Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmannirrohim,
Puji syukur kehadirat Illahi Rabbi, Maha Penguasa Alam dan Ilmu, atas rahmat dan ridha-Nya kelompok
telah menyelesaikan tugas Pengkajian Keperawatan system pernafasan. Shalawat serta salam kelompok
haturkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW beserta para pengikutnya hingga akhir jaman.

Ucapan terima kasih kelompok haturkan kepada semua anggota kelompok yang telah berpartisipasi dan
bekerjasama dalam penyusunan tugas ini. Tugas ini diharapkan dapat membantu teman sejawat dalam
memahami proses pengkajian keperawatan pada system pernafasan.

Dalam penyusunan tugas ini masih banyak kekurangan. Kelompok berharap adanya kritik dan saran
membangun sebagai feedback dari pembaca maupun tim pengajar untuk perbaikan yang akan datang.

Atas perhatiannya penulis haturkan terima kasih.

Penulis,
BAB. II
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Tubuh manusia tidak dapat bertahan tanpa udara. Setip manusia membutuhkan suplay oksigen
yang konstan untuk jaringan tubuh seperti jantung dan otak. Sistem respirasi mengirimkan udara
dari aliran udara yang dihantarkan kedalam saluran pernafasan yang berisikan oksigen kedalam
darah dan mengeluarkan produk-produk gas sisa metabolisme.
Organ pernafasan manusia terdiri dari lubang hidung, Hidung, faring, laring, trakea, broncus
(cabang tenggorokan), broncheolus dan alveoli.

Gambar 2.1 Anatomi Pernafasan


Sumber : Brunner & Suddarth, 2007
1. Lubang Hidung (Nares Anterior)
Adalah saluran didalam lubang hidung saluran ini bermuara kedalam bagian yang
dikenal sebagai rongga hidung (vestibulum). Vestibulum dilapisi dengan epithelium
organ yang bersambung dengan kulit. Lapisan ini memuat sejumlah kelenjar sebasea
yang ditutupi oleh bulu kasar. Keenjar-kelenjar itu bermuara kedalam rongga hidung.

2. Hidung
Udara masuk kedalam system pernafasan melalui hidung. Ujung hidung ditunjang
oleh tulang rawan dan pangkal hidung ditunjang oleh tulang nasalis. Kedua lubang
hidung menghubungkan atmosfer dengan rongga hidung. Rongga hidung dibatasi
oleh dua tipe mukosa, yaitu mukosa respirasi hangat , jalannya masuk udara dan
mukosa olfactory yang berisi reseptor-reseptor saraf pembau. Rongga hidung dibagi
menjdi dua bagian kanan dan kiri oleh septum nasalis.
a. Bagian depan deptum ditunjang oleh tulang rawan
b. Bagian belakang ditungjang oleh tulang vomer dan tonjolan tulang ethmoid.

Batas rongga hidung adalah bagian bawah tulang (tulang.palantum, maksila); bagian
samping (tulang maksila, konkha nasalis inferior, ethmoid); bagian atas (tulang
ethmoid) dan bagian tengah (septum nasalis) .Terdapat juga rambut-rambut kasar
yang berfungsi untuk menjaring debu-debu kasar dan serangga yang memasuki
hidung.

Pada dinding lateral terdapat 3 tonjolan yang disebut : Konkha nasalis superior,
Media dan inferior. Udara saat bernafas akan mengalir melaui ketiga celah tonjolan
tersebut dan udara inspirasi akan dipanaskan oleh darah dalam kapiler dan
dilembabkan oleh lender yang disekresikan oleh sel goblet. Debu-debu di pernafasan
akan diperangkap oleh lender-lendir digerakan oleh silia kebelakang menuju faring.
Sel-sel pembau berhubungan dengan saraf otak pertama (Nervus olfaktorius).

Terdapat empat rongga paranasal (sinus), yaitu :

a. Sinus maksilaris
b. Sinus frontalis
c. Sinus ethmoidal
d. Sinus sfenoidal

Fungsi dari hidung, terdiri dari :

a. Sebagai saluran pernafasan


b. Sebagai penyaring udara yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung
c. Menghangatkan udara oleh mukosa
d. Membunuh kuman-kuman yang masuk bersama-sama udara pernafasan oleh
leukosit yang terdapat didalam selaput lender (mukosa).
3. Faring
Faringadalah suatu kantong fibromuskuler, yang bentuknya seperti corong, yang
besar dibagian atas dan sempit dibagaian bawah. Kantong ini mulai dari dasar
tengkorak menyambung kedaerah esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Bagian
atas faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana. Bagian depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring
dibagian bawah berhubungan melalui aditus laring dan bagian bawah berhubungan
dengan esophagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih
14 cm, bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring
dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lender fasia faringobasiler, pembungkus
otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan
laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous
blanket) dan otot.

Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring fungsi
sebagai saluran pernafasan, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitel toraknya
berlapis yang mengandung sel goblet. Dibagian bawahnya terdapat orofaring dan
laringofaring karna fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng, berlapis dan
tidak bersilia. Disepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang
terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk kedalam system
retikuloendoterial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh.
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkuler) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sikuler terdiri dari muskulus konstriktor faring
superior, media dan inferior, otot-otot ini terletak disebelah luar yang fungsinya untuk
mengecilkan lumen faring. Otot-otot yang longitudinal adalah muskulus stilofaring
dan muskulus palatofaring, letaknya disebelah dalam yang fungsinya untuk
melebarkan dan menarik faring.

Faring mendapat suplai darah dari beberapa sumber, terkadang tidak beraturan. Yang
utama berasal dari cabang arteri carotis eksterna (cabang faring asenden dan cabang
fausial) serta dari cabang arteri maksilaris interna yaitu cabang palatine superior.
Persyarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari nervus vagus (motorik),
cabang dari nervus Glosofaringeus dan serabut simpatis.

