Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN OKSIGENASI

OLEH:
Rizky Lukman Saputra,
S.Kep NIM 222311101091

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI


NERS FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2022

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluanpembelajaran luring Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar


Profesi oleh:
Nama : Rizky Lukman Saputra
Kelompok : Ruang Mawar
Periode :12 – 24 September 2022

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada


Hari :
Tanggal :

Jember, September 2022


Mengetahui
Pembimbing Akademik Mahasiswa

Ns. Retno Purwandari, M.Kep Rizky Lukman Saputra, S.Kep


NIP.19820314 200604 2 002 NIM. 222311101091

2
DAFTAR ISI

LAPORAN PENDAHULUAN................................................................................4
A. Definisi Gangguan Kebutuhan Oksigenasi...................................................4
B. Review Anatomi Fisiologi Sistem Respiratory.............................................5
C. Epidemiologi...............................................................................................13
D. Etiologi........................................................................................................14
E. Tanda dan Gejala........................................................................................17
F. Patofisiologi dan Web of Causation............................................................17
G. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non-Farmakologi................................19
H. Penatalaksanaan Keperawatan....................................................................22
I. Penatalaksanaan Berdasarkan Evidence-Based Practice in Nursing..........32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

3
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Gangguan Kebutuhan Oksigenasi


Oksigenasi merupakan proses aktifitas menghirup O2 (oksigen) ke dalam
tubuh dan mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh (Kusnanto, 2016). Kebutuhan
oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia (KDM) yang digunakan
untuk kelangsungan proses metabolisme sel-sel tubuh individu, guna
menopang kehidupan serta untuk berbagai aktivitas organ atau sel. Adapun
pemenuhan kebutuhan oksigenasi diatur oleh system/organ tubuh, yakni
saluran napas atas, bawah, dan paru-paru (Hidayat dan Uliyah, 2015).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan merupakan elemen penting
dalam proses metabolisme untuk menjaga kelangsungan hidup sel-sel tubuh.
Umumnya, elemen ini diperoleh dengan menghirup udara dalam ruangan
setiap kali bernapas. Adanya kekurangan oksigen ditandai dengan keadaan
hipoksia (kekurangan oksigen), yang jika dibiarkan dapat menyebabkan
kematian jaringan bahkan dapat mengancam jiwa (Takatelide et al., 2017).
Jika individu tidak menerima oksigen lebih dari 4 menit, maka hal tersebut
mampu menyebabkan kerusakan otak yang ireversible dan pasien biasanya
berisiko meninggal (Asmadi, 2008). Pada umumnya manusia normal
membutuhkan sekitar kurang lebih 300 cc oksigen per hari (24 jam) atau
sekitar 0,5 cc per menit. Respirasi juga berarti kombinasi aktivitas mekanisme
yang terlibat dalam penyediaan O2 melalui tubuh dan pertukaran dengan CO2
(Hidayat, 2006). Penurunan pemenuhan suplai oksigen yaitu kebutuhan
oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara optimal, yang diakibatkan oleh
beberapa faktor seperti faktor fisiologis, perilaku, perkembangan serta
lingkungan (Muttaqin, 2012). Jika terjadi gangguan pada oksigenasi maka
akan mempengaruhi tiga proses yaitu ventilasi, difusi, dan transportasi.
Ventilasi akan terganggu karena saluran udara tersumbat oleh akumulasi
sekret, sehingga aliran udara masuk dan keluar tidak mencukupi. Proses
difusi dapat terjadi ketika saluran udara terinfeksi bakteri sehingga

4
menyebabkan dinding membran alveolus menebal, yang dapat
mengakibatkan terganggunya proses pengiriman oksigen ke jaringan
(Wahyuni, 2018).

B. Review Anatomi Fisiologi Sistem Respiratory


Sistem respirasi dibagi menjadi dua saluran, yaitu saluran pernafasan bagian
atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Saluran pernafasan atas terdiri atas
bagian di luar rongga dada, yaitu udara melewati rongga hidung, kavitas
nasalis (membrane mukosa hidung), faring, laring, dan trakea bagian atas.
Sedangkan saluran pernafasan bawah terdiri atas bagian yang terdapat dalam
rongga dada, yaitu trakea bagian bawah dan paru-paru itu sendiri, yang
meliputi pipa bronchial dan alveoli. Bagian system pernafasan adalah
membrane pleura dan otot pernafasan yang membentuk rongga dada;
diafragma dan otot- otot interkostalis (Safrida, 2020).

Gambar1. Organ-organ Pernafasan


1) Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Rongga yang dilapisi selaput lendir yang banyak pembuluh
darah dan bersambung denga lapisan faring dan dengan selaput lendir
semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
5
Daerah pernafasan ini mengandung mukosa hidung yang berupa epitel
bersilia dengan sel goblet yang memproduksi mucus. Udara masuk yang
melewati pada daerah mukosa ini dihangatkan dan dilembabkan sehingga
udara yang mencapai paru-paru akan hangat dan lembab. Bakteri dan
partikel dari polusi udara terperangkap oleh mucus. Sel rambut (silia)
secara berkesinambungan mendorong mucus menuju faring. Mucus ini
ditelan dan bakteri yang ada akan dihancurkan oleh asam HCL dalam
getah lambung (Safrida, 2020).

