Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

Hari/tanggal : 05 Juli 2011

Mata Ajar : Keperawatan Dewasa

Pokok Bahasan : Kanker Paru

A. KONSEP DASAR MEDIK

1. DEFENISI
 Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyerang jaringan di
sekitarnya dan menyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh. (Elisabeth J.
Corwin,2009)
 Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi
(multiplikasi) dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
 Kanker paru adalah kanker pada lapisan epitel saluran napas (Karsinoma
bronkogenik). (Elisabeth J. Corwin, 2009).
 Kanker paru adalah tumor ganas yang berasal dari epitel (jaringan sel) saluran napas
atau bronkus. (Kalbefarma,2007)

2. ANATOMI FISIOLOGI

Bunhaw aryanto. 2011. D: / asuhan- keperawatan/ kanker_ paru-paru. Htm

1
Nining. 2011. H: / asuhan- keperawatan- ca paru. Html

Kamriantiramli. 2008. Kompas. Com, sumber: rokok gerbang menuju tumor paru

2
Pernapasan melalui 2 proses seperti berikut ini :

a. Pernapasan Dalam (Interna) yaitu, pertukaran gas antara sel-sel dan medium
cairnya. Dengan kata lain pernapasan dalam (interna) adalah proses metabolisme
intra seluler yang terjadi di mitokondria, meliputi konsumsi O2 dan CO2 selama
pengambilan energi dari molekul-molekul nutrient.
Tanpa energy, manusia tidak mungkin akan bertahan hidup. Seluruh aspek
kehidupan membutuhkan suplai energy untuk dapat bertahan, dan untuk
mencapai energy ini kita membutuhkan makanan dan suplai oksigen yang
konstan.
Oksigen digunakan untuk membakar glukosa agar dapat menghasilkan energy
kimia dalam adenosine trifosfat (ATP).
Produk ahkir dari pernapasan interna adalah karbon dioksida merupakan produk
ahkir yang berbahaya dan harus dikeluarkan dari tubuh. Karbondioksida tersebut
dialirkan ke dalam darah dan menuju paru-paru untuk dikeluarkan melalui proses
ekshalasi. Karbondioksida lebih mudah larut dibanding oksigen untuk berikatan
dengan darah. Proses selanjutnya adalah karbon dioksida bereaksi dengan air
untuk membentuk asam karbonat yang akan menurunkan derajat keasaman darah
jika tidak dikeluarkan tubuh.
System pernapasan manusia membawa oksigen ke dalam tubuh lalu dibantu oleh
system sirkulasi oksigen diangkut menuju sel tubuh dimana reaksi energy akan
berlangsung.
b. Pernapasan Luar (Eksterna), yaitu absorbsi O2 dan pembuangan CO2 dari tubuh
secara keseluruhan dengan lingkungan luar , dengan urutan sebagai berikut.
a) Pertukaran udara luar ke dalam alveoli dengan aksi mekanik pernapasan,
malalui proses ventilasi.
b) Pertukaran O2 dan CO2, udara alveolar dalam pembuluh kapiler paru-paru
melalui proses difusi
c) Pengangkutan (transportasi) O2 dan CO2 oleh system peredaran darah dari
paru-paru kejaringan dan sebaliknya.

3
d) Pertukaran O2 dan CO2 darah dalam pembuluh kapiler jaringan dengan sel-
sel jaringan melalui proses difusi dan masuk kedalam pernapasan interna.

Saluran Pernapasan Dibagi Atas 2 Yaitu :


a. Saluran Napas Bagian Atas (Upper Respiratory Airway)
Secara umum fungsi utama dari saluran napas bagian atas adalah sebagai berikut.
a) Air conduction kepada saluran napas bawah untuk petukaran gas
b) Protection saluran napas bagian bawah dari benda asing
c) Warming, filtration, dan humidification dari udara yang diinspirasi

Hidung (cavum nasalis)


Hidung dibentuk oleh tulang dan kartilago. Bagian yang kecil dibentuk oleh
tulang, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connention tissue). Bagian
dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan
kanan oleh septum. Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang
berfungsi sebagai filter/penyaring kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada
mukosa hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet dimana sel
tersebut mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang
masuk ke saluran pernapasan.

Reseptor bau terdapat pada clibriform plate, dimana tempat ini juga merupakan
ujung dari saraf kranial 1 (nervus olfaktorius) bermuara. Fungsi hidung secara
umum adalah sebagai berikut.

a) Sebagai jalan napas


b) Pengatur udara
c) Pengatur kelembapan udara (humidifikasi)
d) Pengatur suhu
e) Sebagai pelindung dan penyaring udara
Fungsi ini dijalankan oleh :
Vibriassae, yaitu rambut pada vestibulum nasi
Lapisan lendir yang mengeluarkan kotoran atau debu dengan reflex bersin
Enzim lisozim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri

4
f) Sebagai indra pencium
g) Sebagai resonator suara

Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.
Dinamakan sesuai dengan tulang dimana dia berada terdiri atas sinus frontalis,
sinus etmoidalis, sinus spenoidalis dan sinus maksilaris. Fungsi dari sinus adalah
membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan berat tulang
tengkorak serta mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.

Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13 cm) yang berjalan dari
dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian
tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat menelan (digestion)
seperti juga pada saat bernapas. Faring berdasarkan letaknya dibagi menjadi tiga,
yaitu dibelakang hidung (nasofaring), dibelakang mulut (orofaring), dan
dibelakang faring (laringofaring).

a) Nasofaring
Letaknya superior dimana terdapat epitel bersilia (pseudostratified), sebagai
muara tuba eustachius dan disana terdapat tonsil (adenoid). Adenoid atau
faringeal tonsil berada dilangit-langit dari nasofaring. Tenggorokan
dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur ini
penting sebagai mata rantai nodus limfatikus untuk penjagaan tubuh dari
invasi organisme yang masuk kehidung dan tenggorokan.
b) Orofaring
Berfungsi menampung udara dari nasofaring dan makanan dari mulut, di
sana terdapat tonsil palatine (posterior) dan tonsil lingualis (dasar lidah).
c) Laringofaring
Merupakan bagian terbawah faring yang berhubungan dengan esophagus di
bagian belakang serta pita suara (trakea) di bagian depan yang berfungsi pada
saat proses menelan dan respirasi.