Berdasarkan letaknya faring dibagi dalam tiga bagian :


a. Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana, disebut Nasofaring.
b. Bagian tengah yang sama tingginya dengan istimus fausium disebut Orofaring
c. Bagian bawah sekali disebut Laringofaring.
4. Laring
Laring merupakan bagian bawah dari saluran pernafasan bagian atas. Bentuknya
seperti limas segitia terpancung, dengan bagian atas lebih besar dari bagian bawah.
Batas atas adalah aditus laring, sedangkan batas bawah adalah kaudal kartilagi
krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu lubang yaitu tulang hyoid dan
beberapa tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti hutuf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, madibula dan tenggorokan oleh tendon dan otot.
Sewaktu menelan kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik keatas,
sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan
membantu untuk menggerakan lidah.

Tulang rawan yang menyusun laring adalah :


a. Kartilagi tiroid (1 buah) depanjakun (Adams Aple), sangat jelas terlihat pada pria
b. Kartilago Ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker
c. Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin
d. Kartilago Epiglotis (1 buah)

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare
, maka terbentuklah plika vakalis kiri dan kanan disebut Rima Glotis sedangkan
antara kedua plika ventrikularis disebut Rima Vestibuli.

Pita suara ini berjumlah 2 buah, dibagian atas ada pita suara palsu dan tidak
mengeluarkan suara yang disebut dengan ventrikulris. Dibagian bawah adalah pita
suara sejati yang membentuk suara yang disebut vokalaris, mempunyai dua otot.
Gerakan dari kedua otot tersebut maka pita suara dapat bergetar dengan demikian pita
suara (Rima Glotides) dapat melebar dan mengecil, sehingga terbentuklah suara.

Laring dipersyarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu nervus laryngitis superior
dan nervus laryngitis inferior. Kedua syaraf ini merupakan campuran saraf motorik
dan sensorik. Perdarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu arteri laryngitis
superior dan arteri laringitits inferior.

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan emosi serta
fonasi. Fungsi laring sebagai fonasi yaitu dengan membuat suara serta menentukan
tinggi rendahnya nada, Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis
dalam aduksi, maka muskulus Krikotiroid posterior akan merotasi kartilago tiroid
kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang brsamaan
muskulus Krikoaritenoid akan mendorong kartilago kedepan, sehingga plika vokalis
akan mengendor. Kontraksi serta megendornya plika vokalis akan menentukan tinggi
rendahnya nada.
5. Trakea (Batang Tenggorok)
Trakea adalah pipa terbuka yang mempunyai pnjang 10-12 cm, diameter 2,5 cm.
Terletak dibawah laring dan diatas paru, dimana terbagi menjadi 2 cabang utama,
yaitu bronkus kanan dan kiri yang masing-masing masuk kedalam paru kanan dan
kiri. Cabang terkecil terkenal sebagai bronkiolus. Trakea Trakea disokong oleh cincin
tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5
inci. Striktur trakea dan bronkus dianalogkan seperti sebuah pohon dan oleh karena
itu dinamakan sebagai pohon trakeabronkial. Permukaan posterior trakea agak pipih
(cincin tulang rawannya tidak sempurna), dan letaknya didepan esophagus. Cincin
tersebut dihubingkan oleh jaringan elastis yang menghubungkan jaringan dan otot
halus longitudinal yang membuat trakea lebih fleksibel.

Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan, dikenal sebagai
karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menbabkan bronkospasme dan
batuk yang kuat jika dirangsang. Disamping permukaan trakea terdapat epitel
columna berlapis yang memproduksi mucus. Epitel ini mengandung silia, sehingga
partikel-partikel yang tidak dapat dikeluarkan melalui hidung dan faring dapat
dikeluarkan dari trakea dan dibawa ke faring oleh silia untuk ditelan atau dikeluarkan.

6. Bronkus, Bronkeolus dan Alveoli


Bronkus merupakan lanjutan dari trakea, ada dua buah yang terdapat pada ketinggian
vertebra torakalis ke IV dank ke V. Bronkus kanan lebih pendek dan lebar,
merupakan kelanjuan dari trakea yang arahnya hampir ke ventrikel dari pada bronkus
kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyi 2 cabang dan merupakan kelanjutan dari trakea
dengan sudut yang lebih tajam.
Cabang bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi Bronkus Lobaris dan
kemudian Bronkus Segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi percabangan
yang lebih kecil dan akhirnya menjadi percabangan Bronkus Treminalis, yaitu saluran
udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkeolus Terminalis
memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm, tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan
tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran
udara kebawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
ketempat pertukaran gas diparu.

Setelah bronkiolus terminalis, terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru,
yaitu tempat pertukaran gas, terdiri dari :
a. Bronkiolus Respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau
alveoli pada dindingnya.
b. Duktus Alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus
c. Sakus Alveolaris terminalis (alveolus) , merupakan struktur akhir paru-paru.

Asinus kadang-kadang disebut lobules primer, memiliki garis tengah kira-kira 0,5 – 1
cm. Terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus alveolaris
yang menyerupai anggur, yang membentuk sakus terminalis dipisahkan dari alveolus
didekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada dinding ini dinamakan
pori-pori Kohn. Lubang ini memungkinkan komunikasi antara sakus alveolaris
terminalis. Alveolus hanya mempunyai satu lapis sel saja yang diameternya lebih
kecil dibandingkan dengan diameter sel darah merah.

Alveolus pada dasarnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jalinan
kapiler, maka batas atas cairan dan gas membentuk suatu tegangan permukaan yang
cenderung mencegah pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung colaps pada
waktu ekspirasi. Alveolus dilapisi oleh zat Lipoprotein yang dinamakan Surfaktan
yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap
pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada waktu
ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh zat pembatas alveolus tergantung dari
beberapa factor, termasuk kematangan dari sel-sel alveolusbdan system
biosintetikanya, kecepatan pergantian yang normal, ventilasi yang memadai dan
aliran darah ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan dianggap sebagai factor penting
pada pathogenesis sejumlah penyakit paru.