2) Faring
Faring atau tenggorokan merupakan tabung berbentuk corong
dengan panjang sekitar 13 cm (5 inci). Panjang yang dimulai dari lubang
hidung internal sampai dengan ke bagian krikoid, tulang rawan paling
inferior dari laring (pita suara). Faring terletak tepatdi posterior hidung dan
rongga mulut, di atas laring, dan tepat di anterior serviks tulang belakang.
Dindingnya terdiri dari otot rangka dan dilapisi selaput lendir. Otot rangka
yang rileks membantu menjaga faring tetap paten. Kontraksi otot rangka
membantu proses deglutisi (menelan). Faring berfungsi sebagai saluran
udara dan makanan, menyediakan ruangan beresonansi untuk suara
ucapan, dan tempat bagi tonsil, yang berperan dalam reaksi imunologi
melawan benda asing. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian anatomi
sebagai berikut (Sumiyati dkk., 2021)
a. Nasofaring merupakan bagian yang paling tinggi terletas di belakang
kavitas nasalis. Nasofaring berfungsi sebagai jalan udara.
b. Orofaring, merupakan bagian yang terletak di bagian belakang mulut.
Orofaring berfungsi sebagai saluran untuk udara dan makanan.
c. Laringofaring, merupakan bagian yang terletak paling bawah faring.
Bagian anteriornya membuka menuju laring dan bagian posteriornya
menuju esophagus. Laringofaring bertugas sebagai jalan makanan dan
udara.

6
Gambar 2. Faring

3) Laring
Laring terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan
columna vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggan vertebrata
cervicalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring tersusun dari 9
lempeng kartilago yang dihubungkan oleh ligament dan membrane.
Kartilago adalah jaringan lentur yang mencegah kolaps laring (Safrida,
2020). Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring.
Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di
ujung bagian pangkal laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan
suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok
dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu
menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada
waktu bernapas katup membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput
suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada
waktu kita bicara(Patwa dan Shah, 2015).

7
Gambar 3. Laring

4) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan adalah saluran tubular untuk masuknya
udara dengan panjang sekitar 12 cm (5 inci) dan diameter 2,5 cm (1 inci).
Trakea terletak di anterior esophagus dan memanjang dari laring ke batas
superior dari vertebra toraks kelima (T5), terbagi menjadi bronkus utama
kanan dan kiri. Lapisan dinding trakea, dari dalam ke dangkal, adalah
mukosa, submucosa, tulang rawan hialin, dan adventitia. Mukosa trakea
terdiri dari lapisan epitel dari epitel kolumnar semu bersilia dan lapisan
dasar lamina propria yang mengandung serat elastis dan serat retikuler.
Hal ini memberikan perlindungan yang sama terhadap debu seperti selaput
yang melapisi rongga hidung dan laring. Trakea cukup kaku karena
dindingnya kuat diperkuat dengan cincin tulangrawan hialin berbentuk C.
Cincin ini memiliki tujuan ganda. Bagian terbuka dari cincin berbatasan
dengan kerongkongan dan mengembang kea rah anterior saat kita menelan
makanan. Makan padat membuat dinding trakea tetap paten, atau terbuka,
meskipun terdapat perubahan tekanan yang terjadi selama bernafas. Otot
trakea terletak di sebelah keongkongan dan melengkap dinding trakea
bagian posterior. Trakea dilapisi dengan mukosa bersilia. Silia bergerak
terus menerus kebagian superior. Silia dikelilingi sel goblet yang
8
menghasilkan mukmucusilia mendorong mucus, yang sarat dengan
partikeldebu dan debris, menjauh dari paru-paru menuju ke tenggorokan,
memungkinkan mucus ini tertelan atau dimuntahkan (Sumiyati dkk.,
2021).

Gambar 4. Trakea

5) Paru-paru
Paru-paru merupakan organ berpasangan berbentuk kerucut di dalam
rongga dada. Paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan
mediastrernum, yang membagi rongga toraks menjadi dua ruang yang
berbeda secara anatomis. Setiap paru-paru dibagi menjadi lobus oleh
fisura; paru-paru kiri memiliki dua lobus, dan paru-paru kanan memiliki
tiga lobus. Setap paru-paru tertutup dan dilindungi oleh membrane serosa
berlapis ganda disebut membrane pleura. Lapisan superfisial, yang disebut
pleura parietal, melapisi dinding rongga toraks dan lapisan dalam, pleura
visceral, melapisi paru-paru sendiri. Anatara pleura visceral dan parietal
terdapat ruang kecil disebut rongga pleura, yang berisi sedikit cairan
pelumas yang disekresikan oleh membran. Pelumas ini memungkinkan

9
paru untuk bergerak dengan mudah dalam dinding dada selama bernafas
(Sumiyati dkk., 2021). System vascular paru terdiri atas arteri pulmonalis,
yang mengirim darah ke paru untuk oksigenasi, dan vena pulmonalis, yang
mengirim darah kaya oksigen ke jantung. Dalam paru, arteri pulmonalis
bercabang menjadi jaringan kapile paru yang mengelilingi alveoli.
Jaringan paru mendapatkan suplai darah dari arteri bronkialis dan dialiri
oleh vena bronkialis dan pulmonalis (Sumiyati dkk., 2021).

