Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

ISPA
Makalah disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu : Ari Setyawati., M.Kep

Disusun oleh:

1. Bunga Mahsa Daffa /2020270009


2. Maflikhatul Efa /2020270010

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UMIVERSITAS SAINS AL QUR’AN WONOSOBO DI JAWA TENGAH

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta
salam kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing
kita dari zaman jahiliyah hingga saat ini.

Makalah yang berjudul Kasus Asuhan Keperawatan Anak dengan ISPA ini ditulis
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak I. Adapaun, penyusunan
makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu,kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam makalah ini. Kami pun berharap pembaca dapat memberikan kritik
dan sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami bisa membuat yang lebih sepurna lagi.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa disebutkan
satu-persatu atas bantannya dalam penyusunan makalah ini.

Wonosobo, 25 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH

BAB II : PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI PERNAFASAN


B. PENGERTIAN ISPA
C. KLASIFIKASI ISPA
D. ETIOLOGI ISPA
E. FAKTOR RISIKO ISPA
F. TANDA DAN GEJALA ISPA
G. PATOFISIOLOGI ISPA
H. PATHWAY
I. PENATALAKSANAAN
a. PENCEGAHAN
b. PENATALAKSANAAN MEDIS
c. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
K. KOMPLIKASI
a. OTITIS MEDIA AKUT (OMA)
b. RINOSINUSITIS
c. PNEUMONIA
d. EPISTAKSIS
e. KONJUNGTIVIS
f. FARINGITIS
L. ASUHAN KEPERAWATAN
a. DIAGNOSA KEPERAWATAN
b. INTERVENSI KEPERAWATAN

BAB III

A. KESIMPULAN
B. DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG

Menurut Riskedes (2013) penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih
menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk diperhatikan, karena
merupakan penyakit akut yang dapat menyebabkan kematian pada balita di berbagai negara
berkembang termasuk Indonesia.

ISPA berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah,darah,bersin
maupun udara pernafasan yang mengandung kuman. ISPA diawali dengan gejala seperti pilek
biasa, batuk, demam, bersin-bersin, sakit tenggorokan, sakit kepala, secret kental, nausea,
muntah dan anoreksia (Wijayaningsih,2013).

Jika telah terjadi infeksi maka anak mengalami kesulitan bernafas dan bila tidak segera
ditangani, penyakit ini bisa semakin parah menjadi pneumonia yang menyebabkan kematian (
IDAI,2015).

B RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana Anatomi fisiologi ISPA
b. Bagaimana Pengertian ISPA
c. Bagaimana Klasifikasi ISPA
d. Bagaimana Etiologi ISPA
e. Bagaimana Faktor risiko ISPA
f. Bagaimana Tanda dan gejala ISPA
g. Bagaimana Patofisiologi ISPA
h. Bagaimana Penatalaksanaan
i. Bagaimana Penatalaksanaan Penunjang
j. Bagaimana Komplikasi ISPA
k. Bagaimana Asuhan Keperawatan ISPA
BAB II

PEMBAHASAN
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN
a. ANATOMI SISTEM PERNAFASAN
Saluran nafas adalah tabung atau pipa yang mengangkut udara antara atmosfer
dan kantong udara (alveolus). Saluran pernafasan terdiri dari (Sherwood, 2014):
1. Hidung (nasal)
Hidung adalah gerbang utama keluar masuknya udara setiap kali Anda
bernapas. Dinding dalam hidung ditumbuhi rambut-rambut halus yang
berfungsi menyaring kotoran dari udara yang Anda hirup.Selain dari hidung,
udara juga bisa masuk dan keluar dari mulut. Biasanya, bernapas lewat mulu
dilakukan ketika Anda membutuhkan udara yang lebih banyak (saat ngos-
ngosan karena berolahraga) atau saat hidung sedang mampet tersumbat karena
pilek dan flu.

2. Faring

Faring (tenggorokan bagian atas) adalah tabung di belakang mulut dan


rongga hidung yang menghubungkan keduanya ke saluran pernapasan lain,
yaitu trakea. Sebagai bagian dari sistem respirasi manusia, faring berfungsi
menyalurkan aliran udara dari hidung dan mulut untuk diteruskan ke trakea
(batang tenggorokan).

