Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

OBSTRUKSI JALAN NAPAS DAN TATA


KELOLA JALAN NAPAS

Oleh:
Nadia Nanda Salsabila 1820221120

Pembimbing:
dr. Wisnu Budi Pramono. Sp. An

SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIOAL JAKARTA

2021

1
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT

OBSTRUKSI JALAN NAPAS DAN TATA KELOLA JALAN NAPAS

Disusun oleh:

Nadia Nanda Salsabila 1820221120

Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik di bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui,
Pada tanggal, Februari 2021

Mengetahui,

Dokter Pembimbing

dr. Wisnu Budi Pramono. Sp.An

2
BAB 1

PENDAHULUAN

Saluran napas atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Masing- masing
memiliki fungsi yang berperan dalam hal menjaga saluran nafas atas. Hidung dan
cavitas nasi berhubungan dengan fungsi penghidu, pernafasan, penyaringan debu
dan pelembapan udara pernafasan. Faring berfungsi dalam hal respiratorik dan
memungkinkan terjadinya vokalisasi serta laring untuk melindungi jalan napas
bawah dari obstruksi benda asing.3
Obstruksi saluran nafas atas adalah sumbatan pada saluran nafas atas yang
disebabkan oleh adanya benda asing, trauma, tumor, dan kelumpuhan nervus rekuren
bilateral, sehingga ventilasi pada saluran nafas terganggu. Obstruksi saluran nafas
atas dapat menyebabkan kegawatdaruratan saluran nafas mulai dari asfiksia hingga
kematian. Kegawatdaruratan saluran nafas membutuhkan tindakan segera
diantaranya dengan menggunakan perasat Heimlich, intubasi endotrakea,
laringoskopi.

Oleh karena bahaya obstruksi pada saluran nafas atas, yang dapat
menyebabkan kematian, dan pentingnya penatalaksanaan awal obstruksi jalan nafas,
maka penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan referat.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Saluran Napas1,2

Gambar 1 anatomi saluran nafas atas

a. Hidung
Di dalam hidung (nasus) terdapat organum olfactorium perifer. Fungsi
hidung dan cavitas nasi berhubungan dengan:
a. Fungsi penghidu
b. Pernafasan
c. Penyaringan debu
d. Pelembapan udara pernapasan
e. Penampungan sekret dari sinus paranasales dan ductus
nasolakrimalis
Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk,
terutama karena perbedaan pada tulang rawan hidung. Punggung hidung yang
meluas dari akar hidung di wajah ke puncaknya (ujung hidung) . Hidung
meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian internal berupa
rongga hidung sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian luar tertutup oleh
kulit dan disupport oleh sepasang tulang hidung.
Rongga hidung terdiri atas :
 Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi

4
 Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai penapis
udara
 Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar
karena 94strukturnya yang berlapis
 Sel silia yang berperan untuk mlemparkan benda asing ke luar dalam
usaha untuk membersihkan jalan napas. 1

Gambar 2 Rongga hidung

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi


rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut
septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi 3 saluran oleh penonjolan
turbinasi atau konka dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi dengan
membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut
mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang
melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh
gerakan silia.
Rongga hidung dimulai dari Vestibulum, yakni pada bagian anterior ke
bagian posterior yang berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi atas
2 bagian, yakni secara longitudinal oleh septum hidung dan secara transversal
oleh konka superior, medialis, dan inferior.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-
paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan
serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru. Hidung
bertanggung jawab terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi
terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan
usia.
5
 Fungsi Rongga Hidung
Terdapat 3 fungsi Rongga Hidung, antara lain :
a. Dalam hal pernafasan, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan
menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan
pelembaban. Penyaringan dilakukan oleh membran mukosa pada rongga
hidung yang sangat kaya akan pembuluh darah dan glandula serosa yang
mensekresikan mukus cair untuk membersihkan udara sebelum masuk ke
Oropharynx. Penghangatan dilakukan oleh jaringan pembuluh darah yang
sangat kaya pada ephitel nasal dan menutupi area yang sangat luas dari
rongga hidung. Dan pelembaban dilakukan oleh concha, yaitu suatu area
penonjolan tulang yang dilapisi oleh mukosa.
b. Epithellium olfactory pada bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam
penerimaan sensasi bau.

c. Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukkan suara-suara fenotik


dimana ia berfungsi sebagai ruang resonansi.
b. Faring
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm
yang menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larynx pada dasar
tengkorak. Faring meluas dari dasar cranium sampai tepi bawah cartilago
cricoidea di sebelah anterior dan sampai tepi bawah vertebra cervicalis VI di
sebelah posterior. Dinding faring terutama dibentuk oleh dua lapis otot-otot
faring. Lapisan otot sirkular di sebelah luar terdiri dari tiga otot konstriktor.
Lapisan otot internal yang terutama teratur longitudinal, terdiri dari muskulus
palatopharyngeus, musculus stylopharingeus, dan musculus
salphingopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan laring sewaktu
menelan dan berbicara.
 Fungsi Faring

nasofaring  ada saluran penghubung antara nasopharinx dengan telinga


bagian tengah, yaitu Tuba Eustachius dan Tuba Auditory
 ada Phariyngeal tonsil (adenoids), terletak pada bagian
6
posterior nasopharinx, merupakan bagian dari jaringan
Lymphatic pada permukaan posterior lidah
 Mempunyai fungsi respiratorik.