Gambar 5. Paru-paru
6) Bronkus
Bronkus utama (primer) kanan dan kiri dibentuk oleh percabanan
dari trakea. Setiap bronkus utama berjalan miring sebelum terjun ke
depresi medial (hilus) dari paru-paru pada sisinya sendiri. Bronkus utama
kanan lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertical daripada kiri.
Akibatnya, bronkus kanan lebih umum menjadi tempat bersarang benda
asing yang terhirup. Pada saat udara masuk mencapai bronkus, udara yang
masuk hangat, sudah dibersihkan dari sebagian besar kotoran, dan lembab.
Seperti trakea, bronkus utama mengandung cincin tulang rawan yang tidak
lengkap dan dilapisi oleh pseudostratified bersilia epitel kolumnar. Di
titik dimana trakea membelah menjadi jalur utama kanan dan kiri
bronkus pada punggung bagian dalam yang disebut karina dibentuk oleh
proyeksi posterior dan agak inferior dari tulang rawan trakea yang
terakhir. Selaput mukosa pada karina merupakan salah satu area paling
sensitif dari laring dan trakea untuk memicu reflek batuk (Sumiyati dkk.,

1
2021). Saat memasuki paru-paru, bronkus utama membelah menjadi
bronkus yang lebih kecil, disebut lobar bronkus (sekunder), satu untuk
setiap lobus paru-paru (paru-paru kanan memiliki 3 lobus; paru-paru kiri
memiliki 2 lobus). Lobar bronkus terus bercabang, membentuk bronkus
yang lebih kecil, yang disebut segmental (tersier) bronkus, yang mensuplai
khusus segmen bronkopulmonalis di dalam lobus (Sumiyati dkk., 2021).

Gambar 6. Bronkus

7) Bronkiolus
Bronkus segmental kemudian terbagi menjadi bronkiolus.
Bronkiolus pada gilirannya bercabang berulang kali, dan yang terkecil
bercabang menjadi tabung yang lebih kecil yang disebut bronkiolus
terminal. Percabangan yang ekstensif ini dari trakea melalui bronkiolus
terminal menyerupai pohon terbalik dan biasanya disebut sebagai pohon
bronkial (Sumiyati dkk., 2021).

1
Gambar 7. Bronkiolus

8) Alveolus
Alveoli berkumpul mengelilingi kantong alveolar, yang bermuara
ke dalam ruangan umum yang disebut atrium. Paru-paru pada orang
dewasa mempunyai sekitar 300 juta alveoli, yang menyediakan permukaan
sangat besar untuk pertukaran gas. Dinding pada alveolus merupakan
lapisan tunggal sel epitel skuamosa diatas membrane basalis sangat tipis.
Permukaan luar alveoli dilapisi kapiler pulmonalis. Dinding alveolar dan
kapiler membentuk membrane respiratori. Pertukaran gas menembus
membrane respiratori terjadi melalui difusi sederhana. Dinding alveolar
juga berisi sel yang mensekresi cairan yang berisi surfaktan, yang
diperlukan untuk mempertahankan permukaan lembab dan mengurangi
tegangan tekanan permukaan cairan alveolar untuk membantu mencegah
kolapsnya paru-paru (Sumiyati dkk., 2021).

1
Gambar 8. Alveolus

C. Epidemiologi
Gangguan oksigenasi merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013,
prevalensi gangguan oksigenasi pada kelompok penyakit tidak menular di
Indonesia sebesar 8,2%, sedangkan prevalensi gangguan oksigenasi pada
kelompok penyakit menular di Indonesia sebesar 27,2% (Kementerian
Kesehatan RI, 2013). Oksigen memegang peranan penting dalam semua
proses tubuh secara fungsional. Kekurangan oksigen dapat menyebabkan
metabolisme berlangsung tidak sempurna, adanya kekurangan O2 ditandai
dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan
kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan (Uyun Indriawati,
2013).
Saat ini, sekitar 1,5 juta orang di dunia hidup dengan limfoma maligna
terutama tipe LNH, dan dalam setahun sekitar 300 ribu orang meninggal
karena penyakit ini. Dari tahun ke tahun, jumlah penderita penyakit ini juga
terus meningkat. Sekadar gambaran, angka kejadian LNH telah meningkat 80
persen dibandingkan angka tahun 1970-an. Data juga menunjukkan, penyakit
ini lebih banyak terjadi pada orang dewasa dengan angka tertinggi pada
rentang usia antara 45 sampai 60 tahun. Sedangkan pada Limfoma Hodgkin
(DH) relative jarang dijumpai, hanya merupaka 1 % dari seluruh kanker. Di

1
negara barat insidennya dilaporkan 3,5/100.000/tahun pada laki-laki dan
2,6/100.000/tahun pada wanita. Di Indonesia, belum ada laporan angka
kejadian Limfoma Hodgkin. Penyakit limfoma Hodgkin banyak ditemukan
pada orang dewasa muda antara usia 18-35 tahun dan pada orang di atas 50
tahun.

D. Etiologi
Faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi diantaranya yaitu
(Tarwoto dan Wartonah, 2015):
1. Faktor Fisiologis
Proses fisiologi yang mempengaruhi oksigenasi antara lain:
a. Anemia
Kondisi ini dapat menurunkan kapasitas darah yang membawa
oksigen dikarenakan tubuh kekurangan sel darah merah disebabkan
oleh kekurangan zat besi.
b. Racun inhalasi
Kondisi ini dapat menurunkan kapasitas darah yang membawa
oksigen.
c. Obstruksi jalan nafas
Kondisi ini akan berdampak dalam membatasi pengiriman oksigen
yang diinspirasi ke alveoli.
d. Tempat yang tinggi
Tempat yang tinggi dapat menurunkan konsentrasi oksigen inspirator
karenakonsentrasi oksigen atmosfer yang rendah.
e. Demam
Kondisi ini dapat meningkatkan frekuensi metabolisme dan kebutuhan
oksigen dijaringan.
f. Pengaruh gerakan dinding dada
Mencegah penurunan diafragma dan menurunkan diameter
anteroposterior thoraks pada saat inspirasi, serta menurunkan volume

