Anda di halaman 1dari 15

1.

Anatomi Upper Respiratory Track Makro anatomi

a. Hidung Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut: - Bagian luar dinding terdiri dari kulit. - Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. - Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung ( konka nasalis ), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior. Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara pernafasan , sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana. Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis yaitu sinus maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis. Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka nasalis . Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman , sel tersebut terutama terdapat pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman ( nervus olfaktorius ). Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. b. Faring Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius). - Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagian depan ke dalam cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba eusthacius membuka ke dalam didnding lateralnya pada setiap sisi. Pharyngeal tonsil (tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan limfe pada dinding posteriosuperior nasofaring.

Orofaring Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah). Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan , makanan masuk dari mulut dan udara masuk dari nasofaring dan paru. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan) Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring, dan dengan ujung atas esofagus. c. Laring (tenggorok) Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus. Cartilago / tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut: Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun ( Adams apple) dan sangat jelas terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea. Cartilago epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring. Cartilago cricoidea 1 buah yang berbentuk cincin. Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I. Cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan Laring dilapisi oleh selaput lender , kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi olehsel epithelium berlapis. 1. Hidung Di dalam hidung (nasus) terdapat organum olfactorium perifer. Fungsi hidung dan cavitas nasi berhubungan dengan: a. Fungsi penghidu b. Pernafasan c. Penyaringan debu d. Pelembapan udara pernapasan e. Penampungan sekret dari sinus paranasales dan ductus nasolacrimalis Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk, terutama karena perbedaan pada tulang rawan hidung. Punggung hidung yang meluas dari akar hidung di wajah ke puncaknya (ujung hidung) Hidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian internal berupa rongga hidung sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian luar tertutup oleh kulit dan disupport oleh sepasang tulang hidung. Rongga hidung terdiri atas : Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai penapis udara Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar karena strukturnya yang berlapis Sel silia yang berperan untuk mlemparkan benda asing ke luar dalam usaha untuk membersihkan jalan napas (Seeley,2004) -

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi 3 saluran oleh penonjolan turbinasi atau konka dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. (Seeley,2004) Rongga hidung dimulai dari Vestibulum, yakni pada bagian anterior ke bagian posterior yang berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi atas 2 bagian, yakni secara longitudinal oleh septum hidung dan secara transversal oleh konka superior, medialis, dan inferior. (Seeley,2004) Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia. (Seeley,2004) Batas- batas cavitas nasi Atap cavitas nasi berbentuk lengkung dan sempit, kecuali pada ujungnya di sebelah posterior; di sini dapat dibedakan tiga bagian (frontonasal, etmoideal, dan sfenoideal) yang dinamakan sesuai dengan nama tulang-tulang pembatasnya. Dasar cavitas nasi yang lebih luas daripada atapnya, dibentuk oleh processus palatinum maxillae dan lamina horizontalis ossis palatini Dinding medial cavitas nasi dibentuk oleh septum nasi Dinding lateral cavitas nasi berwujud tidak rata karena adanya tiga tonjolan yang berbentuk seperti gulungan, yakni concha nasalis. Vaskularisasi dan Persarafan Pendarahan dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui cabang arteria spheno palatina, arteria ethmoidalis anterior dan arteria ethmoidalis posterior, arteri palatina mayor, arteri labialis superior, dan rami lateralis arteria facialis. Plexus venosus menyalurkan darah kembali ke dalam vena sphenopalatina, vena facialis, dan vena ophtalmica. Persarafan bagian dua pertiga inferior membran mukosa hidung terutama terjadi melalui nervus nasopalatinus, cabang nervus cranialis V2. Bagian anterior dipersarafi oleh nervus ethmoidalis anteior, cabang nervus nasociliaris yang merupakan cabang nervus cranialis V1. Dinding lateral cavitas nasi memperoleh persarafan melalui rami nasales maxilaris (nervus cranialis V2), nervus palatinus major, dan nervus ethmoidalis anterior. Fungsi Rongga Hidung Terdapat 3 fungsi Rongga Hidung, antara lain : a. Dalam hal pernafasan, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tigs proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Penyaringan dilakukan oleh membran mukosa pada rongga hidung yang sangat kaya akan pembuluh darah dan glandula serosa yang mensekresikan mukus cair untuk membersihkan udara sebelum masuk ke Oropharynx. Penghangatan dilakukan oleh jaringan pembuluh darah yang sangat kaya pada ephitel nasal dan menutupi area yang sangat luas dari rongga hidung. Dan pelembaban dilakukan oleh concha, yaitu suatu area penonjolan tulang yang dilapisi oleh mukosa. (Seeley,2004) b. Epithellium olfactory pada bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam penerimaan sensasi bau. (Seeley,2004) c. Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukkan suara-suara fenotik dimana ia berfungsi sebagai ruang resonansi. (Seeley,2004)

