PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman tentang penatalaksanaan obstruksi
saluran napas atas.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Hidung
Di dalam hidung (nasus) terdapat organum olfactorium
perifer. Fungsi hidung dan cavitas nasi berhubungan dengan:
a. Fungsi penghidu
b. Pernafasan
c. Penyaringan debu
d. Pelembapan udara pernapasan
e. Penampungan sekret dari sinus paranasales dan ductus
nasolacrimalis
Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan
bentuk, terutama karena perbedaan pada tulang rawan hidung.
Punggung hidung yang meluas dari akar hidung di wajah ke
puncaknya (ujung hidung) . Hidung meliputi bagian eksternal
yang menonjol dari wajah dan bagian internal berupa rongga
hidung sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian luar tertutup
oleh kulit dan disupport oleh sepasang tulang hidung. Rongga
hidung terdiri atas :
3
Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai
proteksi
Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan
sebagai penapis udara
Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap
udara luar karena 94strukturnya yang berlapis
Sel silia yang berperan untuk mlemparkan benda asing
4
longitudinal oleh septum hidung dan secara transversal oleh konka
superior, medialis, dan inferior.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke
dan dari paru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring
kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang
dihirupkan ke dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab
terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi terletak
dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan
pertambahan usia.
5
pembuluh darah dan glandula serosa yang mensekresikan
mukus cair untuk membersihkan udara sebelum masuk ke
Oropharynx. Penghangatan dilakukan oleh jaringan pembuluh
darah yang sangat kaya pada ephitel nasal dan menutupi area
yang sangat luas dari rongga hidung. Dan pelembaban
dilakukan oleh concha, yaitu suatu area penonjolan tulang yang
dilapisi oleh mukosa.
b. Epithellium olfactory pada bagian meial rongga hidung memiliki
fungsi dalam penerimaan sensasi bau.
b. Faring
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang
lebih 13 cm yang menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada
larynx pada dasar tengkorak. Faring meluas dari dasar cranium
sampai tepi bawah cartilago cricoidea di sebelah anterior dan
sampai tepi bawah vertebra cervicalis VI di sebelah posterior.
Dinding faring terutama dibentuk oleh dua lapis otot-otot faring.
Lapisan otot sirkular di sebelah luar terdiri dari tiga otot konstriktor.
Lapisan otot internal yang terutama teratur longitudinal, terdiri dari
muskulus palatopharyngeus, musculus stylopharingeus, dan
musculus salphingopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan
laring sewaktu menelan dan berbicara.
Fungsi Faring
Nasofaring ada saluran penghubung antara nasopharinx dengan telinga
bagian tengah, yaitu Tuba Eustachius dan Tuba
Auditory ada Phariyngeal tonsil (adenoids),
terletak pada bagian posterior nasopharinx,
merupakan bagian dari jaringan
6
Lymphatic pada permukaan posterior lidah
Mempunyai fungsi respiratorik.
c. Laring
Laring tersusun atas 9 Cartilago ( 6 Cartilago kecil dan 3
Cartilago besar ). Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk
seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan
7
membentuk adams apple, dan di dalam cartilago ini ada pita
suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid.
Laring menghubungkan Laringopharynx dengan trachea, terletak
pada garis tengah anterior dari leher pada vertebrata cervical 4
sampai 6.
8
menghasilkan bunyi suara; pita suara melekat
pada lumen laring.
a. Atresia koana2
Atresia koana adalah tertutupnya satu atau kedua posterior
kavum nasi oleh membran abnormal atau tulang. Hal ini terjadi
akibat kegagalan embriologik dari membran bukonasal untuk
membelah sebelum kelahiran. Gejala yang paling khas pada
atresia koana adalah tidak adanya atau tidak adekuatnya jalan
napas hidung. Pada bayi baru lahir yang hanya bisa bernapas
melalui hidung, kondisi ini merupakan keadaan gawat darurat dan
perlu pertolongan yang cepat pada jalan napas atas untuk
menyelamatkan hidupnya. Obstruksi koana unilateral kadang-
kadang tidak menimbulkan gejala pada saat lahir tapi kemudian
akan menyebabkan gangguan drainase nasal kronis unilateral
pada masa anak-anak sedangkan atresia koana bilateral
menyebabkan keadaan darurat pada saat kelahiran.
