Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PKN

“PELANGGARAN HAM DI INDONESIA TENTANG


TRAGEDI TRISAKTI”

Disusun oleh :

1. Turaichan Ajhuri ( 18 )
2. R. Acmad Sutan Hamdany ( 15 )
3. Muhammad Akbar ( 12 )
4. Adi Sutrisno ( 01 )
5. Syaiful Bahri ( 17 )
6. Agus Supriono ( 02 )
7. Muhammad Hamzah A. ( 30 )
8. Moh. Rizky Firmansyah ( 28 )

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP


UPT SMA N 1 SUMENEP
TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugrah,kesempatan dan
pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini . Makalah ini merupakan
pengetahuan tentang KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA TENTANG
TERJADINYA TRAGEDI TRISAKTI , semua dirangkum dalam makalah ini , agar
pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah di pahami dan lebih singkat dan akurat .
Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang merupakan apersepsi atas materi yang
telah dan akan dibahas dalam bab tersebut . Selanjutnya, Pembaca akan masuk pada inti
pembahasaan dan diakhiri dengan kesimpulan, dan saran makalah ini. Diharapkan pembaca
dapat mengkaji berbagai permasalahan
tentang PELANGGARAN HAM DI INDONESIA TENTANG TERJADINYA TRAGEDI
TRISAKTI. Akhirnya, kami penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu proses pembuatan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih belum semmpurna untuk menjadi lebih
sempurna lagi saya membutuhkan kritik dan saran dari pihak lain untuk membagikannya
kepada saya demi memperbaiki kekurangan pada makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaaat bagi anda semua. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sumenep,21 September 2015