2.

Faring Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larynx pada dasar tengkorak. Faring meluas dari dasar cranium sampai tepi bawah cartilago

cricoidea di sebelah anterior dan sampai tepi bawah vertebra cervicalis VI di sebelah posterior. Bagian faring yang terlebar (kira-kira 5 cm) terdapat setinggi os hyoideum dan bagian paling sempit (kira-kira 1,5 cm) pada ujung bawahnya, yakni pada peralihan ke esofagus. Dinding faring terutama dibentuk oleh dua lapis otot-otot faring. Lapisan otot sirkular di sebelah luar terdiri dari tiga otot konstriktor. Lapisan otot internal yang terutama teratur longitudinal, terdiri dari muskulus palatopharyngeus, musculus stylopharingeus, dan musculus salphingopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan laring sewaktu menelan dan berbicara. Bagian dalam Faring dan Fungsinya nasofaring ada saluran penghubung antara nasopharinx dengan telinga bagian tengah, yaitu Tuba Eustachius dan Tuba Auditory ada Phariyngeal tonsil (adenoids), terletak pada bagian posterior nasopharinx, merupakan bagian dari jaringan Lymphatic pada permukaan posterior lidah Mempunyai fungsi respiratorik. orofaring Merupakan bagian tengah faring antara palatum lunak dan tulang hyoid. Refleks menelan berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan, makanan terdorong masuk ke saluran pencernaan (oesephagus) dan secara simultan katup menutup laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam saluran pernapasan (Seeley,2004) Mempunyai fungsi pencernaan makanan laringofaring Merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawahnya, sistem respirasi menjadi terpisah dari sistem digestil. Makanan masuk ke bagian belakang, oesephagus dan udara masuk ke arah depan masuk ke laring. Vaskularisasi Arteria tonsillaris, cabang arteria facialis melintas lewat musculus constrictor pharyng superior dan masuk ke kutub bawah tonsil. Tonsila palatina juga menerima ranting-ranting arterial dari arteria palatina ascendens, arteria lingualis, arteria palatina descendens, dan arteria pharyngea ascendens. Persyarafan Ketiga muskulus konstriktor faring dipersyarafi oleh plexus pharyngealis (nervus glossopharyngeus) yang terletak pada dinding lateral faring, terutama pada muskulus konstriktor faringealis medius. Susunan secara bertumpang tindih muskulus konstriktor menyisakan empat celah pada otot-otot tersebut untuk struktur yang memasuki faring. Mikro anatomi A. Hidung Hidung merupakan organ yang berongga dengan dinding yang tersusun oleh jaringan tulang, cartilage hialin, otot lurik dan jaringan ikat. Pada kulit yang menutupi bagian luar hidung, terdapat epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan rambut-rambut halus. Rongga hidung (kavum nasi) dibagi menjadi dua yaitu vestibulum nasi dan fossa nasalis. Vestibulum nasi merupakan daerah lebar di belakang nares posterior. Sedangkan fossa nasalis merupakan daerah di belakang vestibulum nasi. Pada vestibulum nasi, terjadi perubahan epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk menjadi epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet sebelum masuk fossa nasalis. Di sini terdapat kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan vibrisae atau rambut-rambut kaku yang berfungsi untuk menyaring udara pernafasan. Pada dinding lateral terdapat tiga tonjolan tulang yang disebut konka, antara lain: konka nasalis superior, media, dan inferior. Pada konka nasalis superior terdapat epitel khusus, sedangkan pada konka nasalis media dan inferior terdapat epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Di bawah epitel yang menutupi concha nasalis inferior terdapat banyak plexus venosus atau swell bodies yang berguna untuk menghangatkan udara yang melalui hidung. Plexus venosus ini berdinding tipis sehingga mudah terjadi pendarahan.

