Oleh:
Nadia Nanda Salsabila 1820221120
Pembimbing:
dr. Wisnu Budi Pramono. Sp. An
2021
1
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT
Disusun oleh:
Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik di bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Telah disetujui,
Pada tanggal, Februari 2021
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Saluran napas atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Masing- masing
memiliki fungsi yang berperan dalam hal menjaga saluran nafas atas. Hidung dan
cavitas nasi berhubungan dengan fungsi penghidu, pernafasan, penyaringan debu
dan pelembapan udara pernafasan. Faring berfungsi dalam hal respiratorik dan
memungkinkan terjadinya vokalisasi serta laring untuk melindungi jalan napas
bawah dari obstruksi benda asing.3
Obstruksi saluran nafas atas adalah sumbatan pada saluran nafas atas yang
disebabkan oleh adanya benda asing, trauma, tumor, dan kelumpuhan nervus rekuren
bilateral, sehingga ventilasi pada saluran nafas terganggu. Obstruksi saluran nafas
atas dapat menyebabkan kegawatdaruratan saluran nafas mulai dari asfiksia hingga
kematian. Kegawatdaruratan saluran nafas membutuhkan tindakan segera
diantaranya dengan menggunakan perasat Heimlich, intubasi endotrakea,
laringoskopi.
Oleh karena bahaya obstruksi pada saluran nafas atas, yang dapat
menyebabkan kematian, dan pentingnya penatalaksanaan awal obstruksi jalan nafas,
maka penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan referat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Hidung
Di dalam hidung (nasus) terdapat organum olfactorium perifer. Fungsi
hidung dan cavitas nasi berhubungan dengan:
a. Fungsi penghidu
b. Pernafasan
c. Penyaringan debu
d. Pelembapan udara pernapasan
e. Penampungan sekret dari sinus paranasales dan ductus
nasolakrimalis
Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk,
terutama karena perbedaan pada tulang rawan hidung. Punggung hidung yang
meluas dari akar hidung di wajah ke puncaknya (ujung hidung) . Hidung
meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian internal berupa
rongga hidung sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian luar tertutup oleh
kulit dan disupport oleh sepasang tulang hidung.
Rongga hidung terdiri atas :
Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi
4
Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai penapis
udara
Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar
karena 94strukturnya yang berlapis
Sel silia yang berperan untuk mlemparkan benda asing ke luar dalam
usaha untuk membersihkan jalan napas. 1
7
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi.
Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:
Epiglotis daun katup kartilago yang menutupi ostium ke
arah laring selama menelan
Glotis ostium antara pita suara dalam laring
Kartilago Thyroid kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari
kartilago ini membentuk jakun ( Adam’s Apple )
Kartilago Krikoid satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam
laring (terletak di bawah kartilago thyroid )
Kartilago Aritenoid digunakan dalam gerakan pita suara dengan
kartilago thyroid
Pita suara ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang
menghasilkan bunyi suara; pita suara melekat
pada lumen laring. 1,2
a. Stenosis subglotik5
Pada daerah subglotik, 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat
penyempitan. Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis subglotik ialah:
1. Penebalan jaringan submukosa dengan hyperplasia kelenjar mucus dan
fibrosis.
2. Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang lebih kecil.
3. Bentuk tulang rawan normal dengan ukuran lebih kecil
4. Pergeseran cincin trakea pertama kearah atas belakang ke dalam lumen
krikoid.
Gejala stenosis subglotik ialah stridor, dispneu, retraksi di suprasternal,
epigastrium, interkostal serta subklavikula. Pada stadium yang lebih berat akan
ditemukan sianosis dan apnea sebagai akibat sumbatan jalan, sehingga mungkin
juga terjadi gagal pernafasan (respiratory distress). Terapi tergantung kelainan
yang menyebabkannya.
