Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA

PNEUMONIA

DOSEN PENGAMPU

Ns. Rahayu Yuliana W,s.Kep.,M.K.M

DISUSUN OLEH:

Kelompok 1

1. ACH. Abdus Suhud (33412101040)

2. Leny Dewi Puspita (33412101047)

3. Munawwaroh (33412101053)

4. Putri Fatma Sari (33412101060)

5. Luluk Indah Cahyani (33412101068)

JURUSAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

POLITEKNIK NEGRI MADURA

TAHUN PELAJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur pemakalah panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah Asuhan
keperawatan Pneumonia. Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas keperawatan Anak di Politeknik Negeri Madura. Disusunnya makalah
ini tidak lepas dari peran dan bantuan beberapa pihak dan sumber.

Karena itu, pemakalah mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-


tingginya kepada dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing kami
dalam mengerjakan makalah ini. Kiranya amal baik serta budi luhur secara ikhlas yang
telah diberikan kepada kami dari beliau di atas yang dapat maupun belum dapat kami
sebutkan, mendapatkan imbalan yang semestinya dari Allah SWT.

Pemakalah menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran iyang
bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Pemakalah berharap semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

Sampang, 8 februari 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB II PEMBAHASAN 4
1.1 Definisi 4
1.2 Anatomi Fisiologi 4
1.3 Etiologi 12
1.4 Tanda dan Gejala 12
1.5 Patofisiologi 13
1.6 Pathway 14
1.7 Manifestasi Klinis 15
1.8 Penatalaksanaan 15
1.9 Komplikasi 16
1.10 Pemeriksaan penunjang 16
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 19

2.1 Pengkajian Keperawatan 19


2.2 Diagnosa Keperawatan 23
2.3 Intervensi Keperawatan 23
2.4 Implementasi Keperawatan 27
2.5 Evaluasi Keperawatan 27
DAFTAR PUSTAKA 28

3
BAB I
PEMBAHASAN

1.1 Definisi
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim
paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. Pnemunonia dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia kominiti dan
pneumonia nosokomial. Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi
akibat infeksi di luar rumah sakit, sedangkan pneumonia nosokomial adalah
pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit.

Pneumonia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, klasifikasi paling sering


ialah menggunakan klasifikasi berdasarkan tempat didapatkannya pneumonia
(pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial), tetapi pneumonia juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan area paru yang terinfeksi (lobar pneumonia, multilobar
pneumonia, bronchial pneumonia, dan intertisial pneumonia) atau agen kausatif.
Pneumonia juga sering diklasifikasikan berdasarkan kondisi yang mendasari pasien,
seperti pneumonia rekurens (pneumonia yang terjadi berulang kali, berdasarkan
penyakit paru kronik), pneumonia aspirasi (alkoholik, usia tua), dan pneumonia
pada gangguan imun (pneumonia pada pasien tranplantasi organ, onkologi, dan
AIDS).

1.2 Anatomi Fisiologi

Sistem Pernafasan

Dengan bernapas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan
pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa
dengan karbon dan hidrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan
sendiri proses metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan
dalam bentuk karbondioksida dan air dihilangkan.

4
Pernapasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam
jaringan atau "pernapasan dalam" dan di dalam paru-paru atau "pernapasan luar"

Udara di tarik ke dalam paru-paru pada waktu menarik napas dan di dorong
keluar paru-paru pada waktu mengeluarkan napas (Pierce, 2009).