Organon olfactorius Merupakan reseptor rangsang bau yang terletak pada epitelium olfactorius, yaitu suatu daerah khusus membrane mukosa yang terdapat pada pertengahan kavum nasi dan pada permukaan konka nasalis superior. Epitelnya merupakan epitel bertingkat toraks dengan 3 macam sel, yaitu: 1. Sel olfaktori Sel ini terletak di antara sel basal dan sel penyokong sebagai sel saraf yang berbentuk bipolar. Bagian puncak sel olfaktori yang membulat dan menonjol merupakan dendrit yang meluas sebagai tonjolan silindris pada permukaan epitel. Bagian basal mengecil menjadi lanjutan sel halus yang tidak berselubung myelin. Bagian yang membulat di permukaan disebut vesicular olfactorius, dari bagian yang menonjol ini timbul tonjolan yang berpangkal pada corpuscullum basale sebagai cilia olfactory yang tidak dapat bergerak. Ujung cilia inilah yang merupakan komponen indra pembau dan dapat menerima rangsang. Dalam lamina propria terdapat sel-sel pigmen dan sel limfosit. Selain itu, dalam lamina propria terdapat banyak sekali anyaman pembuluh darah. Di dalam lamina proproia area olfactory terdapat pula kelenjar tubulo-alveolar sebagai glandula olfactorius Bowmani, yang berfungsi menghasilkan sekret yang menjaga agar epitel olfaktori tetap basah dan bersih. 2. Sel penyokong Sel ini berbentuk langsing, di dalam sitoplasmanya tampak berkas-berkas tonofibril dan terminal bar. Pada permukaannya tampak banyak mikrovili yang panjang yang terpendam dalam lapisan lender. Kompleks golgi yang kecil terdapat pada bagian puncak sel. Di dalamnya juga terdapat pigmen coklat yang memberi warna pada epitel olfactory tersebut. 3. Sel Basal Sel ini terletak di bagian basal dengan bentuk segitiga dan berinti lonjong. Sel ini merupakan reserve cell atau sel cadangan yang akan membentuk sel penyokong dan mungkin menjad sel olfaktorius. Sinus paranasalis Merupakan ruangan yang dibatasi tulang dan berhubungan dengan cavum nasi. Yang termasuk sinus paranasalis yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus maxillaries, dan sinus spenoidalis yang terdapat dalam tulang-tulang yang bersangkutan. Pada sinus paranasalis terdapat epitel ebrtingkat torak bersilia bersel goblet. Di sini lamina propria lebih tipis dari kavum nasi dan melekat pada periosteum di bawahnya. Kelenjar-kelenjar di sini memproduksi mukos yang akan dialirkan ke kavum nasi oleh gerakan silia-silia. Peradangan pada sinus paranasalis akan menyebabkan terjadinya sinusitis. B. Faring Faring merupakan ruangan di belakang kavum nasi yang menghubungkan traktus digestivus dan traktus respiratorius. Yang termasuk bagian faring yaitu nasofarings, orofarings, dan laringofarings. Nasofaring terletak di bawah membrane basalis dan dilapisi epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Pada lamina propria terdapat kelenjar campur. Pada bagian posterior terdapat jaringan limfoid yang membentuk tonsila faringea. Pada anakanak, jaringan ini sering membesar dan meradang yang disebut adenoisitis. Di nasofaring, terdapat muara dari saluran yang menghubungkan rongga hidung dan telinga tengah disebut osteum faringeum tuba auditiva. Di sekelilingnya banyak kelompok jaringan limfoid yang disebut tonsila tuba. Orofaring terletak di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah serta dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Orofaring akan dilanjutkan ke bagian atas menjadi epitel mulut dan ke bawah ke epitel oesophagus. Di sini terdapat tonsila palatine yang sering meradang, disebut tonsillitis. Laringofaring terletak di belakang larings dan dilapisi oleh epitel bervariasi, sebagian besar merupakan epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. 2. Faal Pernapasan Upper Respiratory Track Respirasi dibagi menjadi 2 bagian , yaitu respirasi eksternal dimana proses pertukaran O2 & CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirasi internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & peristiwaCO2 di tingkat sel biokimiawi untuk proses kehidupan.

Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut : - Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2 melalui darah ke dan dari sel jaringan. - Mekanik pernafasan Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas. Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma turun ( posisi diafragma datar ), selanjutnya ruang otot intercostalis externa menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula ( melengkung ) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat. Transportasi gas pernafasan a. Ventilasi Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh. b. Difusi Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas

antara alveoli dan darah terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2 (PaO2) dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke dalam darah. Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg mempengaruhi dari paru ke jaringan , yaitu: o Cardiac out put. o Jumlah eritrosit. o Exercise o Hematokrit darah, akan meningkatkan vikositas darah mengurangi transport O2 menurunkan CO. c. Perfusi pulmonal Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%) sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai natrium bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 7 % , HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar 60 80% . Pengukuran volume paru Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi : o Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas. o Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat dihirup setelah inhalasi normal. o Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal. o Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi maksimal. Kapasitas Paru o Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal. o Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi normal. o Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi normal. o Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal. Pengaturan pernafasan Sistem kendali memiliki 2 mekanismne saraf yang terpisah yang mengatur pernafasan. Satu system berperan mengatur pernafasan volunter dan system yang lain berperan mengatur pernafasan otomatis. 1. Pengendalian Oleh saraf Pusat ritminitas di medula oblongata langsung mengatur otot otot pernafasan. Aktivitas medulla dipengaruhi pusat apneuistik dan pnemotaksis. Kesadaran bernafas dikontrol oleh korteks serebri. Pusat Respirasi terdapat pada Medullary Rhythmicity Area yaitu area inspirasi & ekspirasi, mengatur ritme dasar respirasi , Pneumotaxic Area terletak di bagian atas pons dan berfungsi untuk membantu koordinasi transisi antara inspirasi & ekspirasi, mengirim impuls inhibisi ke area inspirasi paru-paru terlalu mengembang, dan Apneustic Area yang berfungsi membantu koordinasi transisi antara inspirasi & ekspirasi dan mengirim impuls ekshibisi ke area inspirasi. 2. Pengendalian secara kimia pernafasan dipengaruhi oleh : PaO2, pH, dan PaCO2. Pusat khemoreseptor : medula, bersepon terhadap perubahan kimia pd CSF akibat perub kimia dalam darah. Kemoreseptor perifer : pada arkus aortik dan arteri karotis