3. Laring (kotak suara)

Laring adalah rumah bagi pita suara. Letaknya tepat di bawah


persimpangan saluran faring yang membelah menjadi trakea dan
kerongkongan. Laring memiliki dua pita suara yang membuka saat kita
bernapas dan menutup untuk memproduksi suara. Saat kita bernapas, udara
akan mengalir melewati dua pita suara yang berimpitan sehingga
menghasilkan getaran. Getaran inilah yang menghasilkan suara.

4. Trakea

Trakea atau batang tenggorokan adalah tabung berongga lebar yang


menghubungkan laring (kotak suara) ke bronkus paru-paru. Panjangnya
sekitar 10 cm dan diameternya kurang dari 2,5 cm. Trakea memanjang dari
laring hingga ke bawah tulang dada (sternum), dan kemudian membelah
menjadi dua tabung kecil yang disebut bronkus. Setiap sisi paru-paru memiliki
satu bronkus.
5. Paru – paru
Paru-paru kiri orang dewasa memiliki berat sekitar 325-550 gram.
Sementara itu, paru-paru kanan punya berat sekitar 375-600 gram. Masing-
masing paru dibagi menjadi beberapa bagian, yang disebut dengan lobus,
yaitu:

1. Paru-paru kiri terdiri atas dua lobus. Jantung berada dalam alur (takik
jantung) yang terletak di lobus bawah.
2. Paru-paru kanan memiliki tiga lobus. Itu sebabnya, paru-paru kanan
punya ukuran dan berat yang lebih besar dibandingkan dengan paru-
paru bagian kiri

Berikut adalah bagian-bagian dalam Paru-paru :

a) Pleura
Pleura adalah membran (selaput) tipis berlapis ganda yang melapisi paru-paru.
Lapisan ini mengeluarkan cairan (pleural fluid) yang disebut dengan cairan
serous. Fungsinya untuk melumasi bagian dalam rongga paru agar tidak
mengiritasi paru saat mengembang dan berkontraksi saat bernapas.

b) Bronkus
Adalah cabang batang tenggorokan yang terletak setelah tenggorokan (trakea)
sebelum paru-paru. Bronkus merupakan saluran udara yang memastikan udara
masuk dengan baik dari trakeake alveolus. Selain sebagai jalur masuk dan
keluarnya udara, bronkus juga berfungsi mencegah infeksi.Hal ini dikarenakan
bronkus dilapisi oleh berbagai jenis sel, termasuk sel yang bersilia (berambut)
dan berlendir. Sel-sel inilah yang nantinya menjebak bakteri pembawa penyakit
untuk tidak masuk ke dalam paru-paru.

c) Bronkiolus
Bronkiolus adalah cabang terkecil dari bronkus yang tidak memiliki kelenjar
atau tulang rawan. Bronkiolus berfungsi menyalurkan udara dari bronkuske
alveoli. Selain itu bronkiolus juga berfungsi untuk mengontrol jumlah udara
yang masuk dan keluar saat proses bernapas berlangsung.

d) Alveolus
Bagian dari anatomi paru yang satu ini merupakan kelompok terkecil yang
disebut kantung alveolus di ujung bronkiolus. Setiap alveoli adalah rongga
berbentuk cekung yang dikelilingi oleh banyak kapiler kecil. Paru-paru
menghasilkan campuran lemak dan protein yang disebut dengan surfaktan
paru-paru. Campuran lemak dan protein ini melapisi permukaan alveoli dan
membuatnya lebih mudah untuk mengembang dan mengempis pada setiap
tarikan napas Bronkiolus berfungsi menyalurkan udara dari bronkuske alveoli.
Selain itu bronkiolus juga berfungsi untuk mengontrol jumlah udara yang
masuk dan keluar saat proses bernapas berlangsung.Setelah itu, karbondioksida
yang merupakan produk limbah dari sel-sel tubuh mengalir dari darah ke
alveoli untuk diembuskan keluar.

b. FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN


Fungsi utama respirasi adalah memperoleh oksigen untuk digunakan oleh sel
tubuh dan mengeluarkan karbon dioksida yang diproduksi oleh sel. Paru memiliki
peran utama dalam proses pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida antara udara
dan darah. Anatomi jalan nafas, mekanik otot pernafasan dan kerangka costae, sifat
alami alveolus kapiler, sirkulasi pulmonal, metabolisme jaringan dan kontrol
neuromuskular terhadap ventilasi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertukaran gas. Udara memasuki paru saat tekanan di dalam rongga thoraks lebih
rendah dibandingkan tekanan atmosfer. Saat inspirasi, tekanann negatif di dalam
rongga thorax terjadi akibat kontraksi dan gerakan diafragma ke arah bawah. Otot otot
aksesori pernafasan tidak digunakan saat seseorang bernafas tennag, namun digunakan
saar olahraga atau dalam keadaan sakit untuk memperbesar rongga toraks. Ekshalasi
pada umumnya merupakan suatu proses pasif tetapi pada ekshalasi aktif, otot-otot
abdomen dan intercostal internal ikut terlibat (Carter dan Marshall, 2014).
Resistensi jalan napas dipengaruhi oleh diameter dan panjang saluran
respiratori, viskositas gas daan sifat alami aliran udara. Saat bernafas tenang, aliran
udara di saluran respiratori kecil biasanya bersifat laminar dan resistensi berbanding
terbalik dengan pangkat empat dari diameter saluran pernafasan. Pada frekuensi
respiratori yang lebih tinggi aliran turbulen terutama di saluran pernafasan besar,
meningkatkan resistensi. Perubahan yang relatif kecil pada diameter saluran respiratori
dapat menyebabkan perubahan resistensi yang besar. Volume gas yang ada di dalam
paru disebut dengan residual fungsional (KRF). Volume gas ini mempertahankan
pertukaran oksigen selama ekshalasi. Daya mengembang paru merupakan besaran
yang menyatakan sejauh mana paru mudah untuk dikembangkan. Kondisi-kondisi
yang yang menurunkan daya mengembang paru dapat menyebabkan penurunan KRF.
Sebaliknya, KRF dapat meningkat pada penyakit paru obstruktif akibat
terperangkapnya gas di dalam paru. Selama pernafasan tidak normal, volume paru
biaanya berada di rentang tengah inflasi. Volume residual (VR) adalah volume gas
yang tersisa dalam paru di akhir ekshalasi maksimal, sedangkan kapasitas paru total
(KPT) adalah volume gas di dalam paru di akhir inhalasi maksimal. Kapasitas vital
adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru dan merupakan
selisih antara KPT dan VR (Carter dan Marshall, 2014).
Ventilasi alveolar didefinisikan sebagai pertukaran karbon dioksida antara
alveoli dan lingkungan eksternal. Pada kondisi normal, sekitar 30% udara pernafasan
mengisi jalan nafas yang tidak berfungsi dalam pertukaran udara (ruang rugi
anatomik). Mengingat ruang rugi anatomik relatif konstan, peningkatan volume tidal
dalam meningkatkan efiisiensi ventilasi. Sebaliknya, jika volume tidal berkurang,
rasio ruang rugi per volume tidal meningkat, sehingga ventilasi alveolar akan
menurun. Pertukaran gas tergantung pada ventilasi alveolar, aliran darah kapiler paru
dan difusi melalui membran alveolar kapiler. Pertukaran karbon dioksida ditentukan
oleh ventilasi alveolar, sedangkan pertukaran oksigen terutama ditentukan oleh
kesesuaian ventilasi dengan aliran darah paru (Carter dan Marshall, 2014).

B. PENGERTIAN ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit akut yang menyerang satu
atau lenih dari saluran pernafasan, mulai dari saluran pernafasan atas (hidung) sampai saluran
pernafasan bawah (alveoli) beserta jaringan adneksa lainnya seperti sinus- sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. ISPA yang mengenai jaringan paru-paru akan mengakibatkan ISPA
berat dan dapat menjadi pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit yang banyak diderita
balita sehingga dapat mengakibatkan kematian sekitar 80-90%. Penyakit saluran pernafasan
pada masa balita dan anak-anak dapat member kecacatan sampai pada masa dewasa
ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD).

Menurut Tandi (2018), ISPA dapat disebabkan oleh berbagai macam organism, namun
yang terbanyak adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Virus merupakan
penyebab terbanyak infeksi saluran nafas akut (ISPA) seperti rhinitis, sinusitis, tonsillitis,
laryngitis. Hampir 90% dari infeksi tersebut disebabkan oleh virus dan hanya sebagian
disebabkan oleh bakteri.

C. KLASIFIKASI ISPA

ISPA pada dasarnya dibagi menjadi 2 golongan klasifikasi penyakit ISPA yaitu
pneumonia dan bukan pneumonia. Lalu pneumonia dibagi lagi menjadi pneumonia berat dan
pneumonia tidak berat.