1. Anatomi
Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernafasan:
a Saluran pernafasan bagian atas, antara lain:
1) Hidung (Naso/Nasal)
2) Faring (Tekak)
3) Laring (Pangkal Tenggorokan)
b Saluran pernafasan bagian bawah, antara lain:
1) Trakea (Batang Tenggorokan)
2) Bronkus (Cabang Tenggorokan)
3) Paru-paru
c Struktur Pernafasan
1) Hidung (Naso/Nasal)
Hidung merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai 2 lubang (kavum nasi) dipisahkan oleh sekat
hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang
berguna menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang
masuk ke dalam lubang hidung.
Bagian-bagian hidung terdiri atas:
a) Bagian luar dinding terdiri dari kulit
b) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan
c) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat
dinamakan karang hidung (konka nasalis) yang berjumlah
3 buah konka nasalis inferior (karang hidung bagian
bawah). konka nasalis media (karang hidung bagian
tengah), konka nasalis superior (karang hidung bagian
bawah)

5
Konka-konka ini terdiri dari tiga buah lekukan yaitu
superior, meatus medialis dan meatus inferior. Meatus-
meatus yang dilewati oleh udara pernafasan, sebelah
dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak
yang disebut koana. Dasar dari rongga hidung dibentuk
oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung
berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus-
sinus paranasalis yaitu sinus maksilons (pada rongga
rahang atas) sinus frontalis (pada rongga tulang dahi)
sinus svenaidalis pada rongga tulang baji) dan sinus
etmoidalis (pada rongga tepi).

Sinus etmoidalis keluar ujung saraf-saraf


penciuman yang menuju ke konka nasalis. Pada konka
nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel-sel tersebut
terutama terdapat dibagian atas. Pada hidung dibagian
mukosa terdapat serabut-serabut saraf atau reseptor-
reseptor dari saraf penciuman disebut nervus olfaktorius.
Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah
atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang
menghubungkan rongga tekak dengan rongga
pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditira
eustaci, yang menghubungkan telinga tengah dengan
faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan air
mata disebut tuba lakrimalis (Hidayat, 2006).

Fungsi hidung terdiri dari:

a) Bekerja sebagai saluran udara pernafasan

b) Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan


oleh bulu- bulu hidung
c) Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa

6
d) Pembuluh kuman-kuman yang masuk bersama-sama
udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam
selaput lender (mukosa) atau hidung

2) Faring (Tekak)

Menurut Syaifuddin (2006) Tekak atau faring


merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan. terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas
tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain:
ke atas berhubungan dengan rongga hidung. dengan
perantaraan dengan lobang yang bernama kouna; ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat
hubungan ini bernama istmus fausium; ke bawah terdapat
dua lubang: ke depan lubang laring. ke belakang lubang
esofagus. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat,
juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.
Perkumpulan getah bening ini di namakan adenoid. Di
sebelahnya terdapat 2 buah tonsil kiri dan kanan dari
tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis (empang
tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu
menelan makanan.

Rongga tekak di bagi dalam 3 bagian:


a) Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana
disebut nasofaring

b) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus


fausium disebut orofaring

c) Bagian bawah sekali di namakan laringofaring.

7
3) Laring

Laring (Tenggorok) terletak di depan bagian terendah


faring yang memisahkannya dari kolumna vertebra,
berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat
bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar
diantaranya ialah tulang rawan tiroid, dan di sebelah
depannya terdapat benjolan subkutaneus yang di kenal
sebagai jakun, yaitu disebelah depan leher, Laring terdiri
atas dua lempeng atau lamina yang bersambung di garis
tengah. Di tepi atas terdapat lekukan berupa V. Tulang
rawan krikoid terletak dibawah tiroid, bentuknya seperti
cincin mohor dengan mohornya di sebelah belakang (ini
adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk
lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya adalah kedua
tulang rawan aritenoid yang menjulang di sebelah
belakang krikoid, kanan dan kiri tulang rawan kuneiform,
dan tulang rawan kommikulata yang sangat kecil.

Terkait di puncak tulang rawan tiroid terdapat


epiglotis, yang berupa katup tulang rawan dan membantu
menutup laring sewaktu menelan. Laring dilapisi jenis
selaput lendir yang sama dengan yang di trakea, kecuali
pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi sel epitelium
berlapis.