3. Rhinitis Alergi Definisi Rinitis Alergi merupakan suatu reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai oleh Ig E pada sel mast mukosa hidung. Untuk menimbulkan reaksi alergi harus dipenuhi 2 faktor, yaitu adanya fase sensitisasi terhadap suatu alergen yang biasa bersifat herediter (atopi) dan adanya kontak ulang dengan alergen tersebut sehingga menimbulkan manifestasi. Rinitis alergi didefinisikan dengan adanya bersin, sekret nasal, postnasal drip, gatal hidung, dan obstruksi nasal bilateral. Klasifikasi Rinitis alergi dapat digolongkan dalam 2 klasifikasi, menurut WHO Initiative Allergic Rinitis and its impact on asthma tahun 2000. yaitu : 1. Intermiten (kadang-kadang) bila gejal kurang dari 4 hari per minggu dan kurang dari 4 minggu 2. Persisten (menetap) bila gejala ditemukan lebih dari 4 hari per minggu atau lebih dari 4 minggu. Menurut berat ringannya penyakit, rinitis alergi dapat diklasifikasikan sebagai : 1. gejala ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas, bersantai dan atau olahraga, gangguan belajar atau bekerja dan gejala lain yang mengganggu. 2. gejala sedang sampai berat bila terdapat satu atau lebih gejala tersebut diatas. Pembagian klasifikasi yang penting dalam penanganan rinitis alergi secara tepat dan rasional. Berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : 1. Rinitis Alergi Musiman Penyakit ini timbul periodik, sesuai dengan musim dimana pada waktu terjadi konsentrasi alergen terbanyak di udara. Dapat mengenai semua golongan umur dan biasanya mulai timbul pada anak-anak dan dewasa muda. Berat ringannya gejala penyakit bervariasi dari tahun ke tahun tergantung pada banyaknya alergen di udara. Faktor herediter pada penyakit ini sangat berperan. Hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepung sari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu dinamakan pollinosis Rinitis alergi musiman ini merupakan suatu rino konjungtivitis oleh karena gejala klinis yang tampak yaitu mata merah, gatal, disertai lakrimasi, sedangkan gejala pada hidung berupa hidung gatal disertai dengan bersin paroksismal, adanya sumbatan hidung, rinore yang cair dan banyak, serta kadang-kadang disertai rasa gatal pada palatum. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak mukosa hidung pucat kebiruan (livide) atau hiperemis serta ditemukan eosinofil pada pemeriksaan sekret hidung. Terapi yang diberikan yaitu dengan melakukan desensitisasi terhadap tepung sari, karena alergennya pada penyakit ini jelas. 2. Rinitis Alergi Sepanjang Tahun (Perenial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering yaitu alergen inhalan, terutama pada orang dewasa dan alergen ingestan yang merupakan penyebab pada anak-anak, biasanya diikuti dengan gejala alergi lainnya seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh fakor non spesifik pun dapat memperberat gejala, seperti asap rokok, bau merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban yang tinggi.

Gambar: Klasifikasi ARIA tentang keparahan rinitis alergi Etiologi Rinitis alergi disebabkan oleh semua zat yang berperan sebagai alergen pada seorang individu. Triger alergi yang sering adalah polen, kutu rumah, ketombe hewan, serangga (kecoa) dan jamur dan ia berbeda pada negara dan regio. Berdasarkan cara masuk, secara umum alergen dibagi atas : 1. Alergen inhalan, yang masuk bersama udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang serta jamur. 2. Alergen ingestan, yang masuk saluran cerna berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, udang, ikan dan lain-lain. 3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan, atau tusukan, misalnya, penicillin, sengatan lebah dan lainlain. 4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik dan perhiasan. Patofisiologi Ketika tubuh kontak pertama dengan alergen, tubuh akan membentuk Ig E spesifik. Ig E ini menempel pada permukaan sel-sel mediator yaitu mastosit dan basofil yang mengandung granula. Proses ini disebut proses sensitisasi, yang memerlukan waktu 5 sampai 10 hari dan selanjutnya akan ditemukan adanya sel mediator yang tersensitisasi. Bila terjadi kontak lagi dengan alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan Ig E yang terdapat pada permukaan sel mediator tadi. Dengan demikian terjadilah degranulasi sel mediator, yang berakibat pecahnya membran sel mast dan dilepaskannya zat-zat mediator, seperti histamin, serotonin, bradikinin, Slow Reacting Substance of Anaphylactic (SRS-A), Eosinopyl Chemotactic of Anaphylactic (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini yang kemudian menimbulkan gejala klinik. [1-5] Pada rinitis alergi terjadi reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell and Coombs type 1 immediate), dimana sel plasma pada jaringan mukosa hidung, dan saluran nafas banyak memproduksi Ig E. Pada reaksi antigen Ig E antibodi, terjadi pelepasan zat-zat mediator dari mastosit yang terdapat pada saluran nafas. Pada rinitis alergi, zat mediator yang berperan utama yaitu histamin dan serotonin, dimana kedua zat mediator ini memiliki efek dilatasi pembuluh darah kapiler, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi cairan dari pembuluh darah, dan meningkatkan sekresi kelenjar. Secara klinis terjadi rinore, sering bersin dan hidung tersumbat. [4,5]