8
Gambar 4 Stenosis subglotik
Gambar 5 Laringomalasia
c. Trauma6
9
1) Fraktur tulang mandibula
Fraktur ini paling sering terjadi. Fraktur mandibula ini sangat penting
dihubungkan dengan adanya otot yang bekerja dan berregio atau berisersio pada
mandibula yaitu otot elevator, otot depressor, dan otot protusor. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya riwayat kerusakan rahang bawah dengan gejala
berikut :
Pembengkakan, ekimosis atau laserasi pada kulit
Nyeri
Anastesi pada satu bibir bawah, gusi,
Maloklusi
Gangguan morbilitas atau krepitasi
Malfungsi berupa trismus, rasa nyeri waktu mengunyah
Penanggulangan fraktur madibula tergantung pada lokasi fraktur, luasnya
fraktur, dan keluhan yang diderita. Lokasi fraktur ditentukan oleh pemeriksaan
radiografi.
2) Paralisis laring
Paralisis n. laringeus superior
Cabang ekstern n. laringeus superior mensarafi m.
krikotiroid yang menegangkan pikta suara cabang internnya
mengurus mukosa laring. Paralisis n. laringeus superior di
proksimal percabangannya menjadi cabang ekstern dan intern
menyebabkan penderita tersedak bila minum akibat anastesi
mukosa sebab tidak merasa minuman turun. Terjadi juga
perubahn nada dan resonansi suara bila penderita bicara keras atau
menyanyi terlalu lama karena tegangan pita suara terganggu.
Gerakan abduksi dan adduksi pita suara tidak terganggu.
Paralisis n. laringeus rekurens
N.laringeus rekurens atau n. laringeus inferior melayani
m.abduktor dan m.adduktor pita suara. Paralisis n. laringeus
10
inferior mengakibatkan suara mendesau. Gejala ini dapat
menghilang dalam beberapa minggu bila terjadi kompensasi oleh
otot aduktor kontralateral sehingga pita suara yang sehat bergerak
melewati garis tengah sehingga bertemu dengan pita suara yang
lumpuh.
Paralisis bilateral n. laringeus rekurens menyebabkan
sesak nafas karena celah suara sempit karena kedua pita suara
tidak dapat abduksi pada inspirasi, sehingga menetap pada posisi
paramedian. Oleh karena itu, penderita terpaksa istirahat dan
menghindari keadaan yang memerlukan lebih banyak zat asam
seperti kerja, gerakan berlebihan, takut dan demam.
3) Trauma trakea
Trauma tumpul tidak menimbulkan gejala atau tanda, tetapi
dapat juga mengakibatkan kelainan lebih hebat berupa sesak nafas
karena penekanan jalan nafas atau aspirasi darah atau emfisema kutis
bila trakea robek. Trauma tumpul trakea jarang memerlukan
11
tindakan bedah. Penderita diobservasi. Bila terjadi obstruksi jalan
nafas dikerjakan trakeostomi. Pada trauma tajam yang menyebabkan
robekan trakea, dilakukan trakeotomi di distal robekan, dan dijahit.
4) Trauma intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan
udema laring dan trakea. Gejalanya suara penderita terdengar parau,
dan adanya kesulitan menelan, gangguan aktivitas laring, dan
beberapa derajat obstruksi pernafasan. Pengobatan yang diberikan
kortikosteroid. Bila obstruksi nafas terlalu hebat, dilakukan
trakeostomi.
d. Tumor5
1) Hemangioma
Hemangioma biasanya timbul di daerah subglotik. Sering
pula disertai dengan hemangioma di tempat lain, seperti di
leher.
Gambar 6 Hemangioma
12
Gambar 7 Hemangioma
2) Papiloma laring5
Tumor ini digolongkan dalam 2 jenis :
1. Papiloma laring juvenile, ditemukan pada anak,
biasanya berbentuk multiple dan mengalami regresi
saat dewasa
2. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal,
tidak akan mengalami resolusi dan merupakan
prekanker.
Gejala utama adalah suara parau. Kadang-kadang
terdapat pula batuk. Apabila papiloma telah menutup rima
glottis maka timbul sesak nafas dengan stridor. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laring langsung, biopsy serta pemeriksaan patologi-anatomik.