9
Gambar 5. Atresia koana endoskopi
Atresia koana bilateral memerlukan tindakan yang darurat
bertujuan untuk menjamin jalan napas, karena dapat menyebabkan
asfiksia berat dan kematian setelah kelahiran. Kelainan penyerta
yaitu adanya meningosil sehingga operasi ini dilakukan bersama
bagian Bedah Saraf. Tindakan yang dilakukan adalah koanoplasti
dan pemasangan stent menggunakan pipa nasogastrik ukuran 12.
b. Stenosis subglotik3
Pada daerah subglotik, 2-3 cm dari pita suara, sering
terdapat penyempitan. Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis
subglotik ialah :
1. Penebalan jaringan submukosa dengan hyperplasia kelenjar
mucus dan fibrosis.
2. Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang
lebih kecil.
3. Bentuk tulang rawan normal dengan ukuran lebih kecil
4. Pergeseran cincin trakea pertama kearah atas belakang ke
dalam lumen krikoid.
10
pernafasan (respiratory distress). Terapi tergantung kelainan yang
menyebabkannya.
c. Laringomalasia3
Pada stadium awal ditemukan epiglotis lemah, sehingga
pada waktu inspirasi epiglotis tertarik ke bawah dan menutup rima
glotis. Dengan demikian bila pasien bernafas, nafasnya berbunyi
(stridor). Stridor merupakan gejala awal, dapat menetap dan
mungkin hilang timbul, ini disebabkan lemahnya rangka laring.
Gambar 7. Laringomalasia
11
dan supraklavikular. Bila sumbatan ini makin hebat, dilakukan
intubasi endotrakea.
2.2.2 Radang
Epiglotits akut
Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang
terjadi pada daerah supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis,
valekula, aritenoid, dan lipatan ariepiglotika.4 Epiglotitis akut
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, bakteri paling sering
ditemukan adalah Haemophilus influenza. Epiglotitis akut paling
sering terjadi pada anak-anak berusia 2-4 tahun namun akhir-akhir
ini dilaporkan bahwa prevalensi dan insidennya meningkat pada
orang dewasa. 5 Onset dari gejala epiglotitis akut biasanya terjadi
tiba-tiba dan berkembang secara cepat. Pada pasien anak-anak,
gejala yang sering ditemui adalah sesak napas dan stridor yang
didahului oleh demam, sedangkan pada pasien dewasa gejala yang
terjadi lebih ringan, dan yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri
tenggorokan dan nyeri saat menelan.4
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan riwayat perjalanan
penyakit dan tanda serta gejala klinis yang ditemui, dan dari foto
rontgen lateral leher yang memperlihatkan edema epiglotis (thumb
sign)dan dilatasi dari hipofaring. 6 Penatalaksanaan pada pasien
dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi obstruksi saluran
napas dan menjaganya agar tetap terbuka serta mengeradikasi agen
penyebab.4 Dapat dilakukan intubasi jika telah terjadi obstruksi,
dengan ekstubasi setelah 48-72 jam, serta pemberian antibiotika
yang adekuat.
2.2.3 Trauma7
a. Fraktur tulang mandibula
Fraktur ini paling sering terjadi. Fraktur mandibula ini
sangat penting dihubungkan dengan adanya otot yang bekerja dan
12
berregio atau berisersio pada mandibula yaitu otot elevator, otot
depressor, dan otot protusor. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
adanya riwayat kerusakan rahang bawah dengan gejala berikut :
Pembengkakan, ekimosis atau laserasi pada kulit
Nyeri
Anastesi pada satu bibir bawah, gusi,
Maloklusi
Gangguan morbilitas atau krepitasi
Malfungsi berupa trismus, rasa nyeri waktu mengunyah
Penanggulangan fraktur madibula tergantung pada lokasi
fraktur, luasnya fraktur, dan keluhan yang diderita. Lokasi fraktur
ditentukan oleh pemeriksaan radiografi.