Manifestasi Gejala rinitis alergi antara lain gatal pada membran mukosa saluran nafas, bersin, rinore, post nasal drip. Gejala yang timbul bisa tergantung pada musim atau sepanjang tahun. Gejala rinitis alergi yang khas yaitu terdapatnya serangan bersin berulang. Sebenarnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik bila terjadinya lebih dari lima kali setiap serangan. Gejala lainnya adalah ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak keluar air mata (lakrimasi). Pada rinitis alergi tidak terdapat demam. Seringkali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak-anak. Pada anak-anak yang berumur kurang dari 2 tahun jarang disebabkan oleh alergen inhalan, gejala yang timbul pada anak-anak lebih sering disebabkan oleh alergi makanan. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan pasien. Tanda pada rinitis alergi biasanya dapat ditemukan pada pemeriksaan kepala-leher. Pasien dengan obstruksi jalan nafas dapat menunjukkan open-mouthed adenoid facies. Gejala spesifik lain pada anak-anak adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena statis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner. Gatal pada mukosa hidung menyebabkan anak menggosok-gosok hidungnya dengan menggunakan punggung tangan yang disebut allergic salute. Keadaan menggosok-gosok hidung ini akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease.

Gambar: Gambaran polip nasal rinitis alergi (A) dan deviasi septum (B)

Pemeriksaan fisik dan penunjang Anamnesis Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa. Dengan anamnesis 50% diagnosis dapat ditegakkan. Anamnesis dimulai dengan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan dengan pertanyaan yang lebih spesifik meliputi gejala di hidung.. Pasien juga ditanyakan manifestasi penyakit alergi lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis seperti asma, eksem, urtikaria atau alergi obat. Riwayat penyakit alergi dalam keluarga. Waktu dalam setahun dimana serangan lebih sering timbul juga diperlukan dalam mendiagnosa rinitis alergi musiman.

Gambar 2: Diagnosis farmasi rinitis alergi Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penderita rinitis alergi memperlihatkan lakrimasi yang berlebih, sklera dan konjungtiva yang merah, daerah gelap di bawah mata. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, bewarna pucat atau livid disertai adanya sekret yang encer. Pembengkakan yang sedang sampai nyata dari konka nasalis yang berwarna kepucatan hingga keunguan. Keadaan anatomi hidung lainnya seperti septum nasi dan perhatikan pula adanya polip nasi. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan sitologi hidung : ditemukan eosinofil dalam jumlah yang banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil (cukup 5 sel/lap) mungkin alergi makanan, sedangkan sel PMN menunjukkan infeksi bakteri. Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan Ig E total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu Ig E spesifik dengan RAST (radio-immunosorbent test) atau ELISA (Enzym-linked immunosorbent assay test). Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab. Ada beberapa cara yitu : uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration-SET), uji cukit (prick test), uji gores (scratch test). Diagnosis dan diagnosis banding Rinitis alergi perlu dibedakan dengan rinitis vasomotor, rinitis akut infeksiosa, rinitis sekunder dari obat-obatan baik lokal maupun sistemik, rinitis sekunder dari faktor mekanis, tumor hidung, polip hidung, iritan kimia dan faktor psikologis.

Tabel 1: Rinitis Alergi dan Non-alergi

Tabel 2: Flu atau Alergi?

Tatalaksana dan pencegahan Secara garis besar, penatalaksanaan rinitis alergi terdiri dari 3 cara yaitu menghindari alergen, farmakoterapi, dan imunoterapi. Sedangkan tindakan operasi kadang diperlukan untuk mengatasi komplikasi seperti sinusitis. Menghindari alergen Bertujuan mencegah terjadinya kontak antara alergen dengan Ig E spesifik yang terdapat dipermukaan sel mast atau basofil sehingga degranulasi tidak terjadi dan gejala dapat dihindarkan. Perjalanan dan beratnya penyakit berhubungan dengan konsentrasi alergen di lingkungan.