1
udara yang diinspirasi. Adapun kondisi yang mempengaruhi gerakan
dinding dada:
1) Kehamilan
2) Obesitas
3) Kelaian musculoskeletal
4) Konfigurasi structural yang abnormal
5) Trauma
6) Penyakit otot
7) Penyakit sistem persarafan
8) Pengaruh penyakit kronis
2. Faktor Perkembangan
a. Bayi Prematur
Bayi prematur berisiko terkena penyakit membrane hialin yang
disebabkan defisiensi surfaktan.

b. Bayi dan Todler


Bayi dan toddler berisiko mengalami infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA) hasil pemaparan dari anak-anak lain dan pemaparan asap dari
rokok. Selain itu,selama proses pertumbuhan gigi, beberapa bayi
berkembang kongesti nasal yang memungkinkan pertumbuhan
bakteri dan meningkatkan potensi terjadinya ISPA. ISPA yang sering
dialami adalah nasofaringitis, faringitis, influenza, dan tonsillitis.
c. Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan
faktor-faktor resiko pernafasan, misalnya asap rokok dan merokok.
d. Dewasa muda dan dewasa pertengahan
Individu pada usia pertengahan dan dewasa muda terpapar pada
banyak faktor risiko kerdiopulmonar seperti diet yang tidak sehat,
kurang latihan fisik, obat-obatan.
e. Lansia

1
Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia yang berhubungan
denganosteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan kosta. Otot- otot
pernapasan melemahdan sirkulsi pemubuluh darah pulmonar menurun.
3. Faktor Perilaku
a. Nutrisi
Nutrisi dapat mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam
beberapa cara. Pasien yang mengalami kekurangan gizi dapat
berdampak pada kelemahan otot pernafasan. Pada kondisi ini
menyebabkan kekuatan otot dan kerja pernafasan menurun.
b. Latihan fisik
Kegiatan ini dapat meningkatkan aktivitas metabolisme tubuh dan
kebutuhan oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan
meningkat, memampukan individu untuk mengatasi lebih banyak
oksigen dan mengeluarkan kelebihan karbondoksida.
c. Merokok
Merokok dapat menyebabkan sejumlah penyakit termasuk penyakit
jantung, penyakit paruobstrukti kronis, dan kanker paru.
d. Penyalahgunaan Substansi
Penggunaan alkohol dan obat-obatan secara berlebihan akan
mengggangguoksigenasi jaringan. Kondisi ini sering kali memiliki
asupan nutrisi yang buruk.

4. Faktor Lingkungan
a. Tempat Kerja (Polusi)
b. Temperatur Lingkungan
c. Ansietas
Keadaan yang terus menerus pada ansietas berat dapat
meningkatkan laju metabolism tubuh dan kebutuhan oksigen akan
meningkat

1
E. Tanda dan Gejala
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot bantu pernapasan,
pernafasan nafas faring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan
dada, pola napas abnormal, ekskursi dada berubah, dan penurunan kapasitas vital
menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi
gangguan oksigenasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Beberapa tanda dan
gejala gangguan pertukaran gas yaitu takikardi, peningkatan atau penurunan
PCO2, penurunan PO2, peningkatan atau penurunan PH arteri, dyspnea, adanya
bunyi napas tambahan, sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping hidung,
kesadaran menurun, dan penglihatan kabur (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Tanda dan gejala bersihan jalan napas tidak efektif yaitu dispnea, sulit bicara,
ortopnea, batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing, ronkhi kering, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas
berubah, pola napas berubah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

F. Patofisiologi dan Web of Causation


Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan
transportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk
dan keluar dari dan ke paru- paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka
oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon
jalan napas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses
difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan
menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses
ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas (Hidayat, 2015).

1
Virus Peternak, Pekerja taniMerokok SInar UV Mutasi Spontan

Radiasi
Paparan herbisida dan
oelarut organik

Bahan Kimia

Perubahan Genetik

Keganasan limfosit T dan B

Limfoma non-hodgin
Sel reedberg/sel hodgin

Limfoma hodgin
Pembesaran kelenjar getah bening

Perut
Dada

Perut Kembung
Nafsu makan turun Nyeri Perut
Penumpukan Cairan
di paru

Efusi pleura gg. rasa nyaman


Nutrisi kurang dari kebutuhan nyeri

Penurunan ekspansi paru

PO2 turun

Sesak nafas
Suplai O2 ke Metabolis
Pola napas inefektif
gg. pola tidur jaringan me
menurun
Intoleransi Aktivitas

1
G. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non-Farmakologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan
pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 >
21 %. Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan
mencegah respirasi respiratorik, mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja
napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau
SaO2 > 90 %. Indikasi pemberian oksigendapat dilakukan pada :

1. Perubahan frekuensi atau pola napas


2. Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3. Hipoksemia
4. Menurunnya kerja napas
5. Menurunnya kerja miokard
6. Trauma berat
Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa
metode, diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian oksigen), fisiotrapi dada,
napas dalam dan batuk efektif,dan penghisapan lender atau suctioning (Abdullah,
2014).
a. Inhalasi Oksigen
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem inhalasi oksigen
yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
1. Sistem aliran rendah sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang
memerlukan oksigen dan masih mampu bernapas sendiri dengan pola
pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk menambah
konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen diantaranya dengan
menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana, sungkup muka
dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non
rebreathing.
a.) Nasal kanula/binasal kanula, merupakan alat yang sederhana dan dapat
memberikan oksigen dengan aliran 1 -6 liter/menit dan konsentrasi
oksigen sebesar 20% - 40%.