orofaring  Merupakan bagian tengah faring antara palatum lunak dan


tulang hyoid. Refleks menelan berawal dari orofaring
menimbulkan dua perubahan, makanan terdorong masuk ke
saluran pencernaan (oesephagus) dan secara simultan katup
menutup laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam
saluran pernapasan
 Mempunyai fungsi pencernaan makanan
laringofaring  Merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian
bawahnya, sistem respirasi menjadi terpisah dari sistem
digestil. Makanan masuk ke bagian belakang, oesephagus
dan udara masuk ke arah depan masuk ke laring.
a Laring

Laring tersusun atas 9 Cartilago (6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar).


Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian depannya
mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple”, dan di dalam cartilago ini
ada pita suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid.
Laring menghubungkan Laringopharynx dengan trachea, terletak pada garis
tengah anterior dari leher pada vertebrata cervical 4 sampai 6.

Gambar 3 Anatomi laring

7
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi.
Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:
Epiglotis daun katup kartilago yang menutupi ostium ke
arah laring selama menelan
Glotis ostium antara pita suara dalam laring
Kartilago Thyroid kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari
kartilago ini membentuk jakun ( Adam’s Apple )
Kartilago Krikoid satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam
laring (terletak di bawah kartilago thyroid )
Kartilago Aritenoid digunakan dalam gerakan pita suara dengan
kartilago thyroid
Pita suara ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang
menghasilkan bunyi suara; pita suara melekat
pada lumen laring. 1,2

2.2 Etiologi Obstruksi Jalan Napas

a. Stenosis subglotik5
Pada daerah subglotik, 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat
penyempitan. Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis subglotik ialah:
1. Penebalan jaringan submukosa dengan hyperplasia kelenjar mucus dan
fibrosis.
2. Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang lebih kecil.
3. Bentuk tulang rawan normal dengan ukuran lebih kecil
4. Pergeseran cincin trakea pertama kearah atas belakang ke dalam lumen
krikoid.
Gejala stenosis subglotik ialah stridor, dispneu, retraksi di suprasternal,
epigastrium, interkostal serta subklavikula. Pada stadium yang lebih berat akan
ditemukan sianosis dan apnea sebagai akibat sumbatan jalan, sehingga mungkin
juga terjadi gagal pernafasan (respiratory distress). Terapi tergantung kelainan
yang menyebabkannya.

8
Gambar 4 Stenosis subglotik

Pada umumnya terapi stenosis subglotik yang disebabkan oleh kelainan


submukosa ialah dilatasi atau dengan laser CO2. Stenosis subglotik yang
disebabkan oleh kelainan bentuk tulang rawan krikoid dilakukan terapi
pembedahan dengan melakukan rekontruksi.
b. Laringomalasia5
Pada stadium awal ditemukan epiglotis lemah, sehingga pada waktu
inspirasi epiglotis tertarik ke bawah dan menutup rima glotis. Dengan demikian
bila pasien bernafas, nafasnya berbunyi (stridor). Stridor merupakan gejala awal,
dapat menetap dan mungkin hilang timbul, ini disebabkan lemahnya rangka
laring.

Gambar 5 Laringomalasia

Tanda sumbatan jalan nafas dapat dilihat dengan adanya cekungan


(retraksi) di daerah supra sterna, epigastrium, interkostal dan supraklavikular.
Bila sumbatan ini makin hebat, dilakukan intubasi endotrakea.

c. Trauma6

9
1) Fraktur tulang mandibula
Fraktur ini paling sering terjadi. Fraktur mandibula ini sangat penting
dihubungkan dengan adanya otot yang bekerja dan berregio atau berisersio pada
mandibula yaitu otot elevator, otot depressor, dan otot protusor. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya riwayat kerusakan rahang bawah dengan gejala
berikut :
 Pembengkakan, ekimosis atau laserasi pada kulit
 Nyeri
 Anastesi pada satu bibir bawah, gusi,
 Maloklusi
 Gangguan morbilitas atau krepitasi
 Malfungsi berupa trismus, rasa nyeri waktu mengunyah
Penanggulangan fraktur madibula tergantung pada lokasi fraktur, luasnya
fraktur, dan keluhan yang diderita. Lokasi fraktur ditentukan oleh pemeriksaan
radiografi.