Pencegahan kontak dengan alergen dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan rumah, menghindari penggunaan karpet, memperbaiki ventilasi dan kelembaban udara. Farmakoterapi Antihistamin Sebagai antagonis reseptor H1 yang bekerja secara inhibisi kompetitif pada reseptor H1 dan merupakan terapi pertama dalam pengobatan rinitis alergi. Antihistamin dapat mengurangi gejala bersin, rinore, gatal tetapi mempunyai efek minimal dan tidak efektif untuk mengatasi sumbatan hidung. Terdapat banyak macam antihistamin, tetapi secara garis besar dibedakan atas antihistamin H 1 klasik dan antihistamin H 1 generasi baru. Dekongestan Obat-obat dekongestan hidung menyebabkan vasokontriksi karena efeknya pada reseptor alfa-adrenergik. Berbagai jenis alfa adrenergik agonis dapat diberikan secara peroral seperti pseudoefedrin, fenilpropanolamin dan fenilefrin. Obat ini secara primer dapat mengurangi sumbatan hidung dan efek minimal dalam mengatasi rinore tetapi tidak mempunyai efek terhadap bersin dan gatal di hidung maupun di mata. Kombinasi antihistamin dan dekongestan Kombinasi kedua obat dimaksud mengatasi semua gejala rinitis alergi termasuk sumbatan hidung yang tidak dapat diatasi bila hanya menggunakan antihistamin saja. Kortikosteroid topikal dam sistemik Kortikosteroid topikal diberikan sebagai terapi pilihan pertama untuk penderita rinitis alergi dengan gatal sedang sampai berat dengan gejala persisten (menetap), karena mempunyai efek anti inflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptornya. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk terapi jangka pendek pada penderita rinitis alergi berat yang refrakter terhadap terapi pilihan pertama. Kortikosteroid sistemik mempunyai kerja anti inflamasi yang luas dan efektif untuk hampir semua gejala rinitis, terutama sumbatan hidung. Ipratropium bromida Ipratropium bromida topikal merupakan salah satu preparat pilihan dalam mengatasi rinitis alergi. Obat ini merupakan preparat antikolinergik yang dapat mengurangi sekresi (rinore) dengan cara menghambat reseptor kolinergik tersebut pada permukaan sel reseptor, tetapi tidak ada efek untuk mengatasi gejala lainnya. Preparat ini berguna pada rinitis alergi dengan rinore yang tidak dapat diatasi dengan kortikosteroid intranasal maupun dengan antihistamin. Sodium kromoglikat intranasal Obat ini mempunyai efek untuk mengatasi bersin, rinore dan gatal pada hidung dan mata bila digunakan 4 kali sehari. Preparat ini bekerja dengan cara menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion kalsium sehingga pelepasan mediator tidak terjadi. Selain itu obat ini bekerja pada respon fase lambat rinitis alergi dengan menghambat proses inflamasi terhadap aktivasi sel eosinofil. Imunoterapi Dilakukan atau diberikan pada penderita rinitis alergi yang tidak ada respon terhadap farmakoterapi, bila penghindaran terhadap alergen tidak dilakukan atau bila terdapat efek samping dari pemakaian obat Prosedur ini berupa penyuntikan alergen penyebab secara bertahap dengan dosis yang makin meningkat guna menginduksi toleransi pada penderita alergi. Imunoterapi akan meningkatkan sel Th 1 dalam memproduksi IFN, sehingga aktifitas sel B akan terhambat dan selanjutnya pembentukan Ig E akan tertahan. Selain itu imunoterapi akan menurunkan produksi molekul inflamasi seperti IL-4, IL-5, PAF, ICAM, dan akumulasi sel eosinofil. Operatif Pada hipertrofi konka inferior yang sudah berat, kauterasi dengan AgNO3 atau trikloroaseatat tidak menolong. Maka dalam hal ini tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan. Edukatif Menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.3 Konservatif Medikamentosa