7. Paru
Paru-paru merupakan organ yang elastic, berbentuk kerucut terletak didalam rongga
dada atau thoraks. Kedua paru saling terpisah oleh mediatinum sentral yang berisi
jantung dan beberaa pembuluh darah besar. Setiap paru mempuyai apeks (Bagian atas
paru) dan basis. Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, saraf dan pembuluh limfe
memasuki tiap peru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru
kanan lebih besar dari pada paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura
interlobaris. Paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi
menjadi beberapa segmn sesuai dengan beberapa segmen bronkusnya. Pru-paru kanan
dibagi menjdi 10 segmen, sedangkan paru-paru kiri dibagi menjadi 9 segmen.
Pleura merupaka suatulapisan tipis yang mengadung kolagen dan jaringan elastic,
melapisi rongga dada (Pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura
Viseralis). Diatara lapisan tersebut terdapat suatu lapisan tipis yaitu cairan pleura
yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergesekan selama
pernafasan dan untuk mencegah pemisahan antara thoraks dengan paru.
Hal yang sama juga berlaku pada cairan pleura diantara paru-paru dan thoraks . Tidak
ada sesungguhnya yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viserlis, maka
disebut dengan rongga pleura atau kavitas pleura. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah dari tekanan atmosfer, sehingga dapat mencegah kolaps paru. Bila terdapat
serangan penyakit biasanya pleura mengalami peradangan atau udara juga cairan
dapat masuk kedalam rongga pleura sehingga menyebabkan paru-paru tertekan atau
kolaps.

Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negative yang normal , pertama
jaringan elastis paru memberikan kekuatan kontinu yang cenderung untuk menarik
paru-paru menjauh dari dinding thoraks; misalnya setelah lahir paru-paru cenderung
untuk mengkerut keukuran aslinya yang lebih kecil yang sebelumnya mengembang
untuk pertamakalinya. Tetapi oermukan pleura viseralis dan parietalis yang saling
menempel itu tidak dapat dipisahkan. Sehingga kekuatan kontinu yang cenderung
untuk memisahkannya tetap ada. Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatam negative
dari ruangan pleura. Tekanan intr pleura secara terus menerus berfariasi sepanjang
siklus pernafasan, tetapi selalu negative.

Kedua, dalam mempertahankan tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan osmotik


yang terdapat diseluruh membrane-membran pleura. Ciaran dalam keadaan normal
akan bergerak dari kapiler didalam pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian
diserap kembali melalui pleura viseralis. Pergerakan pleura seperti hukum Starling
tentang pertukaran transkapiler, dimana pergerakan cairan bergantung pada selisih
perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar
dan tekanan ankotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap
didalam. Karena selisih perbedaan absorbs cairan pleura melalui pleura viseralis
lebih besar dari pada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
daerah permukaan pleura viseralis lebih besar daripada pleura parietalis, maka pada
ruang pleura secara normal hanya mendapat cairan beberapa milliliter.
Ketiga, yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan pompa
limfatik. Sejumlah kecil pritein secara normal memasuki ruang pleura tetapi akan
dikeluarkan oleh system limfatik dalam pleura parietalis, maka akumulasi protein
didalam ruang intra pleura akan mengacaukan keseimbangan osmotik normal tanpa
pengeluaran limfatik. Ketiga factor ini kemudian mengatur dan mempertahankan
tekanan negatif intrapleura normal.

Diagfragma merupakan otot berbentuk kubah yang membentuk dasar rongga toraks
dan memisahkan rongga tersebut dari rongga abdomen.

8. Peredaran Darah Paru-paru


Paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis.
Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenisasi dari sirkulasi sistemik dan
berfungsi memenuhi kebutuhan metabolism jaringan paru-paru. Arteri bronkialis
berasal adri aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena
bronkialis yang besar mengalirkan darahnya kedalam system azigos, yang kemudian
bermuara pada vena kapa superior dan mengembalikan darah vena pulmonalis.
Karena sirkulasi bronchial tidak berperan pada pertukaran gas, darah yang tidak
teroksigenasi mangalami parau sekitar 2-3% curah jantung.
Arteri pulmonalis yang tidak berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena
campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran
gas. Jalinan kapiler paru yang harus mengitari dan menutupi alveolus dan darah.
Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke
ventrikel kiri, yang selanjutnya membagikannya kepada sel-sel melalui sirkulasi
sistemik. Memperlihatkan posisi fungsional paru dalam sirkulasi pulmonar.
Sifat lain dari sirkulasi paru bahwa sirkulasi paru merupakan suatu system tekanan
rendah dan resistensi rendah dibandingkan dengan sirkulasi sistemik. Tekanan darah
sistemik sekitar sekitar 120/80 mmHg, sedangkan tekanan darah pulmonary sekitar
25/10 mmHg dengan tekanan rata-rata sekitar 15 mmHg. Jalinan vascular pulmonary
dengan resistensi dan distenbilitas yang rendah memungkinkan beban kerja ventrikel
kanan lebih kecil dibandingkan dengan beban kerja ventrikel kiri. Selain itu aliran
darah pulmonary pada waktu melakukan kegiatan fisik dapat ditingkatkan dengan
bermakna tanpa adanya kenaikan tekanan darah pulmonary yang berarti.
Tekanan hidrostatik (HP) paru orang normal sekitar 15 mmHg melampaui tekanan
osmotic koloid (COP) darah yang besarnya sekitar 25 mmHg, maka cairan akan
meninggalkan kapiler paru dan masuk kedalam intertisial atau alveolus, sehingga
mengakibatkan edema paru. Edem paru akan mengganggu pertukaran gas karena
memperpanjang jalur difusi antara alveolus dan kapiler. Edema paru merupakan
komplikasi yang sering terjadi akibat gagal jantung kongestif, pneumonia dan
gangguan paru lainnya.

FISIOLOGI PERNAFASAN
1. Pernafasan Paru-paru (Pulmoner)
Pernafasan melalui paru merupakan pernafasan atau pernafasan eksterna. Oksigen
diambil dari mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk
melalui trakea sampai alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler
pulmonary, alveoli memisahkan oksigen dari darah, O2 menembs membrane,
diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dipompakan keseluruh tubuh.