5
Laring
Laring biasa disebut dengan voice box. Dibentuk oleh struktur ephitelium-lined
yang berhubungan dengan faring (diatas) dan trakea (dibawah). Lokasinya
berada di anterior tulang vertebra ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esophagus
berada diposterior laring.
Fungsi utama dari laring adalah untuk vocalization, selain itu juga berfungsi
sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan memfasilitasi batuk.
Laring terdiri atas bagian-bagian seperti berikut ini.
 Epiglotis : merupakan katup kartilago yang menutup dan
membuka selama proses menelan
 Glotis : lubang antara pita suara dan laring
 Tiroid kartilago : kartilago yang terbesar pada trakea, bagiannya
membentuk jakun (adams apple)
 Krikoid kartilago : cincin kartilago yang komplit di laring (letaknya
dibawah tiroid kartilago)
 Arytenoid kartilago : digunakan pada pergerakan pita suara dengan
tiroid kartilago
 Pita suara : sebuah ligament yang dikontrol oleh pergerakan
otot yang menghasilkan suara, menempel pada lumen laring.
b. Saluran pernapasan bawah
Ditinjau dari fungsinya secara umum, saluran pernapasan bagian bawah terbagi
menjadi 2 komponen, yaitu sebagai berikut.
 Saluran udara konduktif
Sering disebut sebagai percabangan trakeobronkialis, terdiri atas trakea,
bronki, dan bronkioli
 Satuan respiratorius terminal (kadang kala disebut dengan acini)
Yaitu saluran udara konduktif, fungsi utamanya sebagai penyalur (konduksi)
gas masuk dan keluar dari satuan respiratorius terminal, yang merupakan
tempat pertukaran gas yang sesungguhnya. Alveoli merupakan bagian dari
satuan respiratorius terminal.

6
Trakea
Trakea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebra
torakal ke-7 yang mana bercabang menjadi 2 bronkus (primary bronkus). Ujung
dari cabang trakea biasa disebut carina. Trakea ini sangat fleksibel dan berotot,
panjangnya 12 cm dengan C-shaped cincin kartilago. Pada garis ini mengandung
pseudostratified ciliated columnar epithelium yang mengandung banyak sel goblet
(sekresi mucus).

Bronkus dan bronkiolus


Cabang kanan bronkus lebih pendek dan lebih lebar serta cendrung lebih vertical
dari pada cabang yang kiri. Oleh karena itu, benda asing lebih mudah masuk ke
dalam cabang sebelah kanan daripada cabang bronkus sebelah kiri.
Segmen dan subsegmental bronkus bercabang lagi dan membentuk seperti ranting
yang masuk ke setiap paru-paru. Bronkus ini disusun oleh jaringan kartilago.
Struktur berbeda dengan bronkiolus, yang berahkir di alveoli. Alveoli merupakan
bagian yang tidak mengandung kartilago. Oleh karena itu, alveoli memiliki
kemampuan untuk menangkap udara dan dapat kolaps. Saluran napas dari trakea
sampai bronkus terminal tidak mengalami pertukaran gas dan merupakan
anatomical dead space (150 ml). Bronkiolus respiratorius merupakan bagian awal
dari pertukaran gas. Sekitar alveoli terdapat porus/lubang kecil antar-alveoli (kohn
pores) untuk mencegah alveoli kolaps.

Alveoli
Parenkim paru merupakan area kerja dari jaringan paru, dimana pada daerah
tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolar. Alveoli bentuknya sangat kecil.
Alveoli merupakan kantong udara pada ahkir bronkiolus respiratorius yang
memungkinkan terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida. Seluruh unit
alveolar (zona respirasi) terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan
kantong alveoli (alveolar sacs).
Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi baru lahir. Pada saat seseorang
menginjak usia 8 tahun, jumlahnya bertambah seperti usia dewasa, yaitu 300 juta.

7
Setiap unit alveolar menyuplai 9-11 prepulmonari dan pulmonary kapiler. Fungsi
utama alveolar adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida diantara kapiler
pulmoner dan alveoli.

Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga torak, berbentuk kerucut dengan apeks berada
diatas tulang iga pertama dan dasarnya pada diafragma. Paru-paru kanan
mempunyai tiga lobus, sedangkan paru-paru kiri mempunyai 2 lobus. Kelima
lobus ini merupakan lobus yang terlihat, setiap paru-paru dapat dibagi lagi
menjadi beberapa sub bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronkopulmonari segmen.
Kedua paru-paru dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Jantung, aorta,
vena kava, pembuluh paru-paru, esophagus , bagian dari trakea, bronkus, dan
kelenjar timus terdapat dimediastinum ini.

FISIOLOGI PERNAPASAN

Proses respirasi dapat dibagi dalam tiga proses mekanis utama yaitu sebagai berikut.
a. Ventilasi pulmonal, yaitu keluar masuknya udara antara atmosfir dan alveoli paru-
paru
b. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transportasi oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan
dari sel-sel.
Proses fisiologis respirasi yang memindahkan oksigen dari udara ke dalam jaringan
dan karbon dioksida yang dikeluarkan ke udara dapat dibagi menjadi tiga stadium,
yaitu sebagai berikut.
a. Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) serta
antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuainnya dengan distribusi
udara dalam alveolus-alveolus.
c. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.

8
Proses respirasi eksternal

Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru karena adanya perbedaan tekanan
atmosfer dan alveolus serta dibantu oleh kerja mekanik otot-otot pernapasan. Selama
inspirasi volume torak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat
akibat kontraksi beberapa otot. Muskulus sternokleidomastoideus mengangkat
sternum keatas, sedangkan muskulus serratus, skaleneus, serta intercostalis eksternus
berperan mengangkat iga.

1) Mekanisme ventilasi
Selama inspirasi, udara berjalan dari luar ke dalam trakea, bronki, bronkiolus,
dan alveoli. Selama ekspirasi gas alveolar berjalan seperti ekspirasi dengan
alur terbalik. Factor fisik yang memengaruhi jalan udara masuk dan keluar
paru adalah gabungan dari ventilasi mekanik yang terdiri atas perbedaan
tekanan udara, resistensi jalan udara, dan compliance paru.
 Perbedaan tekanan udara
Udara bergerak dari daerah bertekanan tinggi kedaerah bertekanan rendah.
Selama inspirasi, pergerakan diafragma dan otot bantu pernapasan lainnya
memperluas rongga torak, dengan demikian menurunkan tekanan intra
torak sampai tingkat dibawah tekanan atmosfir. Oleh karena itu, udara
tertarik dari trakea dan bronki kedalam alveoli.
Pada saat ekspirasi normal, diafragma relaksasi dan paru-paru recoil,
menyebabkan penurunan luas rongga torak. Tekanan alveolar kemudian
melebihi tekanan di atmosfir, sehingga udara bergerak dari paru-paru ke
atmosfir.
 Resistensi jalan udara
Peningkatan tekanan dari cabang dan bronkus serta adanya benda asing
dalam saluran napas akan mengakibatkan udara terhambat masuk kedalam
alveolus

9
 Compliance paru
Adalah kemampuan paru-paru untuk mengembang dan mengempis. Pada
saat inspirasi paru-paru mengembang dan pada saat ekspirasi paru-paru
mengempis.