Pita suara terletak di sebelah dalam laring, berjalan


dari tulang rawan tiroid di sebelah depan sampai di kedua
tulang rawan aritenoid, Dengan gerakan dari tulang rawan
aritenoid yang di timbulkan oleh berbagai otot laringeal,
pita suara di tegangkan atau di kendurkan. Dengan
demikian lebar sela-sela antara pita-pita atau rima glotidis
berubah-ubah sewaktu bernapas dan berbicara.

8
Suara dihasilkan karena getaran pita yang disebabkan
udara yang melalui glotis. Berbagai otot yang terkait pada
laring mengendalikan suara, dan juga menutup lubang
atas laring sewaktu menelan (Pearce, 2009).

4) Trakea (Batang Tenggorokan)

Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan


sentimeter panjangnya. Trakea berjan dari laring sampai
kira-kira ketinggian vertebratorakalis kelima dan di
tempat ini bercabang menjadi dua bronkus (bronki).
Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh
lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang di
ikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trakea, selain itu juga
memuat beberapa jaringan otot. Trakea dilapisi selaput
lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir.
Silia ini bergerak menuju ke atas ke arah laring, maka
dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya
yang turut masuk bersama dengan pernasan dapat di
keluarkan. Tulang rawan berfungsi mempertahankan agar
trakea tetap terbuka; karena itu, disebelah belakangnya
tidak tersambung. yaitu di tempat trakea menempel pada
esofagus, yang memisahkannya dari tulang belakang

Trakea servikalis yang berjalan melalui leher di silang


oleh istmus kelenjar tiroid, yaitu belahan kelenjar yang
melingkari sisa- sisa trakea, Trakea torasika berjalan
melintasi mediastinum, di belakang sternum menyentuh
arteri inominata dan arkus aorta. Usofagus terletak di
belakang trakea (Pearce, 2009).

9
5) Bronkus (cabang teggorokan)

Bronkus merupakan lanjutan dari trakhea ada dua


buah yang terdapat pada ketinggian vertebratorakalis ke
IV dan V mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu
berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampak paru-
paru.

Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada


bronkus kiri, terdiri dari enam-delapan cincin, mempunyai
3 cabang. Bronkus kiri lebuh panjang dan lebih ramping
dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2
cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang paling
kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli
(Syaifuddin, 2006).

6) Paru-paru

Paru-paru ada dua, merupakan alat pernapasan


utama. Paru- paru mengisi rongga dada. Terletak
disebelah kanan dan kiri dan di tengah di pisahkan oleh
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur
lainnya yang terletak di dalam mediastrum. Paru-paru
adalah organ berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di
atas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di
dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landai
rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai
permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan
dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang
menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang
menutupi sebagian sisi depan jantung (Pearce, 2009).

10
7) Pembuluh Darah Dalam paru-paru

Arteri pulmonalis membawa darah yang sudah tidak


mengandung oksigen dari ventrikel kanan jantung ke
paru-paru; cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran
bronkial, bercabang dan bercabang lagi sampai menjadi
arteriol halus; arteriol itu membelah-belah dan
membentuk jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh
dinding alveoli atau gelembung udara.

Kapiler halus itu hanya memuat sedikit, maka


praktis dapat di katakan sel-sel darah merah membuat
baris tunggal. Alirannya bergerak lambat dan dipisahkan
dari dua dalam alveoli hanya oleh dua membran yang
sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan
difusi, yang merupakan fungsi pernapasan.

Kapiler bersatu dan bersatu lagi sampai menjadi


pembuluh darah lebih besar dan akhimya dua vena
pulmonaris meninggalkan setiap paru-paru membawa
darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk di
distribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta.

Pembuluh darah yang di lukiskan sebagai arteria


bronkialis membawa darah berisi oksigen langsung dari
aorta toraksika ke paru-paru guna memberi makan dan
menghantarkan oksigen ke dalam jaringan paru-paru
sendiri. Cabung akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus
kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk
oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi dari beberapa
kapiler ini akhirnya bersatu ke dalam vena pulmonaris
dan darahnya kemudian dibawa masuk ke dalam vena
pulmonaris. Sisa darah itu diantarkan dari setiap paru-patu
oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena

11
kava superior. Maka dengan demikian paru-paru
mempunyai persediaan darah ganda (Pearce. 2009).