Gerakan bernafas tergantung pada gerakan diafragma dan otot dinding dada
diantara rusuk-rusuk itu. Bila mengerut otot dinding itu membesarkan rongga
dada dan menyebebkan tekanan udara berkurang, ini membuat paru-paru
mengembang dan mengisap udara; ketika otot itu kendur, dada mengempis dan
udara menghembus keluar.
Fungsi utama pernafasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh
sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Proses fisiologi
pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara kedalam jaringan-jaringan dan
karbondioksida dikeluarkan keudara. Ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium,
yaitu : Ventilasi, dimana masuknya campuran gas-gas kedalam dan keluar paru.
Transportasi, yang harus dianggap terdiri dari beberapa aspek 1). Difusi gas-gas
antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antar darah sistemik juga
sel-sel jaringan. 2). Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan
penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus. 3). Reaksi kimia
dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah. Ketiga respirasi sel atau
respirasi interna, yaitu saat dimana metabolic dioksidasi untuk mendapatkan
energy dan karbondioksida terbentuk sebagai sampah dalam proses metabolism
sel dan dikeluarkan oleh paru.

a. Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada perbedaan tekanan
yang terdapat diatmosfer dan alveolus akibat mekanik dari otot-otot. Selama
inspirasi, Volume thotaks bertambah besar karena diagfragma turun dan iga
terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu otot sternocleidomastoideus
mengangkat sternum keatas dan otot serratus, skalenes dan intercostalis
eksternus mengangkat iga-iga. Thoraks membesar ketiga arah yaitu
anteroposterior, lateral dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan
penurunan tekanan intrapleura, dari sekitar -4mmHg (relative terhadap
tekanan atmosfer) menjadi -8 mmHg bila paru-paru mengembang pada waktu
inspirasi. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan saluran
udara menurun sampai -2 mmHg (relative terhadap atmosfer) dari 0 mmHg
pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer
menyebabkan udara mengalir kedalam paru-paru sampai teknan saluran udara
pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan atmosfer.

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat


elastisitas dinding dada dan paru. Pada waktu otot intercostalis eksterna
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diagfragma naik keatas kedalam
rongga thoraks, menyebabkan volume thoraks berkurang. Otot intercostalis
internus dapat menekan iga kebawah dan kedalam dengan kuat pada waktu
ekspirasi kuat dan aktif, batuk, muntah atau defekasi. Selain itu otot-otot
abdomen dapat berkontraksi sehingga tekanan intraabdominal membesar dan
menekan diafragma keatas. Pengurangan volume thoraks ini meningkatkan
tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal
sekarang meningkat mencapai sekitar 1-2 mmHg diatas tekanan atsmosfer.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai tekanan atmosfer menjadi sama
kembali.

Mekanisme Inspirasi yang terjadi, sebagai berikut :


1) Beberapa otot pernafasan berkontraksi, salah satunya adalah diafragma
dan otot intercosta eksternal. Otot intercosta eksternal akan meregang
antar tulang rusuk dan ketika otot intercosta eksternal berkontraksi, tulang
rusuk sekitarnya kan saling tarik bersama-sama. Tulang rusuk kehilangan
kecepatannya sepanjang ujung anterior, dekat dengan sternum, tulang
rusuk tersebut bergerak keatas dan keluar, mengembangkan dada.
2) Rongga dada akan mengembang ketika otot pernafasan berkontraksi dan
diafragma mengerut. Meskipun intercosta dan otot abdomen sangat
penting dalam mekanisme pernafasan, namun diafragma adalah organ
yang utama dalam pernafasan.
3) Otot abdomen harus dalam keadaan relaksasi ketika diafragma
mengerut/berkontraksi.
4) Meningkatnya ukuran rongga dada menyebabkan penurunan tekanan
didalam rongga sampai 4 mmHg dibawah tekanan atmosfer, yaitu sekitar
756 mmHg dan udara akan mengalir dengan cepat melalui saluran
pernafasan ke dalam paru-paru.

Ekspirasi (Exhalasi) atau menghembuskan udara dari paru-paru, terjadi dengan


mekanisme sebagai berikut :

1) Otot intercosta eksternal dan diafhragma relaksasi, diikuti rongga dada


kembali dalam posisi semula, ukurannya kecil oleh extrinsic elastic recoil
yang dibantu oleh tulang rawan, menyebabkan peningkatan tekanan rongga
dada. Penurunan volume dalam rongga dada adalah akibat bagian dari
entrinsik elastic recoil (pengembangan paru) suatu jaringan paru tersebut
yang akan meregang selama inspirasi dan mendorong diafragma keatas.
2) Otot abdomen kontraksi, mendorong abdomen kearah diaphragm dan
menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga dada.
3) Paru-paru berkontraksi sehingga udara akan dikeluarkan

Mekanisme Pernafasan :

Udara cenderung bergerak dari daerah bertekanan tinggi kedaerah bertekanan


rendah, yaitu menuruni gerakan tekanan.

Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting pada ventilasi :

1) Tekanan atmosfer (barometric) yaitu tekanan yang ditimbulkan oleh berat


udara diatmosfer terhadap benda-benda dipermukaan bumi.
2) Tekanan intra alveolus (tekanan intrapulmonalis) yaitu tekanan didalam
alveolus
3) Tekanan intrapleura (tekanan intratoniks) yaitu tekanan ini didalam
kantong pleura dan tekanan yang terjadi diluar paru didalam rongga toraks.
b. Difusi
Transfer oksigen dan karbondioksida melintasi membrane alveolus-kapiler
yang tipis. Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer
pada permukaan laut sebesar 149 mmHg (21% dari 760 mmHg). Pada waktu
oksigen diinspirasi dan sampai dialveolus maka tekanan parsial ini akan
mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg. Perbedaan tekanan CO2
antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6 mmHg) menyebabkan
CO2 berdifusi kedalam alveolus. CO2 ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer,
dimana konsentrasi nol. Kendatipun selisih CO2 antara darah dan alveolus
amat kecil namun tetap memadai, karena dapat berdifusi melintasi membrane
alveolus kalpiler kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingkan oksigen karena
daya larutnya lebih besar.
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen
dikapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari
total waktu selama 0,75 detik.

c. Transportasi Gas
Bagian fisiologi dari respirasi adalah perubahan gas antara alveoli dan kapiler
didalam jaringan tubuh, perubahan tersebut dinamakan external respirasi dan
internal respirasi.
Eksternal respirasi adalah kondisi udara dalam paru-paru lebih kaya akan CO2
dan miskin akan O2 dari pada udara diluar, akibatnya PCO2 dalam alveoli
sekitar 40 mmHg (diluar 0,3 mmHg) dan PO2 sekitar 104 mmHg (diluar 160
mmHg). Darah dalam alveolar dan kapiler bronchial datang dari jaringan
dimana metabolisme sel meningkat sampai PCO2 mencapai 45 mmHg. Point
yang sangat penting yaitu CO2 dalam darah sebagian tekanan dan
konsentrasinya lebih tinggi daripada dalam alveoli, ketika sebagian tekanan
dan konsentrasi O2 dalam darah lebih rendah daripada dalam alveoli. Setiap
aliran gas menurun konsentrasinya dari konsentrasi yang tinggi ke yang lebih
rendah maka akan terjadi perubahan yang efektif. Setiap darah yang
meninggalkan kapiler alveoli, itu akan kehilangan CO2 dan mendapatkan
oksigen,konsentrasi gas ini sama dengan konsentrasi didalam alveoli, yaitu
dalam darah PCO2 40 mmHg dan PO2 104 mmHg. Perubahan didalam darah
dan alveoli disebur ekternal respiration.