Terapi :
- Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan
sinar laser. Karena sering tumbuh lagi, tindakan ini diulang berkali-
kali. Kadang dalam seminggu tampak papiloma tumbuh lagi.
- Sekarang tersangka penyababnya ialah virus, untuk
terapinya diberikan vaksin dari massa tumor, obat anti virus,
hormone, kalsium atau ID methionin.
13
Tidak dianjurkan memberikan radioterapi karena papiloma
dapat berubah menjadi ganas.
14
cara yang lazim digunakan yakni pembedahan, radiasi, obat
sitostatik atau kombinasi. Jenis pembedahan adalah laringektomi
totalis atau parsial tergantung lokasi dan penjalaran. Pemakaian
sitostatik belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian sitostatik
tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk, disamping
harga obat yang mahal, sehingga tidak terjangkau oleh pasien.
Benda asing di hidung sering terjadi pada anak, dan pada anak
sering luput dari perhatian, gejala yang sering ditimbul yaitu hidung
tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau, kadang –
kadang demam, nyeri, epitaksisi dan bersin. Hasil pemeriksaan tampak
edem dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi
ulserasi.
Gambar 10 Laringoskopi
Benda asing pada laring bisa bersifat total atau subtotal. Jika
benda asing dilaring menutupi secara total merupakan kegawatan dan
akan menimbulkan gejala berupa disfonia sampai afonia, apne dan
sianosis. Pertolongan pertama harus segera dilakukan karena asfiksia
dapat terjadi dalam waktu hany abeberapa menit. Tehnik yang dilakukan
berupa Heimlich (Heimlich manueuver). Menurut teori Heimlich , benda
asing masuk ke dalam laring ialah pada waktu inspirasi, dengan demikian
16
paru penuh oleh udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup,
dengan menekan botol itu maka sumbatan akan terlempar keluar.
17
1. Amati pasien untuk menentukan apakah dia gelisah (menunjukkan hipoksia) atau
tidak fokus (menunjukkan hiperkapnia). Sianosis menunjukkan hipoksemia dari
oksigenasi yang tidak adekuat dan diidentifikasi dengan pemeriksaan dasar kuku.
Namun, sianosis adalah temuan hipoksia yang terlambat, dan itu mungkin sulit
dideteksi pada kulit berpigmentasi lebih gelap. Cari retraksi dan penggunaan otot
aksesoris ventilasi, jika ada kemungkinan terdapat gangguan jalan napas. Oksimetri
nadi yang digunakan pada awal penilaian jalan napas dapat mendeteksi oksigenasi
yang tidak adekuat sebelum sianosis berkembang.
2. Dengarkan suara yang tidak normal. Bising saat pernapasan, mendengkur, berdeguk,
dan suara berkokok (stridor) dapat dikaitkan dengan oklusi parsial pada faring atau
laring. Suara serak (dysphonia) menyiratkan obstruksi laring fungsional.
3. Evaluasi perilaku pasien. Pasien yang kasar dan suka tidak tenang sebenarnya bisa
jadi hipoksia.
3. posisi pasien
4. preoksigenasi (denitrogenasi)
6. intubasi atau penempatan masker laring saluran napas (jika ada indikasi)
8. ekstubasi
18
Penilaian jalan bnapas melalui anamnesis meliputi riwayat dan keluhan
pasien yang berkaitan dengan gangguan pada jalan napas serta riwayat
pembiusan sebelumnya. Riwayat penyakit atau kondisi bawaan lahir juga perlu
diketahui karena beberapa kelainan kongenital dihubungkan dengan gangguan
jalan napas.