b. Paralisis laring
Paralisis n. laringeus superior
Cabang ekstern n. laringeus superior mensarafi m.
krikotiroid yang menegangkan pikta suara.cabang internnya
mengurus mukosa laring. Paralisis n. laringeus superior di
proksimal percabangannya menjadi cabang ekstern dan intern
menyebabkan penderita tersedak bila minum akibat anastesi
mukosa sebab tidak merasa minuman turun. Terjadi juga perubahn
nada dan resonansi suara bila penderita bicara keras atau menyanyi
terlalu lama karena tegangan pita suara terganggu. Gerakan abduksi
dan adduksi pita suara tidak terganggu.
Paralisis n. laringeus rekurens
N.laringeus rekurens atau n. laringeus inferior melayani
m.abduktor dan m.adduktor pita suara. Paralisis n. laringeus
inferior mengakibatkan suara mendesau. Gejala ini dapat
menghilang dalam beberapa minggu bila terjadi kompensasi oleh
otot aduktor kontralateral sehingga pita suara yang sehat bergerak
melewati garis tengah sehingga bertemu dengan pita suara yang
lumpuh.
13
Paralisis bilateral n. laringeus rekurens menyebabkan sesak
nafas karena celah suara sempit karena kedua pita suara tidak dapat
abduksi pada inspirasi, sehingga menetap pada posisi paramedian.
Oleh karena itu, penderita terpaksa istirahat dan menghindari
keadaan yang memerlukan lebih banyak zat asam seperti kerja,
gerakan berlebihan, takut dan demam.
c. Trauma trakea
Trauma tumpul tidak menimbulkan gejala atau tanda, tetapi
dapat juga mengakibatkan kelainan lebih hebat berupa sesak nafas
karena penekanan jalan nafas atau aspirasi darah atau emfisema
kutis bila trakea robek. Trauma tumpul trakea jarang memerlukan
tindakan bedah. Penderita diobservasi. Bila terjadi obstruksi jalan
nafas dikerjakan trakeostomi. Pada trauma tajam yang
menyebabkan robekan trakea, dilakukan trakeotomi di distal
robekan, dan dijahit.
d. Trauma intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat
menimbulkan udema laring dan trakea. Gejalanya suara penderita
terdengar parau, dan adanya kesulitan menelan, gangguan aktivitas
laring, dan beberapa derajat obstruksi pernafasan. Pengobatan yang
diberikan kortikosteroid. Bila obstruksi nafas terlalu hebat,
dilakukan trakeostomi.
2.2.4 Tumor3
a. Hemangioma3
b. Papiloma laring3
Tumor ini digolongkan dalam 2 jenis :
1. Papiloma laring juvenile, ditemukan pada anak,
biasanya berbentuk multiple dan mengalami regresi
saat dewasa
2. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak
akan mengalami resolusi dan merupakan prekanker.
15
Gambar 10. Papiloma laring
Terapi :
- Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga
dengan sinar laser. Karena sering tumbuh lagi, tindakan ini
diulang berkali-kali. Kadang dalam seminggu tampak
papiloma tumbuh lagi.
- Sekarang tersangka penyababnya ialah virus, untuk
terapinya diberikan vaksin dari massa tumor, obat anti virus,
hormone, kalsium atau ID methionin.
Tidak dianjurkan memberikan radioterapi karena papiloma
dapat berubah menjadi ganas.
16
hemoptisis dan penurunan berat badan. Nyeri tekan laring
adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi
supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan
perikondrium.
17
dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat
terjadi ulserasi.
Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung
ialah dengan memakai pengait (haak) yang dimasukkan ke
dalam hidung bagian atas, menyusuri atap kavum nasi
sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengeit
diturunkan sedikit dan ditarik ke depan, dengan cara ini
menda asing ikut terbawa keluar. Dapat pula menggunakan
cunam Nortman atau wire loop. Pemberian antibiotic
sistemik selama 5 7 hari hanya jika kasus benda asing
hidung yang telah menimbulkan infeksi.
