:

19
• Kaji tanda-tanda hipoksia atau hiperkapnia, termasuk tanda-tanda gelisah,
agitasi, sianosis, peningkatan kecepatan respirasi dan kecepatan denyut
jantung.
Rasional: deteksi awal dan pengobatan hipoksia dan hiperkapnia dengan cepat
membantu mencegah gelisah lebih jauh dan fatigue.
• Berikan waktu istirahat yang cukup dan adekuat, dan kelompokkan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada ksaan kalori cana anak.
Rasional: istirahat dengan waktu yang cukup menurunkan tingkat aktifitas
anak dengan menurunkan usaha respirasi dan mengurangi fatigue.
• Atur posisi anak dalam posisi supine dengan kepala tempat tidur 45 derajat.
Rasional: penempatan anak dalam posisi ini meningkatkan kemampuan
ekspansi paru dan memperbaiki oksigenasi, oleh karena itu dapat menurunkan
kegelisahan.

6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan memiliki anak dengan


sakit kronik.
Tujuan: keluarga mampu beradaptasi.
Kriteria evaluasi:
• Keluarga dapat mengatasi gejala dan efeknya.
• Keluarga menyediakan lingkungan yang baik.

Intervensi keperawatan mandiri:


• Kaji mekanisme koping orang tua dan anak sebelumnya bila mengalami stres.
Rasional: perawat dapat mengidentifikasi mekanisme koping yang tepat
bersama anak dan keluarga. Reinfor- cement diperlukan sebagai bentuk
penguatan terhadap pilihan koping yang tepat.
• Identifikasi sumber-sumber psikososial keluarga dan finansial bersama
keluarga.
Rasional: keluarga merupakan sumber koping dan sumber finansial yang
membantu anak dalam beradaptasi terhadap stres.
• Berikan kesempatan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional: orang tua mengungkapkan perasaannya untuk mengurangi stres.
• Jaga ketenangan dan lingkungan yang rileks untuk mengurangi rangsangan
sensori.

20
Rasional: suara bising meningkatkan ancaman terhadap kenyamanan dan stres
pada anak dan orang tua.
• Berikan informasi pada orang tua tentang kondisi anak.
Rasional: pengetahuan orang tua tentang kondisi anak dapat meningkatkan
partisipasi aktif orang tua terhadap tindakan keperawatan dan menghindari
ketidaksetujuan pada kondisi kenyataan yang dialami anak.
• Jelaskan pada orang tua dan anak tentang prosedur dan program pengobatan
yang diberikan.
Rasional: penjelasan prosedur dan program pengobatan menghilangkan
beberapa kebingungan terhadap pemberian medikasi dan inhaler/nebulizer.

7. Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan sulitnya


mendapat cairan, kehilangan cairan dan diaporesis.
Tujuan: tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria evaluasi:
• Kondisi menunjukkan hidrasi yang adekuat; turgor kulit baik, produksi urin 1-
2 ml/kg/jam.
• Laboratorium elektrolit dalam batas normal.

Intervensi keperawatan mandiri:


• Kaji turgor kulit anak dan monitor output urin setiap 4 jam.
Rasional: pengkajian dan monitoring mengidentifikasi tingkat hidrasi dan
kebutuhan cairan tambahan.
• Gunakan teknik bermain untuk memenuhi kebutuhan cairan anak sesuai usia,
Rasional: teknik bermain memotivasi anak untuk mening-katkan intake cairan.
• Berikan intake cairan peroral bila dapat ditoleransi tubuh, dan hindari
minuman yang dingin.
Rasional: minum air dingin dapat mentriger refleks bronkhospasme.
• Anjurkan anak untuk minum sebanyak 3-8 gelas (240 ml/ gelas)/hari dan
tergantung usia.
Rasional: anak memerlukan cairan yang cukup untuk menjaga hidrasi dan
keseimbangan asam basa serta mencegah syok.

Intervensi keperawatan kolaborasi:


• Pertahankan terapi parenteral bila diindikasikan dan monitor kelebihan cairan.

21
Rasional: terapi cairan akan meningkatkan sekresi cairan.
• Monitor hasil laboratorium elektrolit. Rasional: dehidrasi menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit.

8. Resiko terjadi injuri respirasi: asidosis, ketidakseimbangan elektrolit


berhubungan dengan hipoventilasi dan dehidrasi
Tujuan: injuri tidak terjadi.
Kriteria evaluasi:
• Serum elektrolit dalam batas normal.
• Mual dan muntah tidak ada.
• pH darah 7,35-7,45.

Intervensi keperawatan mandiri:


• Monitor hasil laboratorium elektrolit.
Rasional: hipoventilasi menyebabkan perubahan keseimbangan asam basa dan
dehidrasi menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
• Monitor pH darah dengan teliti pada pemeriksaan analisa gas darah.
Rasional: pH kurang dari 7,25 dapat mengalami kerusakan sistemik,
pulmonari, dan aliran darah koroner, dan pH normal meningkatkan efek
bronkhodilator.
• Cegah muntah dan dehidrasi.
Rasional: muntah yang keluar dari lambung menyebabkan anak mengalami
alkalosis, tetapi jika muntah makin berat atau tidak terkontrol menyebabkan
anak mengalami asidosis.

