Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA


SISTEM RESPIRASI

Disusun Oleh:

Nama : Ayu Pramudita

NIM : k4321015

Kelas :A

Kelompok :6

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2023
Laporan Praktikum
Anatomi Fisiologi Manusia

I. Judul : Sistem Respirasi


II. Tujuan :
1. Mahasiswa mampu memahamisistem respirasi
2. Mahasiswa mampu menggambar anatomi alat-alat pernapasan pada manusia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi alat-alat pernapasan pada manusia
III. Alat dan Bahan
Torso sistem pernapasan, atlas anatomi dan alat tulis
IV. Langkah Kerja
Berdasarkan pengamatan torso sistem respirasi dan buku atlas anatomi, gambar dan
jelaskan anatomi sistem respirasi manusia
V. Dasar Teori
Sistem pernapasan berperan dalam peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Sistem pernapasan berfungsi
untuk menjamin ketersediaan oksigen bagi kelangsungan metabolism sel-sel tubuh
serta mengeluarkan karbondioksida hasil metabolism sel.
Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan respirasi
dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk memastikan bahwa tubuh
mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk metabolisme sel dan melepaskan
karbondioksida. Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem
pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring.
Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru.

Sistem pernapasan, secara fungsional, dapat dipisahkan menjadi dua zona; zona
konduksi (hidung ke bronkiolus) membentuk jalur untuk konduksi gas yang dihirup dan
zona pernapasan (saluran alveolar ke alveoli) tempat pertukaran gas berlangsung.
Secara anatomis, saluran pernapasan dibagi menjadi bagian atas (organ di luar toraks -
hidung, faring dan laring) dan saluran pernapasan bawah (organ di dalam toraks -
trakea, bronkus, bronkiolus, saluran alveolar dan alveoli).
VI. Pembahasan
A. Organ Pernapasan (Gambar + Deskripsi + Fungsi + Penjelasan Tambahan)
a) Rongga hidung

Gambar rongga hidung dan keterangan


Rongga hidung adalah bagian paling cephalic dari saluran pernapasan.
Ini berkomunikasi dengan eksternal lingkungan melalui lubang anterior, nares,
dan nasofaring melalui lubang posterior, choanae.
Rongga ini dibagi menjadi dua rongga terpisah oleh septum dan tetap paten
oleh tulang dan kerangka tulang rawan. Setiap rongga terdiri dari atap, lantai,
dinding medial, dan dinding lateral. Di dalam setiap rongga adalah tiga
wilayah; rongga hidung, daerah pernapasan, dan daerah penciuman.
Di sekeliling rongga hidung terdapat sinus berjajar mukosa yang mengandung
udara, termasuk bagian frontal sinus (superior anterior), sinus ethmoid
(superior), sepasang sinus maksilaris (lateral), dan sphenoid sinus (belakang).
Semua sinus paranasal ini, kecuali sphenoid, berkomunikasi dengan hidung
rongga melalui saluran yang mengalir melalui ostia, yang kosong ke dalam
ruang yang terletak di dinding lateral. Itu sinus sphenoid bermuara di atap
posterior. Memiliki pengetahuan dasar tentang anatomi tubuh rongga hidung
sangat penting dalam memahami fungsinya.
Fungsi rongga hidung
• Daerah pernapasan, Daerah pernapasan berfungsi untuk melembabkan,
menghangatkan, menyaring, melindungi, dan menghilangkan kotoran.
Tercakup dalam epitel pernapasan dan sel mukosa, ini adalah bagian
paling substansial dari rongga hidung. Sebagai udara melintasi rongga
hidung, menghangat ke suhu tubuh dan mencapai ertic ertical persen
kelembaban. Pasokan ertical ine di wilayah ini membantu hal ini. Ini
mengatur aliran udara hidung dengan mengendalikan volume darah dalam
jaringan ereksi pada konka inferior dan septum anterior.
• Daerah penciuman, penciuman membutuhkan aliran udara orthonasal
atau retronasal untuk mengangkut partikel pembawa ertic epitel
penciuman yang terletak di puncak rongga hidung. Sebagai bau
menjadi terperangkap dalam ertic, itu mengikat protein pengikat bau
yang berkonsentrasi dan membantu melarutkan partikel.
• Ruang depan hidung, Ruang depan hidung adalah area pertama yang
ditemui saat Anda bergerak ke posterior melalui nares anterior, juga
dikenal sebagai lubang hidung atau katup hidung eksternal. Paruh
pertama ruang depan memiliki penutup epitel skuamosa bertingkat
berkeratin yang mengandung rambut kasar yang disebut vibrissae.
• Atap rongga hidung, atap Rongga Hidung Mukosa atap rongga
hidung mengandung perforasi yang berhubungan dengan cribriform
piring. Dalam perforasi ini adalah akson penciuman.
• Dasar rongga hidung, terdiri atas bagian Anterior: prosesus palatina
maksila & Posterior: pelat mendatar dari tulang palatina.
• Kanal Tajam, kanal ini terletak di dasar rongga hidung, posterior gigi
seri sentral, dan lateral septum hidung. Struktur ini mentransmisikan
saraf ertical ine ke dalam rongga mulut dan semakin besar arteri
palatina ke dalam rongga hidung.
• Septum hidung, septum nasi membagi rongga hidung menjadi dua
kompartemen yang sama tetapi terpisah. Tulang rawan dan tulang
terdiri dari septum nasi. Itu ditutupi oleh epitel skuamosa, yang berbeda
dari lateral dinding rongga hidung. Sebagian septum anterior ditutupi
jaringan ereksi.
• Lempeng Tegak Lurus dari Etmoid: Ini adalah proyeksi ertical dari
pelat berkisi dari ethmoid inferior ke kartilago septal.
• Vomer: Terletak inferior dan sedikit posterior ke pelat tegak lurus
ethmoid. Itu terpasang inferior ke puncak hidung tulang maksila dan
palatina.
• Nasal Crest of the Maxilla and Palatine Bone: Bersama-sama tulang-
tulang ini membentuk penyangga inferior untuk tulang rawan septum.
• Anterior Nasal Spine of the Maxilla: Ini adalah proyeksi tulang yang
dibentuk oleh pasangan tulang rahang atas. Itu terletak di anterior
aperture piriform dan teraba di bagian superior philtrum dari bibir atas.
• Dinding Samping Rongga Hidung, dinding lateral rongga hidung
memiliki tiga tulang melengkung inferior yang menonjol ke medial
yang disebut conchae. Itu concha tengah dan superior adalah bagian
dari tulang ethmoid, sedangkan concha inferior terpisah tulang sama
sekali. Ada varian normal yang disebut conchae tertinggi. Conchae ini,
saat tertutup oleh mukosa, disebut konka. Turbinat menambah luas
permukaan rongga hidung untuk membantu masuk fungsinya
melembabkan, menghangatkan, dan melembabkan udara. Turbinat
membuat empat saluran (Sobiesk, 2019).
b) Laring + Faring