Difusi
Stadium kedua dari proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membrane antara alveolus-kapiler yang tipis (< 0,5 mm). kekuatan pendorong untuk
pemindahan ini adalah perbedaan tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan
oksigen dalam atmosfer pada tekanan laut ± 149 mmHg (21 % dari 760 mmHg).
Pada saat oksigen diinspirasi dan sampai pada alveolus maka tekanan parsial ini
mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg akibat udara tercampur dengan
ruang rugi anatomis pada saluran udara dan juga dengan uap air.
Factor-faktor yang menentukan kecepatan difusi gas melalui membrane paru-paru
adalah sebagai berikut.
a. Makin besar perbedaan tekanan pada membrane makin cepat kecepatan difusi
b. Makin besar area membrane paru-paru makin besar kuantitas gas yang dapat
berdifusi melewati membrane dalam waktu tertentu.
c. Makin tipis membrane, makin cepat difusi gas melalui tersebut ke bagian yang
berlawanan.
d. Koefisien difusi secara langsung berbanding proporsional terhadap kemampuan
terlarut dari gas dalam cairan membrane paru-paru dan kebalikannya terhadap
ukuran molekul. Namun demikian, molekul kecil yang berdifusi tinggi lebih cepat
dari besarnya ukuran gas yang kurang dapat larut.

Pertukaran oksigen dan karbondioksida


Agar pernapasan dapat berlangsung dengan normal, diperlukan beberapa factor
seperti berikut ini.

 Suplai oksigen yang adekuat


Tempat yang tinggi tidak mengubah komposisi udara, tetapi menyebabkan
tekanan oksigen (PO2) menurun. Reaksi awal yang timbul jika seseorang

10
berada pada ketinggian adalah munculnya tanda dan gejala seperti yang
terlihat pada setiap orang yang mengalami kekurangan oksigen.
Nyeri kepala, sesak, kelemahan, mual, berkeringat, palpitasi, pandangan
kabur, pendengaran berkurang, dan mengantuk terjadi pada kondisi hipoksia
moderat. Tanda-tanda tersebut sering disebut dengan mountainsickness.
Factor-faktor yang berperan dalam oksigenasi meliputi peningkatan ventilasi
alveolar, penyesuaian komposisi asam basa darah dan cairan tubuh lain,
peningkatan kapasitas pengangkutan oksigen, serta peningkatan curah
jantung.
Hal-hal yang menyebabkan supali oksigen terganggu adalah inhalasi udara
yang mengandung oksigen pada tekanan subnormal dan hal ini biasanya
disebabkan oleh inhalasi asap, keracunan karbon monoksida, serta dilusi udara
yang dihirup dengan gas-gas inert( nitrogen, helium, hydrogen, metan, atau
gas anestetik seperti nitrooksida).
 Saluran udara yang utuh
Saluran udara yang utuh dari trakeobronkial sampai membrane alveolar
menjadi factor penting dalam pertukaran O2 dan CO2. Hal-hal yang dapat
menjadi hambatan dalam pertukaran gas tersebut adalah obstruksi mekanik
seperti tenggelam atau adanya benda asing pada percabangan trakeobronkial.
 Fungsi pergerakan dinding dada dan diafragma yang normal
Kelemahan fungsi dinding dada akan memengaruhi pola pernapasan.
Penyebab utama disrupsi kelemahan fungsi tersebut adalah trauma pada dada,
seperti fraktur iga atau luka tembus pada dada.
 Adanya alveoli dan kapiler yang bersama-sama membentuk unti pernapasan
terminal dalam jumlah yang cukup.
 Jumlah hemoglobin yang adekuat untuk membawa oksigen pada sel-sel tubuh.
 Suatu system sirkulasi yang utuh dan pompa jantung yang efektif
 Berfungsinya pusat pernapasan.

11
3. Etiologi
a. Penyebab pasti dari kanker belum diketahui
b. Paparan atau inhalasi berkepanjangan dari suatu zat yang bersifat karsinogenik yang
merupakan penyebab utama seperti :
 Asap rokok
 Asbestos, sering menimbulkan mesothelioma
 Radiasi ion pada pekerja tambang uranium
 Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida
c. Polusi udara
Pasien kanker paru lebih banyak di daerah urban yang banyak polusi udaranya
dibandingkan yang tinggal di daerah rural
d. Genetic
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru, yakni
proto oncogene, tumor suppressor gen, gene encoding enzyme
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,
selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.

4. Patofisiologi
Kanker paru merupakan tumbuhnya sel epitel dalam system pernapasan bagian bawah
yang berasal dari percabangan bronkus dan diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang
dari bahan karsino genetic diantaranya rokok yang mengandung neutal fraction dan basic
fraction dan basic fraction, polusi udara, factor genetic, terpajan zat karsinogen, dan diit
yang tidak baik.
Bahan-bahan tersebut masuk kesaluran pernapasan dan menyebar melalui alveolus, lobus
paru, dan jaringan paru sehingga merangsang pertumbuhan sel yang abnormal kemudian
terjadilah tumor paru sehingga disana terjadi diantaranya metastase pada bagian-bagian
paru seperti pada bagian traktus superior pada kerja silia menurun dan muskularis
disaluran pernapasan disana terdapat penumpukan secret maka terjadi sesak napas.
Terjadinya metastase ke pleura, tulang, syaraf, columna vertebralis torakal dan lumbal
dapat terjadi iritasi pada syaraf nyeri kronik dan keterbatasan gerakan dinding dada

12
sehingga secret tidak bisa dikeluarkan dan tertelan ditraktus digestivus maka
mengakibatkan mual
Metastase epiglottis mengakibatkan suara serak, tidak jelas dan hilang dan pada
metastase system peredaran darah dapat mengenai kerja jantung pada arteri koronaria
sehingga terjadi infark miokard, gangguan fungsi jantung dan penurunan kerja jantung.

5. Manifestasi klinik
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila
sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat:
a. Local (tumor tumbuh setempat)
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Ateletaksis
b. Invasi local
Nyeri dada
Dyspnea karena efusi pleura
Invasi ke pericardium→ terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom pancoast, karena invasi pada pleksus brachialis dan saraf simpatis
cervikalis
c. Gejala penyakit metastasis
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
d. Sindrom paraneoplastik : terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala :
Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

13
Hipertrofi osteoartropati
Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Neuromiopati
Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologic :eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
e. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara
radiologis
Kelainan berupa nodul soliter

6. Stadium kanker paru


Adapun stadium kanker paru dilakukan berdasarkan system TNM (T=tumor primer,
N=Nodus Limfe, M=metastasis)
Pembagian stadium klinik
T=tumor primer
TO : tak ada tumor primer
T1 : diameter terbesar 3 cm atau kurang, dikelilingi oleh paru-paru atau pleura
visceralis dan taka da bukti-bukti adanya invasi proksimal dari bronkus dalam lobus pada
bronkoskopi
T2 : diameter terbesar >3cm atau tumor prmer pada ukuran apa pundengan
tambahan adanya ateletaksis atau pneumonitis obstruktif dan membesar kearah hilus
T3 : tumor membesar, dengan ukuran berapa pun, langsung membesar dan
menyebar keseluruh di sekitarnya seperti dinding dada, diafragma atau mediastinum; atau
tumor yang pada bronkoskopi berjarak 2 cm distal dari karina; atau tumor yang disertai
ateletaksis dan pneumonitis obstruktif dari satu paru-paru atau adanya efusi pleura
TX : tiap tumor yang tidak bisa diketahui atau dibuktikan dengan radiografi
atau bronkoskopi, tapi didapatkan adanya sel ganas dari sekresi bronkopulmoner
N : Nodus Limfe
NO : tak ada tanda-tanda terlibatnya/pembesaran kelenjar limfe regional

14
N1 : terdapat tanda terkenanya kelenjar peribronkial/hilus homolateral,
termasuk pembesaran langsung tumor primer
N2 : terkenanya kelenjar getah bening mediastinum
NX : syarat minimal untuk membuktikan terkenanya kelenjar regional tak
terpenuhi
M : metastasis
MO : tak ada bukti adanya metastasis jauh
M1 : terdapat bukti adanya metastasis jauh
MX : syarat minimal untuk menentukan adanya metastasis jauh tak bisa dipenuhi
TxMo : suatu karsinoma occult dimana secret bronkopulmoner mengandung sel-sel
ganas, tetapi tidak ada bukti/data adanya tumor primer, pembesaran/metastasis ke
kelenjar regional atau metastasis jauh.
Stadium 1 : Tis NO MO, karsinoma in situ ; T1 NO MO; T1 N1 MO; T2 NO MO
Stadium 2 : T1 N1 MO; T2 N1 MO
Stadium III-a : T3 NO MO; T3 N1 MO; T1-3 N2 MO
Stadium III-b : banyak T N3 MO; T3 banyak N MO; banyak T dan N M1
Stadium IV : banyak T banyak N M1

7. Klasifikasi kanker paru


Kanker paru biasanya dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non small cell lung cancer, NSCLC) untuk
menentukan terapi.
Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah :
a. Epidermoid (skuamosa)
Merupakan tipe histologic karsinoma bronkogenik yang paling sering ditemukan,
berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau
dysplasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahuluinya timbulnya
tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral disekitar hilus, dan
menonjol ke dalam bronki besar. Diameter jarang melampaui beberapa sentimeter
dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding
dada dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa seringkali disertai batuk dan

15
hemoptysis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan abses akibat
obstruksi dan infeksi sekunder. Karena tumor ini cenderung agak lamban dalam
bermetastasis, maka pengobatan dini dapat memperbaiki prognosis.
b. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar)
(sesuai dengan namanya) memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus
dan dapat mengandung mucus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer
segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada
paru dan fibrosis interstitial kronik. Lesi seringkali meluas ke pembuluh darah dan
limfe pada stadium dini, dan sering bermetatasis jauh sebelum lesi primer
menyebabkan gejala-gejala.
c. Karsinoma sel besar
Sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang
besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat
yang jauh.
d. Karsinoma sel bronkial alveolar
Merupakan subtype adenokarsinoma yang jarang ditemukan, dan yang berasal dari
epitel alveolus atau bronkiolus terminalis. Awitan pada umumnya tidak nyata, disertai
tanda-tanda yang menyerupai pneumonia. Pada beberapa kasus, secara makroskopis
neoplasma ini mirip konsolidasi uniform pneumonia lobaris. Secara mikroskopis,
tampak kelompok-kelompok alveolus yang dibatasi oleh sel-sel jernih penghasil
mucus, dan terdapat banyak sputum mukoid. Prognosisnya buruk kecuali kalau
dilakukan pembuangan lobus yang terserang pada saat penyakit masih dini.
Adenokarsinoma adalah satu-satunya tipe histologi kanker paru yang tidak
mempunyai kaitan jelas dengan merokok
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.

Sedangkan yang termasuk SCLC adalah

a. Karsinoma sel kecil


Seperti tipe sel skuamosa, biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama
bronki. Tidak seperti kanker paru yang lain, jenis kanker ini timbul dari sel-sel

16
Kulchitsky, komponen normal epitel bronkus. Secara mikroskopis, tumor ini
terbentuk dari sel-sel kecil (sekitar dua kali ukuran limfosit) dengan inti
hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Sel-sel ini sering menyerupai biji oat,
sehingga diberi nama karsinoma sel oat. Karsinoma sel kecil memiliki waktu
pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua
karsinoma bronkogenik. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus,
demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ-organ distal, sering dijumpai.
Sekitar 70% dari semua pasien memiliki bukti-bukti penyakit yang ekstensif
(metastasis ke distal) pada saat diagnosis, dan angka kelangsungan hidup 5 tahun
lebih kecil dari 5%.

Bentuk lain dari kanker

Selain kanker yang sudah dijelaskan diatas, bentuk lain dari kanker paru adalah :

a. Adenoma bronkus
Adalah sekelompok neoplasma kecil yang ganas dengan agresivitas rendah yang
timbul pada trakea bagian bawah atau bronki utama. Dua bentuk yang paling penting
adalah karsinoid bronkus dan silindroma yang jarang. Karsinoid bronkus, seperti
karsinoma sel kecil, berasal dari sel-sel Kulchitsky mukosa bronkus. Tumor-tumor ini
menyusun hamper 4% dari seluruh tumor bronkus dan dapat menjadi nyata pada usia
remaja sampai usia pertengahan (usia rata-rata saat di diagnosis, 45 tahun), dengan
jumlah laki-laki dan perempuan yang terkena penyakit kira-kira sama banyak. Tanda
dan gejala obstruksi bronkus seperti batuk kronik, hemoptysis, atau pneumonitis
sering dijumpai. Karsinoid bronkus mirip tumor karsinoid dari usus halus.
b. Mesothelioma maligna
Adalah tumor pleura yang tidak umum, yang mayoritas pasiennya terkait dengan
pajanan abses. Pajanan ini dapat berlangsung singkat dan biasanya waktu antara saat
terpajan dan awitan klinik adalah 25 tahun.

17
8. Pemeriksaan diagnostic
a. Foto rongent dada secara posterior-anterior (PA) dan lateral
Pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker. Study dari mayo
clicic USA, menemukan 61 % tumor terdeteksi dalam pemeriksaan rutin dengan foto
rongent dada biasa, sedangkan pemeriksaan sitology sputum hanya bisa mendeteksi
19 %.
Pada kenker paru, pemeriksaan foto rongent dada ulang diperlikan juga untuk menilai
doubling time-nya. Dilaporkan bahwa, kebanyakan kanker paru mempunyai doubling
time antara 37-465 hari. Bila doubling time > 18 bulan, berarti tumornya benigna.
Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat konsentris, solid dan
adanya klasifikasi yang tegas.
Pemeriksaan foto rongent dada dengan cara tomografi lebih akurat menunjang
kemungkinan adanya tumor paru, bila dengan cara foto dada biasa tidak dapat
memastikan keberadaan tumor. Pemeriksaan penunjang radiologis lain yang kadang-
kadang diperlukan juga adalah bronkografi, fluorskopi, superior vena cavografi,
ventilation/perfusion scanning, ultrasound sonography.
b. Pemeriksaan computed tomography dan magnetic resonance imaging
Pemeriksaan CT scan pada torak lebih sensitive dari pada pemeriksaan foto dada
walaupun positif palsu untuk kelainan sebesar itu mencapai 25-60 %. Bila fasilitas ini
memungkinkan, pemeriksaan CT scan bisa sebagai pemeriksaan skrining kedua
setelah foto dada biasa. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) tidak rutin
dikerjakan, karena ia hanya terbatas untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi
kedalam vertebra, medulla spinal, mediastinum, disamping biayanya juga cukup
mahal.
Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT scan torak. Saat ini
sedang dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat yakni positron emission
tomography (PET) yang dapat membedakan tumor jinak dan ganas berdasarkan
perbedaan biokimia dalam metabolism zat-zat seperti glukosa, oksigen, ptotein, asam
nukleat. Contoh zat yang dipakai : methionine 11C dan F-18 fluorodeoxyglocose
(FD6).

18
Tumor yang kurang dari 1 cm, agak sulit dideteksi karena ukuran kecil tersebut
kurang diresolusi oleh PET scanner. Sensitivitas dan spesifitas cara PET ini
dilaporkan 83-93% sensitive dan 60-90% spesifik.
Beberapa positif palsu untuk tanda malignan ditemukan juga pada lesi inflamasi dan
infeksi seperti aspergilosis dan tuberculosis. Sungguhpun begitu dari beberapa studi
diketahui pemeriksaan PET mempunyai nilai akurasi lebih baik dari pada
pemeriksaan CT scan.
c. Pemeriksaan bone scanning
Pemeriksaan diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang. Insiden
tumor Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) ketulang dilaporkan sebesar 15%
d. Pemeriksaan sitology
Pemeriksaan sitology sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan
seperti batuk. Pemeriksaan tidak selalu memberikan hasil positif karena ia tergantung
dari :
 Letak tumor terhadap bronkus
 Jenis tumor
 Teknik mengeluarkan sputum
 Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-
turut
 Waktu pemeriksaan sputum (sputum harus segar)
Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat
memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa.
Pemeriksaan sitology sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan
skrining untuk diagnosis dini kanker paru, dan saat ini sedang dikembangkan
diagnosis dini pemeriksaan sputum memakai immune staining dengan MAb
dengan antibody 624H12 untuk antigen SCLC (Small Cell Lung Cancer) dan
antibody 703 D4 untuk antigen NSCLC (Non Small Cell Lung Cancer).
Laporan dari National Cancer Institut USA teknik ini memberikan hasil 91%
sensitive dan 88% spesifik.

19
Pemeriksaan sitology lain untuk diagnostic kanker paru dapat dilakukan pada
cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan
dan sikatan bronkus pada bronkoskopi
e. Pemeriksaan hispatologi
Pemeriksaan hispatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru untuk
mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsy melalui:

1) Bronkoskopi
Modifikasi dari bronkoskopi serat optic dapat berupa
 Trans bronchial lung biopsy (TBLB) dengan tuntutan fluroskopi, atau
ultrasonografi
 Belakangan ini sedang dikembangkan pemeriksaan fluorescence
bronchoscopy dengan memakai fluorescence agent seperti HpD
(hemato prophyrin derivative) memberikan konsentrat fluoresensi pada
jaringan kanker. Teknik yang lebih baru lagi adalah dengan
autofluorecence bronchoscopy. Hasil pemeriksaan ini menunjukan
50% lebih sensitive daripada white light bronchoscopy untuk deteksi
karsinoma in situ dan dysplasia berat.
 Ultrasound bronchoscopy, juga dikembangkan saat ini untuk
mendeteksi tumor perifer, tumor endobronkial, kelenjar getah bening
mediastinum dan lesi daerah hilus.
 Hasil positif dengan bronkoskopi ini dapat mencapai : 95% untuk
tumor yang letaknya sentral dan 70-80% untuk tumor yang letaknya
perifer
 Trans-bronchial needle-aspiration (TBNA). Dikerjakan terhadap nodul
getah bening dihilus atau mediastinum. Hasilnya akan lebih baik bila
dituntun dengan CT scan
2) Trans Torakal Biopsi
Biopsy dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran
< 2 cm sensitivitasnya mencapai 90-95% . komplikasi pneumotorak dapat
mencapai 20-25% dan hemoptysis sampai 20%. Dengan persiapan yang lebih

20
baik, komplikasi ini bisa diperkecil. Hasil pemeriksaan akan lebih baik bila
ada tuntutan CT scan, USG atau fluoroskopi. Biopsy terhadap kelenjar getah
bening yang teraba, dapat dilakukan secara Daniels biopsy yakni pada
kelenjar-kelenjar getah bening scalaneus supraklavikular.
3) Torakoskopi
Biopsy tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi daripada cara membuta (blind). Untuk tumor yang letaknya
dipermukaan pleura visceralis biopsy dengan cara Video Assisted
Thorascoscopy memiliki sensitivitas dan spesifitas hingga 100%, sedangkan
komplikasi yang terjadi amat kecil
4) Medistinoskopi
Lebih dari 20% kanker paru bermetastasis ke mediastinum, terutama Small
Cell Cad an Large Cell Ca. untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar
getah bening yang terlibat dapat dilakukan dengan cara medistinoskopi
dimana medistinoskopi dimasukkan melalui insisi supra sternal. Hasilo biopsy
memberikan nilai positif 40%. Dari studi lain nilai negative palsu pada
mediastinoskopi didapat sebesar 8-12 (diikuti dengan torakotomi)
5) Torakotomi
Torakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila berbagai prosedur
non invasive dan invasive sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

9. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan oleh kanker paru-paru adalah:
a. Sindrom paraneoplastik
Sindrom paraneoplastik adalah sekumpulan gejala yang bukan disebabkan oleh
tumornya sendiri, tetapi oleh zat-zat yang dihasilkan oleh kanker itu sendiri. Zat-zat
mempengaruhi organ atau jaringan melalui efek kimianya, sehingga terjadi kelainan
neurologis, nyeri otot, kelemahan dan pada ujung jari tangan membengkak (clubbing)
b. Tamponade jantung
Tamponade jantung ini adalah pengumpulan cairan didalam jantung (kantong
pericardium, kantong pericardial). Pengumpulan cairan ini terjadi ketika kanker

21
menyusup ke dalam pericardium sehingga menyebabkan penekanan terhadap jantung
dan mengurangi kemampuan pompa jantung. Selain itu bisa menyebabkan terjadinya
iritasi.
c. Efusi pleura
Efusi pleura merupakan pengumpulan cairan didalam kantong yang mengelilingi
paru-paru (kantong pleura), pengumpulan cairan dikantong pleura menyebabkan
paru-paru kolaps sehingga menyebabkan sesak napas.

10. Penatalaksanaan medic


Tujuan pengobatan kanker
 Kuratif : menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas penyakit dan
meningkatkan angka harapan hidup pasien.
 Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup rawat rumah
(Hospice Care) pada kasus terminal : mengurangi dampak fisik maupun psikologis
kanker baik pada pasien maupun keluarga
 Suportif : menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, transfuse darah dan komponen darah, growth factors obat anti nyeri dan obat
anti infeksi.
Terdapat pada fundamental perangai biologis Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
dengan Small Cell Lung Cancer (SCLC) sehingga pengobatannya harus dibedakan :

a. NSCLC (NON SMALL CELL LUNG CELL)


Staging TNM yang didasarkan ukuran tumor (T) kelenjar getah bening yang terlibat
(N) da nada tidaknya metastase bermanfaat sekali penentuan tatalaksana NSCLC ini.
Staging dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti dengan
perhatian khusus kepada keadaan sistemik, kardio pulmonal, neurologi dan skeletal.
Hitung jenis sel darah tepi dan pemeriksaan kimia darah diperlukan untuk mencapai
kemungkinan adanya metastase ke sumsum tulang, hati dan tengkorak.
Pengobatan NSCLC. Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium 1 atau 2
pada pasien dengan yang adekuat sisa cadangan parenkim parunya. Reaksi paru
biasanya ditoleransi baik bila prediktif “post reseksi Fevi” yang didapat dari

22
pemeriksaan spirometri preoperative dan kuantitatif ventilasi perfusi scanning
melebihi 1000 ml. luasnya penyebaran intra torak yang ditemui saat operasimenjadi
pegangan luas prosedur operasi yang dilaksanakan. Lobektomi atau pneumonektomi
tetap sebagai standar dimana segmentektomi dan reaksi baji bilobektori atau reaksi
sleeve jadi pilihan pada situasi tertentu.
Survival pasien yang dioperasi pada stadium 1 mendekati 60%, pada stadium II 26-
37% dari IIa 17-36%. Pada stadium III A masih ada kontroversi mengenai
keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak terdapat
metastasis.
Pasien stadium III b dan IV tidak dioperasi Combined modality therapy yaitu
gabungan radiasi, khemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas) dilaporkan
memperpanjang survival dari studi-studi yang masih berlangsung.
 Radioterapi.
Pada beberapa kasus yang inoperable, radio terapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvan/paliatif pada tumor dengan
komplikasi seperti mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap pembuluh
darah/bronkus.
Efek samping yang sering adalah disfagia karena esophagitis post radiasi,
sedangkan pneumonitis post radiasi jarang terjadi (< 10%). Radiasi dengan dosis
paru yang bertujuan kuratif secara teoritis bermanfaat pada kasus yang inoperabel
tapi belum disokong data percabaan klinis yang sahih. Keberhasilan
memperpanjang survival sampai 20% dengan cara radiasi dosis paru ini didapat
dari kasus-kasus stadium I usia lanjut, kasus dengan penyakit penyerta sebagai
penyulit operasi atau pasien yang menolak dioperasi.
Pasien dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor sudah
merambat sebayat sayatan operasi maka radiasi post operasi dianjurkan untuk
diberikan. Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar misalnya
pada reseksi lebih komplit pada pancoast tumor atau stadium IIIb dilaporkan
bermanfaat dari beberapa sentra kanker.

23
 Radiasi paliatif.
Pada kasus sindrom vena kava superior atau kasus dengan komplikasi dalam
rongga dada akibat kanker seperti hemoptysis, batuk refrakter, ateletaksis,
mengurarangi nyeri akibat metastasis kranium dan tulang, juga amat berguna.
 Kemoterapi.
Prinsip kemoterapi.
Sel kanker memiliki sifat perputaran daur sel lebih tinggi dibandingkan sel
normal. Dengan demikian tingkat mitosis dan proliferasi tinggi. Sitostatika
kebanyakan efektif terhadap sel bermitosis. Ada beberapa hal yang
mempengaruhi kegagalan dalam pencapaian target pengobatan antara lain :
Resistensi terhadap sitostatika
Penurunan dosis sitostatika dimana penurunan dosis terbesar 20% akan
menurunkan angka harapan sembuh sekitar 50%
Penurunana intensitas obat dimana jumlah obat yang diterima selama
kurun waktu tertentu kurang. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, dosis
obat harus diberikan secara optimal dan sesuai jadwal pemberian. Kecuali
terjadi hal-hal yang jika diberikan sitostatika akan lebih membahayakan
jiwa.
Penggunaan resimen kemoterapi agresif (dosis tinggi) harus didampingi dengan
rescue sel induk darah yang berasal dari sumsum tulang atau darah tepi yang akan
menggantikan sel induk darah akibat mieloablatif. Penilaian respons pengobatan
kanker dapat dibagi menjadi lima golongan seperti :
Remisi komplit, tidak tampakseluruh tumor terukur atau lesi terdeteksi
selama lebih dari 4 minggu
Remisi parsial, tumor mengecil > 50% tumor terukur atau > 50% jumlah
lesi terdeteksi menghilang
Stable disease pengecilan 50% atau < 25% membesar
Progresif tampak beberapa lesi baru atau > 25% membesar
Lokoprogresif: tumor membesar didalam radius tumor (local)
Penggunaan kemoterapi pada pasien NSCLC dalam dua decade terakhir ini sudah
diteliti. Untuk pengobatan kuratif kemoterapi dikombinasikan secara terintegrasi

24
dengan modalitas pengobatan kanker lainnya pada pasien dengan penyakit
lokoregional lanjut.
Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari stadium IIIA
dan untuk pengobatan paliatif
Kemoterapi adjuvant diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran lokoregional
tumor dapat direseksi lengkap, cara pemberian diberikan setelah terapi local
defenitif dengan pembedahan, radioterapi atau keduanya.
Kemoterapi neoadjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran
lokoregional tumor dapat direseksi lengkap. Terapi definitive dengan
pembedahan, radioterapi, atau keduanya diberikan diantara siklus pemberian
kemoterapi
Kemoradioterapi konkomitan, bertujuan untuk meningkatkan control loko
regional, radioterapi mulai dari stage III (unresectable locoregional). Pemberian
kemoterapi bersama-sama radioterapi
 Pemilihan obat.
Kebanyakan obat sitostatik mempunyai aktivitas cukup baik pada NSCLC dengan
tingkat respons antara 15-33%, walaupun demikian penggunaan obat tunggal
tidak mencapai remisi komplit. Kombinasi beberapa sitostatik telah banyak diteliti
untuk meningkatkan tingkat respons yang akan berdampak pada harapan hidup.
Mula-mula resimen CAMP yang terdiri dari siklofosfamid, doksorubisin
metoreksat dan prokarbasin, tingkat respon regimen ini 26%. Beberapa protocol
resimen lainnya kemudian dikembangkan dan diperbandingkan dengan CAMP,
seperti CAV memberikan tingkat respons 26%.
 Obat lain.
Obat-obat baru saat ini telah banyak dihasilkan dan dicobakan sebagai obat
tunggal seperti paclitaxel, docetaxel, vinorelbine, gemcitabine, dan ironetecan
dengan hasil yang cukup menjanjikan.
 Kemoterapi adjuvant dengan atau tanpa radioterapi.
Mula-mula yang dikembangkan adalah protocol CAP (siklofosfamid,
doksorubisin, dan cisplatin).

25
 Kemoradioterapi konkomitan.
Mula-mula protocol yang digunakan adalah protocol dengan basis cisplatin
misalnya FP (5-fluorouracil dan cisplatin), selanjutnya dikembangkan dengan
memasukkan etoposide menjadi protocol EFP. Hasilnya dengan FP 68% menjadi
komplit resectable sedangkan dengan EFP kompli resectable menjadi 76% pada
EP 65% menjadi kompli resectable.
 Terapi biologi.
BCG, levamisole, interferon dan interleukin, penggunaannya dengan kombinasi
modalitas lainnya, dan hasilnya masih kontroversial
 Terapi gen.
Ahkir-ahkir ini dikembangkan penyelarasan gen (Chimeric) dengan cara
transplantasi system sel dari darah tepi maupun sumsum tulang alogenik.

b. SMALL CELL LUNG CANCER (SCLC)


SCLC dibagi menjadi dua, yaitu:
 Limited-stage diseases yang diobati dengan tujuan kuratif (kombinasi kemoterapi
dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20%
 Extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon terapi
inisial sebesar 60-70% dan angka respon terapi komplit sebesar 20-30%. Angka
median suevival time untuk limited-stage disease adalah 18 bulan dan untuk
extensive- stage disease adalah 9 bulan.

26
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
DS: adanya riwayat merokok, pekerjaan yang terpajan polutan, radiasi, debu industry
(mis, asbes, oksida besi, debu batubara, materi radio aktif)
b. Pola nutrisi metabolic
DS: dapat muncul penurunan nafsu makan (anoreksia), penderitaan biasanya
mengeluh sulit menelan, rasa haus/peningkatan masukan cairan.
DO: penurunan berat badan, glukosa dalam urine (ketidak seimbangan hormonal,
tumor epidermoid)
c. Pola eliminasi
DS: diare yang hilang timbul (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil),
peningkatan frekuensi urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
d. Pola aktivitas dan latihan
DS: Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dyspnea karena
aktivitas
DO: kelelahan/kelesuhan
e. Pola tidur dan istirahat
DS: penderita mengalami kesulitan tidur karena sesak napas, dan batuk, penderita
juga kadang-kadang tidak bisa tidur lelap karena nyeri dada dimana dapat/tidak
dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi
f. Pola persepsi kognitif
DS: nyeri abdomen hilang timbul
DO: kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang-ulang
g. Pola persepsi dan konsep diri
DS: perasaan takut, takut hasil pembedahan, menolak kondisi yang berat/potensial
keganasan
h. Pola peran hubungan sesama
DS: factor resiko keluarga : kanker (khususnya paru), tuberculosis kegagalan untuk
membaik

27
i. Pola reproduksi dan seksualitas
DO: Amenorea/impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
DS: lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negative, kecemasan,
kegelisahan

2. Diagnose keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas b/d pengangkatan jaringan paru, ganggan suplai oksigen
(hipoventilasi), penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah)
b. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan jumlah/viskositas secret,
keterbatasan gerakan dada/nyeri, kelemahan/kelelahan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
d. Nyeri b/d insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal, adanya selang
dada, invasi kanker ke pleura, dinding dada.
e. Ansietas b/d krisis situasi, ancaman/perubahan status kesehatan, adanya ancaman
kematian
f. Kurang pengetahuan b/d kurang terpajan, tidak mengenal informasi/sumber, salah
interpretasi informasi, kurang meningat

3. Perencanaan keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas b/d pengangkatan jaringan paru, gangguan suplai oksigen
(hipoventilasi), penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah)
HYD :
 Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.
 Bebas gejala distress pernapasan.
Rencana Tindakan :
 Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan.
R/ pernapasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme
kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru

28
 Auskultasi paru untuk gerakan udara dan bunyi napas tak normal
R/ konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi
 Selidiki kegelisahan dan perubahan tingkat kesadaran
R/ dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau komplikasi seperti
penimbangan mediastinal pada pasien pneumonektomi bila disertai dengan
takipnea, takikardi, dan deviasi trakeal
 Pertahankan kepatenan jalan napas pasien dengan memberikan posisi
penghisapan dan penggunaan alat
R/ obstruksi jalan napas mempengaruhi ventilasi, mengganggu pertukaran gas
 Ubah posisi dengan sering letakkan pasien pada posisi duduk juga posisi
terlentang sampai posisi miring
R/ memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret
 Hindari pemberian posisi pasien dengan pneumonektomi pada sisi yang
dioperasi dengan tetap mempertahankan paru yang sakit
R/ posisi ini menurunkan ekspansi paru dan menurunkan perfusi paru pada
paru yang baik dan dapat memperkuat pengembangan tegangan pneumotorak
sekunder terhadap penyimpangan mediastinal dan akumulasi cairan pada paru
yang tersisa
 Dorong atau bantu dengan latihan napas dalam dan napas bibir dengan tepat
R/meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan
/mencegah ateletaksis
 Pertahankan kepatenan system drainase dada untuk lubektomi, pasien reseksi
segmen
R/ mengalirkan cairan dari rongga pleural untuk meningkatkan segmen paru
yang masih ada
 Berikan oksigen tambahan, melalui nasal kanul, masker parsial, atau masker
dengan humidifikasi tinggi sesuai dengan indikasi.
R/ memaksimalkan sediaan oksigen, khususnya bila ventilasi menurunkan
depresi anastesi atau nyeri, juga selama periode kompensasi fisiologi sirkulasi
terhadap unit fungsional alveolar.

29
 Awasi atau buat gambaran GDA, nadioksimetri, catat kadar Hb
R/ penurunan PaCo2 dapat menunjukkan kebutuhan untuk dukungan ventilasi.
Kehilangan darah bermakna dapat mengakibatkan penurunan kapasitas
pembawa oksigen, menurnkan PaO2

b. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan jumlah/viskositas secret,


keterbatasan gerak dada/nyeri, kelemahan/kelelahan.
Hasil yang diharapkan :
 Menujukkan potensi jalan napas, dengan cairan secret mudah dikeluarkan
 Bunyi napas jelas, dan pernapasan tak bising.
Rencana tindakan :
 Bantu pasien dengan/instruksi untuk napas dalam efektif dan batuk dengan
posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi
R/ posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan
menguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang secret
 Observasi jumlah karakter sputum (aspirasi secret)
R/ adanya sputum yang tebal/kental, berdarah, purulent diduga terjadi sebagai
masalah sekunder (misalnya, dehidrasi, edema paru, perdarahan local atau
infeksi) yang memerlukan perbaikan/pengobatan
 Dorong masukkan cairan peroral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi
jantung
R/ hidrasi adekuat untuk mempertahankan peningkatan pengeluaran secret
 Kaji nyeri atau ketidaknyamanan dan obat dengan dosis rutin dan lakukan
latihan pernapasan
R/ mendorong pasie untuk bergerak, batuk lebih efektif, dan napas dalam
untuk mencegah kegagalan pernapasan
 Berikan bronkodilator, ekspektoran, atau analgesic sesuai indikasi
R/ekspektoran meningkatkan produksi mukosa untuk mengencerkan dan
menurunkan viskositas secret, menghilangkan ketidaknyamanan dada,

30
meningkatkan kerjasama pada latihan pernapasan, dan meningkatkan
keefektifan terapi pernapasan

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
Hasil yang diharapkan: nutrisi dapat terpenuhi melalui intake yang adekuat dengan
criteria adanya penambahan berat badan.
Intervensi:
 Timbang BB tiap hari
Rasional : dengan menimbang BB setiap hari dapat di ketahui status nutrisi
klien
 Pantau intake dan output
Rasional : untuk mengetahui apakah sudah terjadi keseimbangan antara
pemasukan dan pengeluaran
 Anjurkan orang tua untuk memberi makan sedikit tapi sering dan makanan
tambahan yang tepat
Rasional : menghindari terjadinya mual dan muntah
 Kolaborasi pemberian diet yang tepat sesuai dengan indikasi
Rasional: pemberian diet yang tepat dapat memenuhi kebutuhan klien akan
nutrisi serta mencegah terjadinya malnutrisi

d. Nyeri b/d insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal. Adanya selang
dada dan invasi kanker ke pleura, dinding dada.
Hasil yang diharapkan :
 Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
 Tampak rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
 Berpartispasi dalam aktivitas yang diinginkan/dibutuhkan
Rencana tindakan :
 Tanyakan pasien tentang nyeri, tentukan karateristik nyeri. Mis, terus menerus
sakit, menusuk atau terbakar.
R/ membantu dalam mengevaluasi nyeri karena kanker yang dapat melibatkan
visceral, saraf atau jaringan tulang

31
 Kaji penyertaan verbal dan nonverbal pasien
R/ ketidaksesuaian antara petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ketidakefektifan
intervensi
 Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisiologi dan psikologi
R/ insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien daripada insisi
anterolateral, selain itu takut, ansietas, distress dan kehilangan sesuai diagnose
kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
 Berikan tindakan kenyamanan, mis, sering ubah posisi, pijatan punggung,
sokongan bantal
R/ meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian, menghilangkan
ketidaknyamanan dan meningkatkan efek terapeutik analgesik
 Jadwalkan periode istirahat, berikan lingkungan tenang
R/ penurunan kelemahan dan menghemat energy, meningkatkan kemampuan
koping
 Bantu aktivitas perawatan diri, pernapasan/latihan tangan
R/ mencegah kelemahan yang tak perlu dan regangan insisi, serta mendorong
dan membantu fisik mungkin diperlukan untuk beberapa waktu sebelum
pasien mampu atau cukup percaya untuk melakukan aktivitas ini karena nyeri
 Berikan analgetik rutin sesuai indikasi
R/ mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari puncak periode
nyeri, alat dalam penyembuhan otot, dan memperbaiki fungsi pernapasan dan
kenyamanan/koping emosi.
e. Ansietas b/d krisis situasi, ancaman atau perubahan status kesehatan, adanya ancaman
kematian
Hasil yang diharapkan :
 Mengakui dan mendiskusikan takut/masalah.
 Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak
rileks/istirahat.
 Menyatakn pengetahuan yang akurat tentang situasi.

32
Rencana tindakan :
 Evaluasi tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang diagnose.
R/ pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu
dan mengasimilasi informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat
 Akui rasa takut/masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
R/ dukungan memampukan pasien mulai membuka/menerima kenyataan
kanker dan pengobatannya.
 Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur, yakinkan bahwa
pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama
R/ membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/salah
interpretasi terhadap informasi
 Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan
R/ bila penyangkalan ekstrim atau ansietas mempengaruhi kemajuan
penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan membuka cara
penyelesainnya
 Catat komentar/perilaku yang menunjukkan menerima atau menggunakan
strategi efektif menerima situasi
R/ takut atau ansietas menurun, pasien mulai menerima secara positif dengan
kenyataan
 Libatkan orang terdekat dalam perencanaan keperawatan. Berikan waktu
untuk menyiapkan peristiwa atau pengobatan
R/ dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan control atau kemandirian
pada pasien yang merasa tak berdaya dalam menerima diagnose dan
pengobatan
 Berikan kenyamanan fisik pasien
R/ ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrim atau
ketidaknyaman fisik menetap.

f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kurang terpajan, tidak mengenal


informasi/sumber, salah interpretasi informasi, kurang meningkat.

33
Hasil yang diharapkan :
 Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnose, program pengobatan.
 Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan
tindakan tersebut
 Berpartisipasi dalam proses belajar.
 Melakukan perubahan pola hidup.
Rencana keperawatan :
 Diskusikan diagnose, rencana/terapi saat ini dan hasil yang diharapkan
R/ memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk
belajar lanjut tentang manajemen di rumah.
 Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
R/ pengkajian evaluasi status pernapsan dan kesehatan umum penting sekali
untuk meyakinkan penyembuhan optimal.
 Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis. Perubahan
penampilan insisi, terjadinya kesulitan pernapasan, demam, peningkatan,
nyeri dada, perubahan penampilan sputum.
R/ deteksi dini dan intervensi tepat waktu dapat mencegah/meminimalkan
komplikasi.
 Evaluasi ketersediaan/keadekuatan system pendukung dan perlunya bantuan
dalam perawatan diri/manajemen di rumah.
R/ kelemahan umum dan keterbatasan aktivitas dapat menurunkan
kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
 Ajarkan menghendakiaktivitas yang menyebabkan kelemahan atau
meningkatkan napas pendek
R/ terlalu lelah meningkatkan kegagalan pernapasan
 Tekankan pentingnya menghindari merokok, polusi udara, dan kontak dengan
orang yang menderita infeksi saluran napas atas.
R/ melindungi dari iritasi dan menurunkan resiko infeksi
 Kaji kebutuhan nutrisi/cairan. Anjurkan meningkatkan protein dan
menggunakan makanan ringan tinggi kalori yang tepat.

34
R/ memenuhi kebutuhan energy seluler dan mempertahankan volume sirkulasi
baik untuk perfusi jaringan, memudahkan regenerasi jaringan/proses
penyembuhan.
 Kaji sumber komuniti individu yang tepat. Misalnya, yayasan kanker
Indonesia, asosiasi perawat pengunjung, pelayanan masyarakat
R/ agen seperti ini menawarkan pelayanan luas yang dapat diberikan untuk
memberikan dukungan dan memenuhi kebutuhan individu

Discharge planning

a) Anjurkan kepada keluarga untuk tidak merokok sejak usia muda


b) Anjurkan kepada keluarga dan pasien untuk berhenti merokok
c) Anjurkan kepada pasien untuk mengurangi aktivitas berat
d) Menganjurkan kepada pasien untuk rajin mengontrol dirinya secara teratur
e) Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan kemoterapi

35
DAFTAR PUSTAKA

Lockhart Robin, Dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Rab Tabrani. 2010. Ilmu penyakit paru. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Setiawati Siti, Dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi IV. Jakarta: departemen
Kedokteran Universitas Indonesia.

Ward jane, Dkk. 2007. At a Glance system respirasi edisi kedua. Surabaya: Penerbit Erlangga.
Bunham aryanto. 2011. D: / asuhan- keperawatan / kanker_ paru-paru. Htm
Kamriantiramli. 2008. Kompas. Com, sumber: rokok pintu gerbang menuju Tumor Paru
Nining. 2011. H: / asuhan- keperawatan- ca paru. Html

36

Anda mungkin juga menyukai