Anda di halaman 1dari 144

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN POST HISTEREKTOMI ATAS

INDIKASI MIOMA UTERI PADA NY. A DI RUANG NIFAS BUDI

RAHAYU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Tugas

Akhir Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh:

Anita

Rohmawati

NIM. P 17420512050

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG 2015

1
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN POST HISTEREKTOMI ATAS

INDIKASI MIOMA UTERI PADA NY. A DI RUANG NIFAS BUDI

RAHAYU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Tugas Akhir

Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh:

Anita

Rohmawati

NIM. P 17420512050

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
SEMARANG 2015
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan petunjuk, kekuatan, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan Laporan Kasus yang berjudul ”Asuhan Keperawatan

Post Histerektomi Atas Indikasi Mioma Uteri Pada Ny. A Di Ruang Nifas Budi

Rahayu Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang” dengan baik, sebagai salah

satu syarat untuk memenuhi mata kuliah tugas akhir.

Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini tidak akan dapat tersusun

dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam

kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu, baik dalam penelitian maupun penyusunan Laporan

Kasus. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Sugiyanto, S. Pd., M. App. Sc., Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian

Semarang yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk melakasanakan

studi kasus dalam pembuatan Laporan Kasus.

2. Budi Ekanto, S.Kp., M.Sc., Ketua Jurusan Keperawatan Semarang yang telah

memberikan ijin dan kesempatan untuk melaksanakan studi khususnya dalam

penyusunan Laporan Kasus.

3. Hermani Triredjeki, S.Kep, Ns, M.Kes Ketua Program Studi Keperawatan

Magelang yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk melaksanakan

studi khususnya dalam pembuatan Laporan Kasus.

4. Tulus Puji Hastuti, S.Kep, Ns, M.Kes selaku dosen pembimbing penyusunan

Laporan Kasus.
5. Wiwin Renny R, SST, SPd, M.Kes dan Sri Adiyati, SPd, S.Kep selaku dosen

penguji laporan kasus peminatan maternitas.

6. Bapak dan Ibu dosen beserta para staf Program Studi Keperawatan Magelang.

7. Ibu Sri Murtini, Bapak Lasto, Erni Lestyawati dan Akhmad Harviyanto selaku

orang tua, kakak dan adik penulis yang selalu memberikan doa dan motivasi,

dukungan moral dan material untuk segera menyelesaikan laporan kasus ini.

8. Teman-teman di kelas Arjuna yang telah sama-sama berjuang dalam

menyelesaikan Laporan Kasus.

9. Neila, Dwika, Rizqi, Dian, Farida, Rinda, Anna yang telah memberikan

dukungan dan bantuan serta doa.

10. Arian Ade Ihwandi yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa

selama ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan yang telah membantu jalannya

pelaksanaan penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan

lancar.

Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis dapat diterima Allah SWT

sebagai amal sholeh. Penulis berharap laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca.

Magelang, Mei 2015

Penulis

Anita Rohmawati
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN.....................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................iv
KATA PENGANTAR........................................................................................v
DAFTAR ISI.......................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.....................................................................................5
C. Manfaat Penulisan...................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Mioma Uteri....................................................................7
1. Definisi Mioma Uteri..........................................................................7
2. Klasifikasi Mioma Uteri.....................................................................8
3. Etiologi Mioma Uteri..........................................................................8
4. Manifestasi Klinis Mioma Uteri.........................................................9
5. Pencegahan Mioma Uteri...................................................................10
6. Komplikasi Mioma Uteri....................................................................12
7. Pathway..............................................................................................13
8. Patofisiologi........................................................................................14
9. Penatalaksanaan..................................................................................15
B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Operasi Mioma Uteri 20
1. Pengkajian Keperawatan...................................................................20
2. Diagnosa Keperawatan......................................................................26
3. Perencanaan Keperawatan................................................................31
4. Evaluasi Keperawatan.......................................................................36
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Biodata Klien..........................................................................................39
B. Pengkajian...............................................................................................39
C. Perumusan Masalah................................................................................45
D. Perencanaan.............................................................................................46
E. Pelaksanaan.............................................................................................48
F. Evaluasi...................................................................................................53
BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan.............................................................................................58
1. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul..............................................58
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan akibat pembedahan...58
b. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder akibat pembedahan..................................................................62
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber-
sumber informasi.....................................................................................65
2. Diagnosa yang ada dalam teori tetapi tidak ditemukan dalam kasus
........................................................................................................ 68
a. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
sekunder akibat perdarahan.....................................................................68
b. Risiko harga diri rendah situasional berhubungan dengan
perubahan seksualitas, fertilitas dan hubungan dengan pasangan
dan keluarga.................................................................................69
c. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan
tonus otot kandung kemih sekunder akibat anestesi umum atau
spinal
.................................................................................................. 70
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan denganketerbatasan
aktivitas akibat gangguan kenyamanan nyeri..............................70
B. Simpulan..................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Pathway Mioma Uteri...................................................................................13


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Lampiran 2: Satuan Acara Penyuluhan Histerektomy

Lampiran 3: Leaflet Histerektomy

Lampiran 4: Satuan Acara Penyuluhan Nutrisi Post Operasi

Lampiran 5: Leaflet Nutrisi Post Operasi

Lampiran 6: Lembar Bimbingan

Lampiran 7: Daftar Riwayat

Hidup
BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang Masalah

Tingkat kesehatan menjadi salah satu masalah yang harus diselesaikan.

Kesehatan ibu dan anak merupakan prioritas utama dalam upaya pelayanan

kesehatan di masyarakat. Angka kematian ibu (AKI) dipengaruhi oleh status

gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik

menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan

kelahiran, serta tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan

termasuk pelayanan prenatal dan obstetric (Dinas Kesehatan Jawa Tengah,

2013). Angka kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 berdasarkan

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 118,62/100.000

kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada

tahun 2012 sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup, hal ini berarti terjadi

peningkatan permasalahan kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah.

Masalah kesehatan reproduksi saat ini menjadi perhatian bersama,

bukan hanya individu yang bersangkutan. Salah satu gangguan kesehatan yang

sering terjadi pada sistem reproduksi wanita yaitu mioma uteri. Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung (2010) menyatakan bahwa 20%

dari wanita berumur 35 tahun menderita mioma uteri walaupun tidak disertai

gejala-gejala. Angka kejadian pada wanita usia produktif sekitar 15% sampai

20% dan 30% sampai 40% wanita di atas usia 30 tahun (Saputra, 2014). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wachidah, Salim dan Aditiyono (2011)

menunjukan bahwa 56,5% atau 26 orang dari 46 sampel yang menderita

mioma uteri berasal dari kelompok usia > 40 tahun. Kejadian mioma uteri di

Indonesia sebesar 2,39%-11,70% pada semua penderita ginekologi yang

dirawat (Wiknjosastro, 2006).

Kasus tumor yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun

2013 sebanyak 9.145 kasus, lebih sedikit dibanding tahun 2012 yaitu 11.341

kasus (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2013). Angka kejadian mioma uteri di

RSUD Tidar Magelang pada tahun 2012 yaitu 43 kasus dari 157 kasus

ginekologi atau sebesar 27,39%, dan meningkat pada tahun 2013 yaitu 72

kasus dari 238 kasus ginekologi atau sebesar 30,25% dan pada tahun 2014

terdapat 80 kasus dari 340 kasus ginekologi atau sebesar 23,53%. Operasi

yang dilakukan pada pasien mioma uteri tahun 2013 yaitu histerektomi

sebesar 25 orang atau 34,72%, kuretase 14 orang atau 19,45%, dan

miomektomi sebesar 1 orang atau 1,39%, dan lainnya 32 orang atau 44,44%

tidak ada penjelasan.

Mioma merupakan suatu pertumbuhan jinak dari sel-sel otot polos,

sedangkan untuk otot-otot rahim disebut dengan mioma uteri (Achadiat,

2004). Tumor tersebut sebagian besar berasal dari sel muda otot rahim, yang

mendapat rangsangan terus menerus dari hormon estrogen sehingga terus

bertumbuh dan berkembang menjadi besar, serta biasanya terjadi pada masa

reproduksi aktif (Manuaba, 2009). Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan

karena tidak semua mioma uteri menunjukkan gejala dan memerlukan


tindakan operasi. Sebagian penderita mioma uteri tidak mengalami keluhan

apapun dan ditemukan kebetulan saat pemeriksaan. Gejala klinis dari mioma

uteri yaitu seperti perdarahan abnormal, penekanan rahim dan nyeri

(Manuaba, 2012).

Deteksi dini adanya mioma uteri sangat penting untuk meminimalkan

pertumbuhan tumor. Penatalaksanaan mioma uteri di Indonesia pada

umumnya dilakukan tindakan operasi yaitu dengan cara histerektomi atau

pengangkatan rahim dan jika fungsi reproduksi masih diperlukan maka

dilakukan tindakan miomektomi atau pengangkatan mioma. Pengelolaan

pasien post operasi mioma uteri harus dilakukan secara komprehensif karena

jika tidak bisa menimbulkan komplikasi pada pasien. Komplikasi yang terjadi

pada pasien biasanya yaitu perdarahan, anemia, infeksi, perlekatan pasca

miomektomi, terjadinya rupture atau kerobekan rahim apabila penderita hamil

setelah tindakan miomektomi (Achadiat, 2004).

Prinsip-prinsip perawatan pascaoperatif untuk bedah abdomen

diterapkan dengan perhatian khusus diberikan pada sirkulasi perifer untuk

mencegah tromboflebitis. Risiko utamanya adalah infeksi dan hemoragi,

selain itu karena lokasi operasi berada dekat dengan kandung kemih mungkin

terdapat masalah berkemih, terutama setelah histerektomi vaginal (Smeltzer,

2002). Operasi yang dilakukan yaitu histerektomi dan miomektomi, termasuk

dalam operasi besar. Operasi ini membutuhkan perawatan di rumah sakit

selama 3-5 hari dan meninggalkan jaringan parut luka pada dinding perut

(Yatim, 2005). Bekas luka operasi mioma uteri perlu dilakukan pemantauan
oleh perawat, karena dikhawatirkan terjadi perdarahan dan infeksi. Perdarahan

biasanya disertai dengan adanya perubahan tanda-tanda vital, kehausan,

keadaan kulit menjadi dingin serta infeksi akan menimbulkan rasa nyeri,

panas, dan disertai adanya kenaikan leukosit (Uliyah dan hidayat, 2006).

Perawatan luka pada pasien post mioma uteri harus dilakukan apabila

balutan luka basah dan berdarah. Infeksi bisa timbul akibat dari sayatan

operasi. Perdarahan vaginal dan hemoragi dapat terjadi setelah histerektomi.

Komplikasi post operasi mioma uteri harus dideteksi secara dini, untuk itu

perawat harus menghitung pembalut yang digunakan, dikatakan perdarahan

apabila pemakaian pembalut lebih dari 2 pembalut dalam waktu 30 menit,

serta memantau tanda-tanda vital pasien (Smeltzer, 2002).

Komplikasi dari post operasi mioma uteri telah diuraikan diatas, untuk

itu dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan perawat yang baik dalam

memberikan asuhan keperawatan. Perawat harus mampu memberikan

perawatan yang komprehensif dan berkesinambungan, sesuai dengan masalah

yang terjadi pada klien sehingga tidak menimbulkan komplikasi pada klien.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun

laporan kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Post Histerektomi Atas

Indikasi Mioma Uteri Pada Ny. A Di Ruang Nifas Budi Rahayu Rumah Sakit

Umum Daerah Tidar Magelang”.


B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengelolaan Asuhan Keperawatan Post Histerektomi

Atas Indikasi Mioma Uteri Pada Ny. A Di Ruang Nifas Budi Rahayu

Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan pengkajian keperawatan post operasi histerektomi

atas indikasi mioma uteri pada Ny. A.

b. Menggambarkan diagnosa keperawatan yang muncul post operasi

histerektomi atas indikasi mioma uteri pada Ny. A.

c. Menggambarkan rencana keperawatan sesuai dengan masalah

keperawatan yang ditemukan.

d. Menggambarkan implementasi tindakan keperawatan post operasi

histerektomi atas indikasi mioma uteri pada Ny. A.

e. Menggambarkan evaluasi asuhan keperawatan post operasi

histerektomi atas indikasi mioma uteri pada Ny. A.

C. Manfaat Penulisan

Berdasarkan tujuan penelitian yang dikemukakan, maka penelitian ini

diharapkan dapat memiliki kegunaan atau manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
Menerapkan ilmu pengetahuan dan informasi dalam bidang keperawatan

maternitas tentang asuhan keperawatan dengan post operasi mioma uteri.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Menerapkan pengetahuan tentang keperawatan maternitas sehingga

dapat memberikan pelayanan kepada klien dengan post operasi mioma

uteri secara komprehensif dan berkesinambungan, serta sebagai bekal

untuk bekerja di masa mendatang.

b. Bagi pasien

Sebagai objek dalam pelayanan keperawatan, pasien diharapkan bisa

sehat kembali dan tidak terjadi komplikasi terhadap pelayanan

keperawatan yang diberikan, serta pasien juga mengetahui tentang

penyakit yang dialaminya.

c. Bagi Institusi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi dalam pelaksanaan praktek

pelayanan keperawatan maternitas.

d. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penulisan dapat dijadikan pertimbangan dalam kegiatan belajar

mengajar dan sebagai pedoman dalam mengembangkan pembelajaran

mengenai asuhan keperawatan maternitas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Mioma Uteri

1. Definisi Mioma Uteri

a. Djuwantono, Permadi dan Ritonga (2011) mengatakan bahwa mioma

uteri merupakan tumor jinak padat dari otot polos uterus, dikenal juga

dengan istilah mioma atau leiomioma.

b. Mioma uteri merupakan bentuk tumor uterus benigna yang paling

sering dijumpai pada wanita. Tumor tersusun dari otot polos yang

biasanya terjadi di korpus uterus, meskipun dapat juga muncul di

serviks atau pada ligamentum teres uteri atau ligamentum latum

(Bilotta, 2012).

c. Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim yang berdasarkan besar dan

lokasinya dapat memberikan gejala klinis. Nama lain dari mioma uteri

yaitu leiomioma uteri, fibromioma uteri dan uterin fibroid (Manuaba,

2004).

d. Mioma uteri, yang disebut juga fibromioma uterus, leiomioma uterus

atau uteri fibroid adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot polos

dinding uterus, dan kebanyakan terletak di korpus uterus

(Sjamsuhidajat, 2011).
e. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mioma uteri atau leiomioma adalah

tumor jinak yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat di uterus.

Ukuran besar dan lokasi mioma uteri dapat memberikan gejala klinis

pada pasien.

2. Klasifikasi Mioma Uteri

Berdasarkan lokasinya menurut Rasjidi (2010) mioma uteri dibagi

menjadi 3 jenis yaitu:

a. Mioma submukosa yaitu berada di bawah lapisan endometrium dan

menonjol ke dalam cavum uteri, dapat tumbuh bertangkai dan

dilahirkan melalui serviks (myomgeburt).

b. Mioma intramural yaitu berada dalam dinding uterus di antara serabut

miometrium.

c. Mioma subserosum yaitu tumbuh keluar dinding uterus hingga

menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh lapisan serosa.

3. Etiologi Mioma Uteri

Penyebab terjadinya mioma uteri menurut Bilotta (2012) tidak

diketahui secara pasti, tetapi berbagai faktor berpengaruh sebagai regulator

pertumbuhan mioma uteri termasuk berikut ini:

a. Beberapa faktor pertumbuhan termasuk faktor pertumbuhan epidermal.

b. Hormon steroid, termasuk estrogen dan progesterone (biasanya muncul

setelah menarche dan regresi atau pengecilan setelah menopause,

dampak estrogen sebagai agen pertumbuhan mioma uteri).


c. Faktor risiko: wanita usia reproduksi dan anggota keluarga yang

memiliki riwayat mioma uteri.

4. Manifestasi Klinis

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (2010) dan Rasjidi

(2010) menyatakan bahwa gejala-gejala yang muncul akibat mioma uteri

sebagai berikut:

a. Umumnya asimtomatik

b. Tumor masa, diperut bagian bawah

Penderita sering kali pergi ke dokter karena adanya gejala ini.

c. Perdarahan

Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,

menoragia dan dapat juga metoragia. Perdarahan terjadi karena

pengaruh ovarium sehingga terjadi hyperplasia endometrium,

permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya. Miometrium

tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara

serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah

yang melaluinya dengan baik (Wiknjosastro, 2006). Penyebab

perdarahan yaitu jenis submucosa sebagai akibat pecahnya pembuluh-

pembuluh darah. Perdarahan pada mioma dapat menimbulkan anemia

yang berat. Mioma intramural juga bisa menyebabkan perdarahan

karena ada gangguan kontraksi otot uterus. Jenis subserosa tidak

menyebabkan perdarahan yang abnormal.


d. Nyeri

Gejala ini tidak khas untuk mioma. Keluhan yang diutarakan biasanya

rasa berat dan dysmenorrhoe. Timbulnya nyeri disebabkan karena

gangguan peredaran darah, yang disertai nekrose setempat atau

disebabkan karena proses peradangan.

e. Gejala penekanan

Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.

Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan sering berkemih,

pada uretra dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat

menyebabkan hidronefrosis, pada rectum bisa menyebabkan

konstipasi, dan dapat menyebabkan nyeri panggul (Wiknjosastro,

2006).

f. Pada 25%-30% kasus dapat timbul gejala yang berkaitan dengan efek

penekanan akibat masa mioma misalnya perdarahan uterus abnormal,

nyeri perut, gangguan berkemih, konstipasi, dan infertilitas.

g. Dapat mencapai berat lebih dari 5 kg, terutama pada kehamilan, namun

setelah menopause umumnya mengalami regresi dan hanya sekitar

10% yang masih terus bertumbuh.

h. Lemah, pusing-pusing.

5. Pencegahan Mioma Uteri

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara (2011) mengatakan

pencegahan mioma uteri dapat dilakukan dengan pencegahan sebagai

berikut:
a. Pencegahan Primordial

Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum menarche atau

sebelum terdapat resiko mioma uteri. Upaya yang dapat dilakukan

yaitu dengan mengonsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayuran

dan buah.

b. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan awal pencegahan sebelum seseorang

menderita mioma. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan

penyuluhan mengenai faktor-faktor risiko mioma terutama pada

kelompok yang berisiko yaitu wanita pada masa reproduktif. Selain itu

tindakan pengawasan pemberian hormon estrogen dan progesteron

dengan memilih pil KB kombinasi (mengandung estrogen dan

progesteron), pil kombinasi mengandung estrogen lebih rendah

dibanding pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan mioma uteri

berhubungan dengan kadar estrogen.

c. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena mioma

uteri, tindakan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya komplikasi.

Pencegahan yang dilakukan adalah dengan melakukan diagnosa dini

meliputi deteksi dini tanda dan gejala mioma uteri serta pengobatan

yang tepat.

d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan setelah penderita

melakukan pengobatan. Umumnya pada tahap pencegahan ini adalah

berupa rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencegah

timbulnya komplikasi. Pada dasarnya hingga saat ini belum diketahui

penyebab tunggal yang menyebabkan mioma uteri, namun merupakan

gabungan beberapa faktor atau multifaktor. Tindakan yang dilakukan

adalah dengan meningkatkan kualitas hidup dan mempertahankannya.

Penderita pasca operasi harus mendapat asupan gizi yang cukup dalam

masa pemulihannya.

6. Komplikasi

Komplikasi mioma uteri menurut Bilotta (2012) dan Djuwantono

(2011) yaitu:

a. Aborsi spontan yang berulang, persalinan premature, malposisi janin

b. Anemia sekunder akibat perdarahan yang berlebihan

c. Kompresi kandung kemih

d. Infeksi (jika tumor menonjol ke luar lubang vagina)

e. Infertilitas sekunder (jarang)

f. Obstruksi usus

g. Perlekatan pascamiomektomi.
7. Pathway dan Patofisiologi

a. Pathway
Faktor hormonal Faktor Risiko (Wanita Faktor pertumbuhan
usia
reproduksi dan Genetik)

Mioma Uteri

Intramural Subserosa Submukosa

pendesakan Perdarahan infertilitas Torsi dan


uterus abnormal degenerasi

Penekanan Nyeri
Penekanan kandung Anemia Infeksi
rektum kemih

Miomektomi Histerektomi

Adaptasi post Pengaruh Luka


operasi anestasi operasi

fisiologis psikologis general spinal perdarahan Trauma Port de


Kurang jaringan entry
sumber Perasaan
informasi tidak Defic Nyeri
pencernaan Saluran akut Risi
Perubahan it
berguna ko
organ volu

Kurang pengeta huan urinaria


Penurunan
reproduksi Gangguan
Peristaltik usus Keterbatasan
citra tubuh Perubah
an aktivitas
Mual
HDR
muntah
Hambatan
mobilitas
Sumber: (Manuaba, 2012) (Tharpe, 2013) (Price dan Wilson, 2006)

b. Patofisiologi

Mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi karena adanya

rangsangan estrogen, dan mengalami pengecilan setelah menopause

(Manuaba, 2012). Mioma uteri terjadi akibat efek faktor pertumbuhan

dan pengaruh hormonal pada wanita dengan predisposisi genetik atau

mutasi yang menstimulasi pertumbuhan sel otot uterus secara

berlebihan (Tharpe, 2013). Berdasarkan lokasinya, mioma uteri dapat

tumbuh di dalam dinding otot uterus atau disebut dengan tumor

intramural dan dapat merusak bentuk rongga uterus atau dapat

menonjol pada permukaan luar. Tumor subserosa terletak tepat di

bawah lapisan serosa dan menonjol ke luar dari permukaan uterus.

Tumor ini dapat bertangkai dan meluas ke dalam rongga panggul dan

rongga abdomen. Tumor submukosa terletak tepat di bawah lapisan

endometrium. Tumor-tumor ini dapat bertangkai dan dapat menonjol

ke dalam rongga uterus melalui ostium serviks ke dalam vagina dan

dapat terjadi komplikasi infeksi (Price dan Wilson, 2006).

Manuaba (2012), Price dan Wilson (2006) menyatakan bahwa

gejala klinis mioma uteri adalah perdarahan abnormal berupa

hipermenorea yaitu perdarahan banyak saat menstruasi karena


meluasnya permukaan endometrium dalam proses menstruasi. Akibat

dari perdarahan pasien mengalami anemia dan mudah terjadi infeksi,

selain itu dapat terjadi penekanan rahim yang membesar karena

pembesaran mioma uteri dapat dirasakan berat di abdomen bagian

bawah. Klien mengalami masalah dalam berkemih atau defekasi, dan

akan timbul nyeri jika tumor berdegenerasi atau jika terjadi torsi dari

mioma bertangkai.

Indikasi dilakukan operasi jika terjadi perdarahan yang abnormal,

nyeri, infeksi, pendesakan, torsi tangkai, dan degenerasi mioma.

Penatalaksanaan mioma uteri bergantung pada umur ibu, jumlah anak

yang dimiliki, lokasi tumor, dan besar tumor. Tindakan operasi yang

dilakukan yaitu kuretase, miomektomi dan histerektomi (Manuaba,

2009).

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan mioma uteri menurut Manuaba (2010) dan

Universitas Padjadjaran (2010) sebagai berikut:

a. Konservatif dengan pemeriksaan periodik.

Seorang wanita dengan mioma mencapai menopause, biasanya tidak

mengalami keluhan, dan bisa mengecil, oleh karena itu sebaiknya

mioma pada wanita premenopause tanpa gejala diobservasi saja.

Ukuran mioma sebesar kehamilan 12-14 minggu dan disertai dengan

pertumbuhan mioma sebaiknya dilakukan operasi, walaupun pasien

tidak mengalami gejala atau keluhan. Masa post menopause biasanya


mioma tidak memberikan keluhan, tetapi bila ada pembesaran mioma

pada masa post menopause harus dicurigai kemungkinan keganasan.

Indikasi penatalaksanaan konservatif:

1) Masih masa reproduktif aktif

2) Keluhan tidak banyak, tetapi menonjol infertilitas

3) Upayakan dapat menjadi hamil

4) Mioma uteri kurang atau sama dengan umur kehamilan 12 minggu

5) Kegagalan terapi konservatif dan diikuti dengan tindakan

historektomi bila dijumpai : keluhan perdarahan menonjol, terjadi

komplikasi, dan adanya desakan organ aktivitasnya.

b. Radioterapi

Radioterapi dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi. Uterus

harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan dan bukan jenis submucosa,

tidak disertai radang pelvis dan rectum dan tidak dilakukan pada

wanita muda sebab dapat menyebabkan menopause. Tujuan dari

radioterapi yaitu untuk menghentikan perdarahan. Jenis radioterapi

yaitu radium dalam cavum uteri dan x-ray pada ovaria.

c. Operasi

1) Miomektomi

Miomektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan untuk

mengangkat jaringan mioma, tanpa mengangkat keseluruhan

uterus, dan dilakukan apabila masih menginginkan keturunan.

Syarat sebelum miomektomi dilakukan adalah kuretase, yang


berfungsi untuk menghilangkan kemungkinan keganasan. Kerugian

dilakukan miomektomi yaitu melemahkan dinding uterus, dapat

terjadi rupture uteri pada waktu hamil, dan menyebabkan

perlekatan. Tindakan ini cukup memadai untuk mioma intramural,

subserosa, dan subserosa bertangkai. Miomektomi dapat dilakukan

karena pertumbuhan mioma berjalan lambat, sebagai tumor jinak

dan tumbuh kembangnya dipicu oleh perimbangan estrogen dan

progesterone terhadap sel nest. Indikasi miomektomi diantaranya

yaitu:

a) Usia reproduksi aktif

b) Ingin mempertahankan genitalia interna

c) Masih mungkin fertil, dibuktikan dengan pemeriksaan suami

istri

d) Penghalang fertilitas hanya mioma uteri

e) Mioma multiple intra mural atau subserosa

f) Risiko perdarahan besar, dilakukan diluar keahamilan atau post

partum lebih dari 3 bulan.

2) Histerektomi

Histerektomi dilakukan pada pasien dengan mioma yang besar.

Histerektomi yaitu tindakan operatif yang di lakukan untuk

mengangkat rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa servik uteri

ataupun seluruh (total) beserta servik uteri. Operasi untuk

mengangkat mioma dilakukan dengan teknik TAH


(Transabdominal Histerectomy) yaitu operasi dengan penyayatan

dinding perut. Histerektomi total mencakup uterus dan serviks.

Indikasi dilakukan histerektomi apabila fungsi reproduksi sudah

tidak diperlukan lagi, pertumbuhan tumor sangat cepat, sebagai

tindakan hemostasis yakni dimana terjadi perdarahan yang terus

menerus dan banyak, gejala pendesakan tumor (tumor teraba pada

palpasi dan menimbulkan desakan pada vesika urinaria dan rectum,

perdarahan pada mioma submukosa, serta tidak membaik dengan

pengobatan.

d. Terapi Hormonal

Terapi hormonal dilakukan untuk mengecilkan dan menghilangkan

keluhan mioma. Terapi GnRH agonist, diantaranya tapros. Keuntungan

terapi hormonal yaitu turunnya rangsangan estrogen dapat

mengecilkan mioma uteri, perdarahan saat operasi berkurang, dapat

dilakukan vaginal histerektomi. Kerugian terapi hormonal yaitu setelah

terapinya berhenti dapat membesar kembali, dapat terjadi degenerasi

banyak, dan mahal.

e. Penatalaksanaan pada wanita hamil dengan mioma

Tumor akan tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan

edema, terutama pada bulan-bulan pertama, disebabkan karena adanya

faktor hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah

besar lagi. Penanganan mioma pada kehamilan tidak dilakukan

operasi, selain itu juga tidak dilakukan aborsi. Mioma dengan tanda
gejala yaitu degenerasi merah dan mengalami nyeri biasanya dilakukan

terapi konservatif dengan istirahat-baring, jika mioma menghalangi

jalan lahir janin harus dilakukan seksio sesarea. Dalam masa nifas

mioma dibiarkan, kecuali apabila timbul gejala-gejala akut yang

membahayakan. Pengangkatan dilakukan secepat-cepatnya setelah 3

bulan, akan tetapi pada saat itu biasanya mioma mengalami pengecilan

sehingga tidak memerlukan tindakan pembedahan (Wiknjosastro,

2006)

f. Perawatan luka post operasi Mioma Uteri

Klien dengan luka bedah mengalami stress yang cukup selama masa

pemulihan. Stress karena nutrisi yang tidak mencukupi, sirkulasi

terganggu, dan perubahan metabolic meningkatkan risiko untuk

tertundanya penyembuhan. Luka juga mengalami stress fisik,

ketegangan pada jahitan dapat terjadi akibat batuk, muntah, kembung,

dan gerakan dari bagian-bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka.

Waktu kritis untuk penyembuhan luka adalah 24 sampai 72 jam setelah

operasi, setelah itu luka dapat tertutup. Jika luka menjadi terinfeksi

biasanya terjadi 3 sampai 6 hari setelah operasi. Setelah operasi,

hampir semua luka bedah ditutup untuk melindungi lokasi luka.

Perhatikan balutan luka, jika basah dan berdarah balutan luka harus

diganti karena jika tidak bisa menimbulkan infeksi. Gunakan teknik

aseptic selama penggantian balutan dan perawatan luka, dan lakukan


pengamatan luka untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal dan gejala

infeksi (Potter, 2010).

B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Operasi Mioma Uteri

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien post operasi mioma uteri sebagai berikut:

a. Anamnesa

1) Keluhan utama:

Keluhan yang timbul pada tiap jenis operasi adalah rasa nyeri.

Nyeri pada klien akan meningkat setelah operasi setelah efek

anestesi berkurang. Nyeri insisi akut menyebabkan klien menjadi

gelisah. Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam,

yang dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah penyebab nyeri, kualitas

nyeri, lokasi nyeri, skala nyeri serta waktu dan durasi munculnya

nyeri.

2) Riwayat Reproduksi

a) Haid

Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus haid,

lama menstruasi, banyak menstruasi, teratur atau tidak, sifat

darah adan adanya dismenorea serta dikaji tentang riwayat

menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah


ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa

menopause.

b) Hamil dan persalinan

Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma, mioma uteri

dapat tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan

hormon estrogen yang pada masa ini dihasilkan dalam jumlah

yang besar. Jumlah kelahiran dan anak yang hidup dapat

mempengaruhi psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya

organ kewanitaan, serta alat kontrasepsi yang digunakan.

3) Data psikologi

Pengangkatan organ reproduksi ataupun miomektomi dapat

berpengaruh terhadap emosional klien dan diperlukan waktu untuk

memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi merupakan

komponen kewanitaan. Perasaan seksualitas dalam arti hubungan

seksual perlu ditangani. Beberapa wanita merasa cemas bahwa

kepuasaan dalam hubungan seksualitas berkurang.

4) Pemeriksaan fisik

a) Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana

yang harus di jawab oleh klien atau disuruh untuk melakukan

perintah, dan dilakukan penilaian GCS. Variasi tingkat

kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk, harus


diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala

syok.

b) Tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, dan respiratory

rate)

Monitor tanda-tanda vital pasien setiap 4 jam, dan ketika

kondisi klien sudah stabil, frekuensi pengkajian biasanya akan

berkurang menjadi satu kali per shift sampai klien keluar.

c) Status Sirkulasi

Klien berisiko mengalami komplikasi kardiovaskular yang

disebabkan oleh hilangnya darah aktual atau potensial dari

tempat pembedahan, efek samping dari anestesi. Pengkajian

yang harus dilakukan yaitu pemantauan terhadap denyut nadi

dan irama jantung, serta tekanan darah. Masalah umum pada

sirkulasi yaitu perdarahan.kehilangan darah dapat terjadi secara

eksternal melalui saluran atau sayatan internal. Perdarahan

tersebut dapat mengakibatakan penurunan tekanan darah, laju

pernapasan meningkat, nadi lemah, kulit dingin, dan pucat.

Perdarahan abnormal yaitu apabila pasien menggunakan

pembalut lebih dari 2 dalam waktu 30 menit.

d) Status respiratori

Jenis anestesi tertentu bisa menyebabkan depresi pernapasan.

Perlu diwaspadai adanya pernapasan dangkal, lambat, dan

batuk lemah. Kaji patensi jalan napas, laju napas, irama


kedalaman ventilasi, simetri gerakan dinding dada. Respirasi

biasanya meningkat atau menurun. Bunyi pernafasan akibat

lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret.Usaha batuk

dan bernafas dalam dilaksanakan segera pada klien yang

memakai anestesi general.

e) Status urinari

Retensi urin paling umum terjadi setelah pembedahan

ginekologi. Klien dengan hidrasi baik, biasanya BAK setelah 6

sampai 8 jam setelah pembedahan. Raba perut bagian bawah

tepat diatas simfisis pubis untuk mengkaji distensi kandung

kemih. Jika klien terpasang kateter urine, harus ada aliran urine

terus-menerus sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa.

Perawat mengamati warna dan bau urine. Pembedahan yang

melibatkan bagian pada saluran kemih biasanya akan

menyebabkan urine berdarah paling sedikit selama 12 sampai

24 jam.

f) Status Gastrointestinal

Fungsi gastrointestinal pulih pada 24-74 jam setelah

pembedahan. Anestesi melambatkan motilitas gastrointestinal

dan sering menyebabkan mual. Selama fase pemulihan

langsung biasanya suara usus yang diauskultasi di empat

kuadran sering kali hanya sedikit atau bahkan tidak ada.

Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut kembung yang


mungkin disebabkan oleh akumulasi gas. Auskultasi perut

secara rutin untuk mendeteksi suara usus kembali normal, 5-30

bunyi keras per menit. Tanyakan apakah klien membuang gas

(flatus), ini merupakan tanda penting bahwa fungsi usus telah

normal.

(Achadiat, 2004), (Mansjoer, 2005), (Potter, 2010).

5) Pemeriksaan Penunjang Post Operasi Mioma Uteri

Pemeriksaan darah lengkap: secara rutin hematokrit diukur setiap

pagi setelah operasi. Hematokrit harus dicek apabila terdapat

kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang

menunjukkan hypovolemia.

b. Pengkajian Fokus

Menurut Doenges (2000) fokus pengkajian dengan pasien pasca

bedah adalah sebagai berikut :

1) Aktivitas dan istirahat

Gejala : kelemahan dan keletihan, keterbatasan dalam ambulasi,

perubahan pola istirahat, dan jam tidur pada malam hari, adanya

faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, dan ansietas.

2) Sirkulasi

Tanda : takikardi, hipotensi, suhu tubuh meningkat, perdarahan

pervaginam.

3) Integritas ego
Gejala : faktor stress (keuangan,pekerjaan, perubahan peran)

masalah dalam penampilan misalnya lesi karena pembedahan,

masalah tentang keluarga, penolakan terhadap keadaan saat ini,

perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak bermakna, rasa bersalah,

depresi.

Tanda : ansietas, terjadi penolakan, menyangkal, menarik diri,

marah, harga diri rendah.

4) Eliminasi

Gejala : konstipasi, kateter urinasi mungkin terpasang.

Tanda : perubahan bising usus, distensi abdomen,

5) Neurosensori

Gejala : pusing

6) Makanan dan cairan

Gejala : membran mukosa yang kering (pembatasan masukan atau

periode puasa pre operatif), anoreksia, mual, muntah, haus.

7) Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala : mengeluh ketidaknyamanan dikarenakan trauma bedah

atau insisi, distensi kandung kemih atau abdomen, efek-efek

anestesi, nyeri meningkat saat berpindah tempat tidur, berjalan,

atau nafas dalam.

8) Keamanan

Gejala : Balutan abdomen tampak kering dan utuh.

9) Seksualitas
Gejala : masalah seksual misalnya dampak pada hubungan,

perubahan pada tingkat kepuasan, infertilitas.

10) Penyuluhan dan pembelajaran

Gejala : kurang pengetahuan mengenai penyakit yang dialami dan

perawatan post operasi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan akibat pembedahan.

Definisi : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan

akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau

digambarkan dengan istilah seperti, awitan yang tiba-tiba atau perlahan

dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat

diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan.

Batasan karakteristik:

1) Subjektif

Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan

isyarat.

2) Objektif

a) Posisi untuk menghindari nyeri.

b) Perubahan tonus otot (dengan rentang lemas tidak bertenaga

sampai kaku).

c) Respon autonomik (misalnya diaphoresis, perubahan

tekanandarah, pernapasan, atau nadi, dilatasi pupil)

d) Perubahan selera makan


e) Perilaku distraksi (misalnya mondar-mandir, mencari orang

dan atau aktivitas lain, aktivitas berulang)

f) Perilaku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, peka terhadap

rangsang)

g) Wajah topeng

h) Perilaku menjaga atau sikap melindungi

i) Gangguan tidur

b. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder akibat pembedahan.

Definisi : berisiko terhadap invasi organism pathogen.

Faktor Risiko:

1) Penyakit kronis

2) Penekanan sistem imun

3) Pertahanan primer tidak adekuat (misalnya trauma jaringan, luka di

kulit, stasis cairan tubuh)

4) Pertahanan lapis kedua yang tidak memadai (misalnya hemoglobin

turun, leukopenia)

5) Peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen.

6) Prosedur invasif

7) Kerusakan jaringan dan trauma.

c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan sekunder akibat perdarahan.


Definisi: kondisi individu yang berisiko mengalami dehidrasi vaskular,

selular, atau intraselular.

Faktor risiko:

1) Subjektif

Haus

2) Objektif

a) Penyimpangan yang memengaruhi akses untuk pemasukan atau

absorpsi cairan (misalnya imobilitas fisik).

b) Kehilangan yang berlebihan melalui rute normal (diare dan

perdarahan)

c) Faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan (misalnya status

hipermetabolik)

d) Kehilangan cairan melalui rute tidak normal (misalnya kateter).

e) Penurunan turgor kulit

f) Kulit dan membrane mukosa kering

g) Kelemahan, suhu tubuh meningkat, hematokrit meningkat.

h) Peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah.

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan aktivitas

akibat gangguan kenyamanan nyeri.

Definisi: Keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah

pada tubuh atau satu ekstermitas atau lebih, berikut adalah tingkatan

hambatan mobilitas fisik:

Tingkat 0: Mandiri total


Tingkat 1: memerlukan penggunaan peralatan atau alat bantu

Tingkat 2:memerlukan bantuan dari orang lain untuk pertolongan,

pengawasan atau pengajaran

Tingkat 3: membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan atau

alat bantu

Tingkat 4: ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktivitas

Batasan karakteristik:

1) Objektif

a) Kesulitan membolak-balik posisi tubuh

b) Dispnea saat beraktivitas

c) Perubahan cara berjalan

d) Keterbatasan rentang gerak sendi

e) Melambatnya pergerakkan

e. Risiko harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan

seksualitas, fertilitas dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.

Definisi : beresiko mengalami persepsi negative tentang harga diri

sebagai respons terhadap situasi saat ini (sebutkan)

Batasan karakteristik:

1) Subjektif

a) Gangguan citra tubuh

b) Harapan diri tidak realistis

2) Objektif

a) Perilaku tidak selaras dengan nilai


b) Kegagalan dan penolakan

c) Kehilangan

d) Perubahan peran social

f. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan tonus otot

kandung kemih sekunder akibat anestesi umum atau spinal.

Definisi : keadaan ketika seorang individu mengalami atau berisiko

g. Kurang pengetahuan
mengalami disfungsi berhubungan
eliminasi dengan tidak mengetahui sumber-

sumber informasi.
urine. Batasan Karakteristik :
Definisi : tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan
1) Subjektif
dengan
a) topik spesifik.
Disuria
Batasan Karakteristik :
b) Urgensi
1)2) Subjektif
Objektif

a) Sering berkemih

b) Mengalami kesulitan diawal berkemih

c) Inkontinensia

d) Nokturia

e) Retensi
Mengungkapkan masalah secara verbal.

2) Objektif

a) Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat.

b) Performa uji tidak akurat.

c) Perilaku yang tidak sesuai atau

berlebihan. (Wilkinson, 2013)(Carpenito,

2013).

3. Perencanaan

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan akibat pembedahan.

Kriteria hasil:

1) Mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi dan distraksi.

2) Nyeri dapat berkurang skala: ringan (1-3).

3) Ekspresi wajah tenang, pola tidur baik.

Intervensi :

1) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,

karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri,dan faktor pencetusnya serta minta pasien untuk untuk

menilai skala nyeri dari 0-10.

2) Atur posisi pasien dan lingkungan senyaman mungkin.

3) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis, misalnya relaksasi

dan distraksi dan berikan lingkungan yang nyaman.

4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.

b. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder akibat pembedahan.


Kriteria hasil:

1) Terbebas dari tanda dan gejala infeksi, suhu dalam batas normal

2) Memperlihatkan personal hygiene yang adekuat

3) Mengetahui pencegahan

infeksi Intervensi:

1) Observasi dan laporkan tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan,

panas, nyeri, tumor, dan adanya fungsiolaesa, kaji temperature

klien.

2) Cuci tangan sebelum dan setelah tindakan perawatan, serta

melakukan perawatan luka post operasi sesuai dengan teknik

perawatan luka yang tepat.

3) Ajarkan keluarga untuk menjaga personal hygiene yang berfungsi

melindungi tubuh dari infeksi (misalnya mencuci tangan).

4) Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan antibiotic yang

sesuai.

c. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

sekunder akibat perdarahan.

Kriteria hasil:

1) Asupan dan haluaran adekuat.

2) Status hidrasi dan tanda vital dalam batas normal.

Intervensi:
1) Pantau tanda vital, warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan,

pantau status hidrasi, pantau asupan dan haluaran yang akurat tiap

24 jam.

2) Observasi perdarahan pasien.

3) Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih ±1500-2000 per

hari.

4) Berikan terapi IV sesuai dengan program yang telah ditentukan

dan jika perlu dilakukan transfusi sesuai indikasi.

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan aktivitas

akibat gangguan kenyamanan nyeri.

Kriteria hasil:

1) Mampu berbalik sendiri di tempat tidur atau memerlukan bantuan

pada tingkat yang realistis.

2) Mampu mendemonstrasikan latihan gerak yang diajarkan.

3) Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.

Intervensi:

1) Lakukan pengkajian mobilitas pasien secara terus menerus.

2) Latih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif untuk memperbaiki

kekuatan dan daya tahan otot.

3) Lakukan tindakan pengendalian nyeri sebelum memulai latihan

4) Libatkan keluarga dalam pemberian penguatan positif selama

aktivitas.
e. Risiko harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan

seksualitas, fertilitas dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.

Kriteria hasil :

1) Pasien terbuka dalam berkomunikasi

2) Mengungkapkan penerimaan diri

3) Ekspresi wajah

tenang Intervensi :

1) Kaji stress emosi klien dan perubahan-perubahan terbaru pada

pasien yang dapat mempengaruhi harga diri rendah.

2) Bantu pasien untuk meningkatkan penilaian pribadi tentang harga

diri.

3) Berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya

terhadap perubahan status kesehatannya

4) Berikan dukungan spiritual kepada klien.

f. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan tonus otot

kandung kemih sekunder akibat anestesi umum atau spinal.

Kriteria hasil :

1) Eliminasi urin tidak terganggu (Bau, jumlah dan warna urine dalam

rentang yang diharapkan).

2) Tidak ada hematuria.

3) Pengeluaran urin tanpa nyeri dan kesulitan di awal berkemih.

Intervensi :
1) Pantau eliminasi urin, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume,

dan warna.

2) Lakukan perawatan kateter pada pasien.

3) Ajarkan latihan kandung kemih pada pasien dan anjurkan pasien

untuk minum 200 ml cairan pada saat makan, di antara waktu

makan dan diawal petang.

4) Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan

instrusikan pasien dan keluarga untuk mencatat haluarann urin.

5) Rujuk ke dokter jika terdapat tanda dan gejala infeksi saluran

kemih.

g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber-

sumber informasi.

Kriteria hasil :

1) Pasien dan keluarga mampu memahami mengenai informasi yang

disampaikan.

2) Dapat memperlihatkan kemampuan (perilaku) yang sesuai dengan

informasi yang didapatkan.

Intervensi :

1) Lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan

pemahaman terhadap materi.

2) Bina hubungan saling percaya dengan pasien dan kaji gaya belajar

pasien.
3) Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, ulangi

informasi bila diperlukan

4) Beri informasi tentang sumber-sumber komunitas yang dapat

menolong pasien dalam mempertahankan program terapi

(Wilkinson, 2013).

4. Evaluasi

Evaluasi hasil dari tindakan keperawatan pada pasien dengan post

operasi mioma uteri diharapkan tujuan dan kriteria hasil yang telah

ditentukan di rencana keperawatan dapat tercapai.

a. Nyeri akut

1) Pasien memperlihatkan pengendalian nyeri :

a) Menggunakan tindakan pencegahan ketika nyeri timbul.

b) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

c) Mengenali awitan nyeri.

2) Menunjukkan tingkat nyeri:

a) Skala nyeri menjadi ringan.

b) Ekspresi wajah tidak menahan nyeri.

c) Melaporkan pola tidur baik.

b. Risiko infeksi

1) Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi


2) Pasien dan keluarga mengetahui pencegahan infeksi

c. Kekurangan volume cairan

1) Memiliki kesimbangan asupan dan halauaran yang seimbang

dalam 24 jam.

2) Memiliki asupan caiaran oral dan intravena yang adekuat.

3) Tidak mengalami haus yang tidak normal.

d. Hambatan mobilitas fisik

Pasien mampu berbalik sendiri di tempat tidur dan melakukan

mobilitas fisik sesuai dengan jadwal serta melakukan aktivitas secara

mandiri.

e. Risiko harga diri rendah situasional

Pasien mampu menerima perubahan yang terjadi pada dirinya dan

terbuka dalam berkomunikasi baik dengan pasangan dan keluarga,

serta ekspresi wajah tenang.

f. Perubahan Eliminasi Urine

1) Tidak ada infeksi saluran kemih (Bau, jumlah, dan warna urine

dalam rentang normal, tidak ada hematuria, dan pengeluaran urin

tanpa nyeri).

2) Eliminasi secara mandiri dan mempertahankan pola berkemih yang

dapat diduga

g. Kurang pengetahuan

1) Pasien dan keluaraga mampu mengidentifikasi kebutuhan terhadap

informasi tambahan tentangprogram terapi.


2) Mampu memperlihatkan kemampuan (keterampilan dan perilaku)

sesuai dengan informasi yang diberikan.

h. Pasien tidak mengalami komplikasi yang ditandai dengan sebagai

berikut :

1) Mengalami perdarahan vaginal yang normal dan menunjukkan

tanda-tanda vital normal.

2) Dapat melakukan ambulasi secara dini.

3) Melaporkan tidak adanya nyeri, pembengkakan, adanya

kemerahan.

4) Melaporkan tidak adanya masalah dalam perkemihan atau distensi

abdomen (Wilkinson, 2013) dan (Smeltzer, 2002).


BAB III

TINJAUAN

KASUS

Asuhan keperawatan pada Ny. A penulis lakukan dengan pendekatan

proses keperawatan selama lima hari yaitu 6 Maret 2015 sampai 10 Maret 2015 di

bangsal Lili RS Bersalin Budi Rahayu Magelang. Klien masuk rumah sakit pada

tanggal 3 maret 2015 pukul 15.00 WIB dan pengkajian klien dilakukan pada

tanggal 6 maret 2015 pukul 08.00 WIB. Klien dirawat dengan diagnosa medis

post transabdominal histerektomi indikasi mioma uteri. Data pengkajian diperoleh

berdasarkan interaksi secara langsung dengan klien dan keluarga, observasi dan

didapatkan dari catatan keperawatan klien.

A. Biodata Klien

Klien bernama Ny. A berumur 47 tahun, agama katholik, pendidikan

terakhir perguruan tinggi, dan sehari-hari bekerja sebagai Pegawai Negeri

Sipil di daerah Candimulyo. Alamat klien di Japunan, Danurejo, Mertoyudan.


Penanggung jawab klien adalah anak kandung klien yaitu Tn. K yang

berumur 23 tahun, beragama katholik. Pekerjaan Tn. K sebagai pegawai

swasta. Alamat Tn.K di Japunan, Danurejo, Mertoyudan.

B. Pengkajian

1. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat kesehatan

Pengkajian yang dilakukan penulis pada tanggal 6 Maret 2015

didapatkan keluhan yaitu klien mengatakan nyeri pada luka post

operasi dan terasa saat bergerak. Riwayat penyakit Ny. A sekarang ini

adalah sejak tanggal 22 Februari 2015 sampai 28 Februari 2015

mengalami nyeri di perut bagian bawah diatas kandung kemih dan

mengalami BAK dengan warna urine seperti susu. Tanggal 18 Februari

2015 sampai 2 Maret 2015 klien mengalami menstruasi. Tanggal 3

Maret 2015 klien disuruh mondok dan akan dilakukan tindakan

operasi. Klien di operasi dengan anestesi spinal pada tanggal 5 Maret

2015 dari jam 12.30 WIB sampai jam 15.00 WIB. Jenis operasi yang

dilakukan yaitu transabdominal histerektomi, luka post operasi

berbentuk leter T dan terpasang drain.

Pengkajian mengenai riwayat penyakit dahulu didapatkan data

bahwa klien pernah dirawat di rumah sakit dengan mioma uteri pada

tanggal 6 Februari 2015 dan dilakukan curetage. Riwayat penyakit

keluarga klien yaitu di keluarga klien ada yang mempunyai penyakit


menurun yaitu ayah klien yang menderita hipertensi dan diabetes

mellitus.

Riwayat pernikahan klien yaitu klien pernah menikah 1 kali saat

usia 22 tahun, dan status klien saat ini janda.

Riwayat obstetri yang meliputi riwayat menstruasi yaitu klien

menstruasi saat usia 15 tahun dengan siklus haid 28 hari. Klien tidak

mengalami nyeri saat menstruasi dan lama haid 7 hari. Klien

mengalami menstruasi yang tidak normal pada 6 bulan terakhir yaitu

dalam 1 bulan klien menstruasi 2-3 kali. HPHT klien tanggal 18

Februari 2015 klien belum pernah melakukan pap smear. Riwayat

Persalinan klien yaitu kehamilan pertama klien mengalami abortus saat

usia kehamilan 3 bulan dan tidak dilakukan curettage. Anak kedua

laki-laki lahir spontan dibantu oleh bidan, hamil cukup bulan dan berat

badan lahir 2300 gram, saat ini berumur 23 tahun dan kondisi sehat.

Masa nifas klien dahulu normal tidak mengalami komplikasi dan

infeksi. Pengkajian riwayat KB, klien menggunakan KB pil setelah

kehamilan pertama sampai hamil anak ke dua, setelah itu klien

kembali menggunakan KB pil, KB suntik dan IUD, saat diketahui ada

mioma uteri IUD di lepas.

b. Pengkajian Fokus

Pengkajian aktivitas atau istirahat, klien mengatakan masih lemas,

istirahat malam mulai pukul 21.00 dan bangun pada pukul 05.00 tetapi

klien sering terbangun sewaktu-waktu. Klien masih bedrest total dan


aktivitas yang dilakukan klien yaitu masih miring kanan dan kiri,

keluhan yang dirasakan saat mobilisasi adalah nyeri. ADL klien masih

dibantu oleh keluarga, skala ketergantungan 2.

Pengkajian sirkulasi dan neurosensori klien mengatakan masih

pusing, tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu 37,8ºC

dan capileri refill time kembali < 2 detik. Perdarahan pervagina hanya

sedikit yaitu flek-flek berwarna coklat. Klien terpasang drain dan

produksi drain 100 cc dalam sehari dan berwarna merah.

Pengkajian integritas ego klien mengatakan saat ini merasa sudah

lega, tenang karena operasinya sudah terlaksana dan berjalan lancar.

Klien mengatakan semoga lukanya cepat sembuh, bisa beraktivitas lagi

dan saat ini klien bisa menerima kondisinya. Klien tampak kooperatif

saat dilakukan tindakan keperawatan.

Pola pengkajian eliminasi, klien mengatakan belum pernah BAB

sejak dioperasi dan saat ini belum flatus. Klien terpasang DC urin

berwarna kuning kecoklatan sebanyak 750 ml/7 jam.

Pola pengkajian makanan dan cairan, klien mengatakan makanan

dari rumah sakit habis 2 sendok . Diit klien bubur halus. Klien minum

4 gelas (800 cc) sejak pagi sampai pukul 14.00. Balance cairan klien :

+150

Pengkajian gangguan kenyamanan nyeri, klien mengeluh nyeri

pada luka post operasi. Penyebab nyeri yaitu nyeri luka post operasi.

Kualitas nyeri seperti disayat-sayat, lokasi nyeri berada di abdomen


pertengahan kuadran 1, 2 dan 3, 4 dengan skala nyeri 7, nyeri hilang

timbul dan sering muncul saat bergerak. Klien tampak berhati-hati dan

meringis menahan nyeri ketika akan bergerak miring kanan dan miring

kiri.

Pengkajian keamanan, tempat tidur klien terdapat pengaman,

balutan luka tampak bersih dan kering. suhu klien 37,8ºC.

Pengkajian seksualitas, klien belum mengetahui dampak dari post

operasi histerektomi terhadap sistem reproduksinya. Dampak pada

hubungan seksualnya klien mengatakan sudah tidak ingin punya anak

lagi, dan status klien saat ini janda.

Pengkajian penyuluhan dan pembelajaran, klien mengatakan belum

mengetahui mengenai dampak dari operasi histerektomi atau

pengangkatan rahim. Penulis mengajukan pertanyaan dan klien hanya

menjawab dampaknya adalah tidak punya anak lagi, ketika ditanya lagi

klien mengatakan tidak mengetahui dan tampak bingung. Klien juga

mengatakan belum mengetahui mengenai perawatan post operasi.

2. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien baik, kesadaran composmentis, GCS 15

dengan E4, M6, V5) tekanan darah klien 140/90 mmHg, nadi 84 x/ menit,

RR:20 x/menit suhu 37,8ºC, capillary refille time (CRT) kembali kurang 2

detik.

Bentuk kepala mesochepal, penyebaran rambut merata, kondisi

rambut bersih, tidak mudah rontok, dan sebagian sudah beruban. Pupil
klien isokor, sklera tidak ikterik, menggunakan alat bantu penglihatan

yaitu kaca mata dan konjungtiva anemis. Hidung klien kondisinya bersih,

tidak ada polip dan tidak ada secret. Telinga kanan dan kiri klien simetris,

tidak ada serumen dan bersih. Mulut klien bersih, mukosa bibir lembab,

dan tidak ada stomatitis. Pada pemeriksaan leher tidak ada nyeri tekan dan

tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, vokal

fremitus teraba sama kanan dan kiri. Perkusi paru-paru klien sonor. Bunyi

suara paru klien vesikuler tidak ada suara nafas tambahan. Pemeriksaan

jantung ictus cordis tidak tampak, tetapi teraba di intercosta 4 dan 5

midclavicula. Perkusi jantung klien pekak, S1 dan S2 reguler dan tidak ada

bunyi tambahan seperti gallop dan murmur.

Pemeriksaan payudara klien didapatkan data areola mamae

kecoklatan, putting menonjol dan tidak teraba pembesaran masa pada

mamae. Pemeriksaan abdomen terdapat balutan luka berbentuk huruf T

dan terpasang drain, bising usus 8x/menit, tidak ada pembesaran hepar

dan terdapat nyeri tekan pada daerah luka post operasi. Perkusi abdomen

klien tympani. Klien mengatakan belum flatus.

Pemeriksaan integument, kulit lembab, turgor kulit kembali < 2

detik dan akral hangat. Pemeriksaan ekstremitas atas terpasang infuse RL

20 tpm di tangan kiri, tidak terdapat edema di ekstremitas atas dan bawah.

Kekuatan otot klien ektremitas atas : 5 ekstremitas bawah : 5. Pemeriksaan


genetalia bersih, perdarahan pervagina hanya flek-flek berwarna coklat,

terpasang DC, tidak ada hemoroid.

3. Pemeriksaan Diagnostik

Hasil pemeriksaan laboratorium klien tanggal 5 Maret 2015 antara

lain hemoglobin 10,0 g/dL (normal 11,5-16,5), leukosit 15,4 (4,00-11,00),

eritrosit 4,3 (3,8-5,8), hematokrit 30,7 (37,0-47,0), trombosit 579 (150-

450), MCV 72,1 (76-96), MCH 23,5 (27,5-32,0), MCHC 32,6 g/dL (30,0-

35,0).

Pemeriksaan PA jaringan pada tanggal 9 Februari 2015

menunjukan hasil pada semua sediaan tidak didapatkan tanda keganasan

dan keterangan klinik yaitu mioma uteri. Terapi yang diberikan pada

tanggal 6 Maret 2015 yaitu infuse RL 20 tpm, ceftriraxone 1 gr, ketorolac

3x30mg dan metronidazole 100mg. Tanggal 9 Maret 2015 terapi oral yang

diberikan yaitu cefadroxil 3x500mg, asam mefenamat 3x50mg, albron

2x1tablet.

C. Perumusan Masalah

1. Pengkajian tanggal 6 Maret 2015 pukul 08.00 WIB ditemukan data

subjektif yaitu klien mengatakan nyeri pada luka post operasi dan terasa

saat bergerak. Penyebab nyeri yaitu nyeri luka post operasi. Kualitas nyeri

seperti disayat-sayat, lokasi nyeri berada di abdomen pertengahan kuadran

1, 2 dan 3, 4 dengan skala nyeri 7, nyeri hilang timbul dan sering muncul

saat bergerak, pola tidur klien 8 jam namun klien sering terbangun
sewaktu-waktu. Data objektif yaitu klien tampak meringis menahan nyeri

dan terlihat berhati-hati saat bergerak miring kanan dan miring kiri.

Masalah keperawatan yang muncul berdasarkan data subjektif dan objektif

diatas yaitu nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder

akibat pembedahan.

2. Masalah keperawatan yang kedua yaitu risiko infeksi berhubungan dengan

tempat masuknya organisme sekunder akibat pembedahan. Pengkajian

yang dilakukan tanggal 6 Maret 2015 pukul 08.00 WIB ditemukan data

subjektifnya, klien mengatakan balutan lukanya belum pernah diganti

sejak post operasi. Data objektif yang diperoleh yaitu terdapat luka post

operasi bentuk leter T, balutan tampak kering, terpasang DC dan drain,

PPV berupa flek-flek berwarna coklat, suhu klien 37,8ºC dan leukosit

klien 15,4 (normal 4,5-11,0).

3. Masalah keperawatan yang ketiga yaitu kurang pengetahuan berhubungan

dengan tidak mengetahui sumber-sumber informasi. Pengkajian yang

dilakukan tanggal 6 Maret 2015 pukul 08.00 WIB, ditemukan data

subjektifnya yaitu klien mengatakan belum mengetahui mengenai dampak

dari operasi histerektomi atau pengangkatan rahim dan juga belum

mengetahui mengenai perawatan post operasi. Data objektif yaitu penulis

mengajukan pertanyaan dan klien hanya menjawab dampaknya adalah

tidak punya anak lagi, ketika ditanya lagi klien mengatakan tidak

mengetahui dan tampak bingung.


D. Perencanaan

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat

pembedahan

Tujuan rencana keperawatan : setelah dilakukan tindakan 5 x 24

jam , diharapkan masalah keperawatan nyeri akut dapat teratasi dengan

kriteria hasil : Mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi dan distraksi,

nyeri dapat berkurang skala: ringan (1-3), ekspresi wajah tenang, pola

tidur baik.

Intervensi yang direncanakan adalah: Lakukan pengkajian nyeri

yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,dan faktor pencetusnya serta minta

pasien untuk untuk menilai skala nyeri dari 0-10, atur posisi pasien dan

lingkungan senyaman mungkin, ajarkan penggunaan teknik

nonfarmakologis, misalnya relaksasi dan distraksi dan berikan lingkungan

yang nyaman, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.

2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder akibat pembedahan.

Tujuan rencana keperawatan : setelah dilakukan tindakan 5 x 24

jam , diharapkan masalah keperawatan risiko tinggi infeksi dapat teratasi

dengan kriteria hasil : terbebas dari tanda dan gejala infeksi, suhu dalam

batas normal, memperlihatkan personal hygiene yang adekuat, mengetahui

pencegahan infeksi.
Intervensi yang direncanakan adalah: observasi dan laporkan tanda

dan gejala infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor, dan adanya

fungsiolaesa, kaji temperature klien, cuci tangan sebelum dan setelah

tindakan perawatan serta lakukan perawatan luka post operasi sesuai

dengan teknik perawatan luka yang tepat, ajarkan keluarga untuk menjaga

personal hygiene yang berfungsi melindungi tubuh dari infeksi (misalnya

mencuci tangan), kolaborasi dengan dokter dalam memberikan antibiotic

yang sesuai.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber-

sumber informasi.

Tujuan rencana keperawatan : setelah d ilakukan tindakan 2 x 24

jam , diharapkan masalah keperawatan kurang pengetahuan dapat teratasi

dengan kriteria hasil : pasien dan keluarga mampu memahami mengenai

informasi yang disampaikan, dapat memperlihatkan kemampuan

(perilaku) yang sesuai dengan informasi yang didapatkan.

Intervensi yang direncanakan adalah: lakukan penilaian terhadap

tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi, bina

hubungan saling percaya dengan pasien dan kaji gaya belajar pasien, beri

penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi

bila diperlukan, beri informasi tentang sumber-sumber komunitas yang

dapat menolong pasien dalam mempertahankan program terapi.

E. Pelaksanaan
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat

pembedahan.

a. Implementasi yang telah penulis lakukan pada tanggal 6 maret 2015

pukul 08.00 WIB adalah melakukan pengkajian nyeri yang

komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,dan faktor pencetusnya serta minta

pasien untuk menilai skala nyeri dari 0-10. Tindakan keperawatan

yang kedua pukul 09.00 yaitu mengatur posisi pasien dan lingkungan

senyaman mungkin. Pukul 10.00 mengajarkan penggunaan teknik

nonfarmakologis, misalnya relaksasi dan distraksi yaitu dengan latihan

nafas dalam dan mengalihkan perhatian dengan cara mengobrol

dengan keluarga. Pukul 12.00 berkolaborasi dengan dokter dalam

pemberian analgetik, terapi injeksi ketorolac 30 mg.

b. Implementasi yang telah penulis lakukan pada tanggal 7 maret 2015

pukul 08.00 WIB adalah melakukan pengkajian skala nyeri waktu

muncul nyeri. Tindakan keperawatan yang kedua pukul 09.00 yaitu

mengajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis, misalnya relaksasi

dan distraksi yaitu dengan latihan nafas dalam dan mengalihkan

perhatian dengan cara mengobrol dengan keluarga. Pukul 11.00

berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik yaitu

ketorolac 30 mg.

c. Implementasi yang telah penulis lakukan pada tanggal 8 maret 2015

pukul 08.00 WIB adalah melakukan pengkajian skala nyeri waktu


muncul nyeri. Tindakan keperawatan yang kedua pukul 09.00 yaitu

mengajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis, misalnya relaksasi

dan distraksi yaitu dengan latihan nafas dalam dan mengalihkan

perhatian dengan cara mengobrol dengan keluarga. Pukul 11.00

berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik yaitu

ketorolac 30 mg.

d. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 9 Maret 2015 pukul 08.00

adalah melakukan pengkajian skala nyeri waktu muncul nyeri.

Tindakan keperawatan yang kedua pukul 09.00 yaitu mengajarkan

penggunaan teknik nonfarmakologis, misalnya relaksasi dan distraksi

yaitu dengan latihan nafas dalam dan mengalihkan perhatian dengan

cara mengobrol dengan keluarga. Pukul 11.00 berkolaborasi dengan

dokter dalam pemberian analgetik yaitu ketorolac 30 mg, dan asam

mefenamat 50mg.

e. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 08.00

adalah melakukan pengkajian skala nyeri waktu muncul nyeri.

Tindakan keperawatan yang kedua pukul 09.00 yaitu mengajarkan

penggunaan teknik nonfarmakologis, misalnya relaksasi dan distraksi

yaitu dengan latihan nafas dalam dan mengalihkan perhatian dengan

cara mengobrol dengan keluarga. Pukul 11.00 berkolaborasi dengan

dokter dalam pemberian analgetik yaitu ketorolac 30 mg, asam

mefenamat 50mg.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder akibat pembedahan.

a. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 6 Maret 2015

pukul 08.00 adalah mengobservasi dan melaporkan tanda dan gejala

infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor, dan adanya

fungsiolaesa. Pukul 08.30 mengkaji temperature klien. Pukul 09.00

mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan perawatan, serta pukul

09.15 melakukan perawatan luka post operasi sesuai dengan teknik

perawatan luka yang tepat. Pukul 10.00 mengajarkan keluarga untuk

menjaga personal hygiene yang berfungsi melindungi tubuh dari

infeksi (misalnya mencuci tangan. Pukul 11.00 berkolaborasi dengan

dokter dalam memberikan antibiotic yang sesuai, antibiotic ceftriaxone

1 gr dan infus metronidazole 100 mg.

b. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 7 Maret 2015

pukul 08.00 adalah mengobservasi dan melaporkan tanda dan gejala

infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor, dan adanya

fungsiolaesa. Pukul 08.30 mengkaji temperature. Pukul 09.00 mencuci

tangan sebelum dan setelah tindakan perawatan, serta pukul 09.15

melakukan perawatan luka post operasi sesuai dengan teknik

perawatan luka yang tepat. Pukul 11.00 berkolaborasi dengan dokter

dalam memberikan antibiotic ceftriaxone 1 gr dan infuse

metronidazole 100mg.
c. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 8 Maret 2015

pukul 08.00 adalah mengobservasi dan melaporkan tanda dan gejala

infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor, dan adanya

fungsiolaesa. Pukul 08.30 mengkaji temperature klien. Pukul 11.00

berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan antibiotic ceftriaxone

1 gr.

d. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 9 Maret 2015

pukul 08.00 adalah mengobservasi dan melaporkan tanda dan gejala

infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor, dan adanya

fungsiolaesa. Pukul 08.30 mengkaji temperature klien. Pukul 11.00

berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan antibiotic ceftriaxone

1 gr dan cefadroxil 500mg.

e. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015

pukul 08.00 adalah mengobservasi dan melaporkan tanda dan gejala

infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor, dan adanya

fungsiolaesa. Pukul 08.30 mengkaji temperature klien. Pukul 09.00

melakukan perawatan luka mengganti balutan. Pukul 11.00

berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan antibiotic ceftriaxone

1 gr dan cefadroxil 500mg.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber-

sumber informasi.

a. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 6 Maret 2015

pukul 08.00 adalah melakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan


pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi. Pukul 10.00 membina

hubungan saling percaya dengan pasien dan kaji gaya belajar pasien.

Pukul 11.00 memberi penyuluhan tentang dampak post histerektomi

sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, mengulangi informasi bila

diperlukan. Pukul 12.00 memberi informasi tentang sumber-sumber

komunitas yang dapat menolong pasien dalam mempertahankan

program terapi.

b. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 7 Maret 2015

pukul 08.00 adalah melakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan

pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi. Pukul 10.00 membina

hubungan saling percaya dengan pasien dan kaji gaya belajar pasien.

Pukul 11.00 memberi penyuluhan tentang perawatan post operasi

berkaitan dengan kebutuhan nutrisi sesuai dengan tingkat pemahaman

pasien, mengulangi informasi bila diperlukan. Pukul 12.00 memberi

informasi tentang sumber-sumber komunitas yang dapat menolong

pasien dalam mempertahankan program terapi.

F. Evaluasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat

pembedahan.

a. Evaluasi pada tanggal 6 Maret pukul 14.00, data subjektif penyebab

nyeri adalah nyeri luka post operasi, kualitas nyeri seperti disayat-

sayat, lokasi nyeri berada di abdomen pertengahan kuadran 1, 2 dan 3,


4 dengan skala nyeri 6, nyeri hilang timbul dan sering muncul saat

bergerak, klien nyaman dengan kondisi ruangan yang dia tempati saat

ini, klien mengatakan sudah mengerti tentang teknik relaksasi distraksi

yang telah diajarkan dan akan mencoba mempraktekannya. Data

objektif yaitu klien tampak berhati-hati dan meringis menahan nyeri

ketika akan bergerak miring kanan kiri, klien terlihat bisa

mendemonstrasikan teknik yang sudah diajarkan, pemberian analgetik

yaitu ketorolac 30 mg, terapi injeksi masuk. Masalah keperawatan

nyeri akut belum teratasi dan lanjutkan intervensi.

b. Evaluasi pada tanggal 7 Maret pukul 14.00, data subjektif skala nyeri

5, nyeri hilang timbul, klien sudah mempraktekannya dan nyeri

berkurang. Data objektif yaitu klien masih berhati-hati dan menahan

nyeri ketika akan belajar duduk, pemberian analgetik yaitu ketorolac

30 mg, terapi injeksi masuk. Masalah keperawatan nyeri akut belum

teratasi dan lanjutkan intervensi.

c. Evaluasi pada tanggal 8 Maret pukul 14.00, data subjektif nyeri

berkurang skala nyeri 4, nyeri hilang timbul, saat istirahat nyeri masih

hilang timbul, klien mengatakan masih mempraktekan teknik relaksasi

distraksi dan nyeri berkurang. Data objektif yaitu klien terlihat rileks

dan saat mobilisasi sudah bisa, pemberian analgetik yaitu ketorolac 30

mg, terapi masuk. Masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi dan

lanjutkan intervensi.
d. Evaluasi pada tanggal 9 Maret pukul 14.00, data subjektif nyeri

berkurang skala nyeri 3, nyeri hilang timbul, saat mobilisasi sudah bisa

dan saat istirahat nyeri berkurang, klien mengatakan masih

mempraktekannya dan nyeri berkurang. Data objektif yaitu klien

terlihat rileks dan pemberian analgetik yaitu ketorolac 30 mg dan asam

mefenamat 50 mg, terapi masuk. Masalah keperawatan nyeri akut

belum teratasi dan lanjutkan intervensi.

e. Evaluasi pada tanggal 10 Maret pukul 14.00, data subjektif nyeri

berkurang skala nyeri 1, nyeri hilang, saat mobilisasi nyeri sudah

hilang dan bisa istirahat, klien mengatakan masih mempraktekannya

apabila nyeri. Data objektif yaitu klien terlihat rileks, pemberian

analgetik yaitu ketorolac 30 mg dan asam mefenamat 50 mg, terapi

masuk. Masalah keperawatan nyeri akut teratasi dan pertahankan

intervensi, klien boleh pulang.

2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder akibat pembedahan.

a. Evaluasi pada tanggal 6 Maret pukul 14.00, respon objektif yaitu tidak

ada tanda kemerahan, panas, tumor dan fungsiolaesa, temperature

klien 37,8ºC dan leukosit 15,4, perawatan luka belum dilakukan karena

kondisi luka klien masih kering, pemberian antibiotic ceftriaxone 1 gr

sudah masuk dan dan infus metronidazole 100 mg, klien tidak mual

maupun muntah. Data subjektif yaitu klien merasa nyeri di daerah luka

operasi, klien sudah mengerti tentang nyeri yang dialaminya saat ini.
keluarga sudah mengerti cara melindungi tubuh dari infeksi dengan

mencuci tangan. Masalah keperawatan risiko infeksi belum teratasi

dan lanjutkan intervensi.

b. Evaluasi pada tanggal 7 Maret pukul 14.00, respon objektif yaitu tidak

ada tanda kemerahan, panas, tumor dan fungsiolaesa, temperature

klien 37,6ºC, perawatan luka sudah dilakukan, kondisi luka klien baik,

terdapat nyeri tekan, balutan sudah diganti dengan prinsip steril dan

drain sudah lepas dengan jumlah cairan 50 cc, pemberian antibiotic

ceftriaxone 1 gr dan infuse metronidazole 100mg sudah masuk dan

klien tidak mual maupun muntah. Data subjektif yaitu klien masih

merasa nyeri di daerah luka operasi, Masalah keperawatan risiko

infeksi belum teratasi dan lanjutkan intervensi.

c. Evaluasi pada tanggal 8 Maret pukul 14.00, respon objektif yaitu tidak

ada tanda kemerahan, panas, tumor dan fungsiolaesa, temperature

klien 36,5ºC, pemberian antibiotic ceftriaxone 1 gr sudah masuk dan

klien tidak mual maupun muntah. Data subjektif yaitu klien masih

merasa nyeri di daerah luka operasi, Masalah keperawatan risiko

infeksi belum teratasi dan lanjutkan intervensi.

d. Evaluasi pada tanggal 9 Maret pukul 14.00, respon objektif yaitu tidak

ada tanda kemerahan, panas, tumor dan fungsiolaesa, temperature

klien 36,6ºC, pemberian antibiotic ceftriaxone 1 gr dan cefadroxil

500mg sudah masuk dan klien tidak mual maupun muntah. Data
subjektif yaitu nyeri berkurang. Masalah keperawatan risiko infeksi

belum teratasi dan lanjutkan intervensi.

e. Evaluasi pada tanggal 10 Maret pukul 14.00, respon objektif yaitu

tidak ada tanda kemerahan, panas, tumor dan fungsiolaesa,

temperature klien 36,7ºC, balutan luka sudah diganti kondisi luka baik

dan jahitan sudah kering, pemberian antibiotic ceftriaxone 1 gr dan

cefadroxil 500mg sudah masuk. Data subjektif yaitu nyeri di daerah

luka operasi berkurang skala 1. Masalah keperawatan risiko infeksi

teratasi dan pertahankan intervensi, klien boleh pulang.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber-

sumber informasi.

a. Evaluasi pada tanggal 6 Maret pukul 14.00, Data objektif yaitu dalam

suasana tenang klien dapat belajar, dan klien tidak mengajukan

pertanyaan, saat evaluasi klien bisa menjawab pertanyaan dari penulis.

Data subjektif klien dan keluarga mengatakan sudah paham mengenai

dampak operasi histerektomi. Masalah keperawatan kurang

pengetahuan sudah teratasi dan pertahankan intervensi.

b. Evaluasi pada tanggal 6 Maret pukul 14.00, Data objektif yaitu dalam

suasana tenang klien dapat belajar, dan klien tidak mengajukan

pertanyaan, saat evaluasi klien bisa menjawab pertanyaan dari penulis.

Data subjektif klien dan keluarga mengatakan sudah paham mengenai


kebutuhan nutrisi post operasi. Masalah keperawatan kurang

pengetahuan sudah teratasi dan pertahankan intervensi.

BAB IV

PEMBAHASAN DAN

SIMPULAN

A. Pembahasan

1. Diagnosa keperawatan yang muncul

Bab ini penulis akan membahas mengenai masalah yang muncul

selama penulis melakukan asuhan keperawatan post operasi mioma uteri

pada Ny. A di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang selama 5 hari

pada tanggal 6 Maret 2015 sampai tanggal 10 Maret 2015. Penulis akan

membahas tentang pengertian dari diagnosa keperawatan yang muncul,

dasar diagnosa ditegakkan, akibat jika masalah tersebut tidak diatasi,


rencana keperawatan yang dilakukan dan hasil evaluasi dari asuhan

keperawatan yang telah dilakukan.

Bab ini juga membahas tentang diagnosa yang seharusnya

ditegakkan oleh penulis dan pembenarannya beserta rencana

intervensinya. Diagnosa keperawatan yang muncul pada asuhan

keperawatan post operasi transabdominal histerektomi atas indikasi

mioma uteri berdasarkan hasil pengkajian sebagai berikut:

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat

pembedahan

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak

menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti, awitan yang tiba-

tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir

yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang

dari 6 bulan (Wilkinson, 2013).

Batasan karakteristik nyeri akut secara subjektif yaitu pasien

mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat.

Objektif yaitu posisi untuk menghindari nyeri, perubahan tonus otot

(dengan rentang lemas tidak bertenaga sampai kaku), respon

autonomik (misalnya diaphoresis, perubahan tekanandarah,

pernapasan, atau nadi, dilatasi pupil), perubahan selera makan,

perilaku distraksi (misalnya mondar-mandir, mencari orang dan atau

aktivitas lain, aktivitas berulang), perilaku ekspresif (gelisah, merintih,


menangis, peka terhadap rangsang), wajah topeng, perilaku menjaga

atau sikap melindungi, gangguan tidur.

Diagnosa keperawatan ini ditegakkan atas dasar adanya ungkapan

klien mengatakan nyeri pada luka post operasi dan terasa saat

bergerak. Penyebab nyeri yaitu nyeri luka post operasi. Kualitas nyeri

seperti disayat-sayat, lokasi nyeri berada di abdomen pertengahan

kuadran 1, 2 dan 3, 4 dengan skala nyeri 7, nyeri hilang timbul dan

sering muncul saat bergerak, pola tidur klien 8 jam namun klien sering

terbangun sewaktu-waktu. Data objektif yaitu klien tampak meringis

menahan nyeri dan terlihat berhati-hati saat bergerak miring kanan dan

miring kiri.

Masalah nyeri akut terjadi karena adanya tindakan operasi

transabdominal histerektomi yang menyebabkan adanya luka operasi.

Luka operasi menyebabkan jaringan mengalami trauma sehingga

memunculkan masalah keperawatan nyeri akut. Stimulus penghasil

nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut saraf

perifer memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari

beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-

abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi

dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak

mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral,

maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi

tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi


kebudayaan dalam upaya mempresepsikan nyeri (Potter dan Perry,

2010).

Akibat lanjut jika masalah nyeri tidak diatasi menurut Potter

(2010) nyeri merupakan suatu krisis, setelah mengalami nyeri, klien

mungkin memperlihatkan gejala-gejala fisik, seperti menggigil, mual,

muntah, marah, atau depresi yang berulang. Jika klien mengalami

serangkaian episode nyeri yang berulang maka respon akibat

(aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Nyeri dapat

membatasi mobilisasi dan masalah dalam melakukan aktivitas sehari-

hari.

Rencana tujuan yang diterapkan dalam waktu 5x24 jam adalah

mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi dan distraksi, nyeri dapat

berkurang skala: ringan (1-3), ekspresi wajah tenang, pola tidur baik.

Rencana keperawatan untuk diagnosa keperawatan ini yaitu lakukan

pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,

awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,dan faktor

pencetusnya serta minta pasien untuk untuk menilai skala nyeri dari 0-

10, atur posisi pasien dan lingkungan senyaman mungkin, ajarkan

penggunaan teknik nonfarmakologis, misalnya relaksasi dan distraksi

dan berikan lingkungan yang nyaman, dan kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian analgetik.

Penulis telah melakukan tindakan keperawatan yaitu melakukan

pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,


awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,dan faktor

pencetusnya serta minta pasien untuk untuk menilai skala nyeri dari 0-

10, mengatur posisi pasien dan lingkungan senyaman mungkin,

mengajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis, misalnya relaksasi

dan distraksi dan berikan lingkungan yang nyaman, berkolaborasi

dengan dokter dalam pemberian analgetik ketorolac 30 mg dan obat

oral asam mefenamat 50 mg. Tindakan keperawatan yang ada di teori

dilakukan oleh penulis, dan penulis tidak mengalami kesulitan dalam

melakukan tidakan keperawatan pada klien.

Evaluasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam

adalah adalah nyeri akut teratasi karena evaluasi sesuai dengan kriteria

hasil yaitu klien dapat mengontrol nyeri, nyeri berkurang pada skala

(skala 1-3), ekspresi wajah tenang, pola tidur, mampu

mendemonstrasikan teknik relaksasi dan distraksi. Evaluasi pada hari

pertama masalah nyeri akut belum teratasi, dan tindakan keperawatan

masih dilakukan sampai hari ke lima. Hari ke lima masalah sudah

teratasi ditandai dengan data subjektif klien mengatakan nyeri

berkurang skala nyeri 1, nyeri hilang, saat mobilisasi nyeri sudah

hilang dan bisa istirahat, klien masih mempraktekan teknik relaksasi

distraksi apabila nyeri. Data objektif yaitu klien terlihat rileks.

b. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder akibat pembedahan.


Risiko infeksi yaitu berisiko terhadap invasi organism

pathogen.Faktor risikonya yaitu penyakit kronis, penekanan sistem

imun, pertahanan primer tidak adekuat (misalnya trauma jaringan, luka

di kulit, stasis cairan tubuh), pertahanan lapis kedua yang tidak

memadai (misalnya hemoglobin turun, leukopenia), peningkatan

pemajanan lingkungan terhadap pathogen, prosedur infasive,

kerusakan jaringan dan trauma.

Diagnosa ini ditegakkan atas dasar adanya keluhan klien

mengatakan balutan luka belum pernah diganti, terdapat luka post

operasi bentuk leter T, balutan tampak kering, terpasang DC dan drain,

PPV berupa flek-flek berwarna coklat, suhu klien 37,8ºC dan leukosit

klien 15,4 (normal 4,5-11,0)

Akibat jika masalah ini tidak diatasi menurut Suriadi (2004)

adanya infeksi pada luka setelah pembedahan adalah masalah yang

serius bagi pasien. Masalah yang serius ini terutama adanya

komplikasi pada luka tersebut baik komplikasi local maupun sistemik.

Komplikasi lokal meliputi kerusakan jaringan, septic trombo phlebitis,

nyeri yang tidak sembuh-sembuh, scar. Komplikasi sistemik meliputi

bakterimia, infeksi metastastik, syok dan bahkan kematian. Berat dan

ringanya pada Luka yang terinfeksi akan bergantung pada bagian

lokasi dan kondisi infeksi yang dialami. Apabila pencegahan infeksi

ini tidak diperhatikan akan berdampak pada kerugian yang akan

dialami pasien.
Demam setelah operasi hari ketiga menurut Doenges (2000),

leukositosit menunjukan infeksi. Luka dinyatakan terkena infeksi

menurut Mansjoer (2001) bila terdapat tanda-tanda tumor (masa atau

oedema), color (peningkatan suhu), rubor (kemerahan atau eritema),

dolor (nyeri), dan fungsiolaesa (penurunan fungsi), dan luka yang

mengeluarkan eksudat, purulent atau luka kronis yang disertai infeksi

juga menunjukan infeksi.

Rencana tujuan dalam waktu 5x24jam yaitu terbebas dari tanda

dan gejala infeksi, suhu dalam batas normal, memperlihatkan personal

hygiene yang adekuat, mengetahui pencegahan infeksi. Rencana

keperawatan dari diagnosa ini adalah observasi dan laporkan tanda dan

gejala infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor, dan adanya

fungsiolaesa, kaji temperature klien, cuci tangan sebelum dan setelah

tindakan perawatan serta lakukan perawatan luka post operasi sesuai

dengan teknik perawatan luka yang tepat, ajarkan keluarga untuk

menjaga personal hygiene yang berfungsi melindungi tubuh dari

infeksi (misalnya mencuci tangan), kolaborasi dengan dokter dalam

memberikan antibiotic yang sesuai.

Penulis telah melakukan tindakan keperawatan yaitu

mengobservasi dan laporkan tanda dan gejala infeksi seperti

kemerahan, panas, nyeri, tumor, dan adanya fungsiolaesa, mengkaji

temperature klien, cuci tangan sebelum dan setelah tindakan perawatan

serta melakukan perawatan luka post operasi sesuai dengan teknik


perawatan luka yang tepat, mengajarkan keluarga untuk menjaga

personal hygiene yang berfungsi melindungi tubuh dari infeksi

(misalnya mencuci tangan), berkolaborasi dengan dokter dalam

memberikan antibiotic yang sesuai yaitu ceftriraxone 1 gr,

metronidazole 100 mg, dan cefadroxil 500 mg. Tindakan keperawatan

yang ada di teori dilakukan oleh penulis, dan penulis tidak mengalami

kesulitan dalam melakukan tidakan keperawatan pada klien namun

untuk tindakan keperawatan perawatan luka pada tanggal 8 Maret

2015 dan 9 Maret 2015 tidak dilakukan karena balutan klien masih

kering dan dilakukan lagi pada saat klien mau pulang.

Evaluasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam

adalah risiko infeksi teratasi karena evaluasi sesuai dengan kriteria

hasil yaitu pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi, suhu dalam

batas normal, memperlihatkan personal hygiene yang adekuat,

mengetahui pencegahan infeksi. Evaluasi pada hari pertama masalah

risiko infeksi belum teratasi, dan tindakan keperawatan masih

dilakukan sampai hari ke lima. Hari ke lima masalah sudah teratasi

dengan ditandai oleh respon objektif yaitu tidak ada tanda kemerahan,

panas, tumor dan fungsiolaesa, temperature klien 36,7ºC, balutan luka

sudah diganti kondisi luka baik dan jahitan sudah kering. Data

subjektif yaitu nyeri di daerah luka operasi berkurang skala 1.

c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber-

sumber informasi.
Kurang pengetahuan adalah tidak adanya atau kurangnya informasi

kognitif sehubungan dengan topik spesifik.

Batasan karakteristik dari diagnosa keperawatan kurang

pengetahuan yaitu subjektif: mengungkapkan masalah secara verbal.

Objektif yaitu tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat,

performa uji tidak akurat, perilaku yang tidak sesuai atau berlebihan.

Diagnosa ini ditegakkan atas dasar adanya keluhan klien

mengatakan belum mengetahui mengenai dampak dari operasi

histerektomi atau pengangkatan rahim dan juga belum mengetahui

mengenai perawatan post operasi berkaitan dengan kebutuhan nutrisi

post operasi. Penulis mengajukan pertanyaan dan klien hanya

menjawab dampaknya adalah tidak punya anak lagi, ketika ditanya lagi

klien mengatakan tidak mengetahui dan tampak bingung.

Masalah ini terjadi karena kurangnya informasi dari narasumber.

Dampak jika masalah ini tidak diatasi akan menyebabkan klien kurang

memahami tentang kondisinya saat ini dan yang akan datang baik

secara fisik maupun psikologis.

Tindakan histerektomi merupakan pengangkatan uterus sebagai

organ reproduksi vital wanita, hal tersebut mengakibatkan perubahan

kadar hormone, perubahan ukuran vagina, kehilangan sensasi irama

kontraksi uterus selama orgasme sehingga mengganggu kepuasan

seksual (Doenges, 2000). Lleewellyn (2001) mengatakan beberapa

wanita merasakan cacat setelah histerektomi dan timbul ansietas, hal


ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan pasien mengenai

operasi histerektomi.

Rencana tujuan dalam waktu 2x24jam yaitu pasien dan keluarga

mampu memahami mengenai informasi yang disampaikan, dapat

memperlihatkan kemampuan (perilaku) yang sesuai dengan informasi

yang didapatkan. Rencana keperawatan dari diagnosa ini yaitu lakukan

penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman

terhadap materi, bina hubungan saling percaya dengan pasien dan kaji

gaya belajar pasien, beri penyuluhan sesuai dengan tingkat

pemahaman pasien, ulangi informasi bila diperlukan, beri informasi

tentang sumber-sumber komunitas yang dapat menolong pasien dalam

mempertahankan program terapi.

Penulis telah melakukan tindakan keperawatan yaitu melakukan

penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman

terhadap materi, membina hubungan saling percaya dengan pasien dan

kaji gaya belajar pasien, memberi penyuluhan sesuai dengan tingkat

pemahaman pasien, mengulangi informasi bila diperlukan, memberi

informasi tentang sumber-sumber komunitas yang dapat menolong

pasien dalam mempertahankan program terapi. Tindakan keperawatan

yang ada di teori dilakukan oleh penulis, dan penulis tidak mengalami

kesulitan dalam melakukan tidakan keperawatan pada klien.

Evaluasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

adalah masalah kurang pengetahuan teratasi karena evaluasi sesuai


dengan kriteria hasil yaitu pasien dan keluarga mampu memahami

mengenai informasi yang disampaikan, dapat memperlihatkan

kemampuan (perilaku) yang sesuai dengan informasi yang didapatkan.

Evaluasi pada hari pertama masalah kurang pengetahuan sudah teratasi

ditandai dengan data objektif yaitu dalam suasana tenang klien dapat

belajar, dan saat evaluasi klien bisa menjawab pertanyaan dari penulis.

Data subjektif klien dan keluarga mengatakan sudah paham mengenai

dampak operasi histerektomi. Evaluasi pada hari kedua yaitu klien dan

keluarga sudah mengetahui mengenai kebutuhan nutrisi post operasi

dan data objektifnya yaitu saat evaluasi klien bisa menjawab

pertanyaan dari penulis. Hari kedua intervensi sudah dihentikan karena

pasien sudah menunjukan peningkatan pengetahuan mengenai dampak

operasi histerektomi dan kebutuhan nutrisi post operasi sehingga hari

ketiga sampai kelima tindakan keperawatan sudah tidak dilakukan.

2. Diagnosa yang ada dalam teori tetapi tidak ditemukan dalam kasus ini.

BAB ini, penulis membahas diagnosa yang tidak muncul pada

klien, dari teori yang telah dibahas di BAB II terdapat 7 diagnosa yang

ada, akan tetapi ada 4 diagnosa yang tidak muncul yaitu :

a. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan sekunder akibat perdarahan.

Diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan tidak ditegakkan

karena pada pasien tidak ditemukan batasan karakteristik risiko tinggi

kekurangan volume cairan. Wilkinson (2013) mengatakan untuk


menegakkan diagnosa ini harus ada batasan karakteristik subyektif

yaitu haus sedangkan untuk obyektif yaitu penyimpangan yang

mempengaruhi akses untuk pemasukan atau absorpsi cairan (misalnya

imobilitas fisik), kehilangan yang berlebihan melalui rute normal

(diare dan perdarahan), faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan

(misalnya status hipermetabolik), kehilangan cairan melalui rute tidak

normal (misalnya kateter), penurunan turgor kulit, kulit dan membran

mukosa kering, kelemahan, suhu tubuh meningkat, hematokrit

meningkat, peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah.

Pengakajian yang dilakukan tanggal 6 Maret 2015 didapatkan data

klien minum 4 gelas 800 cc sejak pagi sampai pukul 14.00, perdarahan

pervagina hanya sedikit yaitu flek-flek berwarna coklat. Klien

terpasang drain dan produksi drain 100 cc dalam sehari dan berwarna

merah, Klien terpasang DC urin berwarna kuning kecoklatan sebanyak

750 ml/7 jam, dan balance cairan +150, berdasarkan data tersebut

penulis tidak mengangkat diagnosa risiko kekurangan volume cairan.

b. Risiko harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan

seksualitas, fertilitas dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.

Diagnosa ini tidak ditegakkan oleh penulis karena saat pengkajian

pada pasien tidak ditemukan data berdasarkan batasan karakteristik

yang dikemukakan oleh Wilkinson (2013) subyektif adalah gangguan

citra tubuh, harapan diri tidak realistis, sedangkan untuk objektif yaitu
perilaku tidak selaras dengan nilai, kegagalan dan penolakan,

kehilangan, perubahan peran sosial.

Pengkajian yang dilakukan tanggal 6 Maret 2015 didapatkan data

yaitu klien mengatakan saat ini merasa sudah lega, tenang karena

operasinya sudah terlaksana dan berjalan lancar. Klien mengatakan

semoga lukanya cepat sembuh, bisa beraktivitas lagi dan saat ini klien

bisa menerima kondisinya, sehingga berdasarkan hasil pengkajian

tersebut penulis tidak mengangkat diagnosa risiko harga diri rendah

situasional.

c. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan tonus otot

kandung kemih sekunder akibat anestesi umum atau spinal.

Diagnosa ini tidak ditegakkan oleh penulis karena saat pengkajian

pada pasien tidak ditemukan data berdasarkan batasan karakteristik

yang dikemukakan oleh Wilkinson (2013) subyektif adalah gangguan

citra tubuh, harapan diri tidak realistis sedangkan untuk objektif yaitu

perilaku tidak selaras dengan nilai, kegagalan dan penolakan,

kehilangan, perubahan peran social. Batasan karakteristik yaitu

subjektif disuria, urgensi. Objektif yaitu sering berkemih, mengalami

kesulitan diawal berkemih, inkontinensia, nokturia dan retensi.

Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 6 Maret 2015 yaitu klien

terpasang DC urin berwarna kuning kecoklatan sebanyak 750 ml/7

jam, dari data tersebut maka penulis tidak mengangkat diagnosa

perubahan eliminasi urin.


d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan aktivitas

akibat gangguan kenyamanan nyeri.

Pengkajian yang dilakukan penulis ditemukan data berdasarkan

batasan karakteristik yang dikemukakan oleh Wilkinson (2013) yaitu

data objektif, klien kesulitan membolak-balik posisi tubuh, dispnea

saat beraktivitas, perubahan cara berjalan, keterbatasan rentang gerak

sendi, dan melambatnya pergerakkan. Data hasil pengkajian tanggal 6

Maret 2015 sebagai berikut, klien masih bedrest total dan aktivitas

yang dilakukan klien yaitu masih miring kanan dan kiri, keluhan yang

dirasakan saat mobilisasi adalah nyeri. ADL klien masih dibantu oleh

keluarga, skala ketergantungan 2, namun diagnosa ini tidak ditegakkan

oleh penulis karena penyebab dari masalah keperawatan ini adalah

nyeri sedangkan nyeri sudah menjadi masalah utama dalam asuhan

keperawatan dan sudah masuk dalam rencana tindakan diagnosa

keperawatan nyeri akut (Wilkinson, 2013) (Carpenito, 2013).

B. Simpulan

Penyebab terjadinya mioma uteri ada beberapa faktor, diantaranya yaitu

faktor pertumbuhan epidermal, faktor hormone steroid (estrogen dan

progesterone), faktor risiko (wanita usia reproduksi dan keluarga yang

mempunyai penyakit mioma uteri). Mioma uteri dapat terjadi pada Ny. A

menurut penulis disebabkan karena Ny. A termasuk dalam kategori wanita

usia reproduksi, dan penggunaan KB yaitu pil, suntik, dan IUD yang dapat
meningkatkan produksi hormone estrogen pada klien sehingga dapat memicu

pertumbuhan mioma.

Asuhan keperawatan pada klien sudah dilakukan, berikut adalah simpulan

dari hasil asuhan keperawatan post operasi histerektomi atas indikasi mioma

uteri pada Ny. A :

1. Pengkajian

Hasil pengkajian tanggal 6 Maret 2015 pada Ny. A dengan post operasi

mioma uteri yaitu :

a. Pengkajian tanggal 6 Maret 2015 pukul 08.00 WIB ditemukan data

subjektif yaitu klien mengatakan nyeri pada luka post operasi dan

terasa saat bergerak. Penyebab nyeri yaitu nyeri luka post operasi.

Kualitas nyeri seperti disayat-sayat, lokasi nyeri berada di abdomen

pertengahan kuadran 1, 2 dan 3, 4 dengan skala nyeri 7, nyeri hilang

timbul dan sering muncul saat bergerak, pola tidur klien 8 jam namun

klien sering terbangun sewaktu-waktu.Data objektif yaitu klien tampak

meringis menahan nyeri dan terlihat berhati-hati saat bergerak miring

kanan dan miring kiri.

b. Pengkajian yang dilakukan tanggal 6 Maret 2015 pukul 08.00 WIB

ditemukan data subjektifnya, klien mengatakan balutan lukanya belum

pernah diganti sejak post operasi. Data objektif yang diperoleh yaitu

terdapat luka post operasi bentuk leter T, balutan tampak kering,

terpasang DC dan drain, PPV berupa flek-flek berwarna coklat, suhu

klien 37,8ºC dan leukosit klien 15,4 (normal 4,5-11,0).


c. Pengkajian yang dilakukan tanggal 6 Maret 2015 pukul 08.00 WIB,

ditemukan data subjektifnya yaitu klien mengatakan belum

mengetahui mengenai dampak dari operasi histerektomi atau

pengangkatan rahim dan juga belum mengetahui mengenai perawatan

post operasi berkaitan dengan kebutuhan nutrisi. Data objektif yaitu

penulis mengajukan pertanyaan dan klien hanya menjawab dampaknya

adalah tidak punya anak lagi, ketika ditanya lagi klien mengatakan

tidak mengetahui dan tampak bingung.

2. Diagnosa keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan tanggal 6 Maret 2015 maka

diagnosa yang muncul:

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan akibat pembedahan.

b. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder akibat pembedahan.

c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber-

sumber informasi.

Diagnosa yang tidak muncul yaitu:

a. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan sekunder akibat perdarahan.

b. Risiko harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan

seksualitas, fertilitas dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.

c. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan tonus otot

kandung kemih sekunder akibat anestesi umum atau spinal.


d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan denganketerbatasan aktivitas

akibat gangguan kenyamanan nyeri.

3. Rencana keperawatan

a. Rencana keperawatan untuk diagnosa keperawatan nyeri akut yaitu

lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,

karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri,dan faktor pencetusnya serta minta pasien untuk untuk menilai

skala nyeri dari 0-10, atur posisi pasien dan lingkungan senyaman

mungkin, ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis, misalnya

relaksasi dan distraksi dan berikan lingkungan yang nyaman dan

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.

b. Rencana keperawatan dari diagnosa risiko infeksi adalah observasi dan

laporkan tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri,

tumor, dan adanya fungsiolaesa, kaji temperature klien, cuci tangan

sebelum dan setelah tindakan perawatan serta lakukan perawatan luka

post operasi sesuai dengan teknik perawatan luka yang tepat, ajarkan

keluarga untuk menjaga personal hygiene yang berfungsi melindungi

tubuh dari infeksi (misalnya mencuci tangan), kolaborasi dengan

dokter dalam memberikan antibiotic yang sesuai.

c. Rencana keperawatan dari diagnosa kurang pengetahuan yaitu lakukan

penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman

terhadap materi, bina hubungan saling percaya dengan pasien dan kaji

gaya belajar pasien, beri penyuluhan sesuai dengan tingkat


pemahaman pasien, ulangi informasi bila diperlukan, beri informasi

tentang sumber-sumber komunitas yang dapat menolong pasien dalam

mempertahankan program terapi.

4. Tindakan keperawatan

a. Penulis telah melakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa nyeri

akut yaitu melakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi

lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri,dan faktor pencetusnya serta minta pasien untuk untuk menilai

skala nyeri dari 0-10, mengatur posisi pasien dan lingkungan

senyaman mungkin, mengajarkan penggunaan teknik

nonfarmakologis, misalnya relaksasi dan distraksi dan berikan

lingkungan yang nyaman, berkolaborasi dengan dokter dalam

pemberian analgetik ketorolac 30 mg dan obat oral asam mefenamat

50 mg. Tindakan keperawatan yang ada di teori dilakukan oleh

penulis, dan penulis tidak mengalami kesulitan dalam melakukan

tidakan keperawatan pada klien.

b. Penulis telah melakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa risiko

infeksi yaitu mengobservasi dan laporkan tanda dan gejala infeksi

seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor, dan adanya fungsiolaesa,

mengkaji temperature klien, cuci tangan sebelum dan setelah tindakan

perawatan, serta melakukan perawatan luka post operasi sesuai dengan

teknik perawatan luka yang tepat, mengajarkan keluarga untuk

menjaga personal hygiene yang berfungsi melindungi tubuh dari


infeksi (misalnya mencuci tangan), berkolaborasi dengan dokter dalam

memberikan antibiotic yang sesuai yaitu ceftriraxone 1 gr,

metronidazole 100mg dan cefadroxil 500mg. Tindakan keperawatan

yang ada di teori dilakukan oleh penulis, dan penulis tidak mengalami

kesulitan dalam melakukan tidakan keperawatan pada klien namun

untuk tindakan keperawatan perawatan luka pada tanggal 8 Maret

2015 dan 9 Maret 2015 tidak dilakukan karena balutan klien masih

kering dan dilakukan lagi pada saat klien mau pulang.

c. Penulis telah melakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa kurang

pengetahuan yaitu melakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan

pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi, membina hubungan

saling percaya dengan pasien dan kaji gaya belajar pasien, memberi

penyuluhan tentang dampak operasi histerektomi dan perawatan post

operasi berkaitan dengan kebutuhan nutrisi sesuai dengan tingkat

pemahaman pasien, mengulangi informasi bila diperlukan, memberi

informasi tentang sumber-sumber komunitas yang dapat menolong

pasien dalam mempertahankan program terapi. Tindakan keperawatan

kurang pengetahuan sesuai yang ada di teori dan penulis tidak

mengalami kesulitan dalam melakukan tidakan keperawatan pada

klien.

5. Evaluasi

a. Evaluasi diagnosa keperawatan nyeri yaitu pada hari ke lima masalah

sudah teratasi ditandai dengan data subjektif klien mengatakan nyeri


berkurang skala nyeri 1, nyeri hilang, saat mobilisasi nyeri sudah

hilang dan bisa istirahat, klien masih mempraktekan teknik relaksasi

distraksi apabila nyeri. Data objektif yaitu klien terlihat rileks.

b. Evaluasi diagnosa keperawatan risiko infeksi yaitu pada hari ke lima

masalah sudah teratasi dengan ditandai oleh respon objektif yaitu tidak

ada tanda kemerahan, panas, tumor dan fungsiolaesa, temperature

klien 36,7ºC, balutan luka sudah diganti kondisi luka baik dan jahitan

sudah kering. Data subjektif yaitu nyeri di daerah luka operasi

berkurang skala 1.

c. Evaluasi diagnosa keperawatan nyeri yaitu pada hari pertama masalah

sudah teratasi ditandai dengan data objektif yaitu dalam suasana

tenang klien dapat belajar, klien tidak mengajukan pertanyaan dan saat

evaluasi klien bisa menjawab pertanyaan dari penulis. Data subjektif

klien dan keluarga mengatakan sudah paham mengenai dampak

operasi histerektomi. Hari kedua masih dilakukan penyuluhan

mengenai kebutuhan nutrisi post operasi, klien dan keluarga

mengatakan sudah paham, klien tidak mengajukan pertanyaan dan saat

evaluasi klien bisa menjawab pertanyaan dari penulis. Hari kedua

intervensi sudah dihentikan karena pasien sudah menunjukan

peningkatan pengetahuan mengenai dampak operasi histerektomi dan

perawatan post operasi berkaitan dengan kebutuhan nutrisi, sehingga

hari ketiga sampai ke lima tindakan keperawatan sudah tidak

dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, Chrisdiono M.(2004).Prosedur Tetap Obstetri dan


Ginekologi.Jakarta:EGC.
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung.(2010).Ginekologi Edisi 2.Bandung:Elstar Offset.
Billota, Kimberly AJ.(2012).Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi
Keperawatan Edisi 2.Jakarta:EGC.
Carpenito, L,J. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.
Djuwantono, Tono.,PermadiWiryawan., Ritonga, Mulyanusa A.(2011).Bandung
Controversies and Consensus In Obstetrics and
Gynecology.Jakarta:CVSagungSeto.
Doenges, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan.Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta
: EGC.
Llewellyn, Jones, D.(2001).Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6.
Jakarata:Hipokrates
Mansjoer, Arif.(2005).Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama.
Jakarta: Media Aesculapius.
Manuaba, Ida Bagus Gde.(2004).Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan
Ginekologi Edisi 2.Jakata:EGC.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita., Manuaba, Ida Bagus Gde., Manuaba, Ida Bagus
Gde Fajar.(2010).Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi.Jakarta:CV
Trans Info Media.
Manuaba, Ida AyuChandranita., Manuaba, Ida Bagus Gde., Manuaba, Ida Bagus
Gde Fajar.(2009).Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi
2.Jakarta:EGC.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita.(2012).Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan,
dan KB untuk Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta:EGC.
Price , A Sylfian., Wilson, L.M.(2006).Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses
Penyakit. Jakarta:EGC.
Potter, Perry.(2010).Fundamental Keperawatan Edisi 7.Jakarta: Salemba Medika
Rasjidi, Imam.(2010).Imaging Ginekologi Onkologi.Jakarta: CV Sagung Seto.
Ompusunggu.(2011).Mioma Uteri. (online), (Repository.usu.ac.id,diakses 25
Februari 2015).
Saputra, Lyndon.(2014).Organ System: Visual Nursing Reproduksi. Tangerang:
Binarupa Aksara Publisher.
Sjamsuhidajat,R.(2011).Buku Ajar: Ilmu Bedah Edisi:3.Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzanne C.(2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan
Suddarth Edisi:8.Jakarta:EGC.
SOP Keperawatan.(2006). Standar Operasional Proseedur. Yogyakarta : Asosiasi
Institusi Pendidikan DIII
Suriadi.(2004).Perawatan Luka.Cetakan 1.Jakarta:Sagung Seto
Tharpe, Nell L.(2013).Kapita Selekta : Praktik Klinik Kebidanan Edisi 3.Jakarta
:EGC.
Uliyah, Musrifatul.,Hidayat, Aziz Alimul.(2006). Ketrampilan Dasar Praktik
Klinik Kebidanan.Jakarta: SalembaMedika.
Wachidah, Qonita.,Salim, Islimsjaf Anwar., Aditiyono.(2011).Hubungan
Hiperplasia Endometrium Dengan Mioma Uteri: Studi Kasus Pada
Pasien Ginekologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.
(online), (www.unsoed.ac.id,diakses 19 Januari 2015).

Wilkinson, J.(2013).Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 9. Jakarta:EGC


Wkinjosastro,Hanifa.(2006).Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga .Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo FKUI.
www.depkes.go.id/resources/download/.../Hasil%20Riskesdas%202013.pdf,
diakses 19 Januari 2015
www.dinkesjateng.go.id, diakses 19 Januari 2015
Yatim, Faisal.(2005).Penyakit Kandungan Myoma, Kanker Rahim atau Leher
Rahim dan Indung Telur, Kista, serta Gangguan
lainnya.Jakarta:Pustaka Populer Obor

LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
SATUAN ACARA PENYULUHAN

POST HISTEREKTOMI ATAS INDIKASI MIOMA UTERI

Pokok bahasan : Histerektomi

Sub pokok bahasan : 1. PengertianHisterektomi

2. DampakJangkaPanjangHisterektomy

3. DampakJangkaPendekHisterektomy

4. Rencana Tindak

Lanjut Hari dan tanggal : Maret 2014

Sasaran : Pasien dan Keluarga

Tempat : RSUD Tidar Magelang bagian Kebidanan

Waktu : 30 menit

Penyuluh : Anita Rohmawati

1. TIU (Tujuan Instruksional Umum)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan atau pendidikan kesehatan maka

pasien dan keluarga mampu mengetahui dan merawat anggota keluarga yang

sakit dalam hal perawatan pasien post histerektomi atas indikasi mioma uteri

untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.

2. TIK (Tujuan Instruksional Khusus)

Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama ±30 menit diharapkan sasaran

dapat/mampu :

a. Menyebutkan pengertian histerektomi

b. Menyebutkan dampak jangka panjang histerektomi


c. Menyebutkan dampak jangka pendek histerektomi

d. Menyebutkan pencegahan setelah operasi

e. Menyebutkan rencana tindak lanjut

3. Materi

a. Pengertian Histerektomi

b. Dampak jangka panjang histerektomi

c. Dampakjangka pendek histerektomi

4. Metode

a. Ceramah

b. Diskusi (Tanya Jawab)

5. Media

a. Leaflet

6. Kegiatan Penyuluhan

Tahap Kegiatan penyuluhan Kegiatan audiens


Pembukaan 1. Memberi salam 1. Membalas salam
5 Menit pembukaan penyaji
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan dan
3. Menjelaskan tujuan memperhatikan
penyuluhan 3. Mendengarkan dan
4. Menjelaskan kontrak memperhatikan
waktu 4. Mendengarkan dan
memperhatikan
Pelaksanaan 1. Penyuluh 1. Menyebutkan
15 Menit menggali pengetahuan pengertian Histerekto
audiens tentang my
pengertian Histerektom 2. Mendengarkan dan
i memperhatikan
2. Menjelaskan 3. Mendengarkan dan
pengertian histerektomi memperhatikan
3. Menjelaskan dampak 4. Mendengarkan
jangka panjang danmemperhatikan
histerektomi 5. Mendengarkan dan
4. Menjelaskan dampak memperhatikan
jangka pendek 6. Mendengarkan dan
histerektomi memperhatikan
5. Menjelaskan 7. Audienstidak
pencegahan setelah bertanya
operasi
6. Menjelaskan rencana
tindak lanjut
7. Memberikan waktu
audiens untuk bertanya
Penutup 1. Memberikan beberapa 1. Menjawab
5 menit pertanyaan untuk pertanyaan
mengevaluasi sejauh 2. Menyimpulkan
mana pemahaman pasien 3. Mendengarkan dan
tentang Histerektomi memperhatikan
2. Menyimpulkan secara 4. Membalas salam
bersama-sama penutup
3. Mengakhiri penyuluhan
4. Memberi salam penutup

7. Sumber

Mochtar, R. 2006. Sinopsisi Obstetric operatif obstetric social.Jakarta:EGC

Wkinjosastro,Hanifa.(2006).Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga.Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo FKUI.


Llewellyn, Jones, D.(2001).Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6.

Jakarata:Hipokrates

8. Evaluasi

a. Prosedur Evaluasi : Post Test

b. Jenis Test : Pertanyaan Lisan

c. Butir Soal :

1) Sebutkan pengertian histerektomi

2) Sebutkan dampak jangka panjang histerektomi

3) Sebutkan dampak jangka pendek histerektomi

4) Sebutkan cara pencegahan setelah operasi

d. Lampiran

1) Materi

2) Media

MATERI PENYULUHAN

HISTEREKTOMI

1. Pengertian Histerektomi

Histerektomi adalah pengangkatan rahim atau uterus dengan metode

pembedahan.

Histerektomi dilakukan pada pasien dengan mioma yang besar.

Histerektomi yaitu tindakan operatif yang di lakukan untuk mengangkat

rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa servik uteri ataupun seluruh (total)

beserta servik uteri. Operasi untuk mengangkat mioma dilakukan dengan


teknik TAH (Transabdominal Histerectomy) yaitu operasi dengan penyayatan

dinding perut. Histerektomi total mencakup uterus dan serviks. Indikasi

dilakukan histerektomi apabilafungsi reproduksi sudah tidak diperlukan lagi,

pertumbuhan tumor sangat cepat, sebagai tindakan hemostasis yakni dimana

terjadi perdarahan yang terus menerus dan banyak, gejala pendesakan tumor

(tumor teraba pada palpasi dan menimbulkan desakan pada vesikaurinariadan

rectum, perdarahan pada mioma submukosa, serta tidak membaik dengan

pengobatan.

2. Dampak Jangk Panjang Histerektomi

a. Tidak akan mengalami menstruasi

Tidak semua operasi pengangkatan rahim atau operasi histerektomi

menyebabkan sesorang kehilangan siklus haidnya, jika masih menyisihkan

bagian leher rahim yang berselaput lendir, pada periode tertentu bisa

mengalami haid, walaupun hanya bercak-bercak.

b. Gangguan fungsi seksual

Gangguan fungsi seksual dapat terjadi karena rahim merupakan salah satu

organ wanita yang berkaitan dengan proses seksual. Gangguan fungsi

seksual dapat terjadi apabial pembuluh darah yang menunju ovarium

terpotong sehingga ovarium mengalami kerusakan yang dapat

menyebabkan terjadinyapenurunan produksi sel-sel telur dan hormone

estrogen.

c. Infertilitas (kemandulan atau tidak bisa hamil)


Rahim adalah organ penting dalam proses kehamilan. Wanita yang

melakukan pengangkatan rahim akan berhenti mendapatkan siklus

menstruasi, hal tersebut menyebabkan wanita tidak dapat hamil lagi.

d. Muncul gejala menopause (jik ovarium diangkat)

e. Mengalami penuaan dini

3. Dampak Jangka Pendek Histerektomi

a. Adanya luka insisi atau luka sayatan operasi menyebabkan risiko infeksi

b. Untuk menghindari infeksi maka perlu:

 Antibiotic

 Nutrisi yang adekuat (makanan yang bergizi mengandung banyak

karbohidrat dan protein)

 Menghindari kontaminasi lukadengan lingkungan yang kotor

c. Kelemahan karena pembedahan yaitu perlu dilakukan mobilisasi secara

bertahap seuai dengan jadwal.

4. Rencana Tindak Lanjut

Untuk rencana tindak lanjut klien bisa menghubungi pelayanan kesehatan

terdekat misalnya puskesmas maupun rumah sakit.


LAMPIRAN 3
Dampak Jangka
Pendek
Apa itu
HISTEREKTOMY HISTEREKTOMY?
Adanya luka insisi atau luka sayatan operasi menyeba
Untuk menghindari infeksi maka perlu:
Histerektomi yaitu Antibiotic
Nutrisi yang adekuat (makanan yang bergizi mengand
tindakan operatif yang di lakukanuntuk mengangkat rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa s
Menghindari kontaminasi luka dengan lingkungan yan
servik uteri.
Kelemahana karena pembedahan
Perlu dilakukan mobilisasi
secara bertahap
Anita Rohmawati
P17420512050

Histerektomi dilakukan pada pasien dengan mioma uteri yang


besar.
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
DIII KEPERAWATAN MAGELANG
2015

121
Dampak Jangka Dampak Cara Pemecahan Masalah
Panjang Psikologis Diberikan pengertian kepada pasangan dan keluarga menenai dampak histere
Anjurkan kedua pasangan, keluarga untuk tetap saling menghormati dan men
Pasangan suami istri tetap bisa melakukan hubungan
Tidak akan mengalami menstruasi Mengganggu kepuasan dalam berhubungan seksual.
seksual
Infertilitas (kemandulan atau tidak bisa hamil)
Perasaan cacat karena ada organ yang hilang
Muncul gejala menopause (jika ovariumTimbul ansietas
diangkat)
Gangguan fungsi seksual Timbul perasaan bahwa image, kewanitaan, daya tarik seksualnya
berkurang.
Mengalami
penuaan dini

Mochtar, R. 2006. Sinopsisi Obstetric operatif obstetric social. Jakart


Wkinjosastro,Hanifa.(2006).Ilmu KebidananEdisiKetiga.Jakarta: Yay
Rencana Tindak Lanjut bisa mengunjungipelayanan kesehatan terdekat seperti puskesmas
Llewellyn,Jones,D.(2001).Dasar- dasar Obstetri dan Ginekologi Edis
ataupun rumah sakit. 6. Jakarata:Hipokrates
LAMPIRAN 4

123
SATUAN ACARA

PENYULUHAN PERAWATAN

POST OPERASI

KEBUTUHAN NUTRISI PASIEN POST OPERASI

Pokok bahasan : Perawatan post operasi

Sub pokok bahasan : Kebutuhan nutrisi post

operasi Hari dan tanggal : 7 Maret 2014

Sasaran : Pasien dan Keluarga

Tempat : RSUD Tidar Magelang bagian Kebidanan

Waktu : 30 menit

Penyuluh : Anita Rohmawati

9. TIU (Tujuan Instruksional Umum)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan atau pendidikan kesehatan maka

pasien dan keluarga mampu mengetahui dan merawat anggota keluarga yang

sakit dalam hal kebutuhan nutrisi pasca operasi.

10. TIK (Tujuan Instruksional Khusus)

Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama ±30 menit diharapkan sasaran

dapat/mampu :

a. Menyebutkan pengertian nutrisi

b. Menyebutkan tujuan pemenuhan nutrisi

c. Menyebutkan syarat diet post operasi

d. Menyebutkan tahapan diet pasca bedah


e. Menyebutkan jenis makanan yang harus diperhatikan untuk penyembuhan

luka

f. Menyebutkan tips perawatan pasca operasi

g. Menyebutkan rencana tindak lanjut

11. Materi

d. Pengertian nutrisi

e. Tujuan pemenuhan nutrisi

f. Syarat diet post operasi

g. Tahapan diet pasca bedah

h. Jenis makanan yang harus diperhatikan untuk penyembuhan luka

i. Tips perawatan pasca operasi

j. Rencana tindak lanjut

12. Metode

c. Ceramah

d. Diskusi (Tanya Jawab)

13. Media

b. Leaflet

14. Kegiatan Penyuluhan

Tahap Kegiatan penyuluhan Kegiatan audiens


Pembukaan 5. Memberi salam 1. Membalas salam
5 Menit pembukaan penyaji
6. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan dan
7. Menjelaskan tujuan memperhatikan
penyuluhan 3. Mendengarkan dan
8. Menjelaskan kontrak memperhatikan
waktu 4. Mendengarkan dan
memperhatikan
Pelaksanaan 8. Penyuluh 8. Menyebutkan
15 Menit menggali pengetahuan pengertian Histerekto
audiens tentang my
pengertian Nutrisi. 9. Mendengarkan dan
9. Menyebutkan memperhatikan
pengertian nutrisi 10. Mendengarkan dan
10. Menyebutkan tujuan memperhatikan
pemenuhan nutrisi 11. Mendengarkan
11. Menyebutkan syarat danmemperhatikan
diet post operasi 12. Mendengarkan dan
12. Menyebutkan tahapan memperhatikan
diet pasca bedah 13. Mendengarkan dan
13. Menyebutkan jenis memperhatikan
makanan yang harus 14. Mendengarkan dan
diperhatikan untuk memperhatikan
penyembuhan luka 15. Mendengarkan dan
14. Menyebutkan tips memperhatikan
perawatan pasca 16. Audiens tidak
operasi bertanya
15. Menyebutkan rencana
tindak lanjut
16. Memberikan waktu
audiens untuk bertanya
Penutup 5. Memberikan beberapa 5. Menjawab
5 menit pertanyaan untuk pertanyaan
mengevaluasi sejauh 6. Menyimpulkan
mana pemahaman pasien 7. Mendengarkan dan
tentang Histerektomy memperhatikan
6. Menyimpulkan secara 8. Membalas salam
bersama-sama penutup
7. Mengakhiri penyuluhan
8. Memberi salam penutup

15. Sumber

Mansjoer, Arif.(2005).Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama.

Jakarta: Media Aesculapius.

SOP Keperawatan.2006. Standar Operasional Proseedur. Yogyakarta :

Asosiasi Institusi Pendidikan DIII

www.wikipedia.com diakses 5 Maret

2015

16. Evaluasi

e. Prosedur Evaluasi : Post Test

f. Jenis Test : Pertanyaan Lisan

g. Butir Soal :

1) Menyebutkan pengertian nutrisi

2) Menyebutkan tujuan pemenuhan nutrisi

3) Menyebutkan syarat diet post operasi

4) Menyebutkan tahapan diet pasca bedah

5) Menyebutkan jenis makanan yang harus diperhatikan untuk

penyembuhan luka

6) Menyebutkan tips perawatan pasca operasi


h. Lampira
n

3) Mater
i

4) Media

MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian

Nutrisi adalah makanan yang mengandung cukup nilai gizi dan tenaga

untuk perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan secara optimal.

Diet Pasca-operasi adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah

menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung

pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

Nutrisi bisa diberikan setelah pasien sadar dan rasa mual hilang serta

setelah diperiksa ada tanda-tanda usus mulai bekerja.

B. Tujuan diet pasien pascaoperasi

Tujuan diet pasca operasi yaitu:

1. Untuk mengupayakan agar status gizi pasien segera kembali normal untuk

mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh

pasien, dengan cara sebagai berikut :

a. Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)

b. Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain

c. Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan

d. Mencegah dan menghentikan perdarahan

2. Mempercepat proses penyembuhan luka operasi


3. Meningkatkan daya tahan tubuh pasien

C. Syarat diet post operasi

1. Tinggi kalori Tinggi Protein (TKTP)

2. Tidak menyebabkan gatal pada luka

3. Cukup vitamin

4. Mudah dicerna

5. Makanan yang harus dihindari yaitu makanan yang terlalu manis dan yang

menimbulkan gas.

D. Tahapan diet pasca bedah

1. Diet Pasca-Bedah I (DPB I)

Diet ini diberikan kepada semua pasien pascabedah :

a. Pasca-bedah kecil : setelah sadar dan rasa mual hilang

b. Pasca-bedah besar : setelah sadar dan rasa mual hilang serta ada tanda-

tanda usus mulai bekerja

c. Cara Memberikan Makanan

Selama 6 jam sesudah operasi, makanan yang diberikan berupa air

putih, teh manis, atau cairan lain seperti pada makanan cair jernih.

Makanan ini diberikan dalam waktu sesingkat mungkin, karena kurang

dalam semua zat gizi. Selain itu diberikan makanan parenteral sesuai

kebutuhan.

2. Diet Pasca-Bedah II (PDB II)

a. Diet pasca-bedah II diberikan kepada pasien pascabedah besar saluran

cerna atau sebagai perpindahan dari Diet Pasca Bedah I


b. Cara Memberikan Makanan:

Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa kaldu jernih,

sirup, sari buah, sup, susu, dan puding rata-rata 8-10 kali sehari selama

pasien tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan

dan kondisi pasien. Selain itu dapat diberikan makanan parenteral bila

diperlukan. DPB II diberikan untuk waktu sesingkat mungkin karena

zat gizinya kurang. Makanan yang tidak boleh diberikan pada diet

pasca-bedah II adalah air jeruk dan minuman yang mengandung

karbondioksida.

3. Diet Pasca-Bedah III

a. Diet Pasca-Bedah III diberikan kepada pasien pascabedah besar

saluran cerna atau sebagai perpindahan dari diet pasca-bedah II.

b. Cara Memberikan Makanan:

Makanan yang diberikan berupa makanan saring ditambah susu dan

biscuit. Cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml sehari. Selain itu

dapat memberikan makanan parenteral bila diperlukan. Makanan yang

tidak dianjurkan adalah makanan dengan bumbu tajam dan minuman

yang mengandung karbondioksida.

4. Diet Pasca-Bedah IV

a. Diet Pasca-Bedah IV diberikan kepada :

1) Pasien pasca bedah kecil, setelah diet pasca-bedah

2) Pasien pascabedah besar, setelah diet Pasca-Bedah III

b. Cara Memberikan Makanan


Makanan diberikan berupa makanan lunak yang dibagi dalam 3 kali

makanan lengkap dan 1 kali makanan selingan.

E. Jenis makanan yang harus diperhatikan untuk penyembuhan luka

Diantara makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin,

mineral dan air yang cukup, maka yang paling penting untuk penyembuhan

luka adalah protein dan vitamin C. Alasannya: Protein dan vitamin C sangat

penting peranannya dalam proses penyembuhan luka. Selain itu vitamin C

punya peranan penting untuk mencegah terjadinya infeksi dan perdarahan

luka.

Contoh makanan yang perlu diperhatikan untuk penyembuhan luka

1. Protein; terbagi menjadi: nabati dan hewani. Contoh nabati yaitu tempe,

tahu, kacang-kacangan dll. Contoh protein hewani, hati, telur, ayam,

udang dll.

2. Vitamin C adalah kacang-kacangan, jeruk, jambu, daun papaya, bayam,

tomat, daun singkong dll

F. Tips perawatan pasca operasi

Secara umum, untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan

kondisi pasien pasca operasi, perlu kita perhatikan tips di bawah ini:

1. Makan makanan bergizi, misalnya: nasi, lauk pauk, sayur, susu, buah.

2. Konsumsi makanan (lauk-pauk) berprotein tinggi, seperti: daging, ayam,

ikan, telor dan sejenisnya.

3. Minum sedikitnya 8-10 gelas per hari.


4. Usahakan cukup istirahat.

5. Mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa

6. Mandi seperti biasa, yakni 2 kali dalam sehari.

7. Kontrol secara teratur untuk evaluasi luka operasi dan pemeriksaan

kondisi tubuh.

8. Minum obat sesuai anjuran dokter.

G. Rencana Tindak Lanjut

Untuk rencana tindak lanjut bis menghubungi pelayanan kesehatan

terdekat seperti pusakesmas maupun rumah sakit.


LAMPIRAN 5
NUTRISI POST Apakah
OPERASI Nutrisi itu?

Nutrisi adalah makanan yang mengandung cukup nilai gizi dan tenaga untuk perkembangan dan pemeliharan kesehatan secara
Diet pasca operasi adalah makanan yang

diberikan menjalani
kepada makanan
pasiensetelah
operasi. pembedahan. Pengaturan
Disusun Oleh: sesudah pembedahan atau
Anita Rohmawati tergantungpadamacam
pembedahan dan jenispenyakit
penyerta.

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


DIII KEPERAWATAN MAGELANG
SYARAT DIET POST OPERASI
Tinggi kalori Tinggi Protein (TKTP)
Tidak menyebabkan gatal pada luka
Cukup vitamin
Mudah dicerna

134
TIPS PERAWATAN POST OPERASI
Makan makanan bergizi,.
Konsumsi makanan (lauk- pauk) berprotein tinggi, seperti: daging, ayam, ikan, telor dan sejenisnya.
Minum sedikitnya 8-10 gelas per hari. Dan cukup istirahat.
Mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa
Mandi seperti biasa, yakni 2 kali dalam sehari.
Kontrol secara teratur untuk evaluasi luka operasi dan pemeriksaan kondisi tubuh.
Minum obat sesuai anjuran dokter.
Hidup sehat dengan makan makanan yang sehat dan olah raga teratur
Mencegah lebih baik dari pada mengobati
Rencana tindak lanjut bisa menghubungi puskesmas maupun rumah sakit.
LAMPIRAN 6

136
LAMPIRAN 7
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama Lengkap : Anita


Rohmawati 2. NIM : P 17420512050
3. Tanggal Lahir : 19 Januari 1995
4. Tempat Lahir : Magelang
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Alamat Rumah :
a. Dusun : Sidengen RT 03 RW 07
b. Kelurahan : Ngadiharjo
c. Kecamatan : Borobudur
d. Kab/Kota : Magelang
e. Provinsi : Jawa Tengah
7. Telpon :
a. Rumah :-
b. HP 082323858204
c. Email : tanitarahma@gmail.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan SD di SD Negeri 1 Ngadiharjo, lulus tahun 2006
2. Pendidikan SMP di SMP Negeri 1 Kota Mungkid, lulus tahun 2009
3. Pendidikan SMA di SMA Negeri 1 Kota Mungkid, lulus tahun 2012

C. RIWAYAT ORGANISASI
1. DEMA (DEWAN MAHASISWA)– BENDAHARA di Prodi D3
Keperawatan Magelang tahun 2012-2014.

Magelang, 21 Mei 2015

Anita Rohmawati
P17420512050

Anda mungkin juga menyukai