2) Paralisis laring
 Paralisis n. laringeus superior
Cabang ekstern n. laringeus superior mensarafi m.
krikotiroid yang menegangkan pikta suara cabang internnya
mengurus mukosa laring. Paralisis n. laringeus superior di
proksimal percabangannya menjadi cabang ekstern dan intern
menyebabkan penderita tersedak bila minum akibat anastesi
mukosa sebab tidak merasa minuman turun. Terjadi juga
perubahn nada dan resonansi suara bila penderita bicara keras atau
menyanyi terlalu lama karena tegangan pita suara terganggu.
Gerakan abduksi dan adduksi pita suara tidak terganggu.
 Paralisis n. laringeus rekurens
N.laringeus rekurens atau n. laringeus inferior melayani
m.abduktor dan m.adduktor pita suara. Paralisis n. laringeus

10
inferior mengakibatkan suara mendesau. Gejala ini dapat
menghilang dalam beberapa minggu bila terjadi kompensasi oleh
otot aduktor kontralateral sehingga pita suara yang sehat bergerak
melewati garis tengah sehingga bertemu dengan pita suara yang
lumpuh.
Paralisis bilateral n. laringeus rekurens menyebabkan
sesak nafas karena celah suara sempit karena kedua pita suara
tidak dapat abduksi pada inspirasi, sehingga menetap pada posisi
paramedian. Oleh karena itu, penderita terpaksa istirahat dan
menghindari keadaan yang memerlukan lebih banyak zat asam
seperti kerja, gerakan berlebihan, takut dan demam.

 Menelan bahan kaustik

Larutan asam kuat seperti asam sulfat, nitrat dan


hidroklorid atau basa kuat seperti soda kaustik, potassium kaustik
dan amonium bila tertelan dapat mengakibatkan terbakarnya
mukosa saluran cerna. Pada penderita yang tidak sengaja minum
bahan tersebut, kemungkinan besar luka bakar hanya pada mulut
dan faring, karena bahan tersebut tidak ditelan dan hanya sedikit
saja masuk ke dalam lambung. Pada mereka yang mencoba bunuh
diri akan terjadi luka bakar yang luas pada esofagus bagian tengah
dan distal karena larutan tersebut berada agak lama sebelum
memasuki kardiak lambung. Diagnostik berdasarkan riwayat
menelan zat kaustik dan adanya luka bakar di sekitar dan dalam
mulut.

3) Trauma trakea
Trauma tumpul tidak menimbulkan gejala atau tanda, tetapi
dapat juga mengakibatkan kelainan lebih hebat berupa sesak nafas
karena penekanan jalan nafas atau aspirasi darah atau emfisema kutis
bila trakea robek. Trauma tumpul trakea jarang memerlukan
11
tindakan bedah. Penderita diobservasi. Bila terjadi obstruksi jalan
nafas dikerjakan trakeostomi. Pada trauma tajam yang menyebabkan
robekan trakea, dilakukan trakeotomi di distal robekan, dan dijahit.

4) Trauma intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan
udema laring dan trakea. Gejalanya suara penderita terdengar parau,
dan adanya kesulitan menelan, gangguan aktivitas laring, dan
beberapa derajat obstruksi pernafasan. Pengobatan yang diberikan
kortikosteroid. Bila obstruksi nafas terlalu hebat, dilakukan
trakeostomi.
d. Tumor5
1) Hemangioma
Hemangioma biasanya timbul di daerah subglotik. Sering
pula disertai dengan hemangioma di tempat lain, seperti di
leher.

Gambar 6 Hemangioma

Gejalanya ialah terdapat hemoptisis dan bila tumor itu


besar, terdapat juga sumbatan laring. Terapinya ialah dengan
bedah laser, kortikosteroid atau dengan obat-obat skleroting.

12
Gambar 7 Hemangioma

2) Papiloma laring5
Tumor ini digolongkan dalam 2 jenis :
1. Papiloma laring juvenile, ditemukan pada anak,
biasanya berbentuk multiple dan mengalami regresi
saat dewasa
2. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal,
tidak akan mengalami resolusi dan merupakan
prekanker.
Gejala utama adalah suara parau. Kadang-kadang
terdapat pula batuk. Apabila papiloma telah menutup rima
glottis maka timbul sesak nafas dengan stridor. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laring langsung, biopsy serta pemeriksaan patologi-anatomik.

Gambar 8 Papiloma laring

Terapi :
- Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan
sinar laser. Karena sering tumbuh lagi, tindakan ini diulang berkali-
kali. Kadang dalam seminggu tampak papiloma tumbuh lagi.
- Sekarang tersangka penyababnya ialah virus, untuk
terapinya diberikan vaksin dari massa tumor, obat anti virus,
hormone, kalsium atau ID methionin.

13
Tidak dianjurkan memberikan radioterapi karena papiloma
dapat berubah menjadi ganas.

3) Tumor ganas laring5


Penyebabnya belum diketahui pasti. dikatakan para
ahli bahwa perokok dan peminum alcohol merupakan
kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap
karsinoma laring. Serak adalah gejala utama karsinoma
laring, merupakan gejala paling dini tumor pita suara. Hal
ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Pada
tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau
penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis,
sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang
menyerang saraf. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri,
sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. Gejala lain
berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk,
hemoptisis dan penurunan berat badan. Nyeri tekan laring
adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi
supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan
perikondrium.