Gambar anatomi laring faring


Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak
setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita
letaknya relatif lebih tinggi (Sofyan, 2011).
Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja
tertutup bila sedang menelan makanan. Lokasi laring dapat ditentukan dengan
inspeksi dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid yang pada pria
dewasa lebih menonjol kedepan dan disebut Prominensia Laring atau disebut
juga Adam’s apple atau jakun (Utari & Prapyatiningsih, 2019).
Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus Laringeus
yang berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi
inferior kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior
dipisahkan dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan
cavum laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan
lemak, dan kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot
sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid. Laring berbentuk
piramida triangular terbalik dengan dinding kartilago tiroidea di sebelah atas
dan kartilago krikoidea di sebelah bawahnya. Os Hyoid dihubungkan dengan
laring oleh membrana tiroidea. Tulang ini merupakan tempat melekatnya otot-
otot dan ligamenta serta akan mengalami osifikasi sempurna pada usia 2 tahun.
Secara keseluruhan laring dibentuk oleh sejumlah kartilago, ligamentum dan
otot-otot.
Fungsi laring
Laring dari sudut pandang fisiologis, itu pada dasarnya adalah katup atau
sfingter dengan tiga fungsi: (1) katup terbuka pada pernapasan; (2) katup yang
tertutup sebagian yang lubangnya dapat dimodulasi dalam fonasi; (3) katup
tertutup, melindungi trakea dan pohon bronkial selama deglutisi (Piaza et al,
2010).
c) Trakea

Trakea
Trakea adalah struktur elastis yang membentang saat inspirasi. Ini
dibentuk oleh cincin tidak lengkap tulang rawan berbentuk C, dengan defek di
bagian posterior, disatukan oleh trakea otot. Itu dilapisi oleh kolumnar pseudo-
stratifikasi bersilia epitel dan dipasok oleh arteri tiroid inferior dan vena dan
arteri bronkial. Suplai saraf berasal dari vagus dan saraf laringeal rekuren
untuk nyeri dan secreto-motor dan dari saraf simpatik ke pembuluh darah dan
otot polos (Burdettet al., 2011).
• Anterior: vena tiroid inferior, arkus jugularis anterior, inferior arteri
mesenterika, timus, sternum, sternohyoid, sternotiroid, vena
brakiosefalika kiri.
• Posterior: esofagus, saraf laring rekuren.
• Lateral: selubung karotis, lobus lateral tiroid ke enam cincin.
Fungsi trakea
Trakea bekerja dengan seluruh sistem pernapasan untuk membantu
bernapas. Saat menarik napas, udara bergerak: dari hidung dan mulut ke
trakea- dari trakea ke bronkus kiri dan kanan- melalui bronkus dan masuk ke
bronkiolus di paru-paru- ke dalam kantung kecil di paru-paru yang disebut
alveoli, tempat tubuh menukar oksigen dengan karbon dioksida (pertukaran
gas). Saat mengeluarkan atau menghembuskan napas, tubuh melakukan
gerakan ini secara terbalik untuk membawa karbon dioksida keluar dari tubuh.
d) Bronkus+Bronkiolus