18
mengambil benda tersebut. Bila pasien sangat perasa
sehingga menyulitkan tindakan, maka sebelumnya dapat
disemprotkan obat pelali (anestetikum), seperti xylocain atau
pantocain. Tindakan pada benda asing di valekula dan sinus
piriformis kadang kadang untuk mengeluarkannya
dilakukan dengan cara laringoskopi langsung.
19
Gambar 13. Perasat Heimlich
20
Kontraindikasi intubasi endotrakea adalah trauma
jalan napas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukan intubasi seperti pada kasus trauma servikal yang
memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servikal.
Alat untuk intubasi
Laringoskopi
Pipa endotrakea
Pipa orofaring atau nasofaring
Plester
Forsep intubasi
Suction
Teknik intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal merupakan tindakan penyelamat
(life saving procedure) yang dapat dilakukan tanpa atau
dengan analgetika topikal dengan xylocain 10%. Posisi
pasien tidur terlentang, leher sedikit fleksi dan kepala
ekstensi. Laringoskop dengan spatel bengkok dipegang
dengan tangan kiri, dimasukan melalui mulut sebelah kanan,
sehingga lidah terdorong kekiri. Spatel diarahkan menelusuri
pangkal lidah ke valekula, lalu laringoskop diangkat keatas,
sehingga pita suara dapat terlihat, dengan tangan kanan pipa
endotrakea dimasukan melalui mulut terus melalui celah
antara kedua pita suara kedalam trakea.
Pipa endotrakea dapat juga dimasukan melalui salah
satu lubang hidung sampai rongga mulut dan dengan cunan
magili ujung pipa endotrakea dimasukan kedalam celah
antara kedua pita suara sampai ke trakea. Kemudian balon
diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik.
Apabila menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka
pasien yang tidur terlentang itu, pundaknya harus diganjang
dengan bantal pasir sehingga kepala mudah diekstensikan
maksimal.
21
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang
dengan tangan kiri dan dimasukan mengikuti dinding faring
posterior dan epiglotis diangkat horizontal ke atas bersama-
sama sehingga laring jelas terlihat.
Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan
dimasukan melalui celah pita suara sampai ditrakea.
Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea di fiksasi
dengan plester. Memasukan pipa endotrakea harus hati-hati
karena dapat menyebabkan trauma pita suara, laserasi pita
suara timbul granuloma dan stenosis laring atau trakea.
2.3.2 Trakeostomi8
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka
dinding depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan
nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas
jalan nafas bagian atas. Menurut letak stoma, trakeostomi
dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan
batas letak ini adalah cincin trakea ketiga. Sedangkan
menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi
dalam 1) trakeostomi darurat (dalam waktu yang segera dan
persiapan sarana sangat kurang) 2) trakeostomi berencana
Gambar 14 trakeostomi
22
Anatomi
hioid.8
Indikasi trakeostomi
23
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien
yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik,
misalnya pada pasien dalam keadaan koma.
4. Untuk memasang alat bantu nafas (respirator)
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak
mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.
6. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal
angina ludwig), epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau
traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa
24
nya. Sebagai hasilnya, pasien hanya memerlukan sedikit
tenaga yang dibutuhkan untuk bernafas dan meningkatkan
ventilasi alveolar. Tetapi hal ini juga sangat tergantung pada
Pembagian Trakeostomi
2. Trakeotomi sulit
Di sini trakea sulit teraba, dapat terjadi karena :
a) Trakea letaknya dalam, sulit dicapai; hal ini karena ada
tumor koli.
b) Kepala sulit ekstensi karena adanya tumor koli.
c) Ada jaringan kelenjar tiroid besar di atasnya.
d) Ada pembuluh vena besar karena bendungan disebabkan
oleh tumor koli.
e) Lubang operasi tidak konsisten di garis tengah, karena
asisten memegang haak (pengait) tidak di garis tengah
secara konsisten.
f) Insisi terlalu pendek, lapangan operasi sempit sehingga
sulit meraba trakea.
g) Trakea terdorong ke lateral karena terdesak oleh tumor
koli.
25
h) Trakea tak teraba karena ada sikatrik bekas trakeotomi
dahulu.