Intervensi keperawatan kolaborasi:


• Lakukan pengukuran laboratorium darah analisis gas darah untuk perbaikan
ventilasi.
Rasional: mungkin menyebabkan akumulasi karbondioksida yang akan
menurunkan pH.
• Berikan sodium bicarbonate sesuai order.
Rasional: mencegah atau memperbaiki asidosis.
• Pertahankan pemberian cairan intra vena.
Rasional: pemberian cairan intra vena merupakan medika emergensi dan
mencegah dehidrasi.

22
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi cara
perawatan di rumah.
Tujuan: pemahaman orang tua terhadap pengetahuan bertambah.
Kriteria evaluasi:
• Orang tua mengungkapkan pemahaman tentang cara perawatan anak di rumah.
Orang tua melakukan cara perawatan anak.

Intervensi keperawatan mandiri:


• Jelaskan pada dan orang tua tentang fisiologi penyakit anak.
Rasional: pemahaman penyakit mungkin membantu anak dan orang tua
mematuhi regimen pengobatan.
• Ajarkan faktor-faktor yang mungkin menunjukkan adanya serangan asma,
seperti alergen, infeksi, latihan, perubahan cuaca dan stres.
Rasional: mengajarkan hal tersebut mungkin membantu menurunkan jumlah
serangan berikutnya.
• Ajarkan anak dan orang tua tentang tanda dan gejala infeksi respirasi,
termasuk demam, distres respirasi, wheezing dan takipnea.
Rasional: deteksi dini dan pengobatan infeksi respirasi mungkin mencegah
atau mengurangi distres pernapasan berhubungan dengan serangan asma.
• Ajarkan pentingnya memelihara tingkat aktifitas pada kondisi anak.
Rasional: memelihara stamina fisik yang penting untuk perkembangan anak
normal. Tidak sedikit anak mengalami serangan asma akut, anak selalu
menjaga tingkat aktifitas biasanya.
• Ajarkan anak dan orang tua tentang pentingnya medikasi dan efek yang
mungkin merugikan.Jelaskan tentang:
- Metraprotenol (alupent);obat bronkhodilator;Mungkin menyebabkan
distres gastro intestinal.
- Albuterol (proventil); obat bronkhodilator; tidak menyebabkan efek yang
merugikan.
- Kortikosteroid (agen anti-inflamasi); mungkin menyebabkan
berkembangnya retardasi, distres gastro intestinal, kerusakan respon imun
dan retensi air.

23
Rasional: compliance dengan regimen medikasi memastikan kestabilan level
obat dalam darah, dengan demikian memastikan pengawasan yang lebih
terhadap serangan asma.
• Beritahukan pada orang tua dan anak untuk menghindari antihistamin selama
serangan asma.
Rasional: antihistamin menyebabkan penebalan sekresi dan sulit diencerkan
yang dapat meningkatkan batuk.
• Ajarkan anak tentang bagaimana melakukan inhalasi dengan alat yang benar.
Rasional: alat ini meningkatkan pemberian medikasi dosis penuh, anak yang
muda tidak dapat menggunakan alat inhaler sendiri.

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi jalan napas yang
reversibel, yang ditandai dengan periode eksaserbasi dan remisi. Penyakit asma bisa
disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Tanda dan gejala
yang jelas terlihat pada saat serangan adalah sesak nafas. Sesak nafas ini sangat
menyiksa anak , anak akan terlihat gelisah, cemas, labil, dan kadang-kadang bisa terjadi
perubahan tingkat kesadaran. Anak akan terlihat sulit berbicara.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada anak yang mengalami asma adalah
foto rontgen, pemeriksaan fungsi paru, jumlah cosinofil, jumlah leukosit akan meningkat
pada infeksi, pemeriksaan alergi, analisa gas darah, dan pulse oxymetry. Penatalaksanaan
terapeutik yang diberikan pada saat serangan adalah bronkhodilator, misalnya salbutamol
/ albuterol dengan masker aerochamber, atau inhalasi steroid. Aminophilin atau teophilin
bisa diberikan sebagai bronkhodilator tambahan.

3.2 Saran

Untuk para penderita, jangan menganggap remeh penyakit yang Anda derita. Namun,
seringlah berkonsul dengan dokter yang menangani Anda. Akan tetapi, jangan pula Anda
terlalu memikirkan tentang penyakit anda, karena itu akan bisa memicu asma Anda
kambuh.
Untuk para keluarga penderita, perhatikanlah keluarga Anda yang menderita penyakt
asma. Karena asma adalah penykit yang serius. Namun, perhatian dan pengamanan Anda
jangan terlalu berlebihan karena bisa saja si penderita merasa tertekan dan stres yang bisa
mengakibatkan asmanya kambuh.
Untuk para dokter atau ahli medis, rawatlah pasien anda dengan baik. Jangan pernah
meremehkan tingkat keparahan penyakit asma yang diderita oleh pasien Anda.

25
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi., Rita, Y. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV. Sagung
Seto.
Syaifuddin, H. 2013. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk
Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Wulandari, Dewi., Erawati, Meira. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

26

Anda mungkin juga menyukai