Gambar anatomi bronkus dan bronkiolus


Bronkus (tunggal. bronkus) memanjang dari trakea (juga disebut
"batang tenggorokan"). Bersama-sama, kedua struktur ini membentuk pohon
trakeobronkial paru-paru. Trakea adalah batang pohon yang terletak di
mediastinum superior. Bronkus adalah cabang-cabang pohon di dalam paru-
paru. Baik trakea dan bronkus merupakan bagian dari zona konduksi sistem
pernapasan. Sementara itu adalah tujuan trakea untuk mengalirkan udara dari
mulut dan hidung ke paru-paru, bronkuslah yang mendistribusikan udara ke
seluruh paru-paru hingga mencapai bronkiolus pernapasan dan kantung
alveolar (struktur ini berkaitan dengan zona pernapasan). Yang terakhir
berfungsi sebagai lokasi untuk karbon dioksida dan pertukaran gas oksigen
melintasi dinding (penghalang darah-udara) kapiler paru dan alveoli paru.
Struktur bronkial dimulai pada bidang toraks transversal (juga dikenal
sebagai sudut sternum pada toraks keempat). Di mana trakea bercabang
menjadi dua bronkus utama, satu untuk setiap paru-paru. Bronkus utama (juga
dikenal sebagai bronkus primer) memasuki paru-paru inferior dan lateral
melalui hila. Di bifurkasi, dua bronkus utama tidak terbagi rata. Bronkus utama
kanan memiliki diameter lebih lebar, lebih pendek, dan terletak lebih vertikal
relatif terhadap hilus. Bronkus utama kiri memiliki diameter lebih kecil dan
lebih horizontal; itu harus melewati lengkungan aorta dan
anterior ke esofagus dan aorta toraks untuk mencapai hilus paru kiri. Bronkus
primer (utama) kemudian terbagi lagi menjadi bronkus lobus sekunder. Ada
satu bronkus lobus sekunder per setiap lobus paru-paru. Dengan demikian,
paru-paru kanan memiliki tiga bronkus lobus sekunder, dan paru-paru kiri
memiliki dua lobus sekunder bronkus. Selanjutnya, setiap bronkus lobus
selanjutnya terbagi menjadi beberapa bronkus segmental tersier. Setiap
bronkus segmental memasok segmen bronkopulmoner, yang merupakan
subdivisi terbesar dari lobus. Ada sepuluh bronkopulmonalis segmen di paru
kanan dan delapan sampai sepuluh segmen bronkopulmoner di paru kiri,
tergantung pada kombinasi segmen.
Bronkiolus
Setelah bronkus segmental tersier, saluran udara terus menyebar ke
bronkiolus. Bronkiolus kemudian membelah menjadi tiga jenis: melakukan,
terminal, dan pernapasan. Ada 20-25 generasi percabangan bronkiolus
konduksisetelah bronkus segmental tersier. Saat bronkiolus menjadi lebih
kecil lebarnya, mereka menjadi bronkiolus terminal yang menandai akhir zona
konduksi sistem pernapasan. Bronkiolus terminal membelah lebih lanjut untuk
membentuk beberapa generasi bronkiolus pernapasan, yang merupakan
saluran udara tersempit di paru-paru yang menimbulkan alveolar saluran dan
kantung alveolar (bronkiolus pernapasan dan alveoli membentuk zona
pernapasan). Setiap bronkiolus pernapasan terbagi menjadi dua sampai sebelas
saluran alveolar; setiap saluran menimbulkan lima sampai enam kantung
alveolar (Amador et al, 2021).
e) Alveolus

Gambar anatomi alveolus


Alveolus paru adalah kantung dengan diameter sekitar 0,2 hingga 0,5
mm. Alveoli ini terletak di ujung saluran udara di paru-paru. Kadang-kadang,
orang membandingkan struktur alveoli dengan penampilan raspberry atau
"sekelompok anggur".
Pada paru-paru orang dewasa rata-rata, terdapat rata-rata 480 juta alveoli
(dengan kisaran 274-790 juta, koefisien variasi: 37%; walaupun jumlah ini
bervariasi tergantung volume paru total), dengan luas permukaan rata-rata total
sekitar 75 meter persegi. Setiap alveolus pada gilirannya dikelilingi oleh
sarang kapiler darah yang disuplai oleh cabang kecil arteri pulmonalis.
Selaput pernapasan menciptakan penghalang antara udara alveolar dan
darah, dan membran ini hanya terdiri dari sel alveolar skuamosa, sel endotel
skuamosa kapiler, dan membran basement bersama. Membran memiliki
ketebalan total hanya 0,5 mikrometer, berbeda dengan diameter eritrosit (sel
darah) 7,5 mikrometer yang melewati kapiler.
Fungsi alveolus
Ketika nafas diambil selama inhalasi, konsentrasi oksigen yang masuk
lebih tinggi di alveolus daripada di sel darah merah. Karena alasan ini, oksigen
akan meninggalkan alveolus dan masuk ke dalam sel darah merah.
Selama pernafasan, kebalikannya terjadi. Konsentrasi karbon dioksida
di alveolus lebih rendah daripada di sel darah merah, sehingga karbon dioksida
meninggalkan sel darah merah, memasuki alveolus, dan dihembuskan.
Karena gas selalu dibutuhkan secara fisiologis dan diproduksi sebagai
produk sampingan dari proses seluler dan metabolisme dalam tubuh, sistem
yang efisien untuk pertukarannya sangatlah penting. Respirasi Oleh karena itu
melayani peran pengaturan penting dalam pertukaran gas.

B. Mekanisme Sistem Pernapasan


Paru-paru tidak memiliki otot yang berkembang dengan baik. Oleh karena itu
pernapasan adalah disebabkan oleh perubahan ukuran rongga dada tempat paru-
paru berada ditempatkan. Mekanisme pernapasan melibatkan ekspansi dan
kontraksi alternatif dari rongga dada yang menyebabkan masuknya oksigen yang
disebut inspirasi dan keluarnya karbondioksida disebut ekspirasi. Struktur berikut
mengambil bagian dalam mekanisme pernapasan.

https://byjus.com/
Mekanisme pernapasan
• Dua set otot interkostal yaitu interkostal eksternal dan internal.
• Otot perut
• Otot diafragma hadir antara otot dada dan perut.
Inspirasi
Selama proses ini otot interkostal eksternal berkontraksi, internal otot interkostal
dan otot perut rileks dan diafragma menjadi rata, yang meningkatkan volume
rongga dada dan menurunkan tekanan udara ke paru-paru. Sekarang udara atmosfer
mencapai paru-paru melalui saluran pernapasan.
Ekspirasi
Selama proses ini otot interkostal dan perut internal berkontraksi dan otot
interkostal eksternal berelaksasi. Diafragma waktu yang sama menjadi berbentuk
dan bergerak ke atas. Ini mengurangi volume rongga dada dan meningkatkan
tekanan di dalam paru-paru. Jadi, udara kotor dipaksa keluar melalui saluran
pernapasan. Orang normal bernapas 16-20 kali per menit.
C. Proses Kimiawi Pernapasan
Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak200cc di mana
setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2.
CO2yangdihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan
darah. Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia meliputi sebagai berikut.
Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2
Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2
Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2
Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 + CO2
D. Tabulasi Data
Frekuensi pernapasan
Tabel 1.1 Berikut merupakan hasil data frekuensi pernapasan
Jenis Frekuensi Pernapasan
No Nama
kelamin Awal/istirahat Akhir/aktivitas
1 Alifia P 22 39
2 Amanda P 20 30
3 Della P 26 42
4 Abid L 14 27
5 Bintang L 18 20
6 Sahita P 28 42
Volume respirasi
Tabel 1.2 Berikut merupakan table perhitungan volume respirasi
Volume akhir Kapasitas paru
No Nama JK BB Vol awal
Istirahat Aktivitas Istirahat Aktivitas
1 Alifia P 59 5000 mL 3180 3260 1820 1630
2 Amanda P 46 5000 mL 2900 2900 2100 1900
3 Della P 47 5000 mL 2490 2650 2510 2350
4 Abid L 95 5000 mL 2600 3000 2400 2000
5 Bintang L 46 5000 mL 2590 3280 2410 2730
6 Sahita P 52 5000 mL 3400 1730 1600 3270