Internal respirasi adalah ketika darah yang mengandung O2 mencapai aktif


sel yaitu didalam aktif sel yaitu didalam sel dan metabolism respirasi
dinamakan internal respiration.
Didalam aktif sel, PO2 menurun sekitar 40 mmHg dan PCO2 meningkat
mencapai 45 mmHg mengakibatkan metabolism sel. Setelah darah dalam
jaringan kapiler bergerak dari sel respirasi, mengakibatkan PCO2 meningkat
mencapai 45 mmHg dan PO2 menurun sekitar 40 mmHg. Pernafasan internal
mengacu pada reaksi-reaksi kimia interseluler dimana oksigen dipakai dan
karbondioksida dihasilkan sewaktu sel memetabolisme karbohidrat dan
substansi lain untuk membangkitkan adenosine tripospat (ATP) dan pelepasan
energy.
Paru-paru dan thoraks merupakan struktur viskoelasti dan oleh serabut elastis.
Sifat elastis paru disebabkan oleh tegangan permukaan cairan yang melapisi
alveolus dan serabut elastic diseluruh jaringan paru sendiri. Sifat elstis thorak
disebabkan oleh elastic alamiah otot tendon dan jaringan penyambung dada.
Oleh karena itu sebagian usaha yang dikeluarkan oleh otot inspirasi selama
bernafas untuk meregangkan struktur elastik paru dan thoraks.
2. Pengukuran “Compliace” Paru
Compliace Paru diukur dengan cara; Glotis tersebut harus terbuka sama sekali ,
kemudian udara dihirup secara bertahap, kira-kira 50-100 ml untuk setiap
penghirupan.dan pengukuran tekanan dilakukan dari satu balon intra-esofagus
(yang mengukur tekanan intrapleura dengan hamper tepat) pada akhir setiap
tahap, sampai volume total udara didalam paru sama dengan volume tidak normal
orang tersebut. Kemudian udara dikeluarkan secara bertahap juga,sampai volume
paru kembali ketingkat ekspirasi istirahat.

3. Jumlah Udara dalam Paru-paru


Ventilasi paru-paru digambarkan dengan sejumlah udara dalam paru kedalam 4
volume dan 4 kapasitas. Alat pengukuran yang digunakan adalah respiratometer.
Residual Volume paru adalah volume udara dalam paru-paru setelah ekspirasi
paling kuat, sekitar 1,1 L pada wanita dan 1,2 L pada laki-laki . Selama istirahat
antara laki-laki dan perempuan saat inspirasi dan ekspirasi sekitar 0,5 L pada
sebagian nafas disebut tidal volume. Ketika nafas dalam, diluar batas yang biasa
digunakan saat tidal volume sekitar 1,9 L pada wanita dan 3,3 L pada laki-laki
disebut inspiratori reserve volume. Terakhir adalah ekspirasi biasa, jika
memungkinkan semua udara dikeluarkan, kualitas diluar tidal volume disebut
expiratory reserve volume, biasanya sekitar 0,7 L pada wanita dan 1,0 L pada
laki-laki.

4. Volume Paru
a. Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali
bernafas normal, besarnya kira-kira 500 ml pada rata-rata orang dewasa muda.
b. Volume cadangan inspirasi adalah volume udara eksterna yang dapat
diinspirasi setelah dan diatas volume alur nafas normal dan biasa mencapai
3000 ml.
c. Volume cadangan ekspirasi adalah jumlah udara ekstra yang dapat diekspirasi
oleh ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi alur nafas normal, jumlah normalnya
sekitar 1100 ml.
d. Volume residu adalah volume udara yang masih tetap berada dalam paru
setelah ekspirasi paling kuat, volume ini besarnya kira-kira 1200 ml.

5. Kapasitas Paru
a. Kapasitas inspirasi sama dengan volume alur nafas ditambah volume
cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara kira-kira 3500 ml yang dapat
dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkatan ekspirasi normal dan
pengembangan paru paru sampai jumlah maksimum.
b. Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi
ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada
akhir ekspirasi normal kira-kira 2300 ml.
c. Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume alur
nafas dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum
yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi
paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya
kira-kira 4600 ml.
d. Kapasitas paru total adalah volume maksimum dimana paru dapat
dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa kira-kira 5800 ml.
Jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu.
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25% lebih
kecil dari pada pria.
6. Daya Muat Paru
Besarnya daya muat paru-paru 4500 – 5000 ml (4,5 – 5 liter). Udara yang
diproses dalam paru-paru (Ekspirasi dan Inspirasi) hanya 10% kurang lebih 500
ml disebut juga udara pasang pasang surut (Tidal air) yaitu yang dihirup
pernafasan biasa

7. Pengendalian Pernafasan (Kontrol Neurokimia)


a. Pengendalian oleh saraf
Pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan impuls eferen ke blok
pernafasan, melalui radik saraf servikalis diantarkan kediafragma oleh saraf
premikus.
b. Pengendalian secara kimia
Pengendalian dan pengaturan secara kimia meliputi frekuensi kecepatan dan
dalamnya gerakan pernafasan, pusat pernafasan dalam sumsum sangat peka,
sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan, karbondioksida adalah
produksi asam dari metabolism dan bahan kimia yang asam ini merangsang
pusat pernafasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot
pernafasan.