1
Gambar 4. Nasal Kanula
b.) Sungkup muka sederhana, diberikan secara selang-seling atau dengan
aliran 5 – 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %.

Gambar 5. Sungkup Muka Sederhana


c.) Sungkup muka dengan kantong rebreathing, memiliki kantong yang
terus mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat
pasien inspirasi, oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang
antara sungkup dan kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara
kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Aliran
oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan konsentrasi 60 – 80%.

2
Gambar 6. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
d.) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing, mempunyai dua
katup, satu katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat
ekspirasi dan satu katup yang fungsinya mencegah udara masuk pada
saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. Pemberian
oksigen dengan aliran 10 – 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen
80 – 100%.

Gambar 7. Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing


2. Sistem Aliran Tinggi
Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil
dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah
konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem
aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau sungkup muka dengan
ventury dengan aliran sekitar 2 – 15 liter/menit. Prinsip pemberian

2
oksigen dengan ventury adalah oksigen yang menuju sungkup diatur
dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dapat diatur sesuai dengan
warna alat, misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning
35%, merah 40%, dan hijau 60%.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan Terfokus
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan yang
berhubungan dengan megumpulkan informasi dari klien, membuat data dasar
tentang klien, serta membuat catatan tentang respon kesehatan klien. Pengkajian
dilakukan secara komprehensif atau menyeluruh yang bertujuan agar data yang
dihasilkan dapat mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah.Sehingga
masalah yang ada dapat dirumuskan kedalam diagnosa keperawatan (Dinarti,
2017). Pengkajian terfokus pada klien dengan gangguan kebutuhan oksigenasi
meliputi:
1. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, alamat, status
perkawinan, agama, dan pendidikan.
2. Riwayat perawatan
a.) Keletihan
Klien melaporkan adanya kehilangan daya tahan. Untuk
mengukur keletihan secara objektif, klien diminta untuk menilai keletihan
denganskala 1 – 10 (Rahayu, 2016).
b.) Dispnea
Tanda klinis dispnea yaitu seperti usaha napas berlebihan, penggunaan
otot bantu napas, pernapasan cuping hidung, peningkatan frekuensi dan
kedalaman pernapasan, napas pendek (Rahayu, 2016).
c.) Batuk
Perawat mengidentifikasi apakah batuk produktif atau tidak, frekuensi
batuk, dan putum (Rahayu, 2016).
d.) Mengi (Wheezing)

2
Wheezing ditandai dengan bunyi bernada tinggi yang terjadi akibat
gerakan udara berkecepatan tinggi melalui jalan napas yang sempit.
Wheezing dapat terjadi saat inspirasi, ekspirasi, atau keduanya (Rahayu,
2016).

e.) Nyeri
Nyeri dada perlu dievaluasi dengan memperhatikan lokasi, durasi,
radiasi, dan frekuensi nyeri. Nyeri dapat timbul setelah latihan fisik, ataupun
rangkaian batuk yang berlangsung lama (Rahayu, 2016).
f.) Pemaparan Geografi atau Lingkungan
Pemaparan lingkungan dapat berasal dari asap rokok (pasif/aktif), karbon
monoksida (asap perapian/cerobong), dan radon (radioaktif) (Rahayu, 2016).
g.) Infeksi Pernapasan
Infeksi pernapasan dapat dilihat dari riwayat kesehatan yang pernah
dialamiklien (Rahayu, 2016).
h.) Faktor Resiko
Riwayat keluarga dengan tuberkulosis, kanker paru, penyakit
kardiovaskular merupakan faktor risiko bagi klien (Rahayu, 2016).
i.) Obat-obatan
Komponen ini mencakup obat yang diresepkan, obat yang dibeli secara
bebas, dan obat yang tidak legal.Obat tersebut mungkin memiliki efek yang
merugikan akibat kerja obat itu sendiri atau karena interaksi dengan obat lain
(Rahayu, 2016).

3. Pemeriksaan Fisik dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi,


perkusi, dan auskultasi (Rahayu, 2016).

a) Inspeksi
Observasi dari kepala sampai ujung kaki untuk mengkaji kulit dan warna
membran mukosa (pucat, sianosis), penampilan umum, tingkat kesadaran
(gelisah), keadekuatan sirkulasi sistemik, pola pernapasan, dan gerakan
dinding dada.

2
b) Palpasi
Dengan palpasi dada, dapat diketahui jenis dan jumlah kerja thoraks, daerah
nyeri tekan, taktil fremitus, getaran dada (thrill), angkat dada (heaves), dan
titik impuls jantung maksimal, adanya massa di aksila dan payudara. Palpasi
ekstremitas untuk mengetahui sirkulasi perifer, nadi perifer (takhikardia),
suhu kulit, warna, dan pengisian kapiler.

c) Perkusi

Perkusi untuk mengetahui adanya udara, cairan, atau benda padat di


jaringan.Lima nada perkusi adalah resonansi, hiperresonansi, redup, datar,
dan timpani.

d) Auskultasi

Auskultasi untuk mendengarkan bunyi paru.Pemeriksa harusmengidentifikasi


lokasi, radiasi, intensitas, nada, dan kualitas. Auskultasi bunyi paru dilakukan
dengan mendengarkan gerakan udara di sepanjang lapangan paru : anterior,
posterior, dan lateral. Suara napas tambahan terdengar jika paru mengalami
kolaps, terdapat cairan, atau obstruksi.

