Anda di halaman 1dari 19

Irviana Adyada

1102015103

L.I 1. M&M Anatomi Saluran Pernafasan Atas

L.O 1.1 Makroskopik

Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas:

1. Lubang hidung (cavum nasalis)

Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh sebagian kecil
tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung
merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung
mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang
masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut
mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita
dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform
plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial I (Nervous Olfactorius).

Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur
suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara.

2. Sinus paranasalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai dengan tulang tempat
dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxillaris. Sinus berfungsi
untuk:

a. Membantu menghangatkan dan humidifikasi


b. Meringankan berat tulang tengko rak
c. Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi
Irviana Adyada
1102015103
3. Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan (kabrtilago) krikoid. Faring digunakan pada
saat digestion (menelan) seperti pada saat bernapas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu di
belakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang laring (laringo-faring). Naso-faring
terdapat pada superior di area yang terdapat epitel bersilia (pseudo stratified) dan tonsil (adenoid), serta
merupakan muara tube eustachius. Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya.
Struktur tersebut penting sebagai mata rantai nodus limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme
yang masuk ke dalam hidung dan tenggorokan. Oro-faring berfungsi untuk menampung udara dari naso-faring
dan makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili platina (posterior) dan tonsili lingualis (dasar lidah).

4. Laring

Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epiteliumlined yang berhubungan dengan
faring (di atas) dan trakhea (di bawah). Laring terletak di anterior tulang belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6.
Bagian atas dari esofagus berada di po sterior laring. Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara,
sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.

Laring terdiri atas:

a. Epiglotis; katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan.


b. Glotis; lubang antara pita suara dan laring.
c. Kartilago tiroid; kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang membentuk jakun.
d. Kartilago krikoid; cincin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid).
e. Kartilago aritenoid; digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid.
f. Pita suara; sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan
menempel pada lumen laring.
Irviana Adyada
1102015103

L.O 1.2 Mikroskopik

Rongga hidung

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar
sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki
fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat
konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi
oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi
menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius
(neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai
reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan
kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel
olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan
vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan,
pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau dikeluarkan (batuk). Sel goblet
dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap
partikel debu halus . Di bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk
menghangatkan udara inspirasi epitel olfaktori, khas pada konka superior.

Sinus paranasalis

Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan
langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan
mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil
penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

Faring

Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan
orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Terdiri dari :
Irviana Adyada
1102015103
a. Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet)
b. Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk)
c. Laringofaring (epitel bervariasi)

Laring

Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat
tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai
alat penghasil suara pada fungsi fonasi.

Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan
laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan
laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar
campuran mukosa dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan
atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta
di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis
(serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara
dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Tulang rawan yang lebih besar (tulang rawan hyalin):

a. Thyroid
b. Cricoid
c. Arytenoid

Tulang rawan yang kecil (tulang rawan elastis):

a. Epiglottis
b. Cuneiform
c. Corniculata
d. Ujung arytenoid

Epiglottis

a. Memiliki permukaan lingual dan laringeal


b. Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis epiglottis pada sisi
laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia.
Irviana Adyada
1102015103

L.I 2. M&M Fisiologi Saluran Pernafasan

L.O 2.1 Fungsi

Fungsi utama pernapasan adalah untuk pertukaran gas yakni untuk memperoleh oksigen agar apat digunakan
oleh sel-sel tubuh dan mengeleminasi karbondioksida yang dihasilkan oleh sel. Fungsi pernapasan secara rinci
adalah sebagai berikut:

a. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya)untuk mengadakan
pembakaran.
b. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke
paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh).
c. Melembabkan udara. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di
alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik
(pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal
yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari
bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja.

L.O 2.2 Mekanisme

Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar
(eksternal) dan pernapasan dalam (internal)

1. Pernafasan Eksternal

Ketika kita menghirup udara dari lingkungan luar, udara tersebut akan masuk ke dalam paru-paru. Udara
masuk yang mengandung oksigen tersebut akan diikat darah lewat difusi. Pada saat yang sama, darah yang
mengandung karbondioksida akan dilepaskan. Proses pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2)
antara udara dan darah dalam paru-paru dinamakan pernapasan eksternal

Saat sel darah merah (eritrosit) masuk ke dalam kapiler paru-paru, sebagian besar karbondioksida yang
diangkut berbentuk ion bikarbonat. Dengan bantuan enzim karbonat anhidrase, karbondioksida (CO2) dan air
(H2O) yang tinggal sedikit dalam darah akan segera berdifusi keluar. Seketika itu juga, hemoglobin tereduksi
melepaskan ion-ion hidrogen (H+) sehingga hemoglobinnya juga ikut terlepas. Kemudian, hemoglobin akan
terikat dengan oksigen (O2) menjadi oksihemoglobin (HbO2)

Proses difusi dapat terjadi pada alveolus, karena ada perbedaan tekanan parsial antara udara dan darah dalam
alveolus. Tekanan parsial membuat konsentrasi oksigen dan karbondioksida pada darah dan udara berbeda.
Irviana Adyada
1102015103
Tekanan parsial oksigen yang kita hirup akan lebih besar dibandingkan tekanan parsial oksigen pada alveolus
paru-paru. Dengan kata lain, konsentrasi oksigen pada udara lebih tinggi daripada konsentrasi oksigen pada
darah. Oleh karena itu, oksigen dari udara akan berdifusi menuju darah pada alveolus paru-paru. Sementara itu,
tekanan parsial karbondioksida dalam darah lebih besar dibandingkan tekanan parsial karbondioksida pada
udara. Sehingga, konsentrasi karbondioksida pada darah akan lebih kecil di bandingkan konsentrasi
karbondioksida pada udara. Akibatnya, karbondioksida pada darah berdifusi menuju udara dan akan dibawa
keluar tubuh lewat hidung.

2. Pernafasan Internal

Berbeda dengan pernapasan eksternal, proses terjadinya pertukaran gas pada pernapasan internal berlangsung
di dalam jaringan tubuh. Proses pertukaran oksigen dalam darah dan karbondioksida tersebut berlangsung
dalam respirasi seluler.

Setelah oksihemoglobin (HbO2) dalam paru-paru terbentuk, oksigen akan lepas, dan selanjutnya menuju
cairan jaringan tubuh. Oksigen tersebut akan digunakan dalam proses metabolisme sel, dan merupakan
oksidasi bahan makanan yang terjadi di dalam mitokondria dan menghasilkan energi dalam bentuk ATP.

Proses masuknya oksigen ke dalam cairan jaringan tubuh juga melalui proses difusi. Proses difusi ini terjadi
karena adanya perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara darah dan cairan jaringan.
Tekanan parsial oksigen dalam cairan jaringan, lebih rendah dibandingkan oksigen yang berada dalam darah.
Artinya konsentrasi oksigen dalam cairan jaringan lebih rendah. Oleh karena itu, oksigen dalam darah
mengalir menuju cairan jaringan.

Sementara itu, tekanan karbondioksida pada darah lebih rendah daripada cairan jaringan. Akibatnya,
karbondioksida yang terkandung dalam sel-sel tubuh berdifusi ke dalam darah. Karbondioksida yang diangkut
oleh darah, sebagian kecilnya akan berikatan bersama hemoglobin membentuk karboksi hemoglobin (HbCO2).

Namun, sebagian besar karbondioksida tersebut masuk ke dalam plasma darah dan bergabung dengan air
menjadi asam karbonat (H2CO3). Oleh enzim anhidrase, asam karbonat akan segera terurai menjadi dua ion,
yakni ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat. CO2 yang diangkut darah ini tidak semuanya dibebaskan ke luar
tubuh oleh paru-paru, akan tetapi hanya 10%-nya saja. Sisanya yang berupa ion-ion bikarbonat yang tetap
berada dalam darah. Ion-ion bikarbonat di dalam darah berfungsi sebagai bufer atau larutan penyangga. Lebih
tepatnya, ion tersebut berperan penting dalam menjaga stabilitas pH (derajat keasaman) darah.

Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi)
maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.

3. Pernafasan Dada

Apabila kita menghirup dan menghempaskan udara menggunakan pernapasan dada, otot yang digunakan yaitu
otot antartulang rusuk. Otot ini terbagi dalam dua bentuk, yakni otot antartulang rusuk luar dan otot antartulang
rusuk dalam.Saat terjadi inspirasi atau disebut juga sebagai proses pernafasan aktif, otot antartulang rusuk luar
berkontraksi, sehingga tulang rusuk menjadi terangkat. Akibatnya, volume rongga dada membesar.
Membesarnya volume rongga dada menjadikan tekanan udara dalam rongga dada menjadi kecil/berkurang,
padahal tekanan udara bebas tetap. Dengan demikian, udara bebas akan mengalir menuju paru-paru melewati
saluran pernapasan.

Sementara saat terjadi ekspirasi atau disebut juga sebagai proses pernafasan pasif, otot antartulang rusuk dalam
berkontraksi (mengkerut/mengendur), sehingga tulang rusuk dan tulang dada ke posisi semula. Akibatnya,
rongga dada mengecil. Oleh karena rongga dada mengecil, tekanan dalam rongga dada menjadi meningkat,
Irviana Adyada
1102015103
sedangkan tekanan udara di luar tetap. Dengan demikian, udara yang berada dalam rongga paru-paru menjadi
terdorong keluar.

4. Pernafasan Perut

Pada proses pernapasan ini, fase inspirasi terjadi apabila otot diafragma (sekat rongga dada) mendatar dan
volume rongga dada membesar, sehingga tekanan udara di dalam rongga dada lebih kecil daripada udara di
luar, akibatnya udara masuk. Adapun fase ekspirasi terjadi apabila otot-otot diafragma mengkerut
(berkontraksi) dan volume rongga dada mengecil, sehingga tekanan udara di dalam rongga dada lebih besar
daripada udara di luar. Akibatnya udara dari dalam terdorong ke luar

L.I 3. M&M Rhinitis Alergi

L.O 3.1 Definisi

Inflamasi mukosa hidung dengan gejala bersin-bersin, rasa gatal, hidung tersumbat yang dipicu oleh reaksi
hipersensitivitas tipe 1 setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen.

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya
sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan
ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its
Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore,
rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

L.O 3.2 Klasifikasi

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)


2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan, Rusmono,
2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO IniativeARIA (Allergic
Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :

a. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
b. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga,belajar,
bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas(Bousquet et al, 2001).

L.O 3.3 Etiologi

Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetikmemiliki potensi
alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 30 % semua populasi dan
pada 10 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih
besar atau mencapai 50 %.Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh
lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi.
Irviana Adyada
1102015103
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara pernapasan yaitu debu
rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari,dan lain-lain.

L.O 3.4 Patofisiologi

Mekanisme terjadinya rinitis alergi berkaitan erat dengan reaksi hipersensitivitas tipe I. Reaksi hipersensitivitas
tipe I disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi, timbul segera sesudah tubuh terpajan
dengan alergen. Istilah alergi yang pertama kali digunakan. Von Pirquetpada tahun 1906 diartikan sebagai
reaksi penjamu yang berubah bila terpajan dengan bahan yang sama untuk kedua kalinya. Urutan kejadian
reakti tipe I adalah sebagai berikut:

1. Fase sensitisasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor
spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast dan basofil.
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang terjadi akibat pajanan ulang dengan antigen yang spesifik, sel mast
melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3. Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator
yang dilepas sel mast sebagai aktivitas farmakologik.

Rinitis alergi berkaitan dengan inflamasi pada mukosa saluran pernafasan bagian atas (yakni mukosanasalis,
tuba eustachius, dan sinus) dan mata. Pada kasus yag berat, pasien juga memiliki gejala sistemik. Interaksi
kompleks antara alergen yang terinhalasi atau iritan, imunoglobulin E (IgE), dan mediator inflamasi adalah
penyebab dari inflamasi. Individu yang rentan pada rinitis alergi akan menghasilkan IgE spesifik sebagai
respon terhadap protein tertentu. IgE menyebabkan sel mast untuk melepaskan berbagai mediator, seperti:
histamin, triptase, kimase, kinin, leukotrien, prostaglandin, dan heparin. Mediator inflamasi yang dilepaskan
sel mast menyebabkan vasodilatasi segera, kongesi nasal, bersin dan gatal. Mediator -mediator inflamasi
tersebut juga menyebabkan pengerahan sel inflamasi lainnya (yakni makrofag, eosinofil, neutrofil, dan
limfosit), yang menyebabkan respon lambat yang dapat terjadi dalam beberapa jam atau hari dan adakalanya
menyebabkan gejala sistemik (seperti malaise dan kelelahan) (E.T. Bope dan R.D. Kellerman,2013).

L.O 3.5 Manifestasi Klinis

Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala
yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan
mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik,
bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai
bersin patologis.

Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang
kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung,
mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang garis hitam melintang pada
tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic
salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai
dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar
hitam dibawah mata (allergic shiner).

Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan
tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid.
Tanda laryngeal termasuk suara serak dan edema pita suara (Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev, ARIA
Workshop Group. WHO, 2001). Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah
penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami
lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur (Harmadji, 1993).
Irviana Adyada
1102015103
L.O 3.6 Diagnosis

Secara khas dimulai pada usia yg sangat muda dengan gejala kongesti hidung,bersin,air mata,gatal, keluhan yg
sama seperti polip hidung ialah hidung tersumbat dan rinorea.bila terjadi pula sinusitis berupa gejala nyeri
pada kepala,daerah tulang pipi.

Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek
berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa
adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika.
Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan
in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa
hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian.

Rinusitis : Lakrimasi berlebihan,sclera, dan konjungtiva yg memerah,pembengkakan konka nasalis, skret encer
keriput lateral pada Krista hidung. Polip hidung : sering terlihat di bagian atas dinding hidung lateral,
mengelilingi konka media, khasnya licin lunak dan mengkilap bewarna kebiruan. Pada sinusitis : terdapat nyeri
tekan pada daerah sinus yg terkena. Mukosa hidung yg alergi biasanya basah,pucat, dan bewarna pink serta
konka tampak membengkak,bila terjadi infeksi sekret bias purulen atau bahkan kering sama sekali.
Pemeriksaan biasanya dimulai dengan inspeksi hidung luar. Inspeksi dan palpasi merupakan teknik penting
yang paling sering dipakai pada pemeriksaan fisik. ada cara lain antara lain mendengarkan pernapasan dan
bicara pasien yang dapat menunjuk kelainan di hidung.

1. Inspeksi dan palpasi hidung luar


2. Pemeriksaan dengan pantulan cahaya
3. Pemeriksaan dengan sonde hidung
4. Inspeksi dengan kaca nasofaring tidak langsung
5. Inspeksi dengan nasofaringoskop
6. Pemeriksaan rongga postnasal dengan jari
7. Pemeriksaan biopsi

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai pemeriksaan pelengkap.
Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapang pandang) menunjukkan kemungkinan alergi.
Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali
menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna
adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked
Immuno Sorbent Test).

Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada dua macam tes kulit yaitu tes kulit epidermal dan tes
kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores (scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes
kulit tusuk (skin prick test). Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan
pengenceran ganda (Skin Endpoint Titration SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan
menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, juga dapat
menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi
hidung dengan memberikan alergen langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula dilakukan
diet eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test (IPFT).

L.O 3.7 Diagnosis Banding

Rinitis alergika harus dibedakan dengan :


Irviana Adyada
1102015103
1. Rhinitis vasomotorik

Pasien-pasien dengan rhintis vasomotorik datang dengan gejala sumbatan hidung dan sekret nasal yang
jernih.gejala-gejalanya sering berhubungan dengan temperatur ,makan,paparan terhadap bau dan zat-zat kimia
atau konsumsi alkohol. Beberapa klinisi mengusulkan bahwa regulasi otonom yang abnormal dari fungsi
hidung adalah penyebabnya.

Pada rhinitis vasomotor tidak ditemukan adanya skin tes yang(+) dan tes alergen yang (+), sedangkan pada
yang alergika murni mempunyai skin tes yang (+) dan laergen yang jelas. Rinitis alergika sering ditemukan
pada pasien dengan usia < 20 tahun,sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20
tahun danpaling sering diderita oleh perempuan.

2. Rinitis medikamentosa ( Drug induced rhinitis)

Karena penggunaan tetes hidung dalam jangkalama, reserpin, klonidin, alfa metildopa, guanetidin,
klorpromasin, dan fenotiasin yang lain.

3. Rhinitis Virus

Rhinitis virus sangat umum terjadi dan sering berhubungan denganmanifestasi lain dari penyakit virus seperti
sakit kepala, malaise, tubuh pegal, danbatuk. Sekret nasal yang dihasilkan pada rhinitis viral seringnya jernih
atauberwarna putih dan bisa disertai dengan kongesti hidung dan bersin-bersin.

4. Rhinitis iritan ( Irritant Contact Rhinitis)

Faktor yg berhubungan dengan diagnosis rinusitis

a. Mayor : Muka nyeri ,Rasa tersumbat, Secret purulen, Hiposmia, Demam


b. Minor :Sakit kepala, Demam, Lesu, Batuk, Sakit gigi, Telinga sakit, ,penuh, atau tertekan.

L.O 3.8 Tatalaksana

a. Penghindaran alergen.

Merupakan terapi yang paling ideal. Cara pengobatan ini bertujuan untuk mencegah kontak antara alergen
dengan IgE spesifik dapat dihindari sehingga degranulasi sel mastosit tidak berlangsung dan gejala pun dapat
dihindari. Namun, dalam praktek adalah sangat sulit mencegah kontak dengan alergen tersebut. Masih banyak
data yang diperlukan untuk mengetahui pentingnya peranan penghindaran alergen.

b. Pengobatan medikamentosa

Cara penngobatan ini merupakan konsep untuk mencegah dan atau menetralisasi kinerja molekul-molekul
mediator yang dilepas sel-sel inflamasi alergis dan atau mencegah pecahnya dinding sel dengan harapan gejala
dapat dihilangkan. Obat-obat yang digunakan untuk rinitis pada umumnya diberikan intranasal atau oral.
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada
reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparatfarmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama
pengobatan rinitisalergi. Antihistamin diabsorbsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektifuntuk
mengatasi gejala pada respons fase cepat seperti rinore, bersin, gatal, tetapitidak efektif untuk mengatasi
obstruksi hidung pada fase lambat. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi denfgan antihistamin atau topikal. Namun pemakaian
Irviana Adyada
1102015103
secara topiukal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis alergi
medikamentosa.

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak dapat diatasi
dengan obat lain. Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung,
mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit. Preparat antikolinergik
topikal bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel
efektor. Pengobatan baru lainnya untuk rinitis alergi di masa yang akan datang adalah anti leukotrien, anti IgE,
DNA rekombinan.

Obat-obat tidak memiliki efek jangka panjang setelah dihentikan. Karenanya pada penyakit yang persisten,
diperlukan terapi pemeliharaan.

c. Imunoterapi spesifik

Imunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapi subkutan masih menimbulkan
pertentangan dalam efektifitas dan keamanan. Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan dosis optimal vaksin
yang diberi label dalam unit biologis atau dalam ukuran masa dari alergen utama. Dosis optimal untuk
sebagian besar alergen utama adalah 5 sampai 20 g.

Imunoterapi subkutan harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan penderita harus dipantau selama 20 menit
setelah pemberian subkutan. Indikasi imunoterapi spesifik subkutan:

a. Penderita yang tidak terkontrol baik dengan farmakoterapi konvensional


b. Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan antihistamin H1 dan farmakoterapi
c. Penderita yang tidak menginginkan farmakoterapi
d. Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan
e. Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangka panjang.

Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi:

a. Imunoterapi spesifik oral dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali lebih besar
daripada yang digunakan untuk imunoterapi subkutan.
b. Pada penderita yang mempunyai efek samping atau menolak imunoterapi subkutan
c. Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subkutan

Pada anak-anak, imunoterapi spesifik adalah efektif. Namun tidak direkomendasikan untuk melakukan
imunoterapi pada anak dibawah umur 5 tahun.

d. Imunoterapi non-spesifik

Imunoterapi non-spesifik menggunakan steroid topikal. Hasil akhir sama seperti pengobatan imunoterapi
spesifik-alergen konvensional yaitu sama- sama mampu menekan reaksi inflamasi, namun ditinjau dari aspek
biomolekuler terdapat mekanisme yang sangat berbeda. Glukokortikosteroid (GCSs) berikatan dengan reseptor
GCS yang berada di dalam sitoplasma sel, kemudian menembus membran inti sel dan mempengaruhi DNA
sehingga tidak membentuk mRNA. Akibat selanjutnya menghambat produksi sitokin pro-inflammatory.

e. Edukasi
Irviana Adyada
1102015103
Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis.
Mekanisme biomolekulernya terjadi pada peningkatan populasi limfosit TH yang berguna pada penghambatan
reaksi alergis, serta melalui mekanisme imunopsikoneurologis.

f. Operatif

Tindakan bedah dilakukan sebagai tindakan tambahan pada beberapa penderita yang sangat selektif. Seperti
tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak
berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat. Bisa dilakukan pada
polip hidung dan terutama sinusitis berkaitan dengan gagalnya terapi obat dan injeksi allergen, tindakan ini
memungkinkan drainase dan ventilasi hidung dan sinus yg memadai.

L.O 3.9 Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:

a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi
yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan
metaplasia skuamosa.
b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema
ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi
penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan
bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat
dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis
akan semakin parah (Durham, 2006).

L.O 3.10 Pencegahan

Rhinitis dapat dicegah dengan menghindari pemicu yang dapat menyebabkan timbulnya gejala rhinitis,
contohnya menghindari lingkungan yang berpolusi atau terpapar asap rokok. Alergen seperti tungau debu sulit
untuk dilihat dan bisa berkembang biak bahkan di rumah yang sangat bersih, itu sebabnya sulit untuk
menghindarinya. Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membantu menghindari alergen
yang paling umum.

a. Tungau debu rumah

Tungau debu rumah adalah serangga mikroskopis yang berkembang biak di debu rumah tangga dan merupakan
salah satu penyebab utama alergi. Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membatasi jumlah
tungau yang ada di dalam rumah.

1. Bersihkan dengan cara mencuci atau menggunakan alat penyedot debu, barang-barang seperti tirai,
bantal, kain pelapis furnitur, dan boneka anak secara rutin.

2. Jangan mengelap permukaan barang dengan kain lap kering karena bisa menyebarkan alergen, tapi
gunakanlah kain lap bersih yang lembap untuk membersihkan debu.

3. Gunakan selimut yang terbuat dari bahan akrilik dan bantal yang berbahan sintetis.

4. Sebaiknya hindari penggunaan karpet untuk melapisi lantai, pilihlah bahan vinil keras atau kayu.
Irviana Adyada
1102015103
5. Gunakan kerai gulung yang mudah untuk dibersihkan.

Fokuskan mengendalikan tungau debu di kamar tidur dan ruang tamu karena Anda lebih sering menghabiskan
waktu di area tersebut.

b. Spora kapang

Spora kapang merupakan alergen yang dilepaskan oleh kapang yang tumbuh di luar maupun di dalam rumah
saat suhu meningkat secara tiba-tiba pada lingkungan yang lembap.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah spora kapang, yaitu:

1. Jangan memasukkan pakaian terlalu padat atau pakaian yang lembap ke lemari pakaian dan jangan
menjemur pakaian di dalam ruangan tertutup.

2. Gunakan penyedot yang mengisap udara keluar dan buka jendela tapi pintu harus selalu ditutup saat
Anda masak atau mandi agar udara yang lembap tidak menyebar ke seluruh ruangan di dalam rumah.

3. Atasi masalah pengembunan dan kelembapan di dalam rumah.

4. Pastikan rumah Anda memiliki ventilasi yang baik dan selalu menjaga rumah dalam kondisi kering

c. Hewan peliharaan

Reaksi alergi dapat terjadi jika Anda memiliki hewan peliharaan atau mengunjungi rumah yang memiliki
hewan peliharaan. Hal ini terjadi karena terpapar kelupasan kulit mati hewan, kotoran dan urine kering, bukan
karena bulu hewan peliharaan.

Sebaiknya Anda tidak memelihara hewan peliharaan jika memiliki risiko terkena alergi. Di bawah ini ada
beberapa petunjuk yang mungkin bisa membantu Anda mengatasinya.

1. Mandikan hewan peliharaan Anda secara rutin, setidaknya dua pekan sekali.

2. Cuci semua perabotan yang lembut dan seprai yang telah dinaiki hewan peliharaan Anda.

3. Batasi hewan peliharaan Anda di ruangan yang tidak memiliki karpet di dalamnya atau sebisa
mungkin jagalah agar tetap berada di luar ruangan.

4. Rawat dan sikat hewan peliharaan, seperti anjing atau kucing, secara rutin di luar ruangan.

5. Jangan biarkan kamar tidur dimasuki oleh hewan peliharaan.

Minta teman atau kerabat untuk tidak menyedot debu atau menyapu rumah pada hari itu jika Anda
mengunjungi rumah mereka yang memiliki hewan peliharaan karena hal itu akan membuat alergen terbang ke
udara. Untuk meredakan gejala, minumlah antihistamin satu jam sebelum memasuki rumah yang memiliki
hewan peliharaan.

L.I 4. M&M Farmakologi Antihistamin dan Dekongestan

L.O 4.1 Penggolongan


Irviana Adyada
1102015103

L.O 4.2 Farmakodinamik

L.O 4.3 Farmakokinetik

Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah
pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6
jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar
maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya,
kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.

Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih
rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal.
Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami
demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

L.O 4.4 Indikasi

Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria dan angiodema, dan sebagai
terapi adjuvant pada reaksi anafilaksis. Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan
(dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi serupa parkinson (difenhidramin), dan kondisi
nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan antihistaminika selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini
juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergis,antiemetis dan daya menekan SSP (sedative),dan
dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki
Irviana Adyada
1102015103
efek antiserotonin dan local anestesi (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis ( oral,injeksi) untuk mengobati simtomatis
bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamine. Di samping rhinitis,
pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan pada sejumlah gangguan berikut:

1. Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi. Walaupun kerjanya baik, namun
efek keseluruhannya hanya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain (leukotrien) yang juga
mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi
menghasilkan efek yang lebih baik. Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi
dari mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
2. Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l. histamine dan suatu enzim yang
mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu
diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
3. Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya permeabilitas kapiler dan
gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan
oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi local.
4. Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian menaikkan berat badan,
yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
5. Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan difenhidramin serta
turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam
sediaan obat batuk popular.
6. Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin dan turunan 4-metilnya
(orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
7. Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga berkaitan dengan khasiat
antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan dimenhidrinat, sedangkan sinarizin terutama digunakan pada
vertigo.
8. Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu, antihistaminika banyak
digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.

L.O 4.5 Kontraindikasi

L.O 4.6 Efek Samping

Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang
hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan
bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat
mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.

Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi,
penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang termasuk sering juga
ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek
samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
Irviana Adyada
1102015103
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit
kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut kurang
pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.

AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan lokal berupa
dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfenadin
dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain
makrolid dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.

Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien yang peka
terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan
kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan
lebih lanjut.

L.1 5. M&M Pandangan Islam mengenai Pernafasan

Hukum Istinsyak dan Istinshar

Wudhu Sebagai Syarat Sah Shalat

Wudhu adalah syarat sahnya shalat yang dilakukan oleh orang berhadats. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda:"Tidak akan diterima shalat salah seorang dari kalian apabila ia berhadats, hingga ia berwudhu."
(Muttafaq 'alaih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu)

Juga didapatkan ijma' para ulama, mereka telah sepakat bahwa tidak sah shalat tanpa bersuci. Yaitu jika ia
mampu mengerjakannya. (Lihat: Al-Ausath, Ibnul Mundzir: 1/107)

Membasuh wajah Satu-satunya ayat yang menerangkan tentang tata cara wudhu terdapat dalam QS. Al-
Maidah: 6. Darinya para ulama menyimpulkan rukun-rukun wudhu. Yaitu hal-hal yang menjadi susunan
wudhu, yang mana apabila salah satu darinya ditinggalkan, maka batallah wudhunya dan tidak sah menurut
syariah. Dan di antara rukun wudhu yang disebutkan dalam ayat tersebut- adalah membasuh muka (wajah).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,"Wahai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu." (QS. Al-Maidah: 6)

Wajibnya Berkumur-kumur dan Istinsyaq

Berkumur-kumur yang dalam bahasa arabnya Madhmadhah, adalah memasukkan air ke dalam mulut lalu
menggerak-gerakkannya di dalam. Sedangkan istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam lubang hidung dan
menghirupnya hingga ke pangkal hidung. Sementara istinsyar, adalah mengeluarkan air dari dalam hidung
setelah beristinsyar.

Berkumur-kumur dan beristinsyar adalah bagian dari membasuk wajah yang diperintahkan dalam ayat di atas.
Sedangkan membasuh wajah adalah wajib, maka berkumur-kumur dan beristinsyaq juga wajib menurut
pendapat yang lebih shahih. (Shahih Fiqih Sunnah: 1/150)

Syaikh Abdurahman bin Nashir al-Sa'di dalam tafsirnya, Taisir al-Kariim al-Rahmaan fii Tafsiir Kalaam al-
Mannaan, mengeluarkan dari ayat di atas beberapa faidah hukum yang banyak. Pada urutan ke tujuh, beliau
mengatakan: Perintah membasuh wajah. Yaitu yang didapatkan dari bagian muka, dimulai secara memanjang
(meninggi) dari tempat tumbuhnya rambut normal hingga tulang rahang dan dagu, melebarnya dari telinga satu
sampai telinga yang lain. Masuk di dalamnya, berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam
Irviana Adyada
1102015103
hidung lalu mengeluarkannya) yang dijelaskan oleh sunnah. Juga masuk dalam bagiannya, rambut-rambut
yang tumbuh padanya. Tapi jika tipis harus menyampaikan air ke kulit, dan jika lebat maka cukup yang
nampak saja.

Lebih jelasnya, kami uraikan empat alasan yang mewajibkannya dalam rincian sebagai berikut:

1. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk mencuci wajah, sedangkan mulut dan hidung adalah
bagian dari wajah yang bagian dalam. Tidak ada alasan menghususkan wajah bagian luarnya saja, tidak bagian
dalamnya. Padahal semua bagian tersebut termasuk wajah, sebagaimana mata, alis, pipi, jidad dan lainnya.

2. Allah memerintah untuk mencuci wajah secara mutlak, sementara Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menjelaskan dengan perbuatan dan penyampaian. Beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam
hidung setiap kali berwudhu. Tidak pernah didapatkan nukilan, beliau meninggalkannya walau pada saat beliau
membasuh bagian yang penting-penting saja. Jika perbuatan tersebut untuk melaksanakan suatu perintah, maka
hukumnya sama dengan hukum perintah tersebut, yaitu menunjukkan wajibnya. (Lihat: Syarah al-Umdah, Ibnu
Taimiyah: 1/178; dan al-Tamhid, Ibnu Abdil Barr: 4/36).

3. Perintah berkumur-kumur disebutkan dalam sejumlah hadits, di antaranya dalam hadits Luqaith bin
Shabrah: "Apabila kamu berwudhu, maka berkumur-kumurlah." (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Nasai,dan Ibnu
Majah. Dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah: 1/151. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani.)

4. Tentang istinsyaq dan istintsar telah diriwayatkan secara shahih dari sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam: "Siapa yang berwudhu hendaknya ia beristintsar." (HR. Bukhari, Muslim, dan selain keduanya)

"Dan apabila salah seorang kamu berwudhu, maka hendaknya ia memasukkan air ke dalam hidungnya lalu ia
keluarkan kembali." (HR. al-Bukhari, Muslim, dan selain keduanya)

"Apabila seorang kamu berwudhu hendaknya dia beristinsyaq." (HR. Muslim)

"Sempurnakan wudhu dan sela-sela di antara jari-jemari serta bersungguh-sungguhlah dalam memasukkan air
ke hidung (istinsyaq) kecuali saat engkau sedang berpuasa." (HR. Ashabus Sunan dan dishahihkan Syaikh Al-
Albani)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menghususkan
istinsyaq dengan perintah, bukan karena hidung lebih penting untuk dibersihkan daripada mulut. Bagaimana
mungkin, padahal mulut lebih mulia karena digunakan untuk berdzikir dan membaca Al-Qur'an, serta mulut
lebih sering berubah baunya? Namun wallahu a'lam- karena syariat telah memerintahkan untuk
membersihkan mulut dengan siwak dan menegaskan perihalnya. Mencuci mulut sesudah dan sebelum makan
disyariatkan menurut sebuah pendapat. Telah diketahui perhatian syariat untuk membersihkan mulut, berbeda
dengan hidung. Jadi, membersihkan hidung di sini untuk menjelaskan hukumnya, karena dikhawatirkan
perkara ini akan diabaikan." (Syarh al-'Umdah: 1/179-180)

Catatan:

Perlu sama-sama diperhatikan dan disadari, masalah ini sudah dibicarakan ulama sejak dahulu dan terdapat
perbedaan tentang status berkumur-kumur dan beristinsyaq saat berwudhu. Ada yang menyatakannya
mandub/sunnah, berargumen dengan hadits Rifa'ah bin Rafi' tentang kisah orang yang buruk shalatnya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya: "Sesungguhnya tidak akan sempurna shalat
salah seorang kalian hingga ia berwudhu dengan sempurna sebagaimana diperintahkan Allah, yaitu ia
membasuh wajahnya, kedua tangannya hingga siku,mengusap kepalanya dan mencuci kedua kakinya hingga
mata kaki . . ." (HR. Ashabus Sunan dan selain mereka)
Irviana Adyada
1102015103
Pada hadits tersebut, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak menyebutkan tentang berkumur-kumur dan
istinsyaq mengenai apa yang diperintahkan Allah. Hal ini selaras dengan QS. Al-Maidah: 6 di atas. Penyebutan
wajah di sini bukan perkara mujmal (global) yang membutuhkan perinciannya dari sunnah. Ini juga merupakan
pendapat yang tidak bisa dibatilkan. Wallahu Ta'ala a'lam.

Hanya saja menjaga kumur-kumur dan istinsyaq serta intintsar dalam wudhu adalah jelas dilaksanakan dan
diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sebagai bagian pelaksanaan bersuci untuk shalat.
Bahkan bagian dari pelaksanaan perintah Allah dalam membasuh wajah saat berwudhu. Dan sebaik-baik
keputusan dalam ibadah adalah ittiba' kepada sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. "Maka sampaikanlah
kabar gembira kepada hamba-hamba-Ku. Yaitu mereka yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa
yang paling baik di antaranya." (QS. Al-Zumar: 17-18)(Badrul Tamam)

II. ADAP BERSIN DALAM ISLAM

Bersin adalah sesuatu yang disukai Allah Taala, dan bahkan bersin itu adalah pemberian dari Allah.
Sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam: Bersin itu dari Allah dan menguap itu dari
syaithon. Jika salah seorang diantara kalian menguap, hendaknya dia menutup dengan tangannya. Jika ia
mengatakan, aah berarti syaithon sedang tertawa di dalam perutnya. Sesungguhnya Allah menyukai
perbuatan bersin dan membenci menguap. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2746; al-Hakim, IV/264; Ibnu
Khuzaimah, no. 921 dan Ibnu Sunni dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah, no. 2666. Hadits ini dinilai shohih
oleh al-Albani dalam Shohiih al-Jaami, no. 4009).

Agar bersin yang kita lakukan bisa mendatang pahala di sisi Allah Taala, maka hendaklah kita memperhatikan
adab-adab yang diajarkan oleh Nabi kita, Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, tatkala kita sedang
bersin.Berikut ini adalah adab-adab yang harus kita perhatikan ketika bersin. Semoga Allah Taala memberikan
pertolongan kepada kita untuk mengamalkannya.

Pertama : Meletakkan Tangan Atau Baju ke Mulut Ketika Bersin Salah satu akhlaq mulia yang dicontohkan
oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika bersin adalah menutup mulut dengan tangan atau baju. Hal ini
sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Rasullullah shallallahu alaihi wa sallam tatkala beliau bersin.

Abu Hurairah radhiyallahu anhu menceritakan,

Tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersin, beliau meletakkan tangan atau bajunya ke mulut dan
mengecilkan suaranya. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5029; at-Tirmidzi, no. 2745 dan beliau
menshohihkannya. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim, IV/293, beliau menshohikannya dan disepakati oleh adz-
Dzahabi).

Kedua : Mengecilkan Suara Ketika Bersin

Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits di atas. Dalam
redaksi yang lainnya disebutkan, Apabila salah seorang dari kalian bersin hendaklah ia meletakkan
tangannya ke wajahnya dan mengecilkan suaranya. (Diriwayatkan oleh al-Hakim, IV/264 dan beliau
menshohihkannya. Disepakati pula oleh adz-Dzahabi, dan al-Baihaqi dalam asy-Syuab, no. 9353. Hadits ini
dinilai hasan oleh al-Albani dalam Shohiih al-Jaami, no. 685) Betapa banyaknya orang yang terganggu atau
terkejut dengan kerasnya suara bersin. Maka sudah selayaknya setiap muslim mengecilkan suaranya ketika
bersin sehingga tidak mengganggu atau mengejutkan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Ketiga : Memuji Allah Taala Ketika Bersin


Irviana Adyada
1102015103
Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk mengucapkan tahmid tatkala bersin.
Beliaushallallahu alaihi wa sallam bersabda: Jika salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah ia
mengucapkan Alhamdulillah, jika ia mengatakannya maka hendaklah saudaranya atau temannya membalas:
yarhamukalloh (semoga Allah merahmatimu). Dan jika temannya berkata yarhamukallah, maka ucapkanlah:
yahdikumulloh wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).
(Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhori, no. 6224 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Keempat : Mengingatkan Orang Yang Bersin Agar Mengcapkan Tahmid Jika Ia Lupa

Jika kita mendapati orang yang bersin namun tidak memuji Allah Taala, hendaklah kita mengingatkannya. Ini
termasuk bagian dari nasihat.Abdullah bin al-Mubarak melihat orang lain bersin tapi tidak mengucapkan
Alhamdulillah, maka beliau berkata kepadanya, Apa yang seharusnya diucapkan seseorang jika ia bersin?
Orang itu mengatakan, Alhamdulillah. Maka Ibnul Mubarak menjawab, Yarhamukalloh.

Kelima : Tidak Perlu Mendoakan Orang Yang Sudah Bersin Tiga Kali Berturut-Turut

Demikianlah sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alihi wa sallam. Beliau bersabda:Jika salah
seorang dari kalian bersin, hendaklah orang yang ada di dekatnya mendoakannya. Dan jika (ia bersin) lebih
dari tiga kali berarti ia sakit. Janganlah kalian men-tasymit bersinnya setelah tiga kali. (Diriwayatkan oleh
Abu Dawud, no. 5034; Ibnus Sunni, no. 251; dan Ibnu Asakir, 8/257. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani
dalamShohiih al-Jaami, no. 684)

Keenam : Tidak Mengucapkan Tasymit Terhadap Orang Kafir Yang Bersin Meskipun

Ia Mengucapkan Alhamdulillah Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu anhu, ia mengatakan, Dahulu
orang Yahudi sengaja bersin di dekat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan harapan Nabi mengatakan,
yarhamukumulloh (semoga Allah merahmatimu) tetapi Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan:
Yahdikumulloh wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki
keadaanmu).(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5038 dan At-Tirmidzi, no. 2739. Imam at-Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih.

Anda mungkin juga menyukai