Gambar 9 Tumor ganas laring

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi


antomi dari bahan biopsy laring dan bajah pada KGB leher. Ada 3

14
cara yang lazim digunakan yakni pembedahan, radiasi, obat
sitostatik atau kombinasi. Jenis pembedahan adalah laringektomi
totalis atau parsial tergantung lokasi dan penjalaran. Pemakaian
sitostatik belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian sitostatik
tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk, disamping
harga obat yang mahal, sehingga tidak terjangkau oleh pasien.

e. Benda Asing Saluran Nafas Atas5

1) Benda asing di hidung

Benda asing di hidung sering terjadi pada anak, dan pada anak
sering luput dari perhatian, gejala yang sering ditimbul yaitu hidung
tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau, kadang –
kadang demam, nyeri, epitaksisi dan bersin. Hasil pemeriksaan tampak
edem dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi
ulserasi.

Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung ialah dengan


memakai pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam hidung bagian atas,
menyusuri atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu
pengeit diturunkan sedikit dan ditarik ke depan, dengan cara ini menda
asing ikut terbawa keluar. Dapat pula menggunakan cunam Nortman
atau “wire loop”. Pemberian antibiotic sistemik selama 5 – 7 hari hanya
jika kasus benda asing hidung yang telah menimbulkan infeksi.

2) Benda asing di orofaring dan hipofaring5

Benda asing di orofaring dan hipofaring dapat tersangkut antara


lain di tonsil, dasar lidah, valekula dan sinus piriformis yang akan
menimbulkan rasa nyeri menelan (odinofagia), baik saat makan maupun
meludah, terutama benda asing tajam seperti tulang ikan dan tulang ayam.
Pemeriksaan di dasar lidah, valekula dan sinus piriformis diperlukan kaca
tenggorokan yang besar (no 8 – 10). Benda asing di sinus piriformis
15
menunjukkan tanda Jakcson (Jackson’s Sign) yaitu terdapat akumulasi
ludah di sinus piriformis tempat benda asing tersangkut.

Bila benda asing menyumbat intoitus esophagus, maka tampak


ludah tergenang di kedua sinus piriformis. Benda asing di tonsil dapat
diambil dengan memakai pinset atau cunam. Biasanya yang tersangkut di
tonsil ialah benda tajam, seperti tulang ikan, jarum, atau kail. Benda asing
di dasar lidah, dapat dilihat dengan kaca tenggorokan yang besar.

Pasien diminta menarik lidah sendiri dan pemeriksaan memegang


kaca tenggorokan dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan memegang
cunam untuk mengambil benda tersebut. Bila pasien sangat perasa
sehingga menyulitkan tindakan, maka sebelumnya dapat disemprotkan
obat pelali (anestetikum), seperti xylocain atau pantocain. Tindakan pada
benda asing di valekula dan sinus piriformis kadang – kadang untuk
mengeluarkannya dilakukan dengan cara laringoskopi langsung.

Gambar 10 Laringoskopi

3) Benda asing di laring5

Benda asing pada laring bisa bersifat total atau subtotal. Jika
benda asing dilaring menutupi secara total merupakan kegawatan dan
akan menimbulkan gejala berupa disfonia sampai afonia, apne dan
sianosis. Pertolongan pertama harus segera dilakukan karena asfiksia
dapat terjadi dalam waktu hany abeberapa menit. Tehnik yang dilakukan
berupa Heimlich (Heimlich manueuver). Menurut teori Heimlich , benda
asing masuk ke dalam laring ialah pada waktu inspirasi, dengan demikian

16
paru penuh oleh udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup,
dengan menekan botol itu maka sumbatan akan terlempar keluar.

Gambar 11 Perasat Heimlich

Sumbatan tidak total dilaring dapat menyebabkan gejala suara


parau, disfonia sampai afonia, batuk yang di sertai sesak, odinofagia,
mengi, sianosis, hemoptisis dan rasa subyektif dari benda asing (pasien
akan menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing itu tersangkut)
dan dispne dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila
benda asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah
turun ke trakea, tetapi masih meninggalkan reaksi laring oleh karena
udem. Pada kasus sumbatan subtotal, tidak menggunakan perasat
Heimlich, pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat untuk di
beri pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau bronkoskop,
atau jika alat – alat tersebut tidak tersedia maka dapat di lakukan
trakeostomi, dengan pasien tidur dengan posisi Trendelenburg, kepala
lebih rendah dari badan, supaya benda asing tidak turun ke trakea.

2.3 Tanda- Tanda Obstruksi Jalan Napas3


Pasien dengan tanda-tanda obyektif kesulitan jalan napas atau cadangan
fisiologis terbatas harus ditangani dengan sangat hati-hati. Hal ini berlaku antara lain
untuk pasien obesitas, pasien anak, lansia, dan pasien yang mengalami trauma wajah.
Langkah-langkah berikut dapat membantu dokter dalam mengidentifikasi tanda obyektif
obstruksi jalan napas:

17
1. Amati pasien untuk menentukan apakah dia gelisah (menunjukkan hipoksia) atau
tidak fokus (menunjukkan hiperkapnia). Sianosis menunjukkan hipoksemia dari
oksigenasi yang tidak adekuat dan diidentifikasi dengan pemeriksaan dasar kuku.
Namun, sianosis adalah temuan hipoksia yang terlambat, dan itu mungkin sulit
dideteksi pada kulit berpigmentasi lebih gelap. Cari retraksi dan penggunaan otot
aksesoris ventilasi, jika ada kemungkinan terdapat gangguan jalan napas. Oksimetri
nadi yang digunakan pada awal penilaian jalan napas dapat mendeteksi oksigenasi
yang tidak adekuat sebelum sianosis berkembang.