4. Pemeriksaan Penunjang dilakukan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan


oksigenasi. Pemeriksaan penunjang dalam gangguan kebutuhan oksigenasi
meliputi : Pemeriksaan Fungsi Paru, Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak
(Peak Expiratory Flow Rate / PEFR), Pemeriksaan Gas Darah Arteri,
Oksimetri, Hitung Darah Lengkap, Pemeriksaan Sinar X Dada,
Bronkoskopi, CT Scann, Kultur Tenggorok, Spesimen Putum, Skin Tes, dan
Torasentesis (Rahayu,2016).

b. Diagnosis Keperawatan yang Sering Muncul


Diagnosa yang sering muncul pada masalah gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigen, diantaranya sebagai berikut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017):
1. Bersihan Jalan Tidak Efektif (D.0001)
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan

2
napas untukmempertahankan bersihan jalan napas tetap paten.
Penyebab fisiologis :
a) Spasme jalan nafas
b) Hiperseksresi jalan nafas
c) Disfungsi Neuromuskuler
d) Benda Asing dalam jalan nafas
e) Adanya jalan nafas buatan
f) Sekresi yang tertahan
g) Hiperplasia dinding jalan nafas
h) Proses infeksi
i) Respon allergi
j) Efek agen farmakologis (mis.
Anestesi) Penyebab situasional :
a.) Merokok aktif
b.) Merokok pasif
c.) Terpajan polutan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : -
Objektif :
a.) Batuk tidak efektif
b.) Tidak mampu batuk
c.) Sputum berlebih
d.) Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
e.) Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
a.) Dyspnea
b.) Sulit bicara
c.) Ortopnea Objektif : a.) Gelisah b.) Sianosis c.) Bunyi nafas
menurun d.) Frekuensi nafas berubahe.) Pola nafas berubah
2
2. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi adekuat.
Penyebab :
a.) Depresi pusat pernafasan
b.) Hambatan upaya nafas (mis: nyeri saat bernapas, kelemahan
ototpernafasan)
c.) Deformitas dinding dada
d.) Deformitas tulang dada
e.) Gangguan neuro muskular
f.) Gangguan neurologis (mis: elektroensefalogram [EEG] positif,
cederakepala, gangguan kejang)
g.) Imaturitas neurologis
h.) Penurunan energi
i.) Obesitas
j.) Posisi tubuh menghambat ekspansi paru
k.) Sindrom hipoventilasi
l.) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
m.) Cedera pada medulla spinalis
n.) Efek agen farmakologis
o.) Kecemasan
Gejala dan tanda mayorSubjektif :
a.) DyspneaObjektif : a.) Penggunaan otot bantu pernapasanb.) Fase
ekspirasi memanjang c.) Pola napas abnormal
b.) Gejala dan tanda minor
Subjektif : -
Objektif :
a.) Pernapasan pursed lip
b.) Pernapasan cuping hidung
c.) Diameter thorax anterior posterior meningkat
2
d.) Ventilasi semenit menurun
e.) Kapasitas vital menurun
f.) Tekanan ekspirasi menurun
g.) Tekanan inspirasi menurun
h.) Ekskursi dada berubah

3. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)


Definisi :
Kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida pada
membrane alveolar-kapiler.
Penyebab :
a.) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
b.) Perubahan membran alveolus-kapiler
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
a.) DyspneaObjektif : a.) PCO2 meningkat / menurunb.) PO2 menurun
c.) Takikardia d.) pH arteri meningkat/menurune.) Bunyi napas
tambahan
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
a.) Pusing
b.) Penglihatan kabur
Objektif :
a.) Sianosis
b.) Diaforesis
c.) Gelisah
d.) Napas cuping hidung
e.) Pola napas abnormal (cepat / lambat, regular/iregular,
dalam/dangkal)
f.) Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)
g.) Kesadaran menurun

2
b. Perencanaan/Nursing Care Plan

No Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil (SLKI)


Keperawatan
(SDKI)
1 Pola Napas Tujuan: Dukungan
Tidak Ventilasi(I.01002)
Setelah dilakukan tindakan asuhan
Efekti Definisi:
f(D.0005) keperawatan selama..., maka pola napas
Memfasilitasi
Inspirasi dan/atau (L.01004) membaik, dengan kriteria hasil
dalam
ekpirasi yang : mempertahankan
tidak memberikan
pernapasan spontan
ventilasi adekuat Pola Napas (L.01004)
untuk
Skor memaksimalkan
Indikator Skor akhir
awal pertukaran gas di
paru-paru
Dispnea - 5 (menurun) Observasi
Penggunaan - 5 (menurun) 1. Identifikasi
otot bantu adanyakelelahan
napas. otot bantu nafas
2. Monitor status
Frekuensi - 5 (membaik)
napas Respirasi dan
Kedalaman oksigenasi
- 5 (membaik)
napas Terapeutik