Selain bertanya kepada pasien, peninjauan terhadap rekam medis pasien
untuk melihat riwayat pembiusan atau pembedahan berkaitan dengan jalan
napas juga merupakan hal yang penting. Data mengenai kesulitan, upaya, dan
hasil pengelolaan yang pernah ada pada pasien dapat diperoleh melalui sistem
pencatatan yang baik pada rekam medis pasien.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penilaian jalan napas ditujukan untuk menilai parameter
anatomis dan fungsional dari jalan napas. Penilaian tersebut dapat berupa:
a) Penilaian kemampuan membuka mulut, jarak antargigi seri atas
dan bawah sebesar 3 cm atau lebih, dianggap akan
memudahkan pengelolaan jalan napas.
b) Penilaian mallampati, yaitu penilaian ukuran lidah relative
terhadap rongga mulut. Semakin tinggi derajat mallampati,
semakin besar kemungkinan kesulitan intubasi terjadi.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mata pemeriksa dan pasien
berada pada posisi sama tinggi, kepala pasien dalam posisi
netral dan diminta untuk membuka mulut selebar mungkin
dengan menjulurkan lidah tanpa bersuara. Klasifikasinya
sebagai berikut:
- Kelas I: visualisasi palatum molle , fauces, uvula, pilar
anterior, dan posterior
- Kelas II: visualisasi palatum molle, fauces, dan uvula
- Kelas III: visualisasi palatum mole dan dasar uvula
- Kelas IV: palatum molle tidak terlihat2,4
19
Gambar 12 kelas pada ASA
20
21
22
sumber: American Society of Anesthesiologist
Berdasarkan penilaian jalan napas yang telah dilakukan, kesulitan pengelolaan
jalan napas pada pasien dapat diklasifikasikan menjadi:
- Sulit ventilasi dengan sungkup wajah
ASA mendefinisikan sulit ventilasi sungkup sebagai ketidakmampuan
dokter spesialis anestesiologi tanpa bantuan aisten untuk menjaga saturasi
>90% dengan menggunakanFiO2 100% dan ventilasi tekanan positif,
sedangkan saturasi pasien dalam kondisi >90% sebelumnya.
Ventilasi sungkup wajah yang tidak adekuat disebabkan oleh dua
penyebab utama. Pertama, ketidakmampuan untuk membuat segel yang
memadai antara wajah dan sungkup yang akhirnya menyebabkan kebocoran
23
pada ventilasi tekanan positif yang diberikan. Penyebab kedua adalah tidak
adekuatnya patensi jalan napas pada tingkat nasofaring, orofaring, hipofaring,
laring atau trakea. Kondisi ini menyebabkan gas tidak memiliki kemampuan
untuk masuk kedalam paru-paru meski memiliki tekanan yang cukup
memadai.
Tanda-tanda ventilasi yang tidak memadai meliputi gerakan dada yang
tidak ada atau tidak memadai, suara napas yang tidak ada atau tidak adekuat,
sianosis atau desaturasi oksigen, meningkatnya kadar karbondioksida dalam
darah, tidak ada atau tidak adekuatnya aliran gas yang dihembuskan dan
perubahan hemodinamik yang terkait dengan hipoksemia atau hiperkapnia
seperti hipertensi, takikardi, dan aritmia.
Indikator sulit ventilasi sungkup wajah meliputi 5 parameter yang
disingkat MOANS adalah sebagai berikut:2,4
a) Mask seal: membutuhkan anatomi wajah yang normal, tidak ada
rambut pada wajah yang normal, secret, darah, muntahan, fraktur,
mikronatia, ukuran sungkup yang sesuai dan kemampuan dokter
spesialis anestesiologi untuk mampu membuat segel antara hidung
dan wajah.
b) Obesity/obstruction: IMT>26 dikaitkan dengan sulit ventilasi karena
jaringan lemak yang berlebihan pada jalan napas yang dapat
meningkatkan resistensi jalan napas. Kehamilan trimester 3 dapat
menimbulkan keadaan yang serupa. Obstruksi jalan napas juga dapat
mengganggu ventilasi karena dapat meningkatkanalioranresistensi
inspirasi danekspirasi.
c) Age: usia> 55 tahun akan menurunkan elastisitas jaringan,
menurunkan tonus otot jalannapas atas danmeningkatkan gangguan
restriktif atau obstruktif pada paru sehingga sulit untuk dilakukan
ventilasi.
d) No teeth: gigi menyediakan struktur untuk menyokong sungkup
wajah sehingga tidakadanya gigi akan menimbulkan kesulitan untuk
membuat segel pada sungkup wajah.