2. Dengarkan suara yang tidak normal. Bising saat pernapasan, mendengkur, berdeguk,
dan suara berkokok (stridor) dapat dikaitkan dengan oklusi parsial pada faring atau
laring. Suara serak (dysphonia) menyiratkan obstruksi laring fungsional.

3. Evaluasi perilaku pasien. Pasien yang kasar dan suka tidak tenang sebenarnya bisa
jadi hipoksia.

2.4 Manajemen jalan napas rutin4


Manajemen jalan nafas rutin yang berhubungan dengan anestesi umum terdiri
dari:

1. assesmen jalan nafas pra-anestesi

2. pemeriksaan persiapan dan perlengkapan

3. posisi pasien

4. preoksigenasi (denitrogenasi)

5. ventilasi tas dan masker

6. intubasi atau penempatan masker laring saluran napas (jika ada indikasi)

7. konfirmasi penempatan tabung atau jalan nafas yang benar

8. ekstubasi

2.5 Pengelolaan Jalan Napas2,4


a. Penilaian
1) Anamnesis

18
Penilaian jalan bnapas melalui anamnesis meliputi riwayat dan keluhan
pasien yang berkaitan dengan gangguan pada jalan napas serta riwayat
pembiusan sebelumnya. Riwayat penyakit atau kondisi bawaan lahir juga perlu
diketahui karena beberapa kelainan kongenital dihubungkan dengan gangguan
jalan napas.
Selain bertanya kepada pasien, peninjauan terhadap rekam medis pasien
untuk melihat riwayat pembiusan atau pembedahan berkaitan dengan jalan
napas juga merupakan hal yang penting. Data mengenai kesulitan, upaya, dan
hasil pengelolaan yang pernah ada pada pasien dapat diperoleh melalui sistem
pencatatan yang baik pada rekam medis pasien.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penilaian jalan napas ditujukan untuk menilai parameter
anatomis dan fungsional dari jalan napas. Penilaian tersebut dapat berupa:
a) Penilaian kemampuan membuka mulut, jarak antargigi seri atas
dan bawah sebesar 3 cm atau lebih, dianggap akan
memudahkan pengelolaan jalan napas.
b) Penilaian mallampati, yaitu penilaian ukuran lidah relative
terhadap rongga mulut. Semakin tinggi derajat mallampati,
semakin besar kemungkinan kesulitan intubasi terjadi.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mata pemeriksa dan pasien
berada pada posisi sama tinggi, kepala pasien dalam posisi
netral dan diminta untuk membuka mulut selebar mungkin
dengan menjulurkan lidah tanpa bersuara. Klasifikasinya
sebagai berikut:
- Kelas I: visualisasi palatum molle , fauces, uvula, pilar
anterior, dan posterior
- Kelas II: visualisasi palatum molle, fauces, dan uvula
- Kelas III: visualisasi palatum mole dan dasar uvula
- Kelas IV: palatum molle tidak terlihat2,4

19
Gambar 12 kelas pada ASA

c) Jarak tiromental, merupakan jarak antara dagu dan bagian


superior dari tiroid. Jarak tiga jari atau lebih dapat menandakan
kemungkinan pengelolaan jalan napas dapat dilakukan dengan
mudah.
d) Penilaian daerah submandibula dilakukan dengan menilai
kemampuan pergerakan mandibula ke anterior. Salah satu
maneuver yang dapat diperiksa adalah kemampuan gigi seri
bagianbawah pasien untuk menggigit bibir bagian atas (upper
lip bite test).
e) Kemampuan pergerakan ekstensi leher ditentukan oleh sendi
atlanto-oksipital. Hal tersebut dinilai berdasarkan besar
sudutyang dapat dicapai dengan ekstensi kepala maksimal dari
posisinetral leher. Kemampuan ekstensi dibawah 35 derajat
dihubungkan dengan kesulitan pengelolaan jalan napas.
f) Penilaian habitus tubuh teriutama pada pasien obesitas dinilai
berdasarkan IMT, dimana diatas 30 kg/m2 dihubungkan dengan
kesulitan pengelolaan jalan napas.
3) Klasifikasi2,4
Istilah jalan napas sulit didefinisikan oleh American Society
Anesthesiologist (ASA) sebagai keadaan klinis dimana seorang dokter spesialis
anestesiologi yang berpengalaman dan terlatih mengalami kesulitan ventilasi
jalan napas atas dengan menggunakan sungkup wajah, kesulitan dalam intubasi
trakea, atau keduanya. Berikut klasifikasi ASA7:
Tabel 1 Kategori ASA