Tekanan 1. Berikan posisi


- 5 (meningkat) semifowler atau
inspirasi
fowler
Tekanan - 5 (meningkat) 2. Pertahankan
ekspirasi kepatenan
jalan nafas
3. Berikan
oksigenasisesuai
kebutuhan
Edukasi
1. Ajarkan
melakukanteknik
relaksasi nafas
dalam
2
2. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkhodilator, jika
perlu
2 Gangguan Tujuan: Pemantauan
Pertukaran Gas Respirasi(1.01014)
Setelah dilakukan tindakan asuhan
(D.0003) Definisi:
keperawatan selama..., maka
Kelebihan atau
pertukaran gas (L.01003) meningkat, Mengumpulkan dan
kekurangan
dengan kriteria hasil : menganalisis data
oksigenasi
untuk memastikan
dan/atau eliminasi Pertukaran Gas (L.01003)
kepatenan jalan
karbondiosida pada
Indikator Skor Skor akhir napas dankeefektifan
membranalveolus-
awal pertukarangas.
kapiler
Dispnea - 1 (meningkat) Observasi:

FCO2 - 5 (membaik) 1. Monitor


frekuensi, irama,
PO2 - 5 (membaik)
kedalaman dan
Bunyi - 1 (meningkat) upaya nafas
napas 2. Monitor pola nafas
tambahan
Sianosis - 5 (membaik) 3. Monitor nilai
AGD
Napas - 1 (meningkat)
cuping 4. Auskultasi
hidung bunyinafas
Terapeutik
Pola napas - 5 (membaik)
1. Atur
interval
pemantauan
resprasi sesuai
kondisi klien
2. Dokumentasi
hasilpemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan d
Informasikan hasil

2
pemantauan
3 Dukungan Tidur
Gg Pola Tidur Tujuan:
(I.09265)
(D.0055)
Setelah dilakukan tindakan asuhan Definisi:
Gangguan
keperawatan selama..., maka Gg. Memfasilitasi siklus
kualitas dan
Pola Tidur menurun, dengan kriteria tidur dan terjaga
kuantitas waktu
hasil : yang teratur
tidur akibat faktor
Pola Tidur (L.05045) Observasi:
eksternal
1. Identifikasi pola
Indikator Skor Skor akhir aktivitas dan
awal tidur
Keluhan - 1 (menurun) 2. Identifikasi
sulit tidur faktor
Keluhan - 1 (Menurun) pengganggu
sering tidur
terjaga 3. Identifikasi
Keluhan - 1 (Menurun) makanan/minum
tidak puas an yang
tidur mengganggu
Keluhan tidur
- 1 (Menurun)
pola tidur Terapeutik:
berubah 1. Batasi Waktu
tidur siang
Keluhan - 1 (Menurun)
istirahat 2. Lakukan
tidak prosedur untuk
cukup meningkatkan
kenyamanan
3. Modifikasi
lingkungan
Edukasi:
1. Ajarkan
relaksasi otot
autogenic atau
cara
nonfarmakologi
lainnya
4 Intoleransi Manajemen
Tujuan:
Aktifitas Energi (I.05178)
(D.0056) Setelah dilakukan tindakan asuhan Mengidentifikasi
Ketidakcukupan keperawatan selama..., maka dan mengelola
3
energy untuk Intoleransi aktiviats menurun, dengan penggunaan energy
melakukan kriteria hasil : untuk
aktivitas sehari- mengatasiatau
hari mencegah kelelahan
Toleransi Aktivitas (L05047):
dan
Indikator Skor Skor akhir mengoptimalkan
awal proses pemulihan
SaturasiOksigen - 5 Observasi:
(Meningkat) 1. Identifikasi gg
fungsi tubuh
Kekuatan tubuh - 5
bagian atas (Meningkat) yang
mengakibatkan
Kekuatan tubuh - 5 kelelahan
bagian bawah (Meningkat)
2. Monitor pola
Perasaan lemah - 5(Menurun) dan jam tidur
Frekuensi napas - 5 3. Monitor lokasi
(Membaik) dan
ketidaknyamana
n selama
melakukan
aktivitas
Terapeutik:
1. Lakukan
rentang gerak
pasif dan/atau
aktuif
2. Fasilitasi duduk
di tempat tidur
3. Berikan
aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
Edukasi:
1. Anjurkan
melakukan
aktivitas sevcara
bertahap
2. Anjurkan
menghubungi
perawat jika
3
tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
3. Anjurkan tirah
baring

I. Penatalaksanaan Berdasarkan Evidence-Based Practice in Nursing


Judul Jurnal Pengaruh Diaphrag matic Breathing Exercise Dengan Teknik
Ballon Blow ing Terhadap Sesak Napas Pada Pasien Tuberkulosis
Paru Di Puskesmas Pucuk Lamongan