Lebih jelasnya ISPA diklasifikan kedalam bebrapa kelompok diantaranya:

 Untuk kelompok usia <2 bulan


o Pneumonia berat , ditandai dengan adanya batuk atau sukar bernafas, nafas cepat 60
kali atau lebih/menit atau tarikan kuat dinding dada bagian bawah kedalam.
o Bukan pneumonia, ditandai dengan adanya batuk atau sukar bernafas, tidak ada nafas
cepat dan tidak ada tarikan dinding bagian bawah kedalam.
 Untuk kelompok usia 2 bulan sampai <5 tahun
o Bukan pneumonia, ditandai dengan batuk tetapi tidak menunjukan gejala
peningkatan frekuensi pernafasan dan tidak menunjukan adanya tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam.
o Pneumonia berat, ditandai dengan adanya batuk atau sukar bernafas, serta adanya
tarikan didnidng dada bagian bawah kedalam chest indrawing.
o Pneumonia , ditandai dengan adanya batuk atau sukar bernafas, nafas cepat sebanyak
50 kali atau lebih/menit untuk usia 2 bulan sampai <2 tahun, dan 40 kali atau
lebih/menit untuk usia 1 sampai <5 tahun.

D. ETIOLOGI ISPA

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, dan
riketsia. ISPA bagian atas disebabkan oleh virus, sedanglan ISPA bagian bawah dapat
disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga
menimbulkan bebrapa masalah dalam penanganannya. (Peduli kasih, 2013).

Etilogi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA
antara lain Genus streptokokus, Pneumokokus, Hemofilus, Borswtwlla dan Corynbacetrium.
Sedangkan virud penyebab ISPA antara lain golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus dll.(Didlin,2016).

E. FAKTOR RISIKO ISPA


Menurut Depkes (2009), ISPA disebabkan oleh dua faktor yaitu:

 Faktor intrinsic, meliputi:


o Umur, lebih rawan kepada anak – anak dibawah 5 tahun.
o Jenis kelamin, wanita lebih rawan terkena ISPA atas dan laki-laki mengalami ISPA
bawah dipengaruhi oleh perbedaan anatomi saluran pernapasan dan gaya hidup.
o Status gizi, lebih rawan kepada anak-anak yang mengalami malnutrisi.
o Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
o Status imunisasi.
o Pemberian iar susu ibu (ASI), lebih rawan kepada bayi yang tidak diberikan ASI
ekslusif.
o Pemebrian vitamin
 Faktor ekstrinsik, meliputi:
o Kepadatan tempat tinggal.
o Polusi udara.
o Ventilasi , luas ventilasi adalah > 10% dari luas rumah, agar pertukaran O₂ tetap
terjaga.
o Asap rokok
o Penggunaan bahan bakar untuk memasak, menggunakan bahan bakar biomassa (kayu,
limbah kotoran dan hewan) meningkatan resiko ISPA atas pada anak-anak.
o Penggunaan obat nyamuk bakar.
o Faktor ibu baik pendidikan, umur, maupun pengetahuan ibu.
F. TANDA DAN GEJALA ISPA

Tanda atau gejala umum yang biasa ditemukan pada anak ISPA antara lain batuk, pilek,
demam, sesak napas dan sakit tenggorokan dan ada tidaknya retraksi dinding dada.

Gejala ISPA adalah sebagai berikut (Masriadi,2017):

a. Gejala dari ISPA ringan : seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan salah satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Batuk.
2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal
pada waktu berbicara atau menangis).
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37℃ atau jika dahi anak diraba.

b. Gejala dari ISPA sedang


1. Pernapasan lebih dari 50 kali/menit pada anak yang berumur kurang dari
satu tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak yang berumur satu tahun
atau lebih. Cara menghitung pernapasan ialah dengan menghitung jumlah
tarikan nafas dalam satu menit dengan menggerakkan tangan.
2. Suhu lebih dari 39℃ (diukur dengan termometer).
3. Tenggorokan berwarna merah.
4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6. Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7. Pernapasan berbunyi seperti menciut-ciut.

c. Gejala dari ISPA berat :Seorang anak dinyatakan ISPA berat jika dijumpai
gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai
berikut:

1. Bibir atau kulit membiru.


2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4. Pernapasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6. Nadi lebih cepat dari 160 kali/menit atau tidak teraba.
7. Tenggorokan berwarna merah.
G. PATOFISIOLOGI ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen kesaluran pernapasan akan menyebabkan silia yang terdapat
pada permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan
suatu rangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan.