20
21
22
sumber: American Society of Anesthesiologist
Berdasarkan penilaian jalan napas yang telah dilakukan, kesulitan pengelolaan
jalan napas pada pasien dapat diklasifikasikan menjadi:
- Sulit ventilasi dengan sungkup wajah
ASA mendefinisikan sulit ventilasi sungkup sebagai ketidakmampuan
dokter spesialis anestesiologi tanpa bantuan aisten untuk menjaga saturasi
>90% dengan menggunakanFiO2 100% dan ventilasi tekanan positif,
sedangkan saturasi pasien dalam kondisi >90% sebelumnya.
Ventilasi sungkup wajah yang tidak adekuat disebabkan oleh dua
penyebab utama. Pertama, ketidakmampuan untuk membuat segel yang
memadai antara wajah dan sungkup yang akhirnya menyebabkan kebocoran
23
pada ventilasi tekanan positif yang diberikan. Penyebab kedua adalah tidak
adekuatnya patensi jalan napas pada tingkat nasofaring, orofaring, hipofaring,
laring atau trakea. Kondisi ini menyebabkan gas tidak memiliki kemampuan
untuk masuk kedalam paru-paru meski memiliki tekanan yang cukup
memadai.
Tanda-tanda ventilasi yang tidak memadai meliputi gerakan dada yang
tidak ada atau tidak memadai, suara napas yang tidak ada atau tidak adekuat,
sianosis atau desaturasi oksigen, meningkatnya kadar karbondioksida dalam
darah, tidak ada atau tidak adekuatnya aliran gas yang dihembuskan dan
perubahan hemodinamik yang terkait dengan hipoksemia atau hiperkapnia
seperti hipertensi, takikardi, dan aritmia.
Indikator sulit ventilasi sungkup wajah meliputi 5 parameter yang
disingkat MOANS adalah sebagai berikut:2,4
a) Mask seal: membutuhkan anatomi wajah yang normal, tidak ada
rambut pada wajah yang normal, secret, darah, muntahan, fraktur,
mikronatia, ukuran sungkup yang sesuai dan kemampuan dokter
spesialis anestesiologi untuk mampu membuat segel antara hidung
dan wajah.
b) Obesity/obstruction: IMT>26 dikaitkan dengan sulit ventilasi karena
jaringan lemak yang berlebihan pada jalan napas yang dapat
meningkatkan resistensi jalan napas. Kehamilan trimester 3 dapat
menimbulkan keadaan yang serupa. Obstruksi jalan napas juga dapat
mengganggu ventilasi karena dapat meningkatkanalioranresistensi
inspirasi danekspirasi.
c) Age: usia> 55 tahun akan menurunkan elastisitas jaringan,
menurunkan tonus otot jalannapas atas danmeningkatkan gangguan
restriktif atau obstruktif pada paru sehingga sulit untuk dilakukan
ventilasi.
d) No teeth: gigi menyediakan struktur untuk menyokong sungkup
wajah sehingga tidakadanya gigi akan menimbulkan kesulitan untuk
membuat segel pada sungkup wajah.
24
e) Stiff: gangguan obstruktif atau restriktif pada paru, seperti kekakuan
pada leher akibat radiasi, dapat menimbulkan gangguan ventilasi pada
sungkup.
- Sulit pemasangan alat ekstraglotik
Alat supraglotik yang paling sering digunakan adalah laryngeal mask
airway (LMA). Definisi sulit ventilasi LMA adalah ketidakmampuan dokter
spesialis untuk menempatkan LMA sebanyak 3 kali percobaan pada posisi
yang memuaskan untuk memungkinkan ventilasi dan patensi jalan napas
yang memadai sehingga membutuhkan beberapa kali percobaan untuk
keberhasilan pemasangan dengan atau tanpa patologi trakea sebelumnya.
Indikator sulit pemasangan alat supraglotik meliputi 4 parameter yang
disingkat menjadi RODS:
- Reduce mouth opening (bukaan mulut terbatas)
- Obstruction (obstruksi pada jalan napas di level
glottis atau dibawahya
- Distorted airway (anatomi jalan napas yang
abnormal)
- Stiff neck or lungs (terbatasnya kemampuan
pergerakan leher dan perkembangan paru)
- Sulit laringoskopi dan intubasi2,4
ASA mendefinisikan sulitintubasi sebagai lebih dari 3 kali percobaan
intubasi atau membutuhkan waktu lebih dari 10 menit. Sulit laringoskopi
didefinisikan sebagai kesulitan untuk mendapatkan penampakan laring dan
glotis saat melakukan intubasi.
Berbagai ciri pada pemeriksaan eksternal dapat menunjukkan
kemungkinan sulit laringoskopi seperti mandibular kecil atau sulit diraba, gigi
tidak lengkap, leher pendek, abnormalitas anatomi wajah, dan lidah besar.
Posisi kepaladan leher juga menentukan keberhasilan laringoskopi langsung,
seperti kemampuan untuk sniffing position. Pemeriksaan fisik yang dapat
dilakukan adalah meminta kepada pasien apakah dapat melakukan fleksi dan
ekstensi leher secara maksimal.
25
Mnemonik LEMON dapat membantu memperkirakan kesulitan
laringoskopi dan intubasi. Mnemonik tersebut terdiri dari 5 parameter
sebagai berikut:
- Look externaly, lihat secara eksternal akan adanya trauma
wajah, gigi seri besar, janggut, atau kumis yang lebat dan
lidah besar
- Evaluate 3-3-2, pengukuran jarak yang meliputi jarak
antara gigi seri ≤3 jari pasien, jarak hyoidmentum ≤3jari
pasien,dan jarak tiroid hyoid ≤2 jari pasien.
- Mallampati, skor ≥ 3
- Obstruction, adanya kondisi yang menyebabkan obstruksi
jalan napas atas seperti epiglottitis, abses peritonsillar
atau trauma
- Neck mobility, mobilitis leher terbatas
- Sulit kritiroidotomi
b. Pengelolaan2,4
Pengelolaan jalan napas diawali dengan membuka atau membebaskan jalan
napas atas atas dari sumbatan. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan
maneuver jalan napas seperti head tilit-chin lift, jaw thrust atau dapat pula dicapai
dengan bantuan peralatan seperti oropharyngeal airway (OPA) atau
nasopharyngeal airway (NPA).