3. Trakeotomi darurat
Darurat karena penderita sesak bahkan mungkin sudah
sianosis; sesak karena lumen sudah menutup jalan napas
lebih dari 90%.
1. Surgical trakeostomy
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di
dalam ruang operasi. Insisi dibuat diantara cincin trakea
kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
2. Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit
gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang diantara cincing
trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang
dibuat lebih kecil,
3. Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan
trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan kawat dan
dilator.
26
Alat-Alat Trakeostomi
Alat yang diperlukan untuk melakukan trakeostomi adalah
semprit yang berisi obat analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting
panjang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil
Teknik Trakeostomi
27
ketika memasukkan kateter beberapa milimeter ke dalam trakea,
dan diperiksa pengaturan jalan nafas dengan bronkoskopi.
Saat jarum dan semprit sepenuhnya telah dilepaskan, kawat
penuntun telah terpasang beberapa sentimeter ke dalam trakea.
Kateter kemudian sepenuhnya dicabut jika kawat penuntun telah
masuk ke lumen trakea.Untuk menjaga kawat penuntun tetap pada
kulit yang telah ditandai, kawat tadi dimasukkan pada dilator yang
telah dilubrikasi untuk melebarkan jalan masuk ke trakea dengan
gerakan memutar pelan. Dilator ini dilepaskan jika kawat penuntun
ini telah tepat pada posisi yang telah ditandai. Selama menjaga
posisi kawat penuntun pada kateter dan dilator yang digunakan
akan mencegah trauma pada dinding posterior.
Dilator serial yang telah dilubrikasi seluruhnya dan
pelebaran dimulai pada jalan masuk ke trakea. Tindakan ini dimulai
dengan terlebih dahulu memasukkan kateter dan kawat penuntun
pada dilator curved biru secara serentak. Ketiga alat tadi
dimasukkan dan ditarik sewaktu-waktu,saat memutar, untuk
melakukan dilatasi yang efektif pada tempat masuk trakea.
Kemudian dilator tadi dilepaskan dan kawat serta kateter tetap pada
tempatnya.
Pelebaran pada trakeostomi ini dilanjutkan dengan
menggunakan dilator yang lebih besar. Jalan masuk trakea tadi
telah dilebarkan sedikit sampai ukuran yang muat untuk pipa
trakeostomi yang dipilih. Pelebaran ini memudahkan untuk
memasukkan bagian balon dari pipa ke dalam trakea. Tabel 1
memuat ukuran dilator yang digunakan untuk melebarkan stoma
sesuai dengan pipa trakeostomi yang dimasukkan.
Pipa trakeostomi yang akan dimasukkan sebelumnya diisi
pada dilator biru yang telah dilubrikasi dengan ukuran yang sesuai.
Pipa dengan balon yang kempis dimasukkan ke dalam dilator,
sehingga ujungnya kira-kira 2 cm dari dilator. Sistim ini
dimasukkan mengikuti kateter penuntun sampai ke safety ridge dan
28
selanjutnya dimasukkan sebagai satu unit ke dalam trakea. Segera
setelah balon memasuki trakea, dilator biru, kateter dan kawat
penuntun dikeluarkan. Untuk memasukkan pipa trakeostomi dual
kanul, kanul yang lebih dalam dikeluarkan lebih dulu untuk insersi
dan kemudian prosedur selanjutnya dapat dijalankan. Pipa
trakeostomi kemudian dimasukkan pada cincinnya. Jika
menggunakan pipa dengan dual kanul, kanul yang lebih dalam
dimasukkan pada titik ini. Sekarang pipa telah terhubung dengan
ventilator, balon dikembangkan dan pipa translaringeal dikeluarkan
setelah dipastikan ventilasi telah dapat melewati pipa baru yang
dimasukkan. AM melihat trakea melalui pipa trakeostomi dengan
menggunakan bronkoskopi, untuk mencari daerah yang terluka
pada dinding trakea posterior dan menghisap darah jika ada.