Penulis Yenny Farida Rahmawati*, Sri Hananto Ponco**, Drs. Arfian


Mudayan
Tahun 2020
Evidence-based Nursing berdasarkan jurnal :
Jenis Terapi Intervensi tersebut merupakan latihan pernapasan diafragma
dengan teknik peniupan balon 2 kali sehari di pagi dan sore hari,
setiap sesi latihan dilakukan dengan 3 kali latihan peniupan balon.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan
metode wawancara dan observasi, termasuk perhitungan tingkat
sesak napas sebelum (pre test) dan setelah tindakan (postest), yang
kemudian dilaporkan dalam lembar observasi. Instrumen yang
digunakan untuk menghitung sesak napas menggunakan skala VAS
(skala analog visual). Dilakukan oleh peneliti sendiri dengan
Panduan Normal Operating Procedure (SOP)
Tujuan Terapi Tujuan dari latihan ini adalah untuk mengajarkan pernapasan perut,
untuk mengatur pernapasan ketika sesak napas, untuk mengatasi
masalah penurunan volume paru-paru pada arus ekspirasi puncak.
Subyek Survei ini terdiri dari 33 responden dengan metodologi random
sampling. Hasil tes diperoleh dengan observasi dan wawancara.
Prosedur Terapi Diaphragmatic Breathing Exercise Dengan Teknik Ballon
Blowing2 kali sehari pada pagi dan sore hari, setiapsesi latihan
dilakukan3 setlatihan meniup balon. Intervensi ini dilakukan selama
3 hari.
Hasil Teknik respirasi diafragma dengan teknik penurun balon dapat
mengurangi tingkat kemampuan bernapas pada pasien dengan TBC
paru, karena latihan respirasi diafragma dengan teknik peledakan
balon meningkatkan pasokan udara ke paru-paru sehingga
kebutuhan oksigenasi dapat terpenuhi.
Pembahasan Hasil analisis menggunakan uji Wilcoxon sign rank test,
menunjukan bahwa terdapatperbedaan sesak napas sebelum dan
sesudahdilakukannya diaphragmatic breathing exercise dengan
teknik ballon blowingdimana p value(0,000) < α = 0,05 maka H1

3
diterima. Berdasarkanhasil tersebut, terdapat perbedaan yang
signifikan antara APE sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi
diaphragmatic breathingexercisedengan teknik ballon blowingpada
pasien tuberculosis paru.
Ada beberapa bentuk asuhan keperawatan yang dapat digunakan
untuk menurunkan sesak napas sebagai tindakan komplementer dari
program terapi diantaranya pemberian posisi semi fowler, posisi
semi fowler tinggi atau posisi orthopneik, teknik reksasi dapas
dalam, diaphragmatic breathing exercise, dan batuk efektif. Dengan
pemberian teknik diaphrargmatic breathing exercisedengan teknik
ballon blowingsaja,jika dilaksanakan sesuai dengan standart maka
semua bentuk asuhan keperawatan tersebut bisa dilaksanakan
sekaligus. Telah digunakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki dan mempertahankan fungsi pernapasan, yakni
dengan melakukan latihan pernapasan diaphragmatic breathing
exercise. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan latihan
pernapasan dilakukan untuk meningkatkan ventilasi dan oksigenasi
Kompliansi paru yang meningkat saat melakukan latihan
pernapasan dapat menyebabkan jumlah udara yang dapat masuk
kedalam paru juga meningkat, sehingga frekuensi pernapasan pada
lansia menurun.
Kesimpulan Tingkat sesak napas sebelum dilakukan diaphragmatic breathing
exercise dengan teknik ballon blowing pada pasien tuberkulosis
paru terdapat penurunan sesak napas ringansebesar 51.5%
mengalami penurunan menjadi sebagian kecil tidak sesak napas
sebesar 24.2%. Ada pengaruh diaphragmatic breathingexercise
dengan teknik ballon blowing terhadap sesak napas pada pasien
tuberkulosis paru di puskesmas pucuk lamongan dengan (p
value0.000 < 0,05)
Referensi Yenny Farida Rahmawati*, Sri Hananto Ponco**, Drs. Arfian
Mudayan
Program Studi S1 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Lamongan
e-mail : yenifarida.lmg123@gmail.com
http://repository.umla.ac.id/991/

3
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2014. Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta : TransInfo Media.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Dinarti., dan Y. Mulyanti. 2017. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta.

Hidayat, A. A. A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep


dan ProsesKeperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi
Konsep danProses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat, A. A. A., dan M. Uliyah. 2015. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Surabaya:Health Books Publishing.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar


2013. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.
Kusnanto. 2016. Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen.
Surabaya: FakultasKeperawatan Universitas Airlangga.

Muttaqin, A. 2012.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Patwa, A. and Shah, A. (2015). Anatomy and physiology of respiratory system


relevant toanaesthesia. Indian Journal of Anaesthesia. 59(9).

Rahayu, S., dan A. M. Harnanto. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia II. Jakarta.

Safrida. 2020. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Banda Aceh: Syiah Kuala
University Press.

3
Sulistiyawati dan Cahyati. 2019. Perbedaan Frekuensi Nafas Sebelum dan
Sesudah Latihan Pursed Lip Breathing pada Pasien dengan Serangan Asma.
Jurnal Penelitian Perawat Profesional. 1(1): 115-123.

Sumiyati, D. D. Anggraini, L. Kartika, M. M. Y. Arkianti, R. I. Sudra, A. D.


Hutapea, M.
H. N. Sari, C. L. Rumerung, R. M. Sihombing. A. F. Umara, dan Y. F.
Sitanggang. 2021. Anatomi Fisiologi. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Takatelide, F. W., L. T. Kumaat, dan R. T. Malara. 2017. Pengaruh Terapi
Oksigenasi Nasal Prong Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pasien
Cedera Kepala di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. E-Jurnal Keperawatan (e-Kp).5(1): 1-7.
Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi 4.
Jakarta: Salemba Medika.
Tarwoto & Wartonah.2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi 5.

Jakarta : Salemba Medika.


Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Utama, S. Y. A. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Respiratori. Sleman:CV Budi Utama.

Uyun, H.F dan Indriawati, R. Pengaruh Lama Hipoksia terhadap Angka Eritrosit
dan KadarHemoglobin Rattus norvegicus. Mutiara Medika. 13(1). 49-54.
Wahyuni, S. 2018. Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada Pasien
Tuberculosis Paru dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Ruang
Lavender RSUD Kota Kendari Tahun 2018. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia: Poltekkes Kemenkes Kendari.

Anda mungkin juga menyukai