Iritasi kulit pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Seliff).
Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernapasan menyebabkan kenaikan aktivitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernapasan sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan tersebut menimbulkan
gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang sangat menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.


Akibat infeksi tersebut terjadi kerusakan mekanisme mokosiloris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernapasan sehingga memudahkan infeksi baakteri-bakteri patogen
patogen yang terdapat pada saluran pernapasan atas seperti streptococcus pneumonia,
Haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut.

Infeksi sekunder bakteri tersebut menyebabkan sekresi mukus berlebihan atau


bertambah banyak dapat menyumbat saluran napas dan juga dapat menyebabkan batuk yang
produktif. Infeksi bakteri dapat dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti kedinginan
dan malnutrisi. Suatu menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada
saluran napas dapat menimbulkan gangguan gisi akut pada bayi dan anak.Virus yang
menyerang saluran napas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain di dalam tubuh
sehingga menyebabkan kejang, demam dan dapat menyebar ke saluran napas bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya diturunkan dalam saluran pernapasan atas, akan
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.

Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas. Infeksi oleh
bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme
pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara inspirasi di rongga hidung, refleksi batuk,
refleksi epiglotis, pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan
tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme sistem pertahanan tersebut
akibatnya terjadi invasi di daerah-daerah saluran pernafasan atas maupun bawah.
H. PATHWAY

Multi faktor
(Bakteri, virus, mikroplasma,dll)

Respon pada dinding bronkus ← Peradangan pada saluran pernapasan→ inflamasi saluran
↓ (faring/laring dan tonsil) bronkus

Bronkus menyempit ↓ ↓
↓ kuman melepaskan endotoksin peningkatan sekret

Bronkospasme ↓ ↓
↓ merangsang tubuh mengeluarkan obstruksi jalan
Pola nafas tidak efektif zat pirogen oleh leukosit napas
↓ ↓
Suhu tubuh meningkat Bersihan jalan
nafas
↓ tidak efektif
Hipertermi
I. PENATALAKSANAAN

1. PENCEGAHAN

ISPA dapat dicegah dengan berbagai cara yaitu: rajin mencuci tangan, membersihkan
permukaan umum (meja, mainan anak, gagangan pintu, dan fasilitas kamar mandi
dengan desinfektan anti-bakteri), hindarkan anak berkontak langsung dengan orang yang
terinfeksi flu atau pilek, serta jagalah kebersihan diri dan lingkungan (wulandari dan
meira,2016).
Dalam Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2017), pencegahan ISPA dapat
dilakukan dengan perlindungan balita melalui penyediaan lingkungan sehat (pemberian
ASI eksklusif, gizi seimbang, pencegahan Bb lahir rendah, pengurangan polusi udara,
dan perilaku cuci tangan pakai sabun),serta pemberian vaksinasi baik berupa batuk rejan,
campak, dan Hib.

2. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pemberian obat medis untuk penyakit ISPA diberikan berdasarkan simtomatik (sesuai
dengan gejala yang muncul), sebab antibiotic tidak efektif untuk infeksi virus. Antibiotic
efektif untuk mengobati infeksi bakteri, membunuh mikroorganismeatau menghentikan
reproduksi bakteri juga membantu system pertahanan alami tubuh untuk mengeliminasi
bakteri tersebut (Fernandez,2013) Penatalaksanaan medis lain yaitu obat kusia
(menurunkan nyeri tenggorokan), antihistamin (menurunkan rinorhe), vitamin C , dan
vaksinasi (wulandari dan meira, 2016).

3. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Balita dengan ISPA dapat dilakukan penatalaksanaan keperawatan berupa istirahat


total, peningkatan intake cairan (jika tidak ada kontraindikasi), penyuluhan kesehatan
sesuai penyakit, memberikan kompres hangat bila demam,dan pemberian minum herbal
jahe merah dan madu untuk mengatasi batuk balita akibat ISPA (wulandari dan eira,
2016).