Pipa trakeostomi difiksasi dengan sutura dan dibalut dengan
sebaik-baiknya Pasien dihindari dari ektensi leher dan alas kepala
dinaikkan 30-40 derajat selama satu jam.Pemeriksaan rontgen dada
segera setelah tindakan diperlukan untuk menilai pemasangan yang
benar dari pipa trakeostomi dan untuk mencegah terjadinya
pneumotorak. Pemberian analgetik jika diperlukan.
29
dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Bila kanul harus dipasang
dalam jangka waktu lama, maka kanul harus dibersihkan dua
minggu sekali. Kain basah di bawah kanul harus diganti untuk
menghindari timbulnya dermatitis. Gunakan kompres hangat untuk
Komplikasi11
30
dekanulasi tidak sengaja sebelum keadaan saluran stabil
terbentuk dapat menyebabkan hilangnya saluran udara.
Beberapa yang dapat mempengaruhi pasien untuk pelepasan
tabung secara paksa, termasuk : (a) melonggarkan tali/ jahitan
pengaman tabung trakeostomi. (b) penggunaan tabung
trakeostomi yang panjangnya bisa diatur. (c) batuk yang
berlebihan.(d) seorang pasien yang lebih berat badan dengan
saluran memanjang dari kulit trakea menyebabkan posisi
tabung tidak pada semestinya.
f. Obstruksi pipa trakeostomi
g. Emfisema subkutan
h. Aspirasi dan abses paru
2.3.3 Krikotiroidotomi3
Definisi
Krikotiroidotomi merupakan tindakan penyelamat
pada pasien dalam keadaan gawat napas. Dengan cara
membelah membrane krikotiroid untuk dipasang kanul.
Membrane ini terletak dekat kulit, tidak terlalu kaya darah
sehingga lebih mudah dicapai. Tindakan ini harus
dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat.
Klasifikasi
Needle cricothyroidotomy
31
dari jarumnya dan dimasukkan ke tenggorokan dan
dilekatkan pada sebuah kantung berkatup.
a. Surgical cricothyroidotomy
Teknik Krikotirodotomi
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada
artikulasio atlanto oksipitalis.Puncak tulang rawan tiroid (Adams
apple) mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan
kiri.Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba
ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid.Membrane
krikotiroid terdapat diantara kedua tulang rawan ini.Daerah ini
diinfiltrasi dengan anestetikum kemudian dibuat sayatan horizontal
pada kulit.Jaringan dibawah sayatan dipisahkan tepat pada garis
tengah.Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau
dengan arah ke bawah.Kemudian, masukkan kanul bila
tersedia.Jika tidak, dapat dipakai pipa plastic untuk sementara.
Krikotirodotomi merupakan kontraindikasi pada anak
dibawah 12 tahun, demikian juga pada tumor laring yang sudah
32
meluas ke subglotik dan terdapat laryngitis. Stenosis subglotik akan
timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama karena kanul yang letaknya
tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan disekitar subglotis,
sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya segera diganti
dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam.
Kontraindikasi
Kontraindikasi absolute:
Tidak ada kontraindikasi absolute untuk dilakukan
krikotiroidotomi
Kontrainsokasi relative :
Transeksi trakea dengan retraksi trakea ke mediastinum
Fraktur laring atau trauma pada kartilago krikoid
Tumor laring
Anak usia < 8 tahun karena anatomi kecil dan jaringannya
sangat lembut
Gangguan perdarahan
Edema leher yang massif
Inflamasi laring yang berat (laringotrakeitis, difteri,
inflamasi kimia, TB).
Komplikasi
Komplikasi dari krikotiroidotomi :
33
Gagal napas
Perdarahan local dan hematoma
Emfisema subkutis
Infeksi
Perforasi esophageal
Mediastinitis
Pneumotoraks
Pneumomediastinum
Trauma pita suara
Trauma laring
Trauma kelenjar tiroid
Trauma arteri karotis, vena jugularis, dan nervus vagus
Stoma persisten
Stenosis subglotik
34
BAB III
PENUTUP
35
DAFTAR PUSTAKA
http//www.hkcem.com/html/publications/journal/2001-3/227-231.pdf
EGC.2005
8. http://www.mayoclinic.com/health/tracheostomy/MY00261.
36