Antihistamin yang dipakai AH1 Obat golongan simpatomimetik, sebagai dekongestan hidung oral atau topical dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin. Kortikosteroid, bila sumbatan hidung tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Antikolinergik topical, untuk mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik.2 Immunoterapi Desensitisasi dan hiposensitisasi Dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan lain tidak memberi hasil memuaskan. Alergen disuntikkan dengan intrakutan dalam konsentrasi sangat kecil agar terbentuk IgG, kadarnya ditingkatkan terus, sehingga saat allergen masuk tidak diikat oleh IgE tapi oleh IgG, dan tidak terjadi degranulasi.1 Operatif1,5,6 Kauteterisasi dengan AgNO3 25% atau triklor asetat. Tindakan konkotomi parsial ( pemotongan sebagian konka inferior) Konkoplasti atau multiple outfractured Inferior turbinoplasty

Komplikasi Komplikasi rinitis alergi yang sering adalah: i. Sinusitis paranasal ii. Polip hidung iii. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak Komplikasi ke-1 dan ke-2 bukanlah merupakan akibat langsung dari rinitis alergi, tetapi karena adanya sumbatan hidung sehingga menghambat drainase. Prognosis Ad Vitam : bonam, karena bila menghindari allergen, gejala alergi tdk tampak. Ad Functionam : dubia ad bonam, bila terpapar allergen terus maka dapat rhinitis alergi dapat berkembang menjadi rhinitis infeksiosa, polip, sinusitis, otitis media, tapi bila allergen dihindari maka tidak akan terjadi. Ad Sanationam : dubia ad bonam, karena alergi merupakan kondisi yang dipengaruhi genetic maka tidak dapat sembuh selama ada allergen, jadi agar tidak ada serangan, menghindari allergen. 4. Hubungan agama dengan pernapasan ari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Maka apabila seorang bersin lalu dia memuji Allah, maka wajib atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mendoakannya (dengan mengucapkan Yarhamukallah). Dan adapun menguap, maka dia dari setan, maka hendak dia menahan menguap semampunya. Lalu apabila dia sampai mengucapkan::Haaah, setan akan menertawainya. (Shahih al-Bukhari, kitab al-Adab no. 6223) Ibnu Hajar rahimahullah berkata: Al-Khaththabi rahimahullah berkata:Makna arti dan benci terhadap kedua perbuatan tersebut diarahkan/ditujukan kepada sebab keduanya. Hal itu karena bersin muncul dari ringannya tubuh seseorang, terbukanya pori-pori dan kenyang yang tidak berlebihan. Berbeda dengan menguap, karena ia muncul disebabkan penuhnya perut dan beratnya badan, yang mana hal itu biasanya disebabkan karena banyak makan dan pencampuradukkan jenis makanan yang dikonsumsi. Maka yang pertama (bersin) mendatangkan semangat untuk beribadah, sedangkan yang kedua sebaliknya [Fath Al-Bari: 10/607]. Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam telah menjelaskan bagaimana mendoakan seorang yang bersin dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda: Jika salah seorang di antara kalian bersin, lalu mengucapkan: Alhamdulillaah Maka hendaklah saudarnya (sesama Muslim) atau temannya mengucapkan untuknya:Yahamukallaahu. Dan jika saudaranya tadi mengucapkan Yahamukallaahu, maka hendaknya dia (orang yang bersin) mengucapkan:Yahdiikumullaah wa Yushlihu Baalakum. (Shahih Al-Bukhari dalam kitab al-Adab no hadits. 6224) Para dokter pada zaman ini mengatakan: Menguap adalah bukti bahwa otak dan tubuh (badan) membutuhkan oksigen dan makanan, dan ia (menguap) juga menunjukkan buruknya sistem pernapasan dalam mensuplai oksigen yang dibutuhkan oleh otak dananggota tubuh yang lain. Dan ini adalah yang terjadi ketika seseorang mengantuk, pingsan, dan saat-saat menjelang kematian.

Anda mungkin juga menyukai