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mahasiswa sebagai agent of change dan social control dalam kehidupan
bermasyarakat menempatkan mahasiswa sebagai basis intelektual menuju perubahan yang
lebih baik dan dalam praktiknya dilakukan dengan membentuk suatu gerakan
mahasiswa. Gerakan mahasiswa adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun
di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan
kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya (wikipedia.com). Dalam
konteks transisi politik Indonesia, gerakan mahasiswa telah memainkan peranan yang secara
nyata mampu mendobrak rezim otoritarian (Prasetyantoko, 2001: 1). Ini dapat di lihat dari
pengalaman historis bangsa Indonesia bahwa mahasiswa selalu mendapat peranan penting
dalam setiap perjuangan bangsa Indonesia. Seperti pada masa kolonialisme Belanda di
Indonesia, kaum-kaum terpelajar atau mahasiswa Indonesia sejak tahun 1915 telah mengenal
nasionalisme dan memulai gerakan-gerakan mereka dengan mendirikan TRIKORO-DARMO
yang kemudian gerakan-gerakan mahasiswa tersebut terus berspora ke seluruh pelosok
Nusantara. Pada masa pendudukan Jepang muncul Gerakan Bawah Tanah (GBT) yang
dilakukan oleh pemuda-pemuda Indonesia yang bertujuan untuk secepatnya memerdekakan
diri tanpa bantuan Jepang.
Gerakan mahasiswa tidaklah berhenti sampai Indonesia memproklamirkan
kemerdekaan. Gerakan mahasiswa masih berlanjut pada masa Orde Lama. Ini tentu mendapat
kritikan dari mahasiswa yang memiliki jiwa muda dan berintelektual sehingga mahasiswa tidak
segan-segan untuk menyuarakan tuntutannya dengan TRITURA yang berisi bubarkan PKI
beserta ormas-ormasnya, perombakan kabinet DWIKORA, dan turunkan harga dan perbaiki
sandang-pangan. Tuntutan mahasiswa tersebut berhasil menjatuhkan Soekarno atau rezim
Orde Lama dengan panglima politiknya.
Fenomena sejarah pun berulang pada rezim Soeharto tahun 1998. Gerakan mahasiswa
pun dapat membuat Soeharto mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai presiden.
Terutama peristiwa yang menjadi klimaks dari pengunduran diri Soeharto yaitu pada tanggal
12 Mei 1998 yang di kenal Tragedi Trisakti. Berdasarkan permasalahan diatas, maka kami akan
membahas mengenai “Peristiwa Trisakti Mei 1998 Sebagai Tonggak Perpindahan Kekuasaan
Dari Orde Baru Ke Reformasi”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok pikiran diatas, terdapat masalah utama yang menjadi kajian
penulisan makalah ini, yaitu: “Bagaimana Gerakan Mahasiswa tahun 1998 yang
mengakibatkan keruntuhan Orde Baru?”. Untuk lebih memfokuskan masalah dari masalah
utama maka penulis membatasi permasalahan yang dirumuskan dalam beberapa pernyataan
sebagai berikut:
a. Bagaimana latar belakang peristiwa tragedi Trisakti Mei 1998?
b. Bagaimana proses terjadinya peristiwa tragedi Trisakti Mei 1998?
c. Bagaimana dampak dari peristiwa tragedi Trisakti Mei 1998?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
a. Menjelaskan bagaimana latar belakang gerakan Trisakti Mei 1998.
b. Menjelaskan proses tragedi Trisakti Mei 1998.
c. Menjelaskan dampak tragedi Trisakti Mei 1998.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang disusun penulis untuk mempermudah
memahamimakalah ini adalah sebagai berikut:
BAB I, Pendahuluan. Membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan,
tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II, Pembahasan. Membahas mengenai permasalahan yang di kaji oleh penyusun,
juga merupakan uraian penjelasan terhadap aspek-aspek yang ditanyakan dalam perumusan
masalah.
BAB III, Kesimpulan. Membahas kesimpulan penulis yang dapat ditarik dari
pembahasan masalah, yaitu berupa hasil temuan dan pandangan penyusun, serta jawaban
terhadap masalah-masalah secara keseluruhan dari permasalahan yang dikaji mengenai
pandangan penyusun terhadap Peristiwa Trisakti Mei 1998: Sebagai Tonggak Perpindahan
Kekuasaan Dari Orde Baru Ke Reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Tragedi Trisakti Mei 1998
Dalam sejarah panjang Republik Indonesia kita mengenal masa Orde Baru dimana
selama hampir 32 tahun Soeharto menjabat sebagai Presiden. Banyak prestasi yang ditorehkan,
namun kita juga tidak dapat menutup mata bahwa masa Orde Baru juga menyimpan banyak
“kejelekan” pula. Terutama diakhir masa pemerintahannya kita banyak mendengar terjadi
demontrasi dimana-mana.
Bulan Juli 1997 pecah krisis moneter di Thailand yang ternyata menjalar ke wilayah
Asia Tenggara termasuk Indonesia (Asvi Warman Adam, 2009:53). Kejatuhan perekonomian
Indonesia sejak tahun 1997 membuat pemilihan pemerintahan Indonesia saat itu sangat
menentukan bagi pertumbuhan ekonomi bangsa ini supaya dapat keluar dari krisis ekonomi.
Pada bulan Maret 1998 MPR saat itu walaupun ditentang oleh mahasiswa dan sebagian
masyarakat tetap menetapkan Soeharto sebagai Presiden. Tentu saja ini membuat mahasiswa
terpanggil untuk menyelamatkan bangsa ini dari krisis dengan menolak terpilihnya kembali
Soeharto sebagai Presiden. Cuma ada jalan demonstrasi supaya suara mereka didengarkan.
Bukan hanya krisis ekonomi yang menyebabkan ketidakpuasan mahasiswa dan
masyarakat untuk melakukan demontrasi, namun krisis multidimesional juga sangat
mempengaruhi, diantara lain :
a. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan
permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu,
bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Keadaan seperti ini mengakibatkan
munculnya rasa tidak percaya terhadap institusi pemerintah, DPR, dan MPR.
Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Kaum reformis
yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa yang didukung oleh para dosen serta para rektornya
mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden, reshulffe cabinet, dan menggelar Sidang
Istimewa MPR dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya. Gerakan reformasi menuntut
untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dan MPR yang
dipandang sarat dengan nuansa KKN. Gerakan Reformasi juga menuntut agar dilakukan
pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber
ketidakadilan, di antaranya:
UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang
DPR/MPR.
UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
UU No. 5 tahun 1985 tentang Referendum.
UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Namun, setahun sebelum pemilihan umum yang diselenggarakan pada bulan Mei 1997, situasi
politik dalam negeri Indonesia mulai memanas. Pemerintah Orde Baru yang didukung oleh
Golongan Karya (Golkar) berusaha untuk memenangkan secara mutlak seperti pada pemilu
sebelumnya. Sementara itu, tekanan-tekanan terhadap pemerintah Orde Baru di masyarakat
semakin berkembang baik dari kalangan politisi, cendikiawan, maupun kalangan kampus.
Keberadaan partai-partai politik yang ada di legislatif seperti Parta Persatuan Pambangunan
(PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dianggap tidak
mampu menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Krisis politik sebagai factor
penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, menyebabkan munculnya tuntutan masyarakat yang
menghendaki reformasi baik dalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan di
Indonesia. Masyarakat juga menginginkan agar dilaksanakan demokratisasi dalam kehidupan
social, ekonomi, dan politik. Di samping itu, masyarakat juga menginginkan aturan hukum
ditegakkan dengan sebenar-benarnya serta dihormatinya hak-hak asasi manusia. Di dalam
kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah terhadap oposisi sangat
besar, terutama terlihat dari perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang
menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah.
b. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan.
Misalnya, kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman
memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pamerintah (ekskutif). Namun,
pada kenyataanya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif. Oleh karena
itu, pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi rakyat, karena hakim harus melayani
kehendak penguasa. Bahkan hukum sering dijadikan sebagai alat pembenaran atas tindakan
dan kebijakan pemerintah. Seringkali terjadi rekayasa dalam proses peradilan, apabila
peradilan itu menyangkut diri penguasa, keluarga kerabat atau para pejabat Negara. Sejak
gerakan reformasi muncul, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat
menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah
hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya. Reformasi hukum harus secepatnya
dilakukan karena merupakan tuntunan agar siap menyongsong era keterbukaan ekonomi dan
globalisasi.
c. Krisis Ekonomi
Jelas seperti yang sudah disinggung diatas, krisis moneter yang melanda Negara-negara
di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian
Indonesia. Krisis ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu.
Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan likuidasinya sejumlah bank
pada akhir tahun 1997. Dalam perkembangan berikutnya, nilai rupiah melemah dan menembus
angka Rp 10000,- per dollar AS. Kondisi ini semakin diperparah oleh para spekulan valuta
asing baik dari dalam maupun luar negeri yang memanfaatkan keuntungan sesaat, sehingga
kondisi ekonomi nasional semakin bartambah buruk. Memasuki tahun anggaran 1998/1999,
krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi lainnya. Banyak perusahaan yang tidak
mampu membayar utang luar negerinya yang telah jatuh tempo. Bahkan, banyak perusahan
yang mengurangi atau menghentikan sama sekali kegiatannya. Angka pengangguran
meningkat, sehingga daya beli dan kualitas hidup masyarakat pun semakin bertambah rendah.
Kondisi perekonomian semakin memburuk karena pada akhir tahun 1997 persediaan sembilan
bahan pokok (sembako) di pasaran mulai menipis. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai
melanda masyarakat, seperti di Irian Barat, Nusa Tenggara Timur, dan termasuk di beberapa
daerah di Pulau Jawa. Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi Indonesia tidak terlepas
dari masalah utang luar negeri, penyimpangan terhadap Pasal 33 UUD 1945, dan pola
pemerintahan yang sentralistik.
d. Krisis Kepercayaan
Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Berbagai aksi damai dilakukan para
mahasiswa dan masyarakat. Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa itu semakin
bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos
angkutan pada tanggl 4 Mei 1998.
Tuntutan akan reformasi semakin meningkat seiring semakin memburuknya krisis
ekonomi yang meluas menjadi krisis multidimensional dan semakin jelas bahwa Rezim (Orde
Baru) tidak mampu mereformasikan diri. Amien Rais dan Muhammadiyah merupakan salah
satu pengecam paling menonjol pada tahap ini. Demonstrasi mahasiswa semakin marak. ABRI
membiarkan selama demonstrasi dilakukan di dalam kampus (Ricklefs, 2008: 689).
Demonstrasi digulirkan sejak sebelum Sidang Umum (SU) MPR 1998 diadakan oleh
mahasiswa Yogyakarta dan menjelang serta saat diselenggarakan SU MPR 1998 demonstrasi
mahasiswa semakin menjadi-jadi di banyak kota di Indonesia termasuk Jakarta, sampai
akhirnya berlanjut terus hingga bulan Mei 1998. Insiden besar pertama kali adalah pada tanggal
2 Mei 1998 di depan kampus IKIP Rawamangun Jakarta karena mahasiswa dihadang Brimob
dan di Bogor karena mahasiswa non-IPB ditolak masuk ke dalam kampus IPB sehingga
bentrok dengan aparat.
Saat itu demonstrasi gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tingi di Jakarta
merencanakan untuk secara serentak melakukan demonstrasi turun ke jalan di beberapa lokasi
sekitar Jabotabek. Namun yang berhasil mencapai ke jalan hanya di Rawamangun dan di Bogor
sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan puluhan mahasiswa luka dan masuk rumah
sakit.
Setelah keadaan semakin panas dan hampir setiap hari ada demonstrasi tampaknya
sikap Brimob dan militer semakin keras terhadap mahasiswa apalagi sejak mereka berani turun
ke jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak
pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang
kali sejak awal orde baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang
dilanda krisis sejak tahun 1997.
Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di
Slipi. Dihadang oleh aparat kepolisian mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore
harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlangsung
sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan
orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka.
Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan
melakukan perusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta.
Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa. Jakarta geger dan
mencekam.
Mahasiswa-mahasiswa yang gugur sebagai pahlawan reformasi pada saat terjadinya Tragedi
Trisakti adalah Elang Mulya, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, Hery Hartanto.
2.2 Tragedi Trisakti Mei 1998
Dengan berbagai demontrasi yang terjadi pada bulan Mei 1998 tentunya memberikan
pukulan telak bagi rezim Soeharto. Bagimana tidak dengan adanya penembakan terhadap
mahasiswa Trisakti yang dilakukan oleh penembak jitu menambah kacau suasana di ibukota.
Ricklefs dalam bukunya menyatakan :
“pembunuhan mahasiswa Trisakti merupakan titik balik. Kematian mereka, bersama dengan
keruntuhan ekonomi, kebrutalan ABRI, korupsi rezim, dan kemustahilan akan adanya
reformasi, telah memporak-porandakan benteng terakhir keabsahan rezim dan ketertiban
sosial. Kerusuhan masal terjadi diberbagai tempat, dengan Jakarta dan Surakarta sebagai yang
terparah (Riclefs, 2008:689)”.
Kerusuhan masal yang kemudian dengan sebutan Peristiwa Mei 1998 itu pecah dengan
ganas dan mencekam setelah terjadinya pembakaran terhadap mahasiswa Universitas Trisakti
di Grogol, Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Berikut Kronologi Insiden Trisakti yang