Gambar 13 head tilit-chin lift, jaw thrust Gambar 14 OPA dan NPA

26
Setelah jalan napas terbuka, maka pasien dapat diventilasi secara optimal dengan
bantuan sungkup wajah. Penggunaan sungkup wajah dapat memfasilitasi pengaliran
oksigen kepada pasien untuk mencapai kemampuan penghantaran gas yang optimal.
Oleh karena itu, dibutuhkan pemasangan sungkup wajah yang bersegel sehingga
tidak terjadi kebocoran. Ukuran dan bentuk sungkup wajah disesuaikan dengan
kontur wajah pasien. Saat ini tersedia berbagai model sungkup wajah,namun
sungkup wajah pada umumnya bewarna transparan, sehingga uapgas ekspirasi,
cairanatau muntahan dapat mudah dipantau. Sungkup wajah biasanya terbuat dari
bahan plastik atau karet yang cukup lunak dan dan lentur untuk menyesuaikan
dengan wajah pasien yang bervariasi.

Gambar 15 sungkup wajah transparan


Sebagai bagian dari persiapan untuk laringoskopi dan intubasi, apabila
memungkinkan, sebaiknya preoksigenasi dilakukan. Tujuan preoksigenasi adalah
untuk meningkatkan cadangan oksigen dalam paru-paru sehingga dapat
memperlama waktu apneu sebelum terjadi desaturasi. Preoksigenasi dapat dilakukan
dengan bantuan sungkup wajah dan pompa manual yang dialiri 100% oksigen.
Teknik ventilasi dengan sungkup wajah dan pompa manual (bag mask ventilation,
BMV) dapat dilakukan oleh satu orang , yaitu bila sungkup wajah dipegang dengan
tangan kiri, maka tangan kanan digunakan untuk ventilasi tekanan positif dengan
memeras breathing bag. Sungkup wajah dipasang pada pasien dan sedikit ditekan
pada badan sungkup dengan ibu jari dan telunjuk, sedangkan jari tengah dan jari
manis menarik mandibula untuk ekstensi sendi atlantooksipital. Tekanan jari jari
dipusatkan pada tulang mandibular, bukan pada jaringan lunak yang menopang
dasar lidah agar tidak terjadi obstruksi jalan napas. Jari kelingking ditempatkan
dibawah sudut rahang untuk melakukan manuverjaw thrust.

27
Gambar 16 cara memegang sungkup wajah dengan satu tangan

Pada pasien dengan jalan napas yang sulit, diperlukan 2 tanganuntuk


mendapatkan jaw thrust yang adekuat dan sungkup wajah yang rapat. Pada kondisi
tersebut diperlukan seorang asisten untuk membantu ventilasi dengan memompa
breathing bag. 2,4

Gambar 17 cara memegang sungkup wajah dengan 2 tangan

1) Pengelolaan Jalan Napas dengan Alat Supraglotik


Penggunaan BMV memiliki banyak keterbatasan sehingga baku emas
untuk memberikan ventilasi yang efektif dan mencegah aspirasi isi lambung
adalah intubasi trakea. Penggunaan alat jalan napas supraglotik relative lebih
mudah dilakukan dalam memfasilitasi pertukaran udara, terutama untuk praktisi
yang kurang berpengalaman.
Alat jalan napas supraglotik yang paling banyak digunakan adalah
laryngeal mask airway (LMA). Alat jalan napas supraglotik memiliki
keuntungan, yaitu pengetahuan dan instruksi untuk penempatan perangkat ini
dapat dipahami dalam waktu yang relatif singkat. Alat jalan napas supraglotik