E. Analisis Data
Perhitungan frekuensi pernapasan dilakukan dengan memperhatikan kontraksi
dada probandus. Setiap satu kali bernapas terdiri dari satu tarikan napas, saat dada
terangkat, diikuti satu hembusan napas, saat dada turun. Frekuensi pernapasan
dalam kondisi normal setiap menit sebanyak 15-18 kali. Berdasarkan metode
tersebut dilakukan percobaan oleh beberapa probandus sebagai berikut.
• Alifia, jenis kelamin perempuan, sebelum melakukan aktivitas didapatkan
frekuensi pernapasan 22 kali/menit, sedangkan setelah melakukan aktivitas
frekuensi pernapasannya meningkat menjadi 39 kali/menit.
• Amanda, jenis kelamin perempuan, sebelum melakukan aktivitas
didapatkan frekuensi pernapasan 20 kali/menit, sedangkan setelah
melakukan aktivitas frekuensi pernapasannya meningkat menjadi 30
kali/menit.
• Della, jenis kelamin perempuan, sebelum melakukan aktivitas didapatkan
frekuensi pernapasan 26 kali/menit, sedangkan setelah melakukan aktivitas
frekuensi pernapasannya meningkat menjadi 42 kali/menit.
• Abid, jenis kelamin perempuan, sebelum melakukan aktivitas didapatkan
frekuensi pernapasan 14 kali/menit, sedangkan setelah melakukan aktivitas
frekuensi pernapasannya meningkat menjadi 27 kali/menit.
• Bintang, jenis kelamin perempuan, sebelum melakukan aktivitas
didapatkan frekuensi pernapasan 18 kali/menit, sedangkan setelah
melakukan aktivitas frekuensi pernapasannya meningkat menjadi 20
kali/menit.
• Sahita, jenis kelamin perempuan, sebelum melakukan aktivitas didapatkan
frekuensi pernapasan 28 kali/menit, sedangkan setelah melakukan aktivitas
frekuensi pernapasannya meningkat menjadi 42 kali/menit.
Berdasarkan analisis data diatas maka diketahui bahwa frekuensi pernapasan
terendah sebelum aktivitas adalah 18 kali/menit, sedangkan paling tinggi adalah 26
kali/menit. Frekuensi pernapasan terendah setelah aktivitas adalah 20, sedangkan
frekuensi tertinggi pernapasan setelah aktivitas adalah 42 kali/ menit. Menurut
(Choulpiliadis & Bhardwaj, 2019) perubahan laju pernapasan normal dengan usia
adalah 12 kali/menit hingga 20 kali/menit pernapasan per menit untuk orang
dewasa yang sedang beristirahat. Frekuensi pernapasan dibawah 12 kali/menit atau
diatas 26 kali/menit selama kondisi istirahat mengindikasikan bahwa sedang dalam
kondisi Kesehatan menurun.
Kapasitas paru-paru dapat dihitung dengan menjumlahkan semua volume udara
paru-paru. Metode perhitungan kapasitas paru-paru dilakukan dengan selang air
dan wadah. Berdasarkan hasil percobaan didapatkan kapasitas paru-paru sebelum
dan sesudah aktivitas.
• Alifia, dengan berat badan 59 kg sebelum aktivitas menunjukkan kapasitas
paru-paru 1820 cc sedangkan setelah aktivitas menunjukkan kapasitas paru-
paru 1630 cc.
• Amanda, dengan berat badan 46 kg sebelum aktivitas menunjukkan
kapasitas paru-paru 2100 cc sedangkan setelah aktivitas menunjukkan
kapasitas paru-paru 1900 cc.
• Della, dengan berat badan 47 kg sebelum aktivitas menunjukkan kapasitas
paru-paru 2510 cc sedangkan setelah aktivitas menunjukkan kapasitas paru-
paru 2350 cc.
• Abid, dengan berat badan 95 kg sebelum aktivitas menunjukkan kapasitas
paru-paru 2400 cc sedangkan setelah aktivitas menunjukkan kapasitas paru-
paru 2000 cc.
• Bintang, dengan berat badan 46 kg sebelum aktivitas menunjukkan
kapasitas paru-paru 2410 cc sedangkan setelah aktivitas menunjukkan
kapasitas paru-paru 2730 cc.
• Alifia, dengan berat badan 52 kg sebelum aktivitas menunjukkan kapasitas
paru-paru 1600 cc sedangkan setelah aktivitas menunjukkan kapasitas paru-
paru 3270 cc.