1.3 Etilogi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri,
virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak
disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di Indonesia ditemukan dari
pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah bakteri gram negatif. Penyebab
paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosokomial: a. Yang
didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia,
Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia pneumonia, anaerob
oral, adenovirus, influenza tipe A dan B. b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus
gram negative (E. coli, Klebsiella pneumonia), Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus, anaerob oral.

1.4 Tanda dan Gejala

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,
9 mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan
perawatan di RS. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada
berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut : (Said M, 2015)

a Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare,
kadangkadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. (Said M, 2015)
b Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea,
nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. (Said M, 2015).

12
1.5 Patofisiologi

Pneumonia disebabkan oleh berbagai agen mikroba seperti virus, bakteri,


jamur. Organisme yang biasa menyebabkan pneumonia antara lain Pseudomonas
aeruginosa; Haemophilus influenzae; Staphylococcus pneumonia dan bakteri batang
gram negative, jamur, virus (paling sering terjadi pada anak-anak). Mikroorganisme
masuk melalui nasofaring dan dapat mencapai paru melalui beberapa jalur seperti
ketika individu yang terinfeksi mengalami batuk, bersin, atau berbicara,
mikroorganisme dilepaskan ke dalam udara dan terhirup oleh orang lain. Setelah
terhirup reaksi inflamasi dapat terjadi di alveoli, yang menghasilkan eksudat (cairan)
yang mengganggu difusi oksigen dan karbondioksida. Pada proses inflamasi dapat
juga menyebabkan infeksi dan peningkatan suhu tubuh. Pada saat terjadi infeksi
produksi sputum akan meningkat yang mengakibatkan akumulasi sputum dijalan
nafas meningkat dan tidak dapat dikeluarkan akibatnya individu mengalami sesak
nafas (takipneu) sehingga menimbulkan masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas. Infeksi pada paru (alveoli) menyebabkan pertukaran gas di
alveoli menurun sehingga suplai O2 menurun dan meningkatnya CO2 dalam paru
(alveoli) menyebabkan terjadi nyeri dada, sesak, meningkatnya aksesori (otot bantu)
nafas dan masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan pertukaran gas. Pada
saat inflamasi juga dapat meningkatkan suhu tubuh atau hipertermi yang dapat
mengakibatkan kehilangan cairan tubuh sehingga menimbulkan masalah
keperawatan resiko kekurangan volume cairan. Saat terjadi inflamasi terdapat
penumpukan eksudat dalam alveoli dan suplai O2 menurun menyebabkan
hiperventilasi, dispneu, retraksi dada/pernafasan cuping hidung sehingga masalah
keperawatan yang timbul adalah gangguan pola nafas (Susan C. Smeltzer, 2010).

13
1.6 Pathway
Etiologi: virus bakteri mikroba

Masuk nasofaring

Masuk ke paru-paru (alveoli)

Proses peradangan

Suhu tubuh Kehilangan


Infeksi Penumpukan Terjadi infeksi pada
mediator cairan tubuh
eksudat dalam paru-paru (alveoli)
alveoli
Produksi sputum Hipertermi
Resiko Pertukaran gas di
kekurangan Suplai O2 alveoli
Akumulasi volume cairan
sputum dijalan
napas / tidak Hiperventilasi Suplai O2,CO2
bisa dalam paru
mengeluarkan alveoli
sputum Dispneu
dengan baik
Nyeri dada
Retraksi dada / nafas
Takipneu, cuping hidung Sesak
dispneu

Gangguan pola Otot aksesori


Bersihkan nafas pernafasan
jalan napas
tidak efektif
Gangguan
pertukaran
gas

14
1.7 Manifestasi Klinis

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau
bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah
pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah
saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup
sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara
pernafasan bronkial, pleural friction rub.