8. Refleks Batuk
Bronkus dan trakea sedemikian sensitifnya terhadap sentuhan halus, sehingga
benda asing dalam julah berapapun atau penyebab iritasi lainnya akan
menimbulkan batuk.
Disaat suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakan oleh lintasan neuroal
medulla, menyebabkan efek sebagai berikut :
a. Kira-kira 2,5 liter udara diinspirasi
b. Epiglotis menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara
dalam paru.
c. Otot-otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan
otot ekspirasi lainnya, seperti interkostalis internus juga berkontraksi dengan
kuat mendorong diafragma.
d. Pita suara dengan epiglotis secara alamiah terbuka lebar, sehingga udara
bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar. Kadang-kadang dikeluarkan
dengan kecepatan 75-100 m.
Udara yang mengalir cepat tersebut biasanya membawa pula benda asing
apapun yang terdapat dalam bronkus dan trakea

9. Refleks Bersin
Rangsangan yang menimbulkan reflex bersin adalah iritasi dalam saluran hidung,
impuls aferen berjalan dalam nervus kelima menuju medulla, dimana reflex
dicetuskan.

Pasien yang mengalami gangguan sistem pernafasan secara garis besar gangguan disebabkan
oleh infeksi, obstruksi, trauma, dan keganasan. Penyebab umum penyakit pernafasan antara lain
kebiasaan merokok, riwayat penyakit paru pada keluarga, pekerjaan, riwayat alergi, dan terpapar
lingkungan yang terpolusi (Brunner and Suddarth, 2005).
Tanda dan Gejala mayor penyakit system pernafasan adalah: dispnea, batuk, produksi sputum,
nyeri dada, wheezing, clubbing finger, hemoptisis, dan sianosis. Manifestasi klinis ini
berhubungan dengan durasi dan derajat penyakit.
1. Dispnea (nafas berat dan sulit, nafas pendek)
Adalah gejala umum dari banyak jenis penyakit paru dan jantung, secara umum terjadi saat
compliance paru menurun dan resistensi jalan nafas terjadi. Ventrikel kanan jantung akan
terpengaruhi oleh penyakit paru karena jantung harus memompa lebih berat untuk melawan
resistensi paru. Selain itu dapat pula diakibatkan dari gangguan neurology atau
neuromuscular seperti miastenia gravis, sindrom Guillain-Barre, atau distropi muskular.
2. Batuk
Batuk dihasilkan dari iritasi membrane mukosa sepanjang jalan nafas. Stimulus produksi
batuk dapat meningkat karena proses infeksi atau dari iritan di udara (airbone) seperti rokok,
asap, debu, atau gas. Batuk pada dasarnya adalah proteksi utama melawan akumulasi sekret
di bronkus dan bronkiolus.

3. Produksi Sputum
Pasien yang mengalami gejala batuk dalam waktu lama seringkali menghasilkan sputum.
Batuk yang berat bisa bisa mengakibatkan spasme bronchial, obstruksi, dan iritasi bronkus
yang dapat menyebabkan sinkop. Batuk yang berat, berulang, tidak terkontrol, dan
nonproduksi akan dirasakan berat dan melelahkan. Produksi sputum merupakan reaksi
konstan paru untukmengeluarkan iritasn.

4. Nyeri dada
Nyeri dada atau ketidaknyamanan dapat berhubungan dengan penyakit paru atau jantung.
Nyeri dada pada paru mungkin akan dirasa tajam, menikam, dan intermiten, atau bisa tumpul,
terus menerus, dan persisten. Nyeri biasanya dirasakan pada sisi patologis, namun dapat pula
menyebar ke tempat lain seperti leher, punggung, atau abdomen.

5. Wheezing
Merupalan kondisi mayor yang ditemukan pada pasien dengan konstriksi bronkus atau
penyempitan jalan nafas. Dapat terdengar tanpa stetoskop tergantung lokasi. Terdengar
nyaring panjang dan rata, seringkali terdengar saat ekspirasi.
6. Clubbing finger
Merupakan tanda penyakit paru yang ditemukan pada pasien dengan kondisi hipoksia, infeksi
kronik paru, dan malignansi paru.

`
7. Hemoptisis
Pengeluaran darah dari saluran nafas, merupakan gangguan baik pulmonary ataupun jantung.
Onset seringkali tiba-tiba dan bisa intermiten atau konstinyu.
8. Sianosis
Yaitu warna kebiruan pada kulit, merupakan tanda lanjut hipoksia, berhubungan dengan
oksigen tak terikat Hb dalam darah. Sianosis muncul ketika terdapat sekitar 5 g/dL oksigen
tak tersaturasi (normal 15 g/dL ) menurunkan sirkulasi Hb efektif sampai 2/3 dari kadar
normal.

1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusenakan semakin
bertambah.
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, danpneumoperikardium, maka dapat
dilihat bentuk gambaran radiolusen padaparu-paru.

b. Pemeriksaan tes kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapatmenimbulkan
reaksi yang positif pada asma. Tes kulit untuk menunjukkan adanya antibody IgE
hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
1) perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi danclock wise
rotation.
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB( Right bundle
branch block).
3) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, danVES atau
terjadinya depresi segmen ST negatif.
d. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang palingcepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan denganbronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosisasma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari
20%. Pemeriksaanspirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
pentinguntuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpakeluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

e. Pemeriksaan Laboratorium
1) AGD
Menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO 2 dan PCO2 menurun pada asma
dengan pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap
hiperventilasi.

Tabel 2.1 Nilai pH, PCO2, HCO3 pada berbagai keadaan asam basa
Jenis gangguan pH PCO2 HCO3
Murni ↓ ↓ N
Asidosis respiratorik Terkompensasi sebagian ↓ ↓ ↑
Terkompensai penuh N ↓ ↑
Asidosis metabolik Murni ↓ N ↓
Terkompensasi sebagian ↓ ↑ ↓
Terkompensai penuh N ↑ ↓
Asidosis respiratorik dan metabolic ↓↓ ↑ ↓
Murni ↑ ↓ N
Alkalosis respiratorik Terkompensasi sebagian ↑ ↓ ↓
Terkompensai penuh N ↓ ↓
Murni ↑ N ↑
Alkalosis metabolik Terkompensasi sebagian ↑ ↑ ↑
Terkompensai penuh N ↑ ↑
Alakalosis respiratorik dan metabolic ↑↑ ↓ ↑
2) Sputum
Sputum kultur: untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen dan
pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganansan atau alergi.
3) Sel Eosinofil
Darah komplit: dapat menggambarkan adanya peningkatan eosinofil dapat mencapai
1000-1500/mm3 sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm 3.
4) Pemeriksaan darah Rutin Jumlah sel leukosit yang lebih tinggi dari 15.000/mm kubik
terjadi karena adanya infeksi. GOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati
akibat hipoksia atau hiperkapnia.
5) Kultur sputum dilakukan dengan tujuan menentukan infeksi, mengidentifikasi pathogen
sedangkan pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
f. Pemeriksaan EKG
Pada penderita PPOK EKG biasanya ditemukan disritmia atrial (bronkitis), peninggian
gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis,empisema) dan aksis vertical QRS (empisema)
sebagai akibat dari perfusi ke kardiak menurun. (Djokotjahyono,2011)
g. Pemeriksaan hematologi tambahan
Pada kasus hanya terdapat data pemeriksaan hematologi Laju endap darah, sehingga perlu
ada pemeriksaan hematokrit, eritrosit, hb dan leukosit. Pada Pasien PPOK dengan hipoksia
yang berlangsung lama dapat mengaktivasi kompensasi ginjal melakukan sekresi eritropoetin
sehingga sel darah merah meningkat (polisitemia )(Vetsbo J,2011).
h. Pengukuran oksimetri
Nadi pada oksimetri dapat digunakan untuk mengukur sebuah saturasi oksigen pada pasien
dan kebutuhan untuk terapi oksigen tambahan. Nilai normal saturasi oksigen 95%-100%.
Apa bila saturasi okigen < 92% maka harus dilakukan pemeriksaan analisis gas darah. (Gold,
2013)
i. Pemeriksaan spirometri
Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat
perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa. Pemeriksaan ini penting untuk
memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi saluran nafas dalam berbagai tingkat.
Spirometri seharusnya mengukur volume udara yang di hembuskan paksa dari inspirasi
secara maksimal ( kapasitas vital paksa (FVC)) dan volume udara yang di keluarkan selama
detik pertama (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1). (Vesbo, 2011)

A. Pengkajian Sistem Pernafasan


1. Prosedur Wawancara
a. Keluhan utama:
Keluhan utama pada gangguan didaerah pernafasan adalah keluhan yang berkisar
dari adanya nyeri dada, dispnea, mengi, batuk, atau sputum bernoda darah
(hemoptisis). Untuk menilai gejala ini, Kita harus melakukan pemeriksaan untuk
mencari penyebabnya. Sumber nyeri dada tercantum dalam daftar dibawah ini.

Miokardium Angina pectoris, Infark moiard


Perikardium Perikarditis
Aorta Aneurisma aortandisekans (Dissecting aortic aneurysm)
Trakea dan Bronkus Bronkitis
Pleura parietalis Perikarditis, Pneumonia
Dinding dada yg meliputi Kostokondritis, Herpes zoster
system musculoskeletal
dan kulit
Esofagus Esofagitis refluks, spasme esophagus
Struktur diluar thorax Artritis servical, kolik billier, gastritis
seperti leher, kandung
empedu, dan lambung

Pertanyaan diawal harus seluas mungkin “ Apakah Anda merasakan perasaan yang
tidak nyaman atau tidak enak didalam dada Anda ?”. Ketika Anda melanjutkan dengan
riwayat medis yang lengkap, mintalah pasien untuk menunjukan dimana titik nyeri
tersebut dirasakan. Amati tingkah laku pasien ketika ia menjelaskan rasa nyerinya.

Umumnya pada pasien dengan gangguan pernafasan mengeluh sesak nafas, batuk
berdahak, atau batuk berdarah. Dispnea merupakan gangguan pernafasan yang tidak
terasa nyeri namun menimbulkan rasa tidak nyaman dan tidak sesuai dengan tingkat
aktivitas. Keluhan serius ini memerlukan penjelasan dan pemeriksaan yang lengkap
mengingat dispnea sering terjadi karena penyakit jantung dan paru. Tanyakan
“Pernahkan Anda mengalami kesulitan bernafas ?” Temukan kapan keluhannya
terjadi, apakah pada saat istirahat ataukah saat beraktivitas dan seberapa berat aktivitas
yang menimbulkan awal keluhan dispnea. Sebaliknya, lakukan upaya untuk
menentukan intensitas dispneaberdasarkan aktivitas pasien sehari-hari. Berapa banyak
langkah atau anak tangga yang dapat pasien tempuh sebelum berhenti karena
kehabisan nafas? Bagaimana tentang aktivitas yang memerlukan tenaga sedang seperti
mengepel, merapihkan tempat tidur. Apakah keluhan dispneu itu merubah gaya hidup
dan aktivitas sehari-hari?. Dengan teliti tanyakan pula saat kejadian dispnea terjadi,
apakah ada gejala lain yang menyertainya dan faktor apa yang meredakan atau
memperberat serangan tersebut.

Sebagian besar pasien dispnea menghubungkan keluhan sesk nafas dengan tingkat
aktivitasnya. Pasien cemas member gambaran berbeda. Mereka akan menceritakan
kesulitan pada waktu menarik nafas yang cukup atau perasaan tercekik dengan
ketidak mampuan untuk mendapatkan cukup udara yang disertai parastesia atau
perasaan kesemutan atau perasaan seperti tertusuk jarum disekitar bibir atau
ekstremitas.

Mengi merupakan bunyi pernafasan yang musical dan dapat didengar oleh pasien
maupun orang lain.

Batuk merupakan gejala yang sering dijumpai, batuk merupakan respon tubuh berupa
reflex terhadap rangsangan yang mengiritasi reseptor pada laring, trakea atau bronkus
besar. Rangsangan atau stimulus ini meliputi mucus, pus, dan darah disamping agen
dari luar seperti debu, benda asing atau bahkan udara yang terlampau dingin atau
banyak. Penyebab lainnya meliputi inflamasi mukosa respiratorius dan tekanan atau
desakan dalam saluran nafas yang disebabkan oleh tumor atau pembesaran limfo
nodus peribronkial. Meskipun batuk secara khas merupakan sinyal yang menunjukan
permasalahan dalam traktus respiratorius, gejala ini dapat pula berasal dari system
kardiovaskular. Untuk keluhan batuk harus ditanyakan apakah batuknya kering atau
menghasilkan sputum atau dahak/riak (phlegm). Minta pasien untuk menjelaskan
jumlah sputumyang dikeluarkan warna, bau serta konsistensinya.
Hemoptisis, (Batuk darah) merupakan keadaan seseorang membatukkan darah dari
parunya, keadaan ini dapat beragam dari pengeluaran dahak yang bernoda darah
hingga pengeluaran yang nyata. Pada pasien yang hemoptisis, lakukan pengkajian
jumlah darah yang dihasilkan disamping pemeriksaan terhadap sifat-sifat yang lain
dari sputum tersebut, tanyakan pula keadaan serta aktivitas yang ada kaitannya dan
gejala yang menyertainya. Sebelum menyakinkan hemoptisis cobalah untuk
memastikan dahulu sumber perdarahannya dengan melakukan anamnesis riwayat
medis dan pemeriksaan fisik. Darah dapat berasal dari mulut, faring atau traktus
gastrointestinal dan sering menimulkan kekeliruan. Jika dimuntahkan, kemungkinan
darah tersebut berasal dari dalam traktus gastrointestinal teraspirasi dan kemudian
dibatukan keluar.

b. Riwayat Kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan difokuskan pada masalah fisik dan fungsional pasien
yang berakibat negatif bagi kehidupannya. Masalah pernafasan yang sering muncul
adalah dispnea (nafas pendek), nyeri, akumulasi mucus, wheezing, hemoptisis (batuk
darah), edema ankle dan kaki, batuk, dan kelemahan umum. Data yang dikumpulkan
meliputi faktor pencetus, durasi, derajat, dan faktor yang berhubungan dengan gejala
serta perlu mengkaji pula factor genetik yang mungkin berkontribusi pada kondisi
pasien. Perawat perlu mengkaji tanda dan gejala yang muncul akibat
ketidakmampuan pasien melakukan ADL dan kegiatannya seperti biasa. Faktor
psikososial juga harus dikaji seperti kecemasan, perubahan peran, hubungan keluarga,
masalah financial, status pekerjaan dan kepegawaian, dan mekanisme koping pasien.

Riwayat Kesehatan sekarang ………………

Riwayat kesehatan dahulu dapat diindentifikasikan dengan riwayat yang pernah


dialami pasien yang berkaitan dengan keadaan penyakitnya (gangguan pernafasan)
sejak dahulu.
Seperti kebiasaan merokok yang sudah dikonsumsi pasien sejak beberapa tahun yang
lalu. Merokok memiliki hubungan yang pasti dengan penyakit paru, kardiovaskuler,
neoplasma, dan salah satu penyebab kematian terbesar. Resiko akibat rokok menurun
secara signifikan dalam waktu setahun setelah penghentian merokok, intervensi yang
efektif meliputi penyampaian pesan, konseling kelompokdan terapi pengganti nikotin.
…………………………………

Riwayat Keluarga: apakah ada anggota keluarga terdekat mengalami obesitas,


hipertensi, diabetes melitus, atau kerusakan ginjal?

c. Pemeriksaan Fisik spesifik


Metoda Normal Abnormalitas
Inspeksi Anterior Dada  Altered chest shape: Seen in COPD
(trapped air with overinflated lungs).
 Inspeksi kecepatan pernafasan, ritme,
AP diameter is increased, resulting
kedalaman, dan simetrisitas
in “barrel chest.” Rib slope is nearly
pergerakan dada
parallel, with costal angle greater
 Inspeksi rasio anteroposterior (AP) than 90 degrees.
dan lateral Inspect anteroposterior
 Altered chest symmetry: Seen in
(AP) to lateral ratio, costal angle,
musculoskeletal disorders of spine
spinal deformities, and condition of
such as kyphosis, scoliosis, and
skin.
kyphoscoliosis. Can affect
respiratory function by restricting
 Shape and symmetry: Normal adult
movement.
chest has AP-to-lateral ratio of
 Altered breathing symmetry: May be
approximately1:2 and costal angle
caused by rib fractures, especially at
less than 90 degrees. Ribs slope
sternal border (flail chest),
obliquely, chest symmetricalin
pneumonectomy pneumothorax/
appearance with symmetrical rise
hemothorax, and atelectasis.
and fall when breathing. Skinintact.
Affected area of chest may not move
with respiration.
 Movement with breathing: Women
 Sternal and intercostal retractions:
have more thoracic respiratory
Seen in severe hypoxia or
movements; men and infants have
respiratory distress, especially with
more abdominal respiratory
airway obstruction.
movements.
 Altered skin color/condition:
Extreme hypoxia or cold
 No sternal or intercostal retraction
temperature may cause blue flush on
or bulging, unless associated with
chest wall (cyanosis). Steroids may
strenuous activity
produce excessive hair in women.
 Intercostal bulging: Seen during
 Musculoskeletal changes associated
expiratory effort of person with
with aging can increase the AP
COPD.
diameter, giving chest a barrel
 Scars may indicate trauma or
appearance
surgery. Look for signs of lung
surgery (often on lateral thorax) or
 AP diameter greater in infants
1-cm stab wounds from chest tubes.
(apple-shaped chest).

 Condition of chest skin: Skin color


and hair distribution should be
consistent with
patient’s gender,
ethnicity, and
exposure to sun.
Skin intact, no
scars.

Inspeksi Lateral Dada  Same as with anterior and posterior


chest. Look for scars from
 Inspect respiratory rate, rhythm,
pneumonectomy or lobectomy,
depth, and symmetry of chest
located laterally and curving under
movements
scapula.
 Inspect AP to lateral ratio and
condition of skin.
 As with anterior and posterior chest,
skin is intact and chest expansion
equal.

Posterior Dada
 Same as with anterior chest,
 Inspect respiratory
although abnormal spinal curves are
rate, rhythm, depth,
more obvious. Look for scars from
and symmetry of
pneumonectomy or lobectomy,
chest movements.
located laterally and curving under
 Inspect AP to lateral scapula.
ratio, spinal
deformities, and
condition of skin.
 Skin should be intact, chest
expansion equal, and spine straight
without lateral curves or deformities.

Palpasi
Auskultas
i

Perkusi

Anda mungkin juga menyukai