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan diantaranya adalah :
 CT Scan, pemeriksaan ini untuk melihat penebalan dinding nasal, penebalan konka,
dan penebalan mokusa yang menunjukan ISPA.
 Pemeriksaan darah di laboratorium.
 Pemeriksaan sputum, pemeriksaan ini untuk mengetahui organisme penyebab
penyakit.
K. KOMPLIKASI

1. OTITIS MEDIA AKUT (OMA)


Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda- tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistematik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membrane timpani. Pada
pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah atau imflamasi telinga tengah
ditandai dengan membengkak pada membrane timpani atau bulging, mobilitas yang
terjadi pada membrane timpani, terdapat cairan dibelakang membrane timpani dan otore.

2. RINOSINUNITIS
Rinosinusitis (RS) adalah suatu kondisi peradangan yang melibatkan hidung dan
sinus paranasal. Secara klinis RS adalah keadaan yang terjadi sebagai tanda dan gejala
adanya peradangan yang mengenai mukosa rongga hidung dan sinus paranasal dengan
terjadinya pembentukan cairan atau adanya kerusakan pada lubang dibawahnya.

3. PNEUMONIA
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli), dengan gejala batuk pilek yang disertai sesak napas atau napas cepat. Penyakit
ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Secara klinis pada anak yang lebih tua
selalu disertai batuk dan napas cepat dan tarikan dinding kedalam. Namun bayi seringkali
tidak disertai batuk.

4. EPISTAKSIS
Epiktasis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung
atau nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epiktasis bukan suatu
penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90% dapat berhenti
sendiri.

5. KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah
penyakit mata yang paling umum didunia. Konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu. Penyakit ini
bervariasi mulai dari hipermia ringan dengan mata berair sampai konjungtivis berat
dengan banyak secret purulen kental.

6. FARINGITIS
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Virus dan bakteri melakukan invasi ke
faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Penyakit ini banyak menyerang anak usia
sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak usia kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi
melalui sekret hidung dan ludah (wulandari & meira, 2016).

L. ASUHAN KEPERAWATAN ISPA

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian dilakukan dengan
cara berurutan, perawat harus mengetahui data aktual apa yang diperoleh, faktor resiko
yang penting, keadaan yang potensial mengancam pasien dan lain-lain (Nursalam, 2015).
Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data
dasar pasien. Pengkajian dilakukan saat pasien masuk instansi pelayanan kesehatan. Data
yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan tahap selanjutnya dalam proses
keperawatan.

Pengumpulan data pasien dapat dilakukan dengan cara :


a. Anamnesis/wawancara.
b. Observasi.
c. Pemeriksaan fisik.
d. Pemeriksaan penunjang/diagnostik.

Klasifikasi dan Analisa Data


a. Klasifikasi data adalah aktivitas pengelompokan data-data klien atau keadaan
tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan
berdasarkan kriteria permasalahanya. Klasifikasi ini dikelompokan dalam data
subyektif dan data obyektif.
b. Analisa Data adalah mengaitkan data dan menghubungkan dengan konsep teori dan
prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam mentukan masalah kesehatan
dan keperawatan.
c. Analisa data dibuat dalam bentuk tabel yang terdiri dari kolom : Data, Penyebab, dan
Masalah.
Kolom data berisi ; data subyektif, data obyektif dan faktor resiko.
Kolom penyebab berisi : 1 (satu) kata/kalimat yang menjadi penyebab utama dari
masalah.
Kolom masalah berisi : pernyataan masalah keperawatan
.

Data yang perlu dikaji pada pasien ISPA dapat berupa :


a. Identifikasi klien yang meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
suku bangsa, alamat, tanggal MRS dan diagnose medis.
b. Riwayat penyakit meliputi : keluhan utama, biasanya klien datang dengan keluhan
batuk pilek serta panas, kesehatan sekarang, kesehatan yagn lalu, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat nutrisi, eliminasi, personal hygiene.
c. Pemeriksaan fisik berfokus pada system pencarnaan meliputi : keadaan umum
(penampilan, kesadaran, tinggi badan, BB dan TTV), kulit, kepala dan leher,
mulut, abdomen.
d. Aktivitas dan isrirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, cape atau lelah, insomnia, tidak bisa tidur pada
malam hari, karena badan demam.
e. Eliminasi
Gejala : Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak, bau, atau berair Tanda :
kadang – kadang terjadi peningkatan bising usus.
f. Makanan atau cairan
Gejala : klien mengalami anoreksia dan muntah, terjadi penurunan BB. Tanda :
kelemahan, turgor kulit klien bisa buruk, membrane mukosa pucat.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d deformitas dinding dada.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan.
3. Hipertermi b/d proses penyakit.
c. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan intervensi


keperawatan Kriteria hasil
1. Pola nafas tidak Tujuan : Mengidentifikasi dan mengelola
efektif b/d deformitas Setelah dilakukan tindakn kepatenan jalan napas
dinding dada. keperawatan 3×24jam
diharapkan pola nafas Tindakan:
kembali efektif.
Observasi:
Kriteria hasil: - Monitor pola napas
Frekuensi napas membaik - monitor bunyi napas tambahan
Kedalaman napas membaik - monitor sputum
Dispnea menurun
Terapeutik