24
e) Stiff: gangguan obstruktif atau restriktif pada paru, seperti kekakuan
pada leher akibat radiasi, dapat menimbulkan gangguan ventilasi pada
sungkup.
- Sulit pemasangan alat ekstraglotik
Alat supraglotik yang paling sering digunakan adalah laryngeal mask
airway (LMA). Definisi sulit ventilasi LMA adalah ketidakmampuan dokter
spesialis untuk menempatkan LMA sebanyak 3 kali percobaan pada posisi
yang memuaskan untuk memungkinkan ventilasi dan patensi jalan napas
yang memadai sehingga membutuhkan beberapa kali percobaan untuk
keberhasilan pemasangan dengan atau tanpa patologi trakea sebelumnya.
Indikator sulit pemasangan alat supraglotik meliputi 4 parameter yang
disingkat menjadi RODS:
- Reduce mouth opening (bukaan mulut terbatas)
- Obstruction (obstruksi pada jalan napas di level
glottis atau dibawahya
- Distorted airway (anatomi jalan napas yang
abnormal)
- Stiff neck or lungs (terbatasnya kemampuan
pergerakan leher dan perkembangan paru)
- Sulit laringoskopi dan intubasi2,4
ASA mendefinisikan sulitintubasi sebagai lebih dari 3 kali percobaan
intubasi atau membutuhkan waktu lebih dari 10 menit. Sulit laringoskopi
didefinisikan sebagai kesulitan untuk mendapatkan penampakan laring dan
glotis saat melakukan intubasi.
Berbagai ciri pada pemeriksaan eksternal dapat menunjukkan
kemungkinan sulit laringoskopi seperti mandibular kecil atau sulit diraba, gigi
tidak lengkap, leher pendek, abnormalitas anatomi wajah, dan lidah besar.
Posisi kepaladan leher juga menentukan keberhasilan laringoskopi langsung,
seperti kemampuan untuk sniffing position. Pemeriksaan fisik yang dapat
dilakukan adalah meminta kepada pasien apakah dapat melakukan fleksi dan
ekstensi leher secara maksimal.
25
Mnemonik LEMON dapat membantu memperkirakan kesulitan
laringoskopi dan intubasi. Mnemonik tersebut terdiri dari 5 parameter
sebagai berikut:
- Look externaly, lihat secara eksternal akan adanya trauma
wajah, gigi seri besar, janggut, atau kumis yang lebat dan
lidah besar
- Evaluate 3-3-2, pengukuran jarak yang meliputi jarak
antara gigi seri ≤3 jari pasien, jarak hyoidmentum ≤3jari
pasien,dan jarak tiroid hyoid ≤2 jari pasien.
- Mallampati, skor ≥ 3
- Obstruction, adanya kondisi yang menyebabkan obstruksi
jalan napas atas seperti epiglottitis, abses peritonsillar
atau trauma
- Neck mobility, mobilitis leher terbatas
- Sulit kritiroidotomi
b. Pengelolaan2,4
Pengelolaan jalan napas diawali dengan membuka atau membebaskan jalan
napas atas atas dari sumbatan. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan
maneuver jalan napas seperti head tilit-chin lift, jaw thrust atau dapat pula dicapai
dengan bantuan peralatan seperti oropharyngeal airway (OPA) atau
nasopharyngeal airway (NPA).
Gambar 13 head tilit-chin lift, jaw thrust Gambar 14 OPA dan NPA
26
Setelah jalan napas terbuka, maka pasien dapat diventilasi secara optimal dengan
bantuan sungkup wajah. Penggunaan sungkup wajah dapat memfasilitasi pengaliran
oksigen kepada pasien untuk mencapai kemampuan penghantaran gas yang optimal.
Oleh karena itu, dibutuhkan pemasangan sungkup wajah yang bersegel sehingga
tidak terjadi kebocoran. Ukuran dan bentuk sungkup wajah disesuaikan dengan
kontur wajah pasien. Saat ini tersedia berbagai model sungkup wajah,namun
sungkup wajah pada umumnya bewarna transparan, sehingga uapgas ekspirasi,
cairanatau muntahan dapat mudah dipantau. Sungkup wajah biasanya terbuat dari
bahan plastik atau karet yang cukup lunak dan dan lentur untuk menyesuaikan
dengan wajah pasien yang bervariasi.
27
Gambar 16 cara memegang sungkup wajah dengan satu tangan
28
terbukti cukup efektif sebagai perangkat penyelamat jalan napas dalamn kondisi
gawat darurat.
Penggunaan alat jalan napas supraglotik dikontraindikasikan apabila
terdapat osbtruksi dari glottis atau supraglotis, risiko aspirasi, dan pada pasien
dengan pembukaan mulut atau ekstensi leher yang sangat terbatas.
Teknik pemasangan alat jalan napas supraglotik sangat bervariasi,
berikut merupakan teknik pemasangan LMA:
- Tentukan ukuran LMA yang akan dipasang berdasarkan berat
badan pasien.
- Untuk mngurangi risiko terlipatnya epiglotis, dianjurkan untuk
mengempiskan sepenuhnya LMA sebelum pemasangan.
- Balon LMA sebaiknya diberikan jel berbahan dasar air sebagai
pelumas.
- Apabila tidak terdapat kontraindikasi, kepala dan leher pasien
diposisikan dalam posisi sniffing (menengadahkan kepala) untuk
membantu membuka mulut pasien.
- Untukmemudahkan pemasangan, menuver pengangkatan rahang
bawah dapat dilakukan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
tangan yang tidak dominan.
- LMA dimasukkan kedalam mulut dengan meletakkan jari
telunjuk pada perbatasan sungkup dan pipa LMA, menekan balon
LMA terhadap palatum sambal mendorong LMA masuk ke
orofaring mengikuti lengkungan dinding faring posterior. Tahanan
akan dirasakan pada saat LMA menempati hipofaring dan LMA
tidak didorong lebih lanjut.
- Balon LMA kemudian dikembangkan dengan udara secukupnya
sampai tidak terdeteksi kebocoran pada saat dilakukan ventilasi
tekanan positif.
- Posisi pasien dikembalikan pada posisi netral dan LMA difiksasi
dengan pita perekat pada wajah pasien.
29
Gambar 18 teknik pemasangan LMA
30
peralatan. Yang dibutuhkan. Selain hal-hal tersebut, keberadaan asisten terlatih
yang dapat membantu proses laringoskopi intubasi sangatlah dianjurkan.
Posisi pasien untuk laringoskopi dan intubasi yang optimal adalah dengan
memosisikan pasien dalam posisi sniffing. Pada posisi tersebut, aksis anatomis
dari mulut, faring dan laring terletak hampir sejajar sehingga memudahkan
visiualisasi laring.
Gambar 19 aksis anatomis mulut, faring, dan laring dalam posisi (A) netral, (B) elevasi
kepala, (C) sniffing
Peralatan yang diperlukan untuk intubasi trakea melalui laringoskopi
direk meliputi laringoskop, pipa trakea, stylet, spuit untiuk mengembangkan
balon pipa trakea, pipa dan alat penghisap, peralatan untuk ventilasi dan
sumber oksigen.
DAFTAR PUSTAKA
32
1. Seeley, stephens, tate. 2004. Anatomy and physiology, sixth edition. The McGrow – Hill
2. Margarita, RN; Hanindito, E; Tantri, AR; Redjeki, IS; Soenarto, RF; Bisri, DY; Musba
AMT; Lestari, MI. Anestesiologi dan Terapi Intensif : Buku Teks KATI-PERDATIN.
Edisi 1. Kompas gramedia
3. American College of Surgeon. Advance Trauma Life Support : Student Course Manual.
2018. 10Th Edition
4. Butterworth, JF; Mackey, DC; Wasnick, JD. Morgan & Mikhail Clinical
Anesthesiology. 2018. McGraw Hill
5. Soepardi, efiaty dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Ed ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 162-259
6. Jong Wim De.,R.Sjamsuhidrajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC. 2005
2020
33