didapatkan dari Pers Senat Mahasiswa Trisakti dan Arsip berita Kompas 13
Mei 1998 dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Trisakti {online} :
 10.30 -10.45
Aksi damai civitas akademika Universitas Trisakti yang bertempat di pelataran parkir
depan gedung M (Gedung Syarif Thayeb) dimulai dengan pengumpulan segenap civitas
Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas dan universitas serta karyawan.
Berjumlah sekitar 6000 orang di depan mimbar.
 10.45-11.00
Aksi mimbar bebas dimulai dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang
yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta mimbar bebas,
kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap
kondisi bangsa dan rakyat Indonesia sekarang ini.
 11.00-12.25
Aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen,
karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar.
 12.25-12.30
Massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat keamanan
tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut untuk turun (long march) ke
jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa
menuju ke pintu gerbang arah Jl. Jend. S. Parman.
 12.30-12.40
Satgas mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu gerbang) dan
mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan untuk tetap tertib pada
saat turun ke jalan.
 12.40-12.50
Pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan menuju Gedung
MPR/DPR melewati kampus Untar.
 12.50-13.00
Long march mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Walikota Jakarta
Barat oleh barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua lapis
barisan.
 13.00-13.20
Barisan satgas terdepan menahan massa, sementara beberapa wakil mahasiswa (Senat
Mahasiswa Universitas Trisakti) melakukan negoisasi dengan pimpinan komando aparat
(Dandim Jakarta Barat, Letkol (Inf) A Amril, dan Wakapolres Jakarta Barat). Sementara
negoisasi berlangsung, massa terus berkeinginan untuk terus maju. Di lain pihak massa yang
terus tertahan tak dapat dihadang oleh barisan satgas samping bergerak maju dari jalur sebelah
kanan. Selain itu pula masyarakat mulai bergabung di samping long march.
 13.20-13.30
Tim negoisasi kembali dan menjelaskan hasil negoisasi di mana long march tidak
diperbolehkan dengan alasan oleh kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas dan dapat
menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena mereka merasa aksinya tersebut
merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Dilain pihak pada saat yang hampir
bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas) sejumlah 4 truk.
 13.30-14.00
Massa duduk. Lalu dilakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Aksi damai
mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Wali Kota Jakbar. Situasi tenang tanpa
ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi membagikan
bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat dari Kodam
Jaya dan satuan kepolisian lainnya.
 14.00-16.45
Negoisasi terus dilanjutkan dengan komandan (Dandim dan Kapolres) dengan pula
dicari terobosan untuk menghubungi MPR/DPR. Sementara mimbar terus berjalan dengan
diselingi pula teriakan yel-yel maupun nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa tetap
tak bergeming. Yang terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit demi sedikit
massa mulai berkurang dan menuju ke kampus.
Polisi memasang police line. Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis tersebut.
 16.45-16.55
Wakil mahasiswa mengumumkan hasil negoisasi di mana hasil kesepakatan adalah baik
aparat dan mahasiswa sama-sama mundur. Awalnya massa menolak tapi setelah dibujuk oleh
Bapak Dekan FE dan Dekan FH Usakti, Adi Andojo SH, serta ketua SMUT massa mau
bergerak mundur.
 16.55-17.00
Diadakan pembicaraan dengan aparat yang mengusulkan mahasiswa agar kembali ke
dalam kampus. Mahasiswa bergerak masuk kampus dengan tenang. Mahasiswa menuntut agar
pasukan yang berdiri berjajar mundur terlebih dahulu. Kapolres dan Dandim Jakbar memenuhi
keinginan mahasiswa. Kapolres menyatakan rasa terima kasih karena mahasiswa sudah tertib.
Mahasiswa kemudian membubarkan diri secara perlahan-lahan dan tertib ke kampus. Saat itu
hujan turun dengan deras.
Mahasiswa bergerak mundur secara perlahan demikian pula aparat. Namun tiba-tiba
seorang oknum yang bernama Mashud yang mengaku sebagai alumni (sebenarnya tidak tamat)
berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah massa. Hal ini memancing
massa untuk bergerak karena oknum tersebut dikira salah seorang anggota aparat yang
menyamar.
 17.00-17.05
Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan aparat sehingga massa mengejar
ke barisan aparat tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan antara aparat dan massa
mahasiswa. Pada saat petugas satgas, ketua SMUT serta Kepala kamtibpus Trisakti menahan
massa dan meminta massa untuk mundur dan massa dapat dikendalikan untuk tenang.
Kemudian Kepala Kamtibpus mengadakan negoisasi kembali dengan Dandim serta Kapolres
agar masing-masing baik massa mahasiswa maupun aparat untuk sama-sama mundur.
 17.05-18.30
Ketika massa bergerak untuk mundur kembali ke dalam kampus, di antara barisan
aparat ada yang meledek dan mentertawakan serta mengucapkan kata-kata kotor pada
mahasiswa sehingga sebagian massa mahasiswa kembali berbalik arah. Tiga orang mahasiswa
sempat terpancing dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat diredam oleh
satgas mahasiswa Usakti.
Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang massa mahasiswa
dengan tembakan dan pelemparan gas air mata sehingga massa mahasiswa panik dan berlarian
menuju kampus. Pada saat kepanikan tersebut terjadi, aparat melakukan penembakan yang
membabi buta, pelemparan gas air mata dihampir setiap sisi jalan, pemukulan dengan
pentungan dan popor, penendangan dan penginjakkan, serta pelecehan seksual terhadap para
mahasiswi. Termasuk Ketua SMUT yang berada di antara aparat dan massa mahasiswa
tertembak oleh dua peluru karet dipinggang sebelah kanan.
Kemudian datang pasukan bermotor dengan memakai perlengkapan rompi yang
bertuliskan URC mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus dan sebagian naik ke
jembatan layang Grogol. Sementara aparat yang lainnya sambil lari mengejar massa
mahasiswa, juga menangkap dan menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu
membiarkan begitu saja mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan. Aksi penyerbuan
aparat terus dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke depan gerbang Trisakti.
Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah
mahasiswa yang berlarian di dalam kampus.
Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan
membuat formasi siap menembak dua baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah
mahasiswa yang ada di dalam kampus. Dengan tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan
jatuhnya korban baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam
kampus tiga orang dan satu orang lainnya di rumah sakit beberapa orang dalam kondisi kritis.
Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada lima belas orang. Yang luka
tersebut memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
Aparat terus menembaki dari luar. Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus.
 18.30-19.00
Tembakan dari aparat mulai mereda, rekan-rekan mahasiswa mulai membantu
mengevakuasi korban yang ditempatkan di beberapa tempat yang berbeda-beda menuju
RS.
 19.00-19.30
Rekan mahasiswa kembali panik karena terlihat ada beberapa aparat berpakaian gelap
di sekitar hutan (parkir utama) dan sniper(penembak jitu) di atas gedung yang masih dibangun.
Mahasiswa berlarian kembali ke dalam ruang kuliah maupun ruang ormawa ataupun tempat-
tempat yang dirasa aman seperti musholla dan dengan segera memadamkan lampu untuk
sembunyi.
 19.30-20.00
Setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar dari
ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian pemulangan mereka ke
rumah masing- masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol.Arthur Damanik,
yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar secara
sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman.
 20.00-23.25
Walau masih dalam keadaan ketakutan dan trauma melihat rekannya yang jatuh korban,
mahasiswa berangsur-angsur pulang.
Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber Waras. Jumpa pers oleh pimpinan
universitas. Anggota Komnas HAM datang ke lokasi
 01.30
Jumpa pers Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin di Mapolda Metro Jaya.
Hadir dalam jumpa pers itu Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Kapolda Mayjen
(Pol) Hamami Nata, Rektor Trisakti Prof. Dr. R. Moedanton Moertedjo, dan dua anggota
Komnas HAM AA Baramuli dan Bambang W Soeharto.
Sementara Soeharto pergi ke Kairo untuk menghadiri konfrensi puncak pada tanggal 7
Mei 1998, namun segera kembali tanggal 15 Mei 1998 (Ricklefs, 2008:690). Dan setibanya di
Jakarta demonstrasi semakin merajalela setelah kejadian pembunuhan mahasiswa Trisakti.
Penjarahan dan pembakaran terjadi hampir di seluruh sudut kota Jakarta dan kota-kota lainnya.
Yang menjadi objeknya kebanyakan adalah toko warga masyarakat etnis Tiongkhoa. Lebih
dari seribu orang tewas di Jakarta karena kerusuhan yang terjadi antara 13-15 Mei. Asvi
Warman Adam dalam bukunya mengatakan “waktu pembakaran hampir pada waktu yang
bersamaan pada titik-titik yang jauh jaraknya. Terkesan bahwa peristiwa itu direkayasa
sungguh pun tidak terbukti siapa provokatornya (Asvi Warman Adam, 2009:54).”
Pada tanggal 18 Mei, Harmoko, ketua MPR, terang-terangan meminta Soeharto untuk
mengundurkan diri demi kepentingan Nasional. Pada tanggal 19 Mei, Soeharto bertemu dengan
sembilan pemimpin Islam terkemuka termasuk Abdurahman Wahid dan Nurholish Madjid,
namun tidak mengikutsertakan Amin Rais. Soeharto meminta pendapat mereka apakah dia
memang seharusnya turun jabatan (Ricklefs, 2008:691).
Pada tanggal 20 Mei direncanakan rapat akbar dilapangan Monas Jakarta. Subuh hari,
Amin Raies mengatakan rapat itu batal. Mahasiswa yang sudah pergi ke Monas mengalihkan
rute demontrasinya ke Gedung MPR/DPR yang waktu itu tidak begitu mendapatkan penjagaan
yang ketat karena aparat keamanan bersiap di Monas. Gedung MPR/DPR berhasil dikuasai
mahasiswa. Siang harinya, 14 Mentri menyatakan tidak bersedia duduk dalam kabinet baru
yang dibentuk Soeharto. Ini tikaman terakhir dari pembantu dekat Soeharto (Asvi Warman
Adam, 2009:54-55).
Akhirnya, pada pagi hari tanggal 21 Mei 1998, awak televisi dipanggil ke istana negara
untuk mengabadikan momen pengunduran diri Soeharto (Ricklefs, 2008:691). Dalam waktu
yang bersamaan pula wakil presiden yaitu B.J Habibie dilantik menjadi Presiden.
2.3 Dampak Tragedi Trisakti Mei 1998
Dalam Tragedi Trisakti Mei 1998, kita dapat melihat bagaimana perjuangan mahasiswa
di Indonesia dengan turun kejalan. Mahasiswa bergerak dari kampus-kampus bukan hanya di
Jakarta saja, hingga akhirnya suara Reformasi dapat lahir. Namun, tidak dapat dipungkiri
bahwa gerakan mahasiswa Trisakti 1998 dengan terbunuhnya 4 mahasiswanya menjadi kasus
beli bagi munculnya gerakan mahasiswa yang jauh lebih besar lagi. Dampak yang ditimbulkan
dari Tragedi Trisakti Mei 1998 bukan hanya berdampak bagi kampus Trisakti tetapi juga
berimbas kepada hal lainnya.
2.3.1 Dampak Insiden Trisakti 1998 Terhadap Pemerintahan Orde Baru
Berikut dipaparkan dalam bagian ini mengenai dampak insiden Trisakti terhadap
pemerintah berdasarkan kronologi :
A. Sabtu, 16 Mei 1998
Menurut penulis skripsi (Siti Jubaedah, 2010:122) pukul 09.00 Presiden Soeharto
menerima delegasi guru besar Universitas Indonesia yang dipimpin oleh Rektor UI Usman
Budisantoso di Jl. Cendana. Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara menegaskan bahwa
menjadi Presiden bukan keinginannya tetapi sebagai wujud rasa tanggung jawab sebagai
mandataris MPR (Pambudi, 2009:12).
Pukul 11.00 presiden menerima pimpinan DPR untuk mengadakan rapat konsultasi.
Pada saat itu yang hadir adalah Harmoko (Ketua), Ismail Hasan Matareum (Wakil), Syarwan
Hamid (wakil), Abdul Gafur (wakil), dan Sekjen DPR RI Afif Mafoef (Pambudi, 2009:12).
Dalam kesempatan itu Presiden soeharto menegaskan tiga hal yaitu :pertama, mempersiapkan
kelanjutan jalannya reformasi, kedua, memperbaiki kinerja pemerintah dengan melakukan
reshuffle cabinet. Dan terakhir, Presiden akan menggunakan wewenang untuk melindungi
keamanan rakyat dengan Tap MPR No.5/1998(Pambudi, 2009:13).
B. Minggu, 17 Mei 1998
Rapat menteri bidang Polkam digelar untuk menanggapi meluasnya gejolak unjuk rasa.
Disamping itu pemerintah asing mulai memerintahkan evakuasi terhadap warganya yang masih
berada di Indonesia, serta melarang warganya untuk berkunjung ke Indonesia. Perintah tersebut
datang dari pemerintahan Amerika Serikat, Jerman, Taiwan, China, Australia, dan Filipina
(Pambudi, 2009:14). Travel Warning yang diberikan beberapa negara terhadap Indonesia
memang sangat masuk akal karena yang menjadi sasaran anarkis masa tidak dapat ditebak.
Segala hal bisa menjadi korban luapan kemarahan masa.
C. Senin, 18 Mei 1998
Pada hari ini juga, Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres No. 16/1998 yang
memberikan kewenangan untuk mengatasi segala tindakan yang dianggap perlu guna
mengatasi kekacauan. Inpres ini diberikan kepada Pangab Jenderal Wiranto (Pambudi,
2009:15). Intruksi Presiden No.16 Tahun 1998 yaitu mengenai pembentukan sebuah badan
yang bernama Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional (KOPKKN) dan
Panglima ABRI ditunjuk sebagai panglimanya (Subroto, 2009:5).
Mengutip penulis skripsi yang dikutip dari buku Kontroversi Kudeta Prabowo, dibawah
ini adalah pernyataan ketua MPR/DPR Harmoko yang dibacakan saat memberikan keterangan
pers.
“… Pimpinan dewan, baiknya ketua maupun wakil-wakil ketua, mengharapkan demi persatuan
dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri”.