F. Kapasitas Paru-Paru
Kapasitas paru-paru adalah kemampuan paru-paru menampung udara
pernapasan. Dalam keadaan normal paru mengandung sekitar 2 - 2,5 liter udara
selama siklus respirasi, tetapi dapat diisi sampai 5,5 liter atau dikosongkan sampai
tersisa 1 liter. Pada orang dewasa sehat, rata-rata jumlah maksimum udara yang
dapat dikandung oleh kedua paru adalah sekitar 5,7 liter pada pria dan 4,2 liter pada
wanita. Bentuk dan distensibilitas paru, usia dan ada atau tidaknya penyakit
pernapasan mempengaruhi kapasitas paru total ini (Sari dkk., 2020).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kapasitas fungsi paru yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi umur, jenis kelamin,
riwayat penyakit dan status gizi. Umur berhubungan dengan proses penuaan atau
bertambahnya umur. Semakin tua umur seseorang maka semakin besar
kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru. Gangguan sistem pernapasan ini akan
menurunkan kemampuan fungsi paru, dimana gangguan terhadap fungsi paru ini
dapat diketahui dengan pengukuran volume paru. Volume paru ini digunakan
sebagai indikator untuk mengetahui kondisi dan kapasitas volume paru. Gangguan
fungsi paru tersebut antara lain: restriksi, obstruksi maupun campuran (restriksi dan
obstruksi) (Maria et al, 2015). Kapasitas paru adalah kemampuan paru-paru
menampung udara
pernapasan yang dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Tidal volume: Volume udara yang masuk/keluar paru selama satu kali
bernapas. Nilai rata-rata pada keadaan istirahat sebesar 500 ml.
2. Volume cadangan inspirasi: Volume tambahan yang dapat secara maksimal
dihirup melebihi tidal volume beristirahat. Nilai rata-ratanya sebesar 3000
ml.
3. Kapasitas inspirasi: Volume maksimum udara yang dapat dihirup pada
akhir ekspirasi normal tenang. Nilai rata-ratanya sebesar 3500 ml.
4. Volume cadangan ekspirasi: Volume tambahan udara yang dapat secara
aktif dikeluarkan oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang
dikeluarkan secara pasif pada akhir tidal volume biasa. Nilai rata-ratanya
sebesar 1000 ml.
5. Volume residu: Volume minimum udara yang tersisa di paru setelah
ekspirasi maksimum. Nilai rata-ratanya sebesar 1200 ml. Volume residu
tidak dapat diukur secara langsung dengan spirometer karena volume udara
ini tidak keluar-masuk paru.
6. Kapasitas paru total: Volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh
paru. Nilai rata-ratanya sebesar 5700 ml.
Fungsi paru-paru yang dapat diukur adalah kapsitas inspirasi, kapasitas
residu fungsional, kapasitas vital dan kapsitas paru total. Kapasitas vital
paru adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang
dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan
kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 militer).
Alat yang digunakan untuk mengukur kapasitas vital paru adalah
spirometer.² Udara bergerak masuk dan keluar karena ada selisih tekanan
yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanika otot-otot
(Engka & Supit, 2015). Dinding toraks berfungsi sebagai penembus.
Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun
dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoiseus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus
dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.Pada keadaan beristirahat
normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan
alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75
detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup
cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misak fibrosis paru,
udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin
tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi
tidak diakui sebagai faktor utama (Juarfiangki dkk., 2015).