28
terbukti cukup efektif sebagai perangkat penyelamat jalan napas dalamn kondisi
gawat darurat.
Penggunaan alat jalan napas supraglotik dikontraindikasikan apabila
terdapat osbtruksi dari glottis atau supraglotis, risiko aspirasi, dan pada pasien
dengan pembukaan mulut atau ekstensi leher yang sangat terbatas.
Teknik pemasangan alat jalan napas supraglotik sangat bervariasi,
berikut merupakan teknik pemasangan LMA:
- Tentukan ukuran LMA yang akan dipasang berdasarkan berat
badan pasien.
- Untuk mngurangi risiko terlipatnya epiglotis, dianjurkan untuk
mengempiskan sepenuhnya LMA sebelum pemasangan.
- Balon LMA sebaiknya diberikan jel berbahan dasar air sebagai
pelumas.
- Apabila tidak terdapat kontraindikasi, kepala dan leher pasien
diposisikan dalam posisi sniffing (menengadahkan kepala) untuk
membantu membuka mulut pasien.
- Untukmemudahkan pemasangan, menuver pengangkatan rahang
bawah dapat dilakukan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
tangan yang tidak dominan.
- LMA dimasukkan kedalam mulut dengan meletakkan jari
telunjuk pada perbatasan sungkup dan pipa LMA, menekan balon
LMA terhadap palatum sambal mendorong LMA masuk ke
orofaring mengikuti lengkungan dinding faring posterior. Tahanan
akan dirasakan pada saat LMA menempati hipofaring dan LMA
tidak didorong lebih lanjut.
- Balon LMA kemudian dikembangkan dengan udara secukupnya
sampai tidak terdeteksi kebocoran pada saat dilakukan ventilasi
tekanan positif.
- Posisi pasien dikembalikan pada posisi netral dan LMA difiksasi
dengan pita perekat pada wajah pasien.

29
Gambar 18 teknik pemasangan LMA

Tabel 2 panduan pemilihan ukuran LMA berdasarkan berat badan pasien

2) Pengelolaan Jalan Napas dengan Pipa Endotrakeal2,4


Intubasi endotrakea hingga saat ini masih merupakan baku emas
pengelolaan jalan napas. Intubasi endotrakea sering kali dicapai melalui
prosedur laringoskopi direk. Selain menggunakan laringoskopi konvensional,
intubasi trakea dapat dilakukan dengan bantuan laringoskop video atau
bronkoskop fleksibel. Tujuan intubasi endotrakea meliputi:
- Mempertahankan patensi jalan napas
- Melindungi jalan napas dari aspirasi
- Memungkinkan ventilasi tekanan positif
- Memungkinkan pembersihan sekresi jalan napas
- Memungkinkan napas kendali dengan oksigen 100%
- Jalur pemberian obat-obat tertentu saat henti jantung
Untuk dapat melakukan intubasi endotrakea melalui laringoskopi direk,
diperlukan persiapan yang optimal untuk mencapai tingkat keberhasilan dan
keamanan yang baik. Persiapan laringoskopi direk meliputi pengaturan posisi
pasien, preoksigenasi adekuat, dan memastikan ketersediaan serta fungsi

30
peralatan. Yang dibutuhkan. Selain hal-hal tersebut, keberadaan asisten terlatih
yang dapat membantu proses laringoskopi intubasi sangatlah dianjurkan.
Posisi pasien untuk laringoskopi dan intubasi yang optimal adalah dengan
memosisikan pasien dalam posisi sniffing. Pada posisi tersebut, aksis anatomis
dari mulut, faring dan laring terletak hampir sejajar sehingga memudahkan
visiualisasi laring.

Gambar 19 aksis anatomis mulut, faring, dan laring dalam posisi (A) netral, (B) elevasi
kepala, (C) sniffing
Peralatan yang diperlukan untuk intubasi trakea melalui laringoskopi
direk meliputi laringoskop, pipa trakea, stylet, spuit untiuk mengembangkan
balon pipa trakea, pipa dan alat penghisap, peralatan untuk ventilasi dan
sumber oksigen.

Gambar 20 bagian bagian laringoskop dan jenis jenis bilah laringoskop

Tabel 3 pemilihan ukuran pipa endotrakea


31
langkah-langkah intubasi endotrakea meliputi membuka mulut,
memasukkan bilahlaringoskop, pengaturan posisi ujung bilah laringoskop,
mengangkat mandibular untuk membantu visualisasi laring, dan memasukkan
pipa trakea melalui pitasuara.2,4

Gambar 21 laringoskopi direk

DAFTAR PUSTAKA

32
1. Seeley, stephens, tate. 2004. Anatomy and physiology, sixth edition. The McGrow – Hill

Companies avaible in serve. FKUnram.edu/anatomyfisiology

2. Margarita, RN; Hanindito, E; Tantri, AR; Redjeki, IS; Soenarto, RF; Bisri, DY; Musba
AMT; Lestari, MI. Anestesiologi dan Terapi Intensif : Buku Teks KATI-PERDATIN.
Edisi 1. Kompas gramedia

3. American College of Surgeon. Advance Trauma Life Support : Student Course Manual.
2018. 10Th Edition

4. Butterworth, JF; Mackey, DC; Wasnick, JD. Morgan & Mikhail Clinical
Anesthesiology. 2018. McGraw Hill

5. Soepardi, efiaty dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher. Ed ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 162-259

6. Jong Wim De.,R.Sjamsuhidrajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC. 2005

7. American Society of Anesthesiologists. ASA Physical Status Classification System.

2020

33

Anda mungkin juga menyukai