Pukul 19.50 sebagai reaksi atas keterangan pers pimpinan DPR/MPR , Jenderal TNI Wiranto
menyampaikan pernyataan pers. Isinya antara lain:
“… Memahami bahwa pernyataan pimpinan DPR RI agar Presiden Soeharto mengundurkan
diri adalah sikap dan pendapat individual, meskipun disampaikan secara kolektif. Sesuai
dengan konstitusi, pendapat seperti itu tidak memiliki ketetapan hukum (Pambudi, 2009:15)”.
Sementara itu ribuan masa berhasil masuk Gedung DPR/MPR RI untuk melakukan
tekanan-tekanan terhadap MPR agar Soeharto turun dari jabatannya. Pendudukan gedung
MPR/DPR RI adalah peristiwa monumental dalam proses pelengseran Soeharto dari tampuk
kekuasaan Presiden dan tuntutan reformasi. Dalam peristiwa ini ribuan mahasiswa dari
berbagai kampus bergabung menduduki gedung MPR/DPR.
D. Selasa, 19 Mei 1998
Penjelasan Presiden Soeharto di depan pers disambut kekecewaan oleh para pejabat dan
Staf Wapres, bahkan asisten Wapres Ahmad Watik Pratinya mengatakan “Pak Harto telah
menghianati BJ. Habibie sekaligus mengabaikan berlakunya pasal 8 UUD 1945, karena tidak
mempercayai Wakil Presiden dan disampaikan secara terbuka kepada masyarakat bahwa
presiden sanksi apakah Wakil Presiden dapat melanjutkan tugas-tugasnya, apakah nanti tidak
menjadi sasaran demonstrasi, apakah nanti juga harus mengundurkan diri (Baharuddin,
2006:28)”.
E. Rabu, 20 Mei 1998
Berdasarkan pada buku Kontroversi Kudeta Prabowo halaman 21 setelah diskusi
hangat, maka pada pukul 22.45 WIB dicapai kesimpulan yaitu :
a. Susunan kabinet diterima sebagai kenyataan.
b. Menyetujui keputusan presiden ditandatangani Pak Harto.
c. Pelantikan dilaksanakan oleh Pak Habibie.
Untuk melaporkan hasil sidang ad Hoc itu, BJ Habibie mencoba menghubungi
Presiden Soeharto tetapi Presiden Soeharto tidak bersedia berbicara dengan BJ Habibie.
Presiden Soeharto malah menugaskan Mensesneg Saadillah Mursyid untuk menyampaikan
bahwa esok harinya (21 Mei 1998) pukul 10.00 WIB Pak Harto akan mengundurkan diri
sebagai Presiden. Sesuai UUD 45’ Presiden menyerahkan kekuasaan dan tanggung jawab
kepada wakil presiden di Istana Merdeka (Bahruddin, 2006:41).
F. Kamis, 21 Mei 1998
Susunan kabinet baru akan diumumkan esok harinya. Setelah upacara pelantikan,
Presiden BJ Habibie kembali ke kediamannya di Kuningan Jakarta untuk memantau
perkembangan situasi terbaru lewat internet. Pukul 22.00 diadakan pertemuan untuk
membentuk Kabinet reformasi pembangunan. Letjen Prabowo bersama Mayjen Muchdi PR
menghadap Habibie pukul 23.00 di Kuningan dengan membawa konsep susunan kabinet
Habibie yang disiapkan oleh Mayjen Kivlen Zen, Fadli Zon dan Din Samsuddin. Hal ini berani
dilakukan Letjen Prabowo karena kedekatannya dengan Habibie selama ini. Prabowo punya
andil mendukung Habibie menjadi Wakil Presiden (Zen, 2004:89-90). Akhirnya pada pukul
01.30 kabinet reformasi pembangunan terbentuk. Pukul 01.45 pertemuan ditutup (Pambudi,
2007:22).
Pada tahun 1998, Rezim Soeharto runtuh ditengah-tengah suasana yang mirip dengan
suasana kelahirannya di tahun 1965-1966, yaitu ditengah-tengah krisis ekonomi, kerusuhan,
dan pertumpahan darah dijalan (Ricklef, 2008:659). Soeharto telah mundur dari kursi presiden
RI. ABRI meminta para mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR RI untuk pulang dan
pada tanggal 23 Mei, para mahasiswa pun menuruti perintah itu (Ricklef, 2008:692).
2.3.2. Dampak Tragedi Trisakti Mei 1998 Terhadap Kampus Trisakti
Menurut penulis skripsi (Siti Jubaedah, 2006:130) Dampak gerakan mahasiswa Trisakti
pada Mei 1998 menyebabkan banyak persoalan bagi Universitas Trisakti. Selain harus
kehilangan empat mahasiswanya karena ditembaki aparat, pengusutan kasus penembakan
tersebut belum selesai hingga sekarang. Pernyataan yang paling penting adalah sebenarnya
siapakah yang paling harus bertanggung jawab atas peristiwa tersebut? namun jawaban itu
belum pasti karena pengusutannya pun belum tuntas hingga saat ini.
Majalah time edisi Asia juga termasuk yang secara detail menggambarkan suasana
penembakan mahasiswa Trisakti. Sejak awal majalah ini menuliskan bahwa para penembak
adalah satuan dari polisi. Time bahkan menyaksikan dua polisi yang menembak secara sporadis
sementara seorang dibelakangnya mengambil jaket-jaket peluru yang jatuh ke aspal (Zon,
2009:68).
Gedung M. Sjarief Thayeb kampus Universitas Trisakti, Jakarta menjadi saksi bisu,
bagaimana aparat keamanan melalui selongsongan peluru yang membubarkan barisan
mahasiswa, saat melakukan aksi mimbar bebas 12 Mei 1998 lalu. Peristiwa ini juga
mengakibatkan gedung-gedung maupun pertokoan rusak dan hancur oleh kekacauan amukan
mahasiswa yang demonstrasi pada pemerintahan. Begitu banyak korban yang harus dirawat di
Rumah Sakit. Polisi maupun Brimob yang mengurusi keamanan akhirnya tidak bisa
dikendalikan dengan baik yang kemudian terpaksa dengan menembaki mahasiswa dan
masyarakat.
Mahasiswa yang gugur sebagai pahlawan reformasi pada saat terjadinya Tragedi
Trisakti adalah:
 Elang Mulya Lesmana
Lahir 5 Juli 1978, anak kedua dari 3 bersaudara. Ia gemar melukis. Itulah yang
mendasarinya memilih jurusan arsitektur. Elang tercatat sebagai mahasiswa angkatan tahun
1996. Elang, yang tertembak dihalaman gedung Dr. Sjarief Thayeb, bukanlah aktivis dan tidak
aktif di senat mahasiswa (wawancara John Mohammad/3/8/2010).
Hafidin Royan
Yang kerap dipanggil Idhin adalah mahasiswa jurusan Teknik Sipil, kelahiran Bandung
28 September 1976. Idhin yang dijuluki Ustad oleh teman-temannya, seorang aktivis yang
vocal. Beberapa hari sebelum berpulang, ibunya sempat bertanya kapan ia akan mudik ke
Bandung. Idhin menjawab, akan pulang Rabu, 13 Mei 1998. Dan ia memang pulang, tapi sudah
dalam keadaan terbujur kaku (wawancara John Mohammad/3/8/2010).
Hendriawan Sie
Mahasiswa jurusan Manajemen, perantau asal Balikpapan, Kalimantan Timur. Hendri
adalah putra tunggal dari pasangan Hendrik Sie dan Karsiyah, kelahiran 3 Mei 1998. Kepada
kakeknya, ia selalu mengatakan akan selalu berada digaris depan dalam setiap aksi demonstrasi
(wawancara John Mohammad/3/8/2010).
Hery Hartanto
Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Trisakti angkatan 1995. Ia dikenal dengan getol
berwirausaha. Sebelum nyawanya terenggut, Heri sempat mengajukan pinjaman kredit sebesar
Rp. 200 juta untuk usahanya. Sebagai usaha yang tak pernah ia wujudkan (wawancara John
Mohammad/3/8/2010).