- Pertahankan kepatenan
Jalan napas
- Posisikan semi fowler atau fowler
- berikan minum hangat
- lakukan fisioterapi dada, jika perlu

Edukasi :
- ajarkan tehnik batuk efektif
- anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak terjadi kontraindikasi

Kolaborasi :
Pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2. Bersihan jalan nafas Tujuan : Melatih pasien untukmembersihkan
tidak efektif b/d Setelah dilakukan tindakn laring,trakea,dan bronkiolus dari secret
sekresi yang tertahan keperawatan 3×24jam atau benda asing dijalan napas
diharapkan pola nafas
kembali efektif. Observasi :

Kriteria hasil: -identifikasi kemampuan batuk


-monitor adanya retensi sputum
Batuk efektif meningkat -monitor tanda dan gejala infeksi
Produksi sputum menurun saluran napas
Pola napas membaik
Terapeutik

-atur posisi semi fowler atau fowler


-buang secret

Edukasi :

-Jelaskan tujuan dan prosedur batuk


efektif
-anjurkan tarik napas dalam melalui
hidung 4 detik
-anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
-anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik napas dalam yang ke 3

Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
3. Hipertermi b/d Tujuan : Mengelola peningkatan suhu tubuh
proses penyakit. Setelah dilakukan tindakn
keperawatan 3×24jam Observasi :
diharapkan suhu tubuh berada - monitor suhu tubuh
direntang normal - monitor kadar elektrolit

Kriteria hasil: Terapeutik :


- suhu tubuh membaik - sediakan lingkungan yang dingin
- suhu kulit membaik - longgarkan atau lepaskan pakaian
- menggigil menurun - basahi dan kipasi permukaan tubuh
- tekanan darah membaik - berikan cairan oral
- ganti linen setiap hari
- lakukan pendinginan eksternal
- hindari pemberian antipiretik
-berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :
- anjurkan tirah baring

Kolaborasi :
Pemberian cairan dan elektrolit
intravena,jika perlu
BAB III

KESIMPULAN

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit akut yang menyerang satu
atau lenih dari saluran pernafasan, mulai dari saluran pernafasan atas (hidung) sampai saluran
pernafasan bawah (alveoli) beserta jaringan adneksa lainnya seperti sinus- sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. ISPA yang mengenai jaringan paru-paru akan mengakibatkan ISPA
berat dan dapat menjadi pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit yang banyak diderita
balita sehingga dapat mengakibatkan kematian sekitar 80-90%. Penyakit saluran pernafasan
pada masa balita dan anak-anak dapat member kecacatan sampai pada masa dewasa
ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD).

Menurut Tandi (2018), ISPA dapat disebabkan oleh berbagai macam organism, namun
yang terbanyak adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Virus merupakan
penyebab terbanyak infeksi saluran nafas akut (ISPA) seperti rhinitis, sinusitis, tonsillitis,
laryngitis. Hampir 90% dari infeksi tersebut disebabkan oleh virus dan hanya sebagian
disebabkan oleh bakteri.

DAFTAR PUSTAKA

Chania ,H.,D.and Jaji,J.,2020,August.PENGARUH TEKNIK PERKUSI DAN VIBRASI


TERHADAP PENGELUARAN SPUTUM PADA BALITA DENGAN ISPA DI PUSKESMAS
INDRALAYA,In Proceding Seminar Nasional Keperawatan (vol. 6, no 1, pp.25-30).

Syamsi, N., 2018. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengetauhan Ibu Balita Tentang Kejadian
Ispa Pada Balita Diwilayah Kerja Pukesmas Bontosikuyu Kabupaten Kepulauan Selayar. Jurnal
ilmiah kesehatan sandi husada,7(1),pp. 167-175.

Anda mungkin juga menyukai