G. Frekuensi Pernapasan.
Frekuensi pernapasan atau respiratory rate (RR) atau kecepatan pernapasan
adalah indikator kemampuan paru dalam melakukan proses ventilasi yang diukur
dalam satu menit. Fungsi paru yang mencerminkan mekanisme ventilasi, disebut
dengan istilah volume paru dan kapasitas paru. Oleh karena itu, frekuensi
pernapasan pada akhirnya akan memengaruhi jumlah volume paru pada individu.
Pada orang dewasa normal, frekuensi pernapasan normal adalah 12±20 kali
permenit, kedalaman dan irama yang teratur (Nekada & Judha, 2019).
Rata-rata frekuensi pernapasan pada orang dewasa meningkat seiring dengan
bertambahnya usia dan eskpansi dada cenderung menurun karena kekakuan
dinding dada. Frekuensi pernapasan dihitung dengan mengobservasi inspirasi dan
ekspirasi penuh. Frekuensi pernapasan bervariasi sesuai usia (Sondakh dkk., 2020).
Frekuensi pernapasan pada orang dewasa normal dan sehat berkisar antara
12-20 per menit. Seorang anak berumur dibawah satu tahun memiliki frekuensi
pernapasan normal antara 30-60 breaths per minute, tetapi seiring berjalannya
waktu ketika anak tersebut berumur 10 tahun, frekuensi pernapasan normalnya
mendekati 18-30 breaths per minute, ketika remaja frekuensi pernapasan
normalnya serupa dengan orang dewasa yaitu 12-18 breaths per minute (Ikhsan &
Harmadi, 2019).
Frekuensi pernapasan yang tidak kuat tentunya akan berpengaruh pada
jumlah volume total udara dalam paru, oleh sebab itu apabila jumlah volume paru
berkurang, maka jumlah oksigen yang diterima oleh sel tubuh pun juga berkurang
(Lukita, 2019).
H. Gangguan / Penyakit Sistem Pernapasan
1. Flu
Penyakit Influenza adalah jenis penyakit akut yang menyerang saluran
pernapasan, biasanya disebabkan oleh virus influenza dengan bermacam-
macam tipe dan sub tipe. Terdapat 3 tipe diantaranya tipe A, B, dan C padan
virus ini. Gejala yang muncul pada umumnya adalah ringan pada tipe B dan
C, sedangkan tipe A dapat berpotensi menimbulkan pandemi influenza.
Terdapat beberapa macam sub tipe pada virus influenza tipe A yang terdiri
atas kombinasi dari komponen Hemoaglutinasi (H) dan Neuraminidase (N),
contohnya H7N7, H7N2, H7N3, H9N2, H5N1 (Flu Burung), H1N1
(influenza A baru), H1N1 (Swine Flu) (Tahira & Prifiantari, 2022).
Penyebaran penyakit ini sangat cepat. Biasanya penularan penyakit ini
melalui kontak langsung dengan penderita, batuk dan bersin. Selain gejala
tersebut bisa juga menimbulkan pegal linu otot dan tulang, disebutkan pula
gejala pertama influenza adalah tubuh terasa dingin namun badan demam
dengan suhu tubuh mencapai 390C. Gejala yang timbul meliputi badan
pegal bagian tulang sendi dan tenggorokan sakit, batuk dan bersin, demam,
pusing, iritasi mata, sakit perut dan lain sebagainya. Penderita bisa sembuh
dengan sendirinya jika kondisi badannya membaik (fit) biasanya dalam
waktu 1 hingga 2 minggu. Penderita Influenza disarankan untuk banyak
beristirahat, banyak minum, hindari minum alkohol dan merokok, bila
diperlukan dapat meminum parasetamol (asetaminofen) untuk menurunkan
panas dan nyeri sendi. Penyakit ini tidak bisa disembuhkan, sebab penyakit
ini berasal dari virus, bukan bakteri, kecuali bila timbul komplikasi berupa
infeksi sekunder seperti pneumonia (radang paru) akibat bakteri (Murad,
2016).
2. Asma
Asma merupakan obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel. Asma
merupakan penyakit yang di tandai oleh serangan intermitten bronkus yang
di sebabkan oleh rangsang allergi atau iritatif (Sondakh dkk., 2020).
Dengan kata lain, asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi terus menerus
menyebabkan hiperresponsif yang meningkat pada jalan napas sehingga
timbul gejala episodik berulang berupa sesak napas, dada terasa berat,
mengi, dan terutama malam dan atau siang hari (Rahmh & Pratiwi, 2020).
Serangan asma seringkali terjadi apabila individu tidak bisa mengendalikan
dan mencegah kontak dengan faktor – faktor pemicu serangan asma seperti,
faktor perubahan cuaca, infeksi saluran pernapasan, tekanan jiwa, kegiatan
jasmani/olahraga, obat-obatan, polusi udara, lingkungan kerja (Manese
dkk., 2021).
Pola gejala yang dialami oleh pasien perlu dikaji lebih dalam lagi karena
gejala tersebut dapat juga disebabkan oleh gangguan saluran napas lain.
Adapun gejala-gejala yang merupakan karakteristik asma, adalah (1) lebih
dari satu gejala (mengi, sesak, batuk dan dada terasa berat) terutama pada
orang dewasa (2) gejala umumnya berat pada malam atau awal pagi hari (3)
gejala bervariasi menurut waktu dan intensitas (4) gejala dicetuskan oleh
infeksi virus (flu), aktivitas fisik, pajanan allergen, cuaca, emosi, serta iritan
seperti asap rokok atau bau yang menyengat. Karakteristik batuk pada asma
dari nonproduktif sampai produktif karena jumlah sputum yang banyak
yang berjenis mukoid dan seringkali sangat kuat (Rosfadilla & Sari, 2022).
3. TBC
Tuberkulosis merupakan penyakit kronik, menular, yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis, yang ditandai dengan jaringan granulasi
nekrotik (perkijauan) sebagai respons terhadap kuman tersebut. Penyakit
ini menular dengan cepat pada orang yang rentan dan daya tahan tubuh
lemah. Tuberculosis dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu umur, jenis
kelamin, gaya hidup merokok, dan kepadatan penghunian (Sejati &
Sofiana, 2015).
TB terdiri dari 2 karakteristik jenis pasienya yaitu TB baru dan TB
kambuh. TB baru merupakan pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau pasien sudah pernah mendapatkan obat
anti TB (OAT) tidak sampai satu bulan, dan dengan hasil dahak negatif TB.
TB kambuh merupkan pasien yang sebelumnya telah mendapatkan
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh tapi kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak yaitu posistif (Lolo & Razak, 2021).
Gejala yang ditimbulkan penyakit tuberkulosis yaitu batuk berdahak
selama 2 minggu atau lebih. Batuk yang dialami dapat disertai dengan
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu bulan (Pralambang & Setiawan,
2021).
4. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru-paru
(alveoli) yang disebabkan oleh bakteri, virus, maupun jamur. Terjadinya
pneumonia pada anak balita seringkali bersamaan dengan terjadinya proses
infeksi akut pada bronkus yang disebut Bronchopneumonia (Junaidi dkk.,
2022). Penyakit ini ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran
bernapas yang disertai pula napas sesak atau tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam. Pneumonia yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh
mikroorganisme (virus atau bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh
faktor lain, seperti: kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, adat istiadat,
malnutrisi, dan imunisasi. Berdasarkan umur para penderita, pneumonia
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu pneumonia untuk kelompok umur <2
bulan dan kelompok umur - < 5 tahun (Wahyono, 2011).
Gejala penyakit ini adalah menggigil, demam, sakit kepala, batuk,
mengeluarkan dahak, dan sesak napas. Pneumonia dapat disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Penyebaran
dapat terjadi melalui percikan droplet penderita pada saat batuk, bersin, atau
berbicara langsung dengan penderita. Mikrorganisme seperti bakteri
patogen masuk ke paru melalui saluran pernapasan. Selanjutnya bakteri
akan masuk ke bronkhiolus dan alveoli, kemudian menimbulkan reaksi
peradangan dan menghasilkan cairan edema dalam alveoli dan jaringan
interstitial (Hasanah dkk., 2021).