1.8 Penatalaksanaan

Pengobatan di berikan berdasarkan etiologi dan resistensi, akan tetapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan menurut
(Riyadi 2009),:

a Penisilin 50.000 u/kg BB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kg


BB/hari untuk diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti
Ampicilin. Pengobatan ini di teruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan penyebab infeksi
yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga untuk menghindari resistensi
antibiotik. 11
b Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan NaCl (Natrium
Clorida) 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl (Kalium
Clorida) 10 mEq/500ml/botol infus.
c Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat
kurang makan dan hipoksia maka dapat diberikan koreksi sesuai hasil
pemeriksaan analisis gas darah arteri (GDA).
d Pemberian makanan internal bertahap melalui selang NGT pada penderita
yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.

15
e Jika sekresi lendir berlebihan dapat memberikan inhalasi dengan saling
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti
pemberian terapi nebulizer dengan flexsoid dengan ventolin. Selain
bertujuan mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan
lebar lumen bronkus.

1.9 Komplikasi
a Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus dengan bakteriemi.
b Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung, emboli
paru dan infark miokard akut.
c ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrom)
d Komplikasi lanjut berupa pneumonia nosocomial
e Sepsis
f Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan
g Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis)
h Abses paru
i Efusi pleura

1.10 Pemeriksaan penujang

Prosedur diagnostik bagi klien dengan pneumonia dapat mencakup yang


berikut ,namun demikian tidak terbatas hanya yang tertera disini saja tetapi
secara umuum diagnostik ini sering dilakukan menurut (Faucu AS, 2009)

1 Ronsen dada untuk memastikan konsulidasi dan desifusi paru ,efusi


pleura (Faucu AS, 2009).

16
2 Kultur sputum adalah pemeriksaan dahak untuk mengetahui bakteri apa
yang terdapat pada dahak (Faucu AS, 2009).
3 Pemeriksaan analisis darah GDA (Gas darah arteri) atau BGA (Blood
Gas Analisa) memungkinkan untuk pengukuran pH darah (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar
bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa.
Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan
sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat
yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat
menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan,
tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian
analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-
data laboratorium lainnya. (Faucu AS, 2009)

Asidosis adalah kondisi yang terjadi ketika kadar asam didalam


tubuh sangat tinggi.
Asidosis dibagi menjadi 2, yaitu:
a Asidosis respiratorik adalah keadaan turunnya pH darah yang
disebabkan oleh proses abnormal pada paru-paru.
b Asidosis metabolik adalah suatu keadaan dimana keasaman darah
yang berlebihan, ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat
dalam darah.

17
4 Hematologi ; sel darah putih (SDP) untuk pneumonia bakterialis dan
ablutinin dingin dan fiksasi komplemen untuk pemeriksaan virus (Faucu
AS, 2009)
5 Torasentesis untuk mendapat spesimen cairan pleuran bila terdapat efusi
pleural dan tindakkan mengaspirasi caira pleura atau udara untuk
menghilangkan tekanan dan nyeri pada paru paru (Faucu AS, 2009)

18
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Keperawatan


a Tanggal/jam MRS
Diisi dengan tanggal,bulan,tahun,dan jam masuk rumah sakit

b Ruang

Diisi dengan nama ruangan pasien dirawat.

c No register

Diisi dengan nomor pendaftaran pasien sesuai dengan rekam medis dari
rumah sakit atau puskesmas.

d Dx medis

Diisi dengan diagnosa medis yang ditegakkan oleh tim medis seperti
pneumonia

e Tanggal / jam pengkajian

Diisi dengan menuliskan tanggal,bulan,tahun dan jam yang dilakukan


pengkajian.

f Identitas klien

Diisi dengan data nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
bahasa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat dan data
suami/istri/orang tua serta penanggung jawab klien.

g Keluhan utama

Pasien dengan keluhan pneumonia ditandai dengan batuk berdahak dan


sesak napas

h Riwayat penyakit sekarang


Diisi penjelasan dari permulaan pasien merasakan keluhan sampai
dengan di bawa ke rumah sakit dan dilanjutkan sampai pengkajian

19
i Riwayat penyakit dahulu

Diisi dengan riwayat penyakit yang diderita pasien yang berhubungan


dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat di
pengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang di derita pasien saat ini

j Riwayat kesehatan keluarga


Dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit keturunan,
kecenderungan alergi dalam satu keluarga, penyakit yang menular
akibat kontak langsung maupun tidak langsung antar anggota keluarga.
Seperti Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit
yang sama.

k Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan


Diisi dengan persepsi klien / keluarga terhadap konsep sehat sakit
seperti apakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan,
alkohol dan kebiasaan olahraga, karena dapat mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka.

2) Pola nutsisi dan metabolisme


Pasien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi
akibat sulit menelan.

3) Pola elimenasi
Penurunan daya konstraksi kandung kemih menyebabkan rasa nyeri
atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi
pola eliminasi urine.

4) Pola aktivitas dan kebersihan diri


Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri.

5) Pola istirahat tidur


Sesak napas dan batuk berdahak dapat mengganggu kenyamanan
tidur pasien.

6) Pola kognitif dan persepsi sensori

20
Diisi dengan ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan
serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu,
orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.

7) Pola persepsi dan konsep diri


Penderita biasanya menjadi ketergantungan dengan adanya
kebiasaan gerak segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami
kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami
emosi yang tidak stabil.

8) Pola hubungan peran


Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

9) Pola fungsi seksual-seksualitas


Diisi sesuai dengan perkembangan psikoseksual

10) Pola mekanisme koping


Pasien tidak menerima penyakit yang di deritanya saat ini.

11) Pola nilai dan kepercayaan


Diisi dengan nilai-nilai dan keyakinan pasien terhadap sesuatu
seperti pada pasien beragama islam sebelum sakit pasien sering
untuk beribadah selama sakit pasien tidak beribadah.

l Pemeriksaan fisik

1) Status kesehatan
Diisi dengan keadaan umum klien seperti kesadaran, berat badan,
tanda-tanda vital, suhu tubuh, nadi, frekuensi pernafasan, dan
tekanan darah

2) Analisis
Diisi dengan data keseimbangan nutrisi yang diperoleh dari jumlah
nutrisi yang masuk terhadap kebutuhan nutrisi per hari.

21
3) Abdomen
Bisanya pada penderita terdapat nyeri pada dada

4) Sistem integumen
Bisanya pada penderit terdapat oedema, turgor kulit menurun,
sianosis, pucat

m Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pemeriksaan
urine untuk mengetahui apakah ditemukan sejumlah kecil leukosit
dan eritrosit pada urine.

2) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) adalah diagnostik untuk
apendistis akut dan pengambilan foto polos abdomen untuk dapat
memperlihatkan distensi sekum, kelainan non spesifik seperti
fekalit atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan.

n Terapi

Pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :

1. Penicilin G
2. Amantadine
3. Eritromicin
4. Tirah baring
5. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia

22
2.2 Diagnosa Keperawatan
1 Bersihan jalan napas tidak efektif b/d spasme jalan napas d/d pasien
mengeluh sesak napas, batuk dengan sputum yang berlebih, frekuensi
napas tidak normal, dan tanpak gelisah
2 Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler d/d
pasien mengaluh sesak napas dangkal disertai cuping hidung, dan tanpak
gelisah
3 Hipetermia b/d proses penyakit d/d suhu tubuh diatas nilai normal

2.3 Intervensi Keperawatan


1 Diagnosa : Bersihan jalan napas tidak efektif b/d spasme jalan napas
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3xjam
diharapkan bersihan jalan napas meningkat
Kriteria Hasil :
a) Batuk efektif meningkat
b) Produksi sputum menurun
c) Suara tambahan menurun
d) Frekuensi napas membaik
Intervensi :
Latihan batuk efektif

Observasi

a. Identifikasi kemampuan batuk


Rasional : mengetahui kemampuan batuk

b. Monitor adanya retensi sputum


Rasional : untuk memudahkan bernapas

c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran pernapasan


Rasional : meminimalisir adanya gejala infeksi

Terapeutik

d. Atur posisi semi Fowler


Rasional : memudahkan pasien bernapas

e. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien


Rasional : pembuangan sekret

23
f. Buang sekret pada tempat sputum
Rasional : agar bersih

Edukasi

g. Jelaskan tujuan prosedur batuk efektif


Rasional : agar pasien mengerti dan paham
h. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung 4 detik. Ditahan
selam 2 detik. Kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu selama 8 detik

Rasional : mengeluarkan sekret

i. Anjurkan tarik napas dalam 3 kali


Rasional : tertahannya sekret

j. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas


dalam yang ke-3

Rasional : memudahkan keluarnya secret

Kalaborasi

k. Kalaborasi pemberian mukolitik atau ekspektolan


Rasional : membantu ekpekrorasi dengan mengurangi
viskositas sputum

2 Diagnosa : Gagguan pertukaran gas b/d perubahan membran


alveoluskapiler

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan sesak nafas menurun

Kriteria Hasil :

a. Pertukaran gas membaik


b. Takikardia membaik
c. Bunyi napas Rochi menurun
d. Gelisah menurun
e. Sinosis membaik

Intervensi :

24
Pemantauan respirasi

Observasi

a. Monitor pola napas


Rasional : mengetahui frekuensi, kedalaman, dan irama
pernapasan

b. Monitor kemampuan batuk efektif


Rasional : mengetahui kemampuan batuk efektif

c. Monitor adanya produksi sputum


Rasional : memudahkan bernapas

d. Monitor adanya sumbatan jalan napas


Rasional : memudahkan bernapas

e. Monitor hasil X-ray thoraks


Rasional : mengetahui hasil pemeriksaan

Terapeutik

f. Atur internal pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


Rasional : mengetahui respirasi pasien

g. Dokumentasikan hasil pemantauan


Rasional : memberikan bukti yang sesuai

h. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


Rasional : agar pasien dan keluarga mengikuti dengan baik

i. Informasikan hasil pemantauan


Rasional : agar pasiendan keluarga mengetahui hasil
pemeriksaan

3 Diagnosa : Hipetermia b/d proses penyakit

25
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan sesak nafas menurun

Kriteria Hasil :

a. Suhu tubuh membaik


b. Kejang menurun
c. Suhu kulit membalik

Intervensi :

Manajemen hipertermi

Observasi

a. Identifikasi penyebab hipertermi


Rasional : mengetahui penyebab hipertermi

b. Monitor suhu tubuh


Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh

c. Monitor komplikasi akibat hipertermi


Rasional : mengetahui komplikasi akibad hipertermi

Terapeutik

d. Sediakan lingkungan yang dingin


Rasional : untuk menurunkan suhu tubuh

e. Longgarkan atau lepaskan pakaian


Rasional : menyegah peningkatkan suhu tubuh

Edukasi

f. Anjurkan tirah baring


Rasional : merilekkan tubuh

Kalaborasi

g. Kalaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena


Rasional : memenuhu kebutuhan

2.4 Implementasi Keperawatan

26
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997,
dalam Haryanto, 2007). Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).

2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir yang bertujuan untuk menilai
apakah tindakan yang telah dilakukan tercapai atau tidaknya untuk mengatasi
suatu masalahm (Meirisa, 2013)

DAFTAR PUSTAKA

27
Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Indonesia

PDPI. 2003. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di


Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Wilson LM. Penyakit p11:05 PMernapasan restriktif dalam Price SA, Wilson LM.
2012. Patofisiologi:
konsep klinis prosses-proses penyakit E/6 Vol.2. Jakarta:EGC. Hal:796-815

28

Anda mungkin juga menyukai