Kini, museum tragedi itulah yang menyampaikan aspirasi, perjuangan pengorbanan


mereka hingga titik darah penghabisan. Berbagai barang kenangan almarhum juga terpajang
disebuah meja kaca. Catatan kuliah, sepatu, pakaian, dan topi. Saksi bisu perjuangan mereka,
yang hidupnya diakhiri sebuah peluru.
Monumen Tragedi Trisakti adalah sebuah monument yang dibangun sebagai
penghargaan bagi keempat mahasiswa Trisakti yang meninggal di dalam kampus sebagai
pahlawan reformasi. Monument Trisakti dibangun empat pilar utama yang mencirikan empat
orang mahasiswa yang tewas ketika peristiwa 12 Mei 1998. Dalam setiap pilar terdapat satu
bentuk cekungan sebagai symbol tembakan yang diterima oleh para korban, apabila cekungan
tersebut berada diatas hal tersebut seolah menjelaskan bahwa tembakan yang diterima di bagian
kepala (Siti Jubaedah, 2006:134 dalam wawancara John Mohammad/3/8/2010).
Pada tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyarakat bergerak
menuju ke gedung DPR atau MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada
yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan
juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan
mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok pertama kali di daerah Slipi dan puluhan
mahasiswa masuk rumah sakit. Satu orang pelajar, yaituLukman Firdaus, terluka berat dan
masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia
(http://semanggipeduli.com/Sejarah/frame/semanggi.html).
Yang kemudian akan disusul peristiwa semanggi 1 dan semanggi 2 yang
mengakibatkan peristiwa ini, sejumlah petinggi TNI Polri sedang diburu hukum. Mereka
adalah Jenderal Wiranto (Pangab), Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin (mantan Pangdam Jaya), Irjen
(Pol) Hamami Nata (mantan kapolda Metro Jaya), Letjen Djaja Suparman (mantan Pangdan
jaya) dan Noegroho Djajoesman (mantan Kapolda Metro Jaya)
(http://dwisetiyono23.blogspot.com/2011/02/tragedi-trisakti-semanggi-1-dan-2.html).

2.3.3. Dampak gerakan mahasiswa Trisakti 1998 terhadap perubahan sosial di


Masyarakat Indonesia
Mengutip dari Skripsi Siti Jubaedah Halaman 139-141 mengatakan bahwa Proses
reformasi pada tahun 1998 telah berdampak besar dalam kehidupan masyarakat di Indonesia
secara umum. Pertama, yang paling dapat dirasakan dan dapat dilihat dengan jelas adalah
jatuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Selama berkuasa, Rezim Orde
Baru telah menjadi orde kekerasan, yang selalu mengedapankan tindakan represif dalam
menjaga kelanggengan kekuasaannya. Mundurnya Presiden Soeharto sebagai symbol dari
Orde Baru telah menjadi tolak ukur dari perubahan tersebut.
Kedua, seiring dengan jatuhnya Rezim Orde Baru maka berdampak pada struktur
pemerintah. Ketiga, perubahan system politik di Indonesia. Walaupun sering dikatakan bahwa
paham yang dianut oleh system politik di Indonesia adalah demokrasi, ini jauh berbeda dengan
apa yang dirasakan oleh masyarakat. Perbedaan pendapat kerap kali dianggap mengganggu
stabilitas nasional, menjadi hal yang dilarang pada masa Orde Baru. Perubahan sosial juga
mempengaruhi sistem nilai, sikap, dan perilaku dalam sistem masyarakat di Indonesia. Dalam
konteks Reformasi pada tahun 1998 terjadi perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam
kehidupan sehari-hari. Pengekangan yang dulu dilakukan pada masa Rezim Orde Baru
diberbagai bidang berangsur-angsur sudah mulai dihilangkan. Sebagai salah satu contohnya
kebebasan berpendapat yang dilarang sekarang sudah mulai terbuka. Kemudian, mulai
dilindungi Hak Asasi Manusia menjadi salah satu indikator perubahan sosial di Indonesia
setelah jatuhnya Orde Baru.
Perubahan yang diharapkan dalam gerakan mahasiswa adalah sebuah perubahan yang
menyeluruh di masyarakat. Tujuannnya adalah semua kebijaksanaan politik dan ekonomi
berada ditangan rakyat. Walaupun pada akhirnya gerakan mahasiswa di Indonesia menjadi
gerakan moral yang menyuarakan masalah-masalah sosial masyarakat kemudian berubah
menjadi sebuah gerakan politik. Gerakan mahasiswa sebaiknya kembali menjadi gerakan yang
mempunyai pandangan lebih mendalam pada berbagai masalah sosial yang melanda bangsa ini
(Siti Jubaedah, 2006:139-141).
BAB III
PENUTUP

Gerakan mahasiswa muncul ketika golongan terpelajar yang memiliki pemikiran jauh
kedepan melihat keadaan negara yang sedang kacau. Krisis multidimensi yang melanda
Indonesia menjadi penyebab inti timbulnya demontrasi besar-besaran hampir di seluruh
wilayah Indonesia yang dimulai oleh mahasiswa. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para
mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
 Adili Soeharto dan kroni-kroninya,
 Laksanakan amandemen UUD 1945,
 Penghapusan Dwi Fungsi ABRI,
 Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya,
 Tegakkan supremasi hukum,
 Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.
Dengan tuntutan-tuntutan diatas mahasiswa tidak hanya melakukan aksi di dalam
kampus tetapi juga turun ke jalan. Begitu juga dengan mahasiswa Trisakti. Mereka melakukan
aksi hingga terjadi bentrok dengan aparat keamanan dan terjadilah penembakan terhadap 4
mahasiswa Trisakti. Dengan adanya penembakan tersebut maka suasana hampir di seluruh
Indonesia mulai bergejolak. Terutama di Jakarta, mahasiswa semakin lantang menyuarakan
aspirasinya dan banyak terjadi bentrokan-bentrokan hingga ada juga oknum yang
memanfaatkan situasi tersebut dengan melakukan penjarahan ataupun perampokan.
Mahasiswa yang tergabung dalam Forkot (forum kota) berhasil menduduki gedung
DPR dan MPR dan dari sanalah berhasil mendesak Soeharto lengser dari kursi Presidennya.
Struktur dan tatanan pemerintah juga ikut berubah. Selain itu di masyarakat juga terjadi
perubahan sosial. Dimana masyarakat yang tadinya kurang memiliki kebebasan dalam
menyuarakan aspirasi akibat resresifnya pemerintah menjadi terbuka. Kemudian, mulai
dilindungi Hak Asasi Manusia menjadi salah satu indikator perubahan sosial di Indonesia
setelah jatuhnya Orde Baru. Satu catatan yang harus digaris bawahi dari peristiwa tersebut
bahwa mahasiswa sebagai agen perubahan jangan hanya menyuarakan hal-hal yang berbau
politik saja tetapi sebaiknya juga memberikan porsi lebih untuk menyuarakan nasib
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku :
Adam, Asvi Warman. (2009). Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Pelaku dan Peristiwa.
Jakarta : Kompas
Baharudin, JH. (2006). Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju
Demokrasi. Jakarta: TCH Mandiri.
Pambudi, A. (2007). Kontroversi Kudeta Prabowo. Yogyakarta: Media Pressindo.
Poesponegoro, MD dan Nugroho Notosusanto. (1993). Seajarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta :
Balai Pustaka.

Prasetyantoko, A dan Ign. Wahyu Indriyo. (2001). Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi di
Indonesia. Bandung: Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan Supremasi Hukum.
Ricklef, MC. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta : Serambi.

Zen, Kiplan. (2004). Konflik dan Integrasi TNI AD. Jakarta: Instute for Policy Studies.

Zon, Fadli. (2009). Politik Huru Hara Mei 1998. Jakarta : Instute for Policy Studies

Sumber Skripsi :
Jubaedah, S.(2010). Gerakan Mahasiswa: kajian tentang peranan mahasiswa universitas trisakti pada
mei 1998 dalam proses pergantian kekuasaan orde baru. Skripsi Sarjana pada Jurusan
pendidikan sejarah, fakultas pendidikan ilmu pengetahuan sosial, universitas pendidikan
indonesia Bandung : tidak diterbitkan.

Sumber Internet :
Dwisetiyono. (2011). Tragedi Trisakti dan Semanggi. [online] Tersedia dalam
:http://dwisetiyono23.blogspot.com/2011/02/tragedi-trisakti-semanggi-1-dan-2.html
[27 Oktober 2012.
Sejarah Indonesia (1996-1998), [online] Tersedia dalamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Orde_baru
[27 Oktober 2012].
Siaran Pers Senat Mahasiswa Trisakti dan Arsip berita Kompas 13 Mei 1998, [online] Tersedia
dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Trisakti [27 Oktober 2012].
Solikha, N. (2003). Kejatuhan Orde Baru. [online] Tersedia dalam
:http://semanggipeduli.com/Sejarah/frame/semanggi.html [27 Oktober 2012].

Anda mungkin juga menyukai