5. Emfisema
Emfisema berasal dari bahasa Yunani, emphysaein yang berarti
mengembang2 dan didefinisikan menjadi pelebaran abnormal menetap
ruang udara (alveoli distal terhadap bronkiolus terminal) disertai kerusakan
dindingnya tanpa fibrosis yang nyata (Jonathan dkk., 2019). Pelebaran
menetap disertai kerusakan alveoli dapat mengurangi aliran udara ekspirasi
maksimal akibat daya rekoil elastik paru berkurang. Pelebaran ruang udara
tanpa disertai kerusakan disebut sebagai overinflation
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan
kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Emfisema disebabkan
karena hilangnya elastisitas alveolus. Asap rokok dan kekurangan enzim
alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas ini (Oktaria &
Ningrum, 2017).
Gejala sesak pada PPOK disebabkan keterbatasan aliran udara ekspirasi
karena hilangnya perlekatan alveoli ke saluran napas kecil dan
berkurangnya rekoil elastik paru. Ada beberapa proses yang mendukung
hal tersebut hingga saat ini.
6. Kanker paru-paru
Kanker paru merupakan suatu keganasan pada paru yang disebabkan
oleh perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas, sehingga terjadi
proliferasi sel yang tidak terkendali. Keganasan ini dapat berasal dari organ
paru itu sendiri (primer) maupun yang berasal dari luar paru (metastasis)
(Buana & Harahap, 2022).
Penyebab pasti dari kanker paru belum diketahui secara jelas. Paparan
atau inhalasi berkepanjangan terhadap suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti
kekebalan tubuh, genetik dan lainlain. Dari beberapa kepustakaan telah
dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan
kebiasaan merokok (Joseph & Rotty, 2020).
Faktor risiko lainnya adalah genetik, single-nucleotide polymorphisms,
adanya riwayat kanker paru pada keluarga, diet tinggi daging terutama yang
digoreng/ dipanggang karena terbentuknya nitrosamine, kadar vit D yang
rendah, minum kopi lebih dari 6 gelas/hari, konsumsi alkohol, penyakit
paru obstruktif kronik, infeksi Chlamydia pneumoniae, tuberkulosis,
paparan radiasi pengion, paparan asbestos, silika, radon, heavy metals dan
polycyclic aromatic hydrocarbons, polusi udara di luar ruangan atau pun di
dalam ruangan seperti batu bara, kayu bakar, proses memasak dengan suhu
tinggi. Diet tinggi sayuran dan buah mengurangi risiko terjadinya kanker
paru (Sugiiharto dkk., 2021).
Kanker paru dengan penyebaran intratorakal memberikan gejala seperti
penurunan suara nafas dan sesak nafas, penurunan suara jantung disertai
pembesaran jantung, kesulitan menelan, peninggian diafragma,
pembengkakan wajah, edema ekstremitas, suara serak, batuk yang jarang,
nyeri dada pleura, ptosis, miosis, facial anhidrosis, serta nyeri pun-gung dan
otot sepanjang servikal 8 - torakal 3. Kanker yang sudah bermetastase jauh
biasanya ditandai dengan kelemahan, penurunan berat badan, anoreksia,
hepatomegali, nyeri, fraktur pada tulang, peningkatan alkalin fosfatase,
limfadenopati, nyeri kepala, kejang, mual, muntah, perubahan status
mental, insufisiensi adrenal, dan nodul subkutan.
7. Bronkitis
Bronkitis adalah peradangan atau infeksi yang terdapat di saluran napas
yang menginfeksi pada bronkus (Maghfiroh, 2021). Bronkitis adalah
peradangan pada saluran bronkial, menyebabkan pembengkakan yang
berlebihan dan produksi lendir. Batuk, peningkatan pengeluaran dahak dan
sesak napas adalah gejala utama bronkitis (Cohen J, 2010). Bronkitis dapat
bersifat akut atau kronis. Bronkitis akut disebabkan oleh infeksi yang sama
yang menyebabkan flu biasa atau influenza dan berlangsung sekitar
beberapa minggu (Riyadi & Septiyanti, 2019).
Penyebab penyakit bronkitis sering disebabkan oleh virus seperti
Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para
influenza, dan coxsackie virus. Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit
seperti askariasis dan jamur. Selain penyakit infeksi, bronkitis dapat pula
disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti bahan fisik atau kimia serta
faktor risiko lainnya yang mempermudah seseorang menderita bronkitis
misalnya perubahan cuaca, alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas
atas kronik.
Gejala yang sering ditemukan adalah batuk lebih dari 2 minggu disertai
lendir atau dahak, kemudian dahak dalam jumlah sedikit, tetapi makin lama
makin banyak. Jika terjadi infeksi maka dahak tersebut berwarna keputihan
dan encer, namun jika sudah terinfeksi akan menjadi kuning, kehijauan, dan
kental. Pada pemeriksaan fisik akan terdengar bunyi ronkhi pada dada dan
pada pemeriksaan penunjang biasnya dengan foto rontgen akan ditemukan
adanya bercak pada saluran napas (Alifariki, 2019).

VII. Kesimpulan
Sistem pernapasan merupakan organ terstruktur yang bertanggung jawab untuk
menjamin ketersediaan oksigen bagi kelangsungan metabolism sel-sel tubuh serta
mengeluarkan karbondioksida hasil metabolism sel. Sistem respirasi terbagi menjadi
sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari
hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea,
bronkus dan paru-paru. Mekanisme pernapasan melibatkan ekspansi dan kontraksi
alternatif dari rongga dada yang menyebabkan masuknya oksigen yang disebut inspirasi
dan keluarnya karbondioksida disebut ekspirasi. Mekanisme kimiawi meliputi
pembuangan CO2 dari paru-paru, pengikatan O2 oleh Hb, pemisahan O2 dari Hb ke
cairan sel, dan pengankutan CO2 didalam tubuh.

Kapasitas paru-paru adalah kemampuan paru-paru menampung udara


pernapasan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kapasitas fungsi paru
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi umur, jenis kelamin,
riwayat penyakit dan status gizi. Frekuensi pernapasan atau respiratory rate (RR) atau
kecepatan pernapasan adalah indikator kemampuan paru dalam melakukan proses
ventilasi yang diukur dalam satu menit. Adapun gangguan penyakit paru-paru meliputi
flu, asma, TBC, bronchitis, PPOK, pneumonia, dan kanker paru-paru.
VIII. Daftar Pustaka
Alifariki, L. O. (2019). Faktor Risiko Kejadian Bronkitis di Puskesmas Mekar Kota
Kendari. Jurnal Ilmu Kesehatan, 8(1), 1-9.
Amador, C., Weber, C., & Varacallo, M. (2021). Anatomy, thorax, bronchial.
In StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing.
Buana, I., & Harahap, D. A. (2022). ASBESTOS, RADON DAN POLUSI UDARA
SEBAGAI FAKTOR RESIKO KANKER PARU PADA PEREMPUAN
BUKAN PEROKOK. AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Malikussaleh, 8(1), 1-16.
Burdett, E., & Mitchell, V. (2011). Anatomy of the larynx, trachea and
bronchi. Anaesthesia & Intensive Care Medicine, 12(8), 335-339.
Engka, J. N., & Supit, S. (2015). KAPASITAS VITAL PARU PADA PENDUDUK
DATARAN TINGGI DESA RURUKAN TOMOHON. eBiomedik, 3(1).
Hasanah, U., & Santik, Y. D. P. (2021). Faktor Intrinsik Dan Extrinsik Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Di Wilayah Puskesmas
Rembang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 16(2), 84-90.
Ikhsan, L. S., & Harmadi, H. (2019). Rancang Bangun Alat Ukur Frekuensi Pernapasan
Manusia Berbasis Sensor Serat Optik. Jurnal Fisika Unand, 8(4), 301-307.
Jonathan, S., Damayanti, T., & Antariksa, B. (2019). Pathophysiology of
Emphysema. Jurnal Respirologi Indonesia, 39(1), 60-69.
Juarfianti, J., Engka, J. N., & Supit, S. (2015). Kapasitas Vital Paru Pada Penduduk
Dataran Tinggi Desa Rurukan Tomohon. eBiomedik, 3(1), 67117.
Lukita, S. I. (2019). Rancang Bangun Alat Ukur Frekuensi Pernapasan Manusia
Berbasis Sensor Serat Optik (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
Magfiroh, M. (2021). STUDI LITERATUR: ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN ANAK DENGAN BRONKITIS DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
Manese, M., Bidjuni, H., & Rompas, S. (2021). Faktor Resiko yang Berhubungan
Dengan Riwayat Serangan Pada Penderita Asma di Kabupaten Minahasa
Selatan. Jurnal Keperawatan, 9(2), 33-39.
Maria, G., Muninggar, J., & rai Suci, M. (2015, September). Analisis Kapasitas Paru
dan Aliran Udara Pernafasan Manusia Yang Mempunyai Kebiasaan
Merokok dan Tidak Merokok. In PROSIDING: Seminar Nasional Fisika dan
Pendidikan Fisika (Vol. 6, No. 2).
Murad, C. (2016). Gambaran Pengetahuan Masyarakat mengenai Influenza pada
Manusia di Kabupaten Indramayu dan Majalengka sebagai Wilayah
Kejadian Luar Biasa H5N1 pada Unggas di Jawa Barat Tahun 2014. Jurnal
Sistem Kesehatan, 1(3).
Nekada, C. D., & Judha, M. (2019). Dampak frekuensi pernapasan predialisis terhadap
kram otot intradialisis di RSUD Panembahan Senopati Bantul. jurnal
keperawatan Indonesia, 22(1), 11-22.
Piazza, C., Ribeiro, J. C., Bernal-Sprekelsen, M., Paiva, A., & Peretti, G. (2010).
Anatomy and Physiology of the Larynx and
Hypopharynx. Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 461-471.
Pralambang, S. D., & Setiawan, S. (2021). Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis di
Indonesia. Jurnal Biostatistik, Kependudukan, dan Informatika
Kesehatan, 2(1), 60-71.
Rahmah, A. Z., & Pratiwi, J. N. (2020). Potensi Tanaman Cermai dalam Mengatasi
Asma. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(2), 147-154.
Rosfadilla, P., & Sari, A. P. (2022). ASMA BRONKIAL EKSASERBASI RINGAN-
SEDANG PADA PASIEN PEREMPUAN USIA 46 TAHUN. AVERROUS:
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh, 8(1), 17-22.
Sari, J. A., Astuti, R., & Prasetio, D. B. (2020). Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Tambal Ban Pinggir Jalan. HIGEIA (Journal of Public Health Research and
Development), 4(2), 223-232.
Sobiesk, J. L., & Munakomi, S. (2019). Anatomy, head and neck, nasal cavity.
Sofyan, F. (2011). Embriologi, Anatomi, Dan Fisiologi Laring.
Sondakh, S. A., Onibala, F., & Nurmansyah, M. (2020). Pengaruh Pemberian
Nebulisasi Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Gangguan Saluran
Pernafasan. Jurnal Keperawatan, 8(1), 75-82.
Sondakh, S. A., Onibala, F., & Nurmansyah, M. (2020). Pengaruh Pemberian
Nebulisasi Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Gangguan Saluran
Pernafasan. Jurnal Keperawatan, 8(1), 75-82.
Tahira, A., Putri, R. S., & Prifiantari, S. (2022). Menerapkan pemahaman penyakit
influenza pada anak usia dini. As-Sibyan: Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, 7(1), 41-50.
Utari, I. G. A. O. S., Sudiasa, S., & Prapyatiningsih, R. Y. (2019). Diagnosis Dan
Penatalaksanaan Angioedema Di Bidang Tht-Kl. JURNAL
KEDOKTERAN, 4(2), 30-49.
IX. LAMPIRAN
Terlampir
X. LEMBAR PENGESAHAN

Surakarta, 14 Mei 2023

Asisten Praktikum Praktikan

(Nafa Eka S) (Ayu Pramudita)

NIM. K4320057 NIM. K4321015


Laporan